Connect with us

Lain-lain

Jagalah Allah, Maka Allah Akan Menjagamu

Published

on

Oleh : Syaikh Muhammad Yahya Al Mahdaly

Dikeluarkan dari Imam Ahmad dan Turmudzi dari Ibu Abbas –Radiyallahu ‘anhuma– berkata Ibnu Abbas: Dulu aku pernah berjalan bersama Rasulullah – Shalallahu ‘alaihi wasalam– maka ketika itu Beliau bersabda: Ya Ghulam! maukah kamu aku ajari sebuah kalimat? Yang dimana kamu bisa mengambil manfaat darinya. Aku berkata: tentu saja wahai Rasulullah, maka Raulullah bersabda : Jagalah olehmu Allah, maka Allah akan menjagamu, jagalah Allah maka Allah akan menjadi Pembimbingmu, kenalillah Allah dikala kamu dalam keadaan suka (senang) maka Allah akan mengenalimu dalam keadaan duka (Susah), apabila kamu meminta, mintalah kepada Allah dan apabila kamu meminta pertolongan minta tolonglah hanya kepada Allah). [Hadits shahih, diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (no. 2516), Ahmad (I/292, 303, 307), Al-Hakim (III/541), Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jamul Kabir (XII/12988, 12989), Abu Ya’la (no. 2549), Ibnus Sunni (hal. 427), Ibnu Abi ‘Ashim dalam As-Sunnah (no. 316), dan Al-Ajurri dalam Asy-Syari’ah (hal. 198)]

Dalam hadits diatas Rasulullah telah mengajarkan kepada ibnu Abbas tentang suatu wasiat yang sangat agung yang bisa menyelamatkan manusia di dunia dan akhiratnya. Dalam hadist tersebut juga banyak pelajaran yang bisa kita ambil agar kita bisa mengajarkannya kepada anak-anak kita dan istri-istri kita secara berkesinambungan. Agar diri kita menjadi penerang menuju kebaikan. Amien.

Kemudian wahai saudaraku kaum muslimin…

Apa maksud dari perkataan Rasulullah “Jagalah Allah maka Allah akan menjagamu”
Bagaimana cara kita menjaga Allah?

Menjaga Allah yaitu kita menjaga batasan-batasan Syariat yang telah Allah tetapkan atas umat ini, menjauhi larangan-larangannya. Dengan begitu kita telah menjaga Allah. Dalam sebuah atsar dikatakan : “ Allah telah mewajibkan atas kalian beberapa hal kewajiban maka janganlah kalian meremehkannya ( melalaikannya ) dan Allah telah mengharamkan sesuatu maka janganlah kalian melanggarnya dan Allah telah membuat batasan-batasan maka janganlah kalian melampaui batasan tersebut”

Allah Subhanahu wa ta’ala memuji orang-orang yang menjaga Batasan-batasan Allah dalam firmanNya :

“dan orang-orang yang menjaga hukum-hukum Allah, dan berikanlah khabar gembira bagi orang-orang yang beriman”(At Taubah : 112)

Dan juga firmanNya :

“Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya). (Yaitu) orang yang takut kepada Rabb yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertaubat (Qaf : 32-33)

Dan yang paling penting wahai saudaraku, dalam hal kita menjaga Allah adalah dengan menjaga Shalat lima waktu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda:

“Barangsiapa yang menjaga Shalat lima waktu, maka nanti dihari kiamat akan datang baginya Nur (Cahaya), burhan (Bukti) dan keselamatan untuknya pada hari kiamat” (HR. Ahmad dan Al Mundziri berkata di dalam At Targhib Wa At Tarhib: “Diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad yang jayyid”, tetapi ada sebagian ulama hadits yang melemahkan hadits ini)

Kemudian hal-hal yang menjadi bagian dalam hal kita menjaga Allah adalah kita menjaga diri kita sendiri dari perbuatan yang haram atau kemaksiatan.

Pertama menjaga kepala kita dan apa yang ada didalamnya (meliputi mata, telinga, mulut dll) agar tidak terjatuh kedalam sesuatu yang haram.

kedua menjaga badan kita termasuk yang ada didalamnya yaitu hati agar tidak berangan-angan untuk melakukan sesuatu yang haram dan tidak memasukan makanan dan minuman yang haram kedalam badan kita dan menjaga diri kita dari hal-hal yang dilarang seperti mengghibah dan melakukan fakhisyah (zina) Rasulullah pernah bersabda : “Barangsiapa yang mampu menjaga antara dua jenggotnya dan dua pahanya, aku akan menjamin dia masuk surga” (HR Bukhari (ar-Raqa’iq XI/308 dan al-Hudud XII/113) dari Sahl bin Sa’d.)

Sebagaimana telah jelas dalam perintah Allah Seorang hamba harus menjaga pendengarannya dari hal-hal yang haram, menjaga penglihatannya dari perkara yang haram tidak melihat sesuatu yang haram, maka barangsiapa yang melaksanakan perintah Allah tersebut kelak dia akan mendapatkan kabar gembira karena telah menjaga Allah, sesungguhnya Balasan segala sesuatu itu tergantung dari amal yang telah dia perbuat sebagaimana Allah ta’ala berfirman:

“dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan Hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk)”. (QS. Al-Baqarah : 40)

Dan firmanNya dalam ayat yang lain:

“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari nikmat-Ku. (Al-Baqarah: 152)

Seperti itulah bukti penjagaan hamba terhadap Allah  subhaanahu wa ta’ala.

Kemudian sekarang apa maksud dari Allah menjaga kita? Dan bagaimana Allah subhaanahu wa ta’ala menjaga kita?

Disini ada dua macam penjagaan Allah terhadap hambanya :

1. Penjagaannya terhadap hamba dalam masalah kemashlahatan dunia

Sebagaimana Allah telah menjaga kesehatannya, anaknya, keluarganya dan hartanya, Rasulullah selalu berdo’a dipagi dan sore hari meminta semua itu kepada Allah subhaanahu wa ta’ala  dalam do’a beliau :

“Allah aku memohon keselamatan dari-Mu dalam agamaku duniaku keluargaku dan hartaku. Ya Allah tutupilah auratku amankanlah kekhawatiranku jagalah diriku dari depanku belakangku sebelah kananku sebelah kiriku dan dari atasku. Aku berlindung dengan keagungan-Mu dari bahaya yang datang dari bawahku”. (HR. Bukhari /1200 dan Abu daud /5074 dan Nasai’ /282 dan Ibnu Majah /3871)

“Kebalikan dari ini semua adalah ketika seseorang disia-siakan oleh Allah ( tidak dalam penjagaan Allah) seperti yang dikisahkan oleh Syaikh Al Junaid – Rahimahullah- Ada seorang kakek tua yang meminta-minta di jalanan Maka Syaikh berkata : “orang ini (Kakek tua) dulu ketika masih mudanya telah menyia-nyiakan perintah Allah dalam kata lain tidak menjaga Allah, maka sekarang ketika dia sudah tua Allah menyia-nyiakan orang tersebut”.

Penjagaan Allah terhadap hambanya tidak mesti menjaga diri hamba tersebut, bisa saja penjagaan Allah itu kepada anaknya atau cucunya sebagaimana diceritakan dalam firman Allah :

Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu…”. (Al Kahfi : 82)

Sesungguhnya dia dijaga oleh Allah kerana keshalihan kedua orang tuanya, Sa’id Ibnul Musayyib berkata kepada anaknya : “Aku menambah shalatku (dengan mengerjakan shalat-shalat sunah) karena berharap Allah menjagaku dan menjaga dirimu wahai anakku”

Dari sebagian penjagaan Allah kepada hambanya juga yaitu Allah menjaga hambanya dari perkara-perkara yang buruk baik itu gangguan Jin ataupun manusia, sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala berfiman :

Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan beginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangka”.(At Thalaq : 2)

Syaikh Rabi’ bin hutsain berkata : “Allah menjadikan baginya jalan keluar dari segala sesuatu yang membuat dirinya sempit dalam menghadapi permasalahan hidup.”

Aisyah –Radiyallahu ‘anha– pernah menulis surat kepada Mu’awiyah yang isinya “ Wahai Mu’awiyah bertaqwalah kepada Allah, maka itu sudah cukup bagimu dalam pandangan manusia, akan tetapi jika engkau hanya bertaqwa dihadapan manusia saja maka mereka tidak akan berguna bagimu kelak dihadapan Allah”

Kemudian yang paling menakjubkan ayuhal ikhwah dari penjagaan Allah terhadap hambanya yang bertawqa Allah –subhanahu wa ta’ala menjadikan jinak hewan-hewan yang buas sebagaimana terjadi terhadap Pembantunya Nabi –Shalallahu ‘alaihi wasalam- yang bernama safinah ketika dalam sebuah perjalanan dan tiba-tiba kendaraan yang ia tumpungi rusak kemudian ia berjalan menuju sebuah pulau yang dimana disana ia melihat hewan buas, safinah berkata kepada hewan buas tersebut yang bernama Abu harist: ya Abal harits! saya ini adalah pembantunya Rasulullah dalam keadaan tersesat tolong tunjukan jalan yang benar kepadaku, setelah itu hewan buas tersebut berjalan seakan-akan menunjukan jalan bagi safinah dan setelah mendapatkan jalan yang benar hewan itupun pergi.

Wahai kaum muslimin sekalian…

Takutlah ketika kita melalaikan printah Allah karena balasan bagi orang yang melalaikan perintah akan mendapatkan keburukan bagi dirinya, bisa saja keburukan itu berada pada keluarganya, anaknya bahkan pada kendaraannya, sebagaimana telah diceritakan: “Sesungguhnya aku tidak melakukan kemaksiatan kecuali aku dapatkan balasan dari perbuatan itu di akhlak pembantuku dan kendaraanku” artinya Akhlak pembantunya buruk terhadapnya tidak taat terhadap perintah-perintahnya, dan himarnya (kendaraannya) tidak mau dikendarai olehnya.

2. Penjagaan Allah yang kedua kepada Hambanya adalah Allah memuliakan dan memberinya berbagai keutamaan.

seperti Allah menjaga hamba dalam agamanya yaitu dengan menjaga keimanannya selama hidupnya dan Allah menjaga hambanya dari Syubhat-syubhat dan kebid’ahan-kebid’ahan yang menyesatkan dan juga menjaga hambanya dari Syahwat yang dilarang, dan Allah menjaga hambanya sampai hambanya meninggal dalam keadaan khusnul khaatimah. Sungguh kenikmatan yang paling besar bagi seorang hamba adalah dia mendapatkan akhir yang baik.

Dan dari sebagian penjagaan Allah terhadap hambanya yaitu dengan menjaga hambanya dari berbuat kemaksiatan, seperti kisah nabi Yusuf ‘alaihi salam

Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang (mukhlash) terpilih. (Yusuf : 24)

Umar –radiyallahu ‘anhu– mendengar seseorang berdo’a: “Ya Allah sesungguhnya Engkau berada diantara seseorang dan hatinya, maka jagalah diriku dari kemaksiatan” maka ketika itu umar terkejut kemudian umar mendo’akan orang tadi dengan kebaikan.

Akhirnya barangsiapa yang menginginkan penjagaan Allah dalam segala aspek kehidupannya maka jagalah Batasan-batasan Allah (Syari’atnya) dan barangsiapa yang tidak mau musibah datang pada dirinya, maka janganlah ia melakukan hal-hal yang dilarang ( tidak disukai ) oleh Allah. Ulama salaf pernah berkata : “Barangsiapa yang suka kesehatannya terjaga maka bertaqwalah kepada Allah”

Wahai kaum muslimin…

Bayangkanlah bagaimana penjagaan Allah terhadap hambanya yang shaleh. Allah telah menjaga dirinya, hartanya dan keluarganya kemudian Allah subhanahu wa ta’ala menjaga hal yang sangat penting yaitu menjaga agamanya bahkan Allah subhanahu wa ta’ala menjaga hambanya dari segala keburukan. Maka berbahagialah bagi mereka yang tetap sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Rabbnya dan berbahagialah bagi mereka yang selalu merasa diperhatikan oleh Allah dalam segala tindakannya.

(Adapun orang-orang yang telah melalaikan batasan-batasan (Syari’at Allah) yang dahulunya merasakan kesenangan dunia dan mengira bahwa kesenangan yang mereka rasakan didunia akan kekal ternyata berubah kelak dihari kiamat dengan kesedihan yang merugikan dirinya.)

Ya Allah jadikanlah diri kami termasuk kepada Golongan yang senantiasa menjaga Syari’at-Mu dan menjauh dari segala laranganMu.

Ya Allah jagalah diri kami dari segala arah yang bisa membuat diri kami lalai terhadap perintah-Mu dan terjerumus kepada kemaksiatan.

Ya Allah terimalah amal kebaikan kami dan ampunkanlah kami sesungguhnya Engkau Maha Pengampun.

Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin…

 


Artikel : www.hisbah.net

Ikuti update artikel Hisbah di Fans Page Hisbah.net
Twitter @Hisbahnet, Google+ Hisbahnet

About Author

Continue Reading
2 Comments

2 Comments

  1. abdul mujib

    13/01/2012 at 08:28

    ahsanta…

    • admin

      02/08/2012 at 10:32

      Syukran…

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

baru

Jagalah Shalat…Jagalah Shalat (bag.1)

Published

on

Sesungguhnya di antara musibah paling besar, paling berat dan paling agung yang menimpa umat adalah musibah wafatnya Nabi yang mulia-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- yang Allah telah memberikan nikmat kepada umat manusia dengan adanya pengutusan beliau. Beliau adalah penunjuk jalan umat ke Surga, pembimbing mereka kepada segala kemuliaan, dan imam dalam semua kebaikan.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا  [الأحزاب : 21]

Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagi kalian (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Kiamat dan berdzikir (mengingat dan menyebut) Allah dengan banyak.” (al-Ahzab : 21)

Peristiwa besar wafatnya Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- ini, mengandung banyak nasehat dan pelajaran yang beraneka ragam, kita patut berhenti padanya untuk merenungkannya. Dan salah satu nasihat dan pelajaran terbesarnya adalah berkenaan dengan ibadah shalat dan kedudukannya yang penting. Sebuah nasehat dan pelajaran yang mendalam, menyentuh hati sanubari yang disarikan dari kejadian besar dan peristiwa yang agung tersebut.

Shalat terakhir yang Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- dirikan bersama orang-orang Mukmin adalah shalat Zhuhur pada Hari Kamis, kemudian semakin beratlah sakit yang beliau derita sehingga selama tiga hari beliau tidak mampu pergi ke masjid untuk shalat karena parahnya sakit tersebut, yaitu Hari Jum’at, Sabtu dan Ahad. Yang menggantikan posisi beliau di dalam shalat sebagai imam kaum Muslimin adalah Abu Bakar ash-Shiddiq. Pada Shubuh Hari Senin –yaitu hari di mana beliau wafat, beliau membuka kain kelambu di kamar Aisyah untuk memandang para sahabat, pandangan perpisahan, dan betapa beratnya perpisahan tersebut. al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dalam shahih keduanya [1] dari Anas bin Malik-رَضِيَ اللهُ عَنْهٌ-,

“Bahwa Abu Bakar mengimami shalat orang-orang pada masa Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- sakit yang akhirnya beliau wafat padanya. Manakala Hari Senin tiba, sementara orang-orang sedang berbaris di dalam shalat, Nabi membuka kain kelambu kamar, beliau memandang kepada kami dalam keadaan  berdiri, wajah beliau seperti kertas mushaf, kemudian beliau tersenyum tertawa, kami hampir batal (di dalam shalat tersebut) karena kami berbahagia melihat Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-, lalu Abu Bakar melangkah mundur untuk mencapai shaf (depan), dia menyangka Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- akan keluar untuk shalat, namun beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-memberi isyarat kepada kami agar kami menyempurnakan shalat. Beliau menurunkan kain kelambu lalu pada hari itulah beliau wafat.”

Hendaknya kita merenung untuk mengambil nasihat dan pelajaran. Inilah nabi kita -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- yang memandang umat beliau di masjid dengan pandangan perpisahan. Beliau memandang dengan pandangan yang  menjadi sumber kebahagiaan beliau, di mana shalat adalah sumber kebahagiaan bagi beliau. Allah membuat beliau berbahagia di pagi hari yang beliau wafat padanya dengan melihat umat beliau berkumpul di masjid untuk mendirikan shalat. Beliau tersenyum tertawa. Sungguh sebuah senyuman kebahagiaan dan ketentraman, tertawa bahagia dan gembira dengan sebab beliau melihat umat beliau yang berkumpul di masjid mendirikan shalat. Nabi menurunkan kain kelambu dengan penuh kebahagiaan karena menyaksikan pemandangan yang  membahagiakan dan potret yang membuat mata beliau berbinar. Umat beliau, umat Islam, berkumpul di masjid mendirikan shalat. Allah membahagiakan beliau dengan pemandangan yang membahagiakan dan potret yang membuat mata beliau berbinar.

Urusan shalat tidak berhenti sampai batas ini pada saat-saat terakhir dari kehidupan Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-. Ali-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ –berkata sebagaimana yang diriwayatkan oleh imam Ahmad dalam al-Musnad [2] dengan sanad yang shahih,

كَانَ آخِرُ كَلَامِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّلَاةَ الصَّلَاةَ اتَّقُوا اللَّهَ فِيمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ

Akhir perkataan Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- adalah ‘(Jagalah) shalat. (Jagalah) shalat. Bertakwalah kalian kepada Allah berkenaan dengan hamba sahaya kalian’.”

Bahkan ada sabda beliau yang lebih mendalam daripada ini di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam sunannya [3] dengan sanad yang shahih dari Anas-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ -, dia berkata,

كَانَتْ عَامَّةُ وَصِيَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ حِيْنَ حَضَرَتْهُ الْوَفَاةُ وَهُوَ يُغَرْغِرُ بِنَفْسِهِ ( اَلصَّلَاةَ . وَمَامَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ )

“Kebanyakan wasiat Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- pada saat ajal kematian datang kepada beliau sementara nafas beliau tersendat-sendat adalah, ‘(Jagalah) shalat dan (bertakwalah kepada Allah) berkenaan dengan hamba sahaya kalian’.”

Dalam riwayat Ummu Salamah -رَضِيَ اللهُ عَنْهَا –istri  Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-

أَنَّهُ كَانَ عَامَّةُ وَصِيَّةِ نَبِيِّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ مَوْتِهِ الصَّلَاةَ الصَّلَاةَ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ حَتَّى جَعَلَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُلَجْلِجُهَا فِي صَدْرِهِ وَمَا يَفِيضُ بِهَا لِسَانُهُ

Kebanyakan wasiat Nabi Allah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- menjelang wafat, ‘(Jagalah) shalat, (jagalah) shalat, dan (bertakwalah kepada Allah) berkenaan dengan hamba sahaya kalian.’ Sampai-sampai Nabi Allah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-  menggumamkannya di dalam dada beliau, sementara lidah beliau tidak mengungkapkannya secara jelas.” [4]

Ini tanpa disangsikan, menunjukkan kepada kita akan besarnya kedudukan shalat di dalam agama Islam, dan begitu besarnya perhatian Nabi kita -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- kepada shalat. Siapa yang membaca hadis-hadis beliau yang mulia dan wasiat-wasiat beliau yang luhur dalam kehidupan beliau seluruhnya, maka dia akan mengetahui nilai shalat dan kedudukannya di dalam Islam.

Di antara bukti atas besar dan pentingnya kedudukan shalat adalah bahwa ia dikhususkan di antara kewajiban-kewajiban Islam dan keumuman ketaatan lainnya, yaitu bahwa Allah memi’rajkan NabiNya ke langit yang ketujuh, di sana, di langit yang ketujuh Allah mewajibkan shalat kepada beliau. Beliau mendengar perintah dan ketetapan Allah secara langsung tanpa ada perantara. Pertama kali diwajibkan sebanyak 50 shalat atas beliau, lalu beliau memohon kepada Allah agar meringankannya, sehingga ia diringankan jadi lima waktu. Maka jumlah shalat Fardhu adalah lima, namun lima puluh dalam pahala, sementara ketaatan-ketaatan yang umum, kewajiban-kewajiban dan ibadah-ibadah yang lain dibawa turun oleh Malaikat Jibril ke bumi, dialah yang mewahyukannya kepada Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- dan menjelaskannya. Ini membuktikan kepada kita akan agungnya kedudukan shalat.

Wallahu A’lam

Amar Abdullah bin Syakir

 

Sumber :

Ta’zhimu ash-Shalati, Prof.Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Badr, hal.14-18.

 

Catatan :

[1] Al-Bukhari, no. 680 dan Muslim, no. 419

[2] Musnad Ahmad, no. 585, diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 5155 dan Ibnu Majah, no. 2698, dishahihkan oleh al-Albani dalam shahih al-Jami’, no. 4616.

[3] no. 2697 dan dishahihkan oleh al-Albani dalam al-Irwa’, no. 2178.

[4] Diriwayatkan oleh Ahmad, no. 26483, 26684 dan an-Nasai dalam al-Kubra, no. 7060, sanadnya dishahihkan oleh al-Albani dalam al-Irwa’, 7/238.

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: Hisbahtv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

About Author

Continue Reading

Aqidah

Sistem Perlindungan yang Sangat Kuat dari Dosa Besar Sihir

Published

on

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ (( الشِّرْكُ باللهِ ، وَالسِّحْرُ ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتي حَرَّمَ اللهُ إِلاَّ بِالحَقِّ ، وأكْلُ الرِّبَا ، وأكْلُ مَالِ اليَتِيمِ ، وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ ؛ وَقَذْفُ المُحْصَنَاتِ المُؤْمِنَاتِ الغَافِلاَتِ ))

Abu Hurairah-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-meriwayatkan dari  Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-, beliau bersabda, “ Jauhilah oleh kalian tujuh dosa-dosa besar yang membinasakan.” Mereka (Para sahabat) bertanya, ‘Apa sajakah dosa-dosa  itu, wahai Rasulullah ? “

Beliau menjawab :

Syirik (menyekutukan) Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan cara yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan pertempuran, dan menuduh wanita baik-baik yang telah menikah dengan tuduhan zina. (Muttafaq ‘Alaihi)

**

Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin-رَحِمَهُ اللهُ-berkata, “Sihir adalah suatu perbuatan yang dilakukan tukang sihir dengan menggunakan tali-tali, jampi-jampi, dan tiupan untuk menimpakan kecelakaan kepada orang yang disihirnya. Di antaranya ada yang bisa membunuhnya, membuatnya sakit, membuat gila, bisa menimbulkan keterikatan yaitu ketergantungan yang sangat kuat (cinta yang tidak wajar), ada pula yang bisa menimbulkan penolakan yaitu berpalingnya seseorang dari yang lainnya dengan kebencian yang sangat (benci tidak wajar).

Akan tetapi, semua itu hukumnya adalah haram. Sesungguhnya Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – berlepas diri dari orang yang melakukan sihir dan yang meminta bantuan sihir kepada orang lain (tukang sihir).

Di antara bentuk sihir tersebut ada yang bisa sampai kepada kekafiran. Apabila tukang sihir tersebut menjadikan setan sebagai perantara sihirnya, mendekatkan diri, dan menghambakan diri kepada setan sehingga ia sangat menaatinya, maka hal ini tidak akan diragukan lagi kekafirannya. Adapun jika tidak sampai kepada taraf seperti ini (taraf kekufuran), maka sesungguhnya sihir tersebut merupakan sesuatu yang akan merugikan, diharamkan, dan termasuk di antara jajaran dosa-dosa besar. Para penguasa wajib untuk membunuh para tukang sihir tanpa dimintai taubatnya (terlebih dahulu). Maksudnya para tukang sihir harus dibunuh meskipun mereka sudah bertaubat. Karena jika ia telah bertaubat, maka urusannya diserahkan kepada Allah. Demikian pula jika ia tidak bertaubat. Akan tetapi, kita membunuhnya untuk menolak kerugian dan kerusakan yang akan ditimbulkannya (di kemudian hari).

Meskipun (apabila) ia tidak bertaubat, maka ia akan termasuk ke dalam penghuni Neraka apabila sihirnya tersebut adalah jenis sihir yang mengkafirkan. Praktek sihir termasuk di antara penyebab kerusakan di atas muka bumi dan termasuk jajaran kejahatan besar. Karena sihir dilakukan terhadap orang lain ketika seseorang tersebut sedang lengah (tidak dilindungi).

Akan tetapi, terdapat sesuatu yang akan melindungimu dari kejahatannya (dengan izin Allah) yaitu bacaan-bacaan (wirid yang syar’i), seperti membaca ayat Kursi, al-Ikhlash, al-Falaq, An-Naas, dan ayat-ayat al-Qur’an lainnya atau dari hadis-hadis Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -. Karena semuanya itu merupakan sistem perlindungan yang sangat kuat, yang bisa melindungi seorang manusia dari kejahatan sihir.

Wallahu A’lam

Amar Abdullah bin Syakir

Sumber :

Syarhu Riyaadhis Shaalihiin, Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin, hal. 362. Babut Taghliizhi fii Tahriimis Sihri.

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: Hisbahtv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

About Author

Continue Reading

baru

Menasehati Istri dan Merukunkan Antar Istri

Published

on

عَنْ أَنَسٍ قَالَ : بَلَغَ صَفِيَّةَ أَنَّ حَفْصَةَ قَالَت بِنْتُ يَهُوْدِيٍّ فَبَكَتْ فَدَخَلَ عَلَيْهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَهِيَ تَبْكِي فَقَالَ مَا يُبْكِيْكِ ؟ فَقَالَتْ قَالَتْ لِي حَفْصَةُ إِنِّي بِنْتُ يَهُوْدِيٍّ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ إِنَّكِ لَابْنَةُ نَبِيٍّ وَإِنَّ عَمَّكَ لَنَبِيٍّ وَإِنَّكِ لَتَحْتَ نَبِيٍّ فَفِيْمَ تَفْخَرُ عَلَيْكِ ؟ ثُمَّ قَالَ اِتَّقِي اللهَ يَا حَفْصَةُ

Dari Anas berkata : Telah sampai kabar kepada Shafiyyah [1] bahwa Hafshah telah mengatakan : “Dia itu anak Yahudi  ,” maka ia pun menangis. Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ masuk ke rumahnya saat ia masih menangis. Beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ bersabda (kepadanya), ‘Apakah yang membuatmu menangis ?” Ia menjawab, “Hafshah mengatakan kepadaku bahwa aku anak Yahudi. Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-berkata, Sesungguhnya engkau adalah anak nabi dan pamanmu juga nabi dan suamimu adalah Nabi. Lalu dengan apa ia berlaku sombong terhadapmu. Lalu Nabi bersabda : Takutlah kepada Allah wahai Hafshah.” (HR. Imam Ahmad (3/135), Tirmidzi (3894) dishahihkan oleh al-Albani).

Beberapa faedah hadis :

 1-Boleh meminta penyelesaian masalah kepada suami jika terjadi perselisihan antar madu.

2-Bagi seorang wanita hendaknya jangan mudah terpengaruh dengan ucapan yang ditujukan kepada dirinya asalkan ia tetap menjaga agama dan kehormatannya serta tetap percaya diri. Sampai meskipun yang berbicara adalah termasuk orang yang mulia sekalipun. Karena hal itu hanya akan mengeruhkan pikiran dan kehidupannya. Pada saat yang sama seharusnya masyarakat juga perlu mencari kejelasan berita sebelum membenarkannya.

3-Bagi suami hendaknya mengatasi kejadian kejadian semacam ini dengan bijak, penuh wibawa, tenang dan adil. Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-telah menjelaskan kepada Shafiyyah tentang keutamaan dan kedudukannya. Tidak berkurang karena  ucapan tadi. Karena kemuliaan itu berdasarkan pada asas teragung dan termulia yaitu keimanan dan ketakwaan yang tergabung dalam rumah tangga kenabian. Kemudian beliau menasehati dan mengingatkan Hafshah dengan nama Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى -.

4-Disyariatkan bagi suami untuk menasehati dan mengingatkan istrinya karena Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى -.

5-Perkataan yang bersumber dari Hafshah boleh jadi terucap pada saat ia sedang marah. Tetapi seorang muslim tetap diperintahkan untuk menjaga lidahnya dari ketergelinciran dalam setiap kondisi. Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى –berfirman,

وَقُلْ لِعِبَادِي يَقُولُوا الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْزَغُ بَيْنَهُمْ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلْإِنْسَانِ عَدُوًّا مُبِينًا  [الإسراء : 53]

“Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku,”Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.” (al-Isra : 53)

Wallahu A’lam

Amar Abdullah bin Syakir

Sumber :

Latha-if Wa Fawaid Min al-Hayati az-Zaujiyah Fii Baiti an-Nubuwwah, Khalid bin Abdurrahman Asy-Syaayi’, ei, hal.  47-49.

Catatan :

[1] Ummul Mukminin Shafiyyah bintu Huyai bin Akhtab bin Sa’yah, keturunan dari La’wa bin Nabiyillah Israil bin Ishaq bin Ibrahim-عَلَيْهِ السَّلَامُ -dari keturunan Rasulullah Harun -عَلَيْهِ السَّلَام-. Sebelum masuk Islam diperistri oleh Sallam bin Abi Haqiq, kemudian berikutnya oleh Kinanah bin Abi Haqiq dan terbunuh pada perang Khaibar. Lalu Shafiyyah tertawan dan berada pada kepemilikan Dihyah al-Kalbi kemudian diserahkan kepada Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-ketika telah suci, Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-menikahinya dengan mahar memerdekakannya. Beliau seorang wanita yang mulia dan cerdas, memiliki keturunan mulia, kecantikan dan agama yang baik. (Siyaru A’lami Nubala’ (2/231).

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: Hisbahtv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

About Author

Continue Reading

Trending