Connect with us

Hikmah

Keutamaan Dzikir dan Perintah Melakukannya

Published

on

 

Allah Ta’ala Berfirman :

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ

Hendaklah kalian mengingatku niscaya aku ingat kalian.” (QS. Al-Baqarah : 152)

Dia juga berfirman,

وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ

 

Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain).” (QS. Al-Ankabuut : 45)

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا. وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا

 

“Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang.” (QS. Al-Ahzab:41-42)

وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

 

Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Ahzab : 35)

وَاذْكُرْ رَبَّكَ كَثِيرًا وَسَبِّحْ بِالْعَشِيِّ وَالْإِبْكَارِ

 

Dan sebutlah (nama) Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari.” (QS. Ali Imran : 41)

 

الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ

 

“(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring.” (QS. Ali Imran : 191)

فَإِذَا قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا

 

Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berdzikirlah dengan menyebut Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berdzikirlah lebih banyak dari itu.” (QS. Al-Baqarah : 200)

 

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ

Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi.” (QS. Al-Munafiqun : 9)

وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ وَلَا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ

 

“Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu Termasuk orang-orang yang lalai.” (QS. Al-A’raf : 205)

 

عن أبي موسى الأشعري رضي الله عنه قال : قال النبي صلى الله عليه وسلم : «مَثَلُ الَّذِي يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِي لَا يَذْكُرُ رَبَّهُ مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ» . متفق عليه .

 

Dari Abu Musa Al-Asy’ariy –radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda; perumpamaan orang yang mengingat rabbnya dan orang yang tidak mengingat rabbnya seperti orang hidup dan mati.” (Muttafaq ‘alaihi)

Dalam sebuah lafazh milik Imam Muslim,

 

ولفظ مسلم : «مَثَلُ الْبَيْتِ الَّذِي يُذْكَرُ اللَّهُ فِيهِ وَمَثَلُ الْبَيْتِ الَّذِي لا يُذْكَرُ اللَّهُ فِيهِ، مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ»

 

“Perumpamaan rumah yang disebut nama Allah di dalamnya dan rumah yang tidak disebut nama Allah di dalamnya seperti hidup dan mati.” (HR. Al-Bukhari, no. 6407, Muslim, no. 779)

 

وعن أبي هريرة وأبي سعيد رضي الله عنهما أنهما شهدا على النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال : «لَا يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُونَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا حَفَّتْهُمْ الْمَلَائِكَةُ وَغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِينَةُ وَذَكَرَهُمْ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ»

Dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id -radhiyallahu ‘anhuma- bahwa keduanya bersaksi atas Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- bahwa beliau bersabda, tidaklah sekelompok orang duduk mengingat Allah melainkan para malaikat menaunginya, diliputi rahmat, turun kepada mereka ketenangan, dan Allah menyebut-nyebutkan mereka di hadapan makhluq-makhluq yang berada di sisinya.” (HR. Muslim, no. 2700)

 

وعن أبي هريرة رضي الله عنه قال : « كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَسِيرُ فِى طَرِيقِ مَكَّةَ فَمَرَّ عَلَى جَبَلٍ يُقَالُ لَهُ جُمْدَانُ فَقَالَ « سِيرُوا هَذَا جُمْدَانُ سَبَقَ الْمُفَرِّدُونَ». قَالُوا وَمَا الْمُفَرِّدُونَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « الذَّاكِرُونَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتُ»

 

“Dari Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- pernah menyusuri jalan Kota Makkah, beliau melewati sebuah gunung yang dinamakan dengan “jamdan”, lalu beliau bersabda, susurilah “jamdan ini”, Al-Mufarridun telah mengungguli (orang lain). Para sahabat bertanya, siapakah yang Anda maksud dengan “ Al-Mufarridun” ? beliau menjawab, (yang dimaksud dengan Al-Mufarridun” yaitu, Orang-orang lelaki dan orang-orang perempuan yang banyak mengingat Allah.” (HR. Muslim, no. 2676)

وعنه رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :«إنَّ للهِ ملائكةً يطوفون في الطُّرُقِ يلتمسون أهلَ الذِّكرِ، فإذا وجدوا قومًا يذكرون اللهَ تنادَوْا : هلُمُّوا إلى حاجتِكم. قال : فيحُفُّونهم بأجنحتِهم إلى السَّماءِ الدُّنيا، قال : فيسألُهم ربُّهم، وهو أعلمُ منهم، ما يقولُ عبادي؟ قال : يقولُون : يُسبِّحونك ويُكبِّرونك ويحمدونك ويُمجِّدونك، قال : فيقولُ : هل رأَوْني؟ قال : فيقولون : لا واللهِ ما رأَوْك، قال : فيقولُ : وكيف لو رأَوْني ؟ قال : يقولون : لو رأَوْك كانوا أشدَّ لك عبادةً، وأشدَّ لك تمجيدًا وأكثرَ لك تسبيحًا، قال : يقولُ : فما يسألونني؟ قال : يسألونك الجنَّةَ، قال : يقولُ : وهل رأَوْها ؟ قال : يقولون : لا واللهِ يا ربِّ ما رأَوْها، قال : يقولُ : فكيف لو أنَّهم رأَوْها؟ قال : يقولون : لو أنَّهم رأَوْها كانوا أشدَّ عليها حِرصًا، وأشدَّ لها طلبًا، وأعظمَ فيها رغبةً، قال : فممَّ يتعوَّذون؟ قال : يقولون : من النَّارِ، قال : يقولُ : وهل رأَوْها؟ قال : يقولون : لا واللهِ يا ربِّ ما رأَوْها، قال : يقولُ : فكيف لو رأَوْها؟ قال : يقولون : لو رأَوْها كانوا أشدَّ منها فِرارًا، وأشدَّ لها مخافةً، قال : فيقولُ : فأُشهِدُكم أنِّي قد غفرتُ لهم. قال : يقولُ ملَكٌ من الملائكةِ : فيهم فلانٌ ليس منهم، إنَّما جاء لحاجةٍ. قال : هم الجُلساءُ لا يشقَى بهم جليسُهم»

 

Dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda, “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala memiliki malaikat-malaikat yang berkelana di jalan-jalan mencari Ahli Dzikir. Jika mereka telah mendapatkan sekelompok orang yang berdzikir kepada Allah, mereka duduk bersama dengan orang-orang yang berdzikir. Mereka saling mengajak: “Kemarilah kepada hajatmu”. Maka para malaikat mengelilingi orang-orang yang berdzikir dengan sayap mereka hingga langit dunia. Kemudian Allah -Azza wa Jalla- bertanya kepada mereka, sedangkan Dia lebih mengetahui daripada mereka, “Apa yang diucapkan oleh hamba-hambaKu?” Para malaikat menjawab, “Mereka mensucikan-Mu (mengucapkan tasbih: Subhanallah), mereka membesarkan-Mu (mengucapkan takbir: Allah Akbar), mereka memuji-Mu (mengucapkan Alhamdulillah), mereka mengagungkan-Mu.” Allah bertanya, “Apakah mereka melihatKu?” Mereka menjawab, ”Tidak, demi Alah, mereka tidak melihatMu”. Allah berkata, “Bagaimana seandainya mereka melihatKu?” Mereka menjawab, “Seandainya mereka melihat-Mu, tentulah ibadah mereka menjadi lebih kuat kepada-Mu, lebih mengagungkan-Mu, lebih mensucikan-Mu”. Allah berkata, “Lalu, apakah yang mereka minta kepadaKu?” Mereka menjawab, “Mereka minta surga kepadaMu”.  Allah bertanya, “Apakah mereka melihatnya?” Mereka menjawab, “Tidak, demi Alah, Wahai Rabb, mereka tidak melihatnya”. Allah berkata, “Bagaimana seandainya mereka melihatnya?” Mereka menjawab, “Seandainya mereka melihatnya, tentulah mereka menjadi lebih semangat dan lebih banyak meminta serta lebih besar keinginan”. Allah berkata: “Lalu, dari apakah mereka minta perlindungan kepadaKu?” Mereka menjawab, “Mereka minta perlindungan dari neraka kepadaMu”. Allah bertanya, “Apakah mereka melihatnya?” Mereka menjawab, “Tidak, demi Allah, wahai Rabb, Mereka tidak melihatnya.” Allah berkata, “Bagaimana seandainya mereka melihatnya?” Mereka menjawab, “Seandainya mereka melihatnya, tentulah mereka menjadi lebih menjauhi dan lebih besar rasa takut (terhadap neraka)”. Allah berkata, “Aku mempersaksikan kamu, bahwa Aku telah mengampuni mereka”. Seorang malaikat diantara para malaikat berkata, “Di antara mereka ada Si Fulan, dia tidak termasuk mereka (yakni tidak ikut berdzikir, Pent). Sesungguhnya dia datang hanyalah karena satu keperluan.” Allah berkata, “Mereka adalah orang-orang yang duduk. Teman duduk mereka tidak akan celaka (dengan sebab mereka).” (HR. al-Bukhari, no. 6458 dan Muslim,no. 2686)

 

وعن عبد الله بن بسر رضي الله عنه : أنَّ رَجُلَا قَالَ: يَا رَسُوْلَ الله إِنَّ شَرَائِعَ الإِسْلَامِ قَدْ كثُرَتْ عَلَيَّ. فأَخْبِرْنِي بشَيْءٍ أتَشَبَّثُ بِهِ. قَالَ : لا يَزَالُ لسَانُكَ رَطْبَا مِنْ ذِكْرٍ الله »

أتَشَبَّثُ بِهِ : أي أستمسك به .

 

Dari Abdullah bin Bisr -radhiyallahu ‘anhu- bahwa ada seorang lelaki berkata, ya Rasulullah sungguh syariat –syariat islam telah banyak amat banyak. Oleh karena itu, kabarkanlah kepadaku tentang Sesuatu yang yang bisa kubergantung padanya.” Beliau bersabda, “Hendaklah lisanmu selalu basah untuk berdzikir pada Allah.” (HR. At Tirmidzi, no. 3375 dan Ibnu Majah, no. 3793)

 

وعن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه قال : «خرج معاوية – رضي الله عنه – على حلقة في المسجد فقال : ما أجلسكم ؟ قالوا : جلسنا نذكر الله تعالى . فقال : والله، ما أجلسكم إلا ذاك ؟ قالوا : ما أجلسنا إلا ذاك . قال : أما إني لم أستحلفكم تهمة لكم وما كان أحد من رسول الله – صلى الله عليه وسلم – أقل عنه حديثا مني وأَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلّى الله عليه وسلّم – خَرَجَ عَلَى حَلْقَةٍ مِنْ أَصْحَابِهِ، فَقَالَ: مَا أَجْلَسَكُمْ؟ قَالُوا: جَلَسْنَا نَذْكُرُ اللهَ، وَنَحْمَدُهُ عَلَى مَا هَدَانَا لِلْإِسْلَامِ، وَمَنَّ بِهِ عَلَيْنَا. قَالَ: واللهِ، مَا أَجْلَسَكُمْ إِلَّا ذَاكَ؟. قَالُوا: واللهِ مَا أَجْلَسَنَا إِلَّا ذَلكَ. قَالَ: أَمَا إِنِّي لَمْ أَسْتَحْلِفْكُمْ تُهْمَةً لَكُمْ، وَلَكِنَّهُ أَتَانِي جِبْرَائِيلُ فَأَخْبَرَنِي أَنَّ اللَّهَ عزّ وجلّ يُبَاهِي بِكُمْ الْمَلَائِكَةَ»

 

Dari Abu Sa’id Al-Khudri -radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata: Mu’awiyah pergi keluar untuk menemui sebuah majelis di dalam masjid. Beliau bertanya, “Apa tujuan kalian mengadakan majelis ini?” “Kami mengadakannya untuk mengingat Allah,” jawab mereka. “Demi Allah, benarkah itu yang menjadi tujuan kalian?” tanya Mu’awiyah. “Demi Allah, untuk tujuan itulah kami mengadakannya!” balas mereka. Maka Mu’awiyah pun berkata: “Sesungguhnya saya meminta kalian bersumpah bukan karena curiga kepada kalian. Sungguh, tidak ada seorangpun yang sama kedudukannya denganku di hadapan Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- yang lebih sedikit haditsnya daripadaku. Sesungguhnya Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- keluar untuk mendatangi majelis sahabat-sahabat beliau. Beliau berkata; “Apakah tujuan kalian mengadakan majelis ini?” Mereka menjawab, “Kami duduk di sini untuk mengingat Allah, memujiNya atas hidayah Islam yang telah diberikanNya kepada kami”. Beliau berkata, ”Demi Allah, benarkah itu yang menjadi tujuan kalian?” Mereka berkata, “Demi Allah, itulah yang menjadi tujuan kami!”, Beliau lalu berkata:

 

أَمَا إِنِّي لَمْ أَسْتَحْلِفْكُمْ تُهْمَةً لَكُمْ وَلَكِنَّهُ أَتَانِي جِبْرِيلُ فَأَخْبَرَنِي أَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُبَاهِي بِكُمُ الْمَلَائِكَةَ

 

Sesungguhnya aku meminta kalian bersumpah bukan karena curiga kepada kalian, akan tetapi Jibril tadi mendatangiku dan mengabarkan kepadaku, bahwa Allah -Subhanahu wa Ta’ala- memuji kalian di hadapan para malaikatnya.”[HR. Muslim, no. 2701]

 

وعن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال النبي صلى الله عليه وسلم : «قال اللَّهُ تَعَالَى: أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَإٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ»

 

Dari Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata, Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda, Allah -azza wajalla- berfirman, aku sesuai persangkaan hamba-Ku kepada-Ku dan aku bersama-Nya bila dia mengingat-Ku. Maka jika ia mengingat-Ku dalam jiwanya maka Aku akan mengingatnya dalam jiwa-Ku. Dan jika ia mengingat-Ku pada sekumpulan orang maka Aku akan mengingatnya pada kumpulan makhluk yang lebih baik dari mereka.” (HR. Al-Bukhari, no. 7455 dan Muslim, no. 2675)

 

وعن أبي الدرداء رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَلا أُنَبِّئْكُمْ بِخَيْرِ أَعْمَالِكُمْ وَأَزْكَاهَا عِنْدَ مَلِيكِكُمْ وَأَرْفَعِهَا فِي دَرَجَاتِكُمْ وَخَيْرٌ مِنْ إِعْطَاءِ الذَّهَبِ وَالْوَرَقِ وَأَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ فَتَضْرِبُوا أَعْنَاقَهُمْ وَيَضْرِبُوا أَعْنَاقَكُمْ ؟ قَالُوا : بلى يَا رَسُولَ اللَّهِ ؟ قَالَ : ذِكْرُ اللَّهِ تَعَالَى»

 

Dari Abu Darda –radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata, Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda, maukah kalian aku kabarkan kepada kalian dengan sebaik-baik amal kalian dan yang paling suci di sisi raja-raja kalian dan yang paling tinggi derajatnya, yang lebih baik bagi kalian daripada berinfaq dengan emas dan perak, dan lebih baik bagi kalian daripada kalian berjumpa dengan musuh kalian lalu kalian memenggal leher mereka dan mereka memenggal leher kalian ? (mendengar hal tersebut) para sahabat menjawab, tentu saja (kami mau). beliau bersabda, Dzikrullah ta’ala (mengingat Allah Dzat yang Maha Tinggi).” (HR. at Tirmidzi, no.3377 dan Ibnu Majah, 3790)


Sumber :

Kitab adz Dzikri wa Ad Du’a Fii Dhau-I al-Kitab Wa as Sunnah, Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Badr, Cet.I, Kementrian Urusan Islam, Wakaf Dakwah dan Bimbingan, KSA, Th. 1422 H

 

Artikel : www.hisbah.net

Ikuti update artikel Hisbah di Fans Page Hisbah.net
Twitter @Hisbahnet, Google+ Hisbahnet

About Author

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

baru

Bunuh Diri (Dosa Besar yang Paling Besar)

Published

on

Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا  [النساء : 29]

 

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh Allah Maha Penyayang kepadamu” (an-Nisa : 29)

 

Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersabda,

مَنَ قَتَلَ نَفْسَهُ بِحَدِيدَةٍ فَحَدِيدَتُهُ فِى يَدِهِ يَتَوَجَّأُ بِهَا فِى بَطْنِهِ فِى نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا وَمَنْ شَرِبَ سَمًّا فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَهُوَ يَتَحَسَّاهُ فِى نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا وَمَنْ تَرَدَّى مِنْ جَبَلٍ فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَهُوَ يَتَرَدَّى فِى نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا

 

“Barang siapa yang bunuh diri dengan sepotong besi, maka ia akan memegang potongan besi tersebut dan akan memasukkan ke perutnya, ia berada di neraka Jahannam  dan kekal untuk selamanya. Dan barang siapa yang bunuh diri dengan meminum racun, maka di neraka Jahannam, ia akan meminum racun terus menerus dan kekal di dalam Neraka Jahannam untuk selamanya” (Muttafaq Alaih)

**

Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin-رَحِمَهُ اللهُ-[1]berkata,

 

“Barang siapa bunuh diri dengan menggunakan sebuah benda (seperti pisau), maka ia akan di azab dengan benda tersebut di neraka Jahannam. Artinya seseorang yang bunuh diri akan diazab di neraka Jahannam.

Apabila ada orang yang sengaja meminum racun untuk mengakhiri hidupnya, maka kelak di akhirat nanti ia akan menenggak racun terus-menerus. Ia akan terus menerus di siksa dengan racun tersebut di dalam neraka. Seorang yang naik ke atap rumah, kemudian menjatuhkan diri ke bawah hingga tewas, maka ia akan diazab di neraka seperti cara dirinya bunuh diri. Ada pula yang bunuh diri dengan menikam tubuhnya sendiri dengan pisau. Ia akan diazab di dalam neraka dengan tikaman pisau ke tubuhnya terus  menerus.

 

Termasuk pula dalam kategori bunuh diri adalah aksi bom bunuh diri yang dilakukan oleh beberapa kelompok dengan dalih bahwa perbuatan tersebut termasuk Jihad. Mereka melilitkan sebuah bom rakitan berdaya ledak besar ke tubuhnya, kemudian menyusup ke dalam barisan musuh dan meledakkan bom tersebut dengan menjadikan tubuhnya sebagai korban pertama dari aksinya tersebut. Perbuatan semacam ini termasuk dalam kategori bunuh diri. Kelak ia akan diazab di neraka Jahannam seperti cara yang ia tempuh ketika menemui ajalnya.

Mereka yang melakukan aksi bom bunuh diri ini menganggap bahwa mereka telah mengorbankan diri mereka untuk berjihad di jalan Allah. Mereka sebenarnya telah melakukan tindakan bunuh diri tanpa disadari. Mereka tidak termasuk orang yang mati syahid di jalan Allah. Bahkan mereka akan disiksa di dalam neraka Jahannam dengan cara seperti yang mereka lakukan pada saat mereka mengakhiri hidupnya. Mengapa demikian ? Sebab mereka telah melakukan perbuatan yang diharamkan oleh Allah ta’ala. Sedangkan yang disebut seorang syuhada yaitu orang yang mendekatkan diri kepada Allah ta’ala dengan melaksanakan seluruh perintah-Nya dan menjauhi seluruh larangan-Nya. Allah ta’ala berfirman,

وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا  [النساء : 29]

 

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh Allah Maha Penyayang kepadamu”  (an-Nisa : 29)

 

Allah ta’ala berfirman,

وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ  [البقرة : 195]

“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (al-Baqarah : 195)

 

Kami hanya bisa mendoakan orang-orang yang telah melakukan aksi bom bunuh diri semoga dosa-dosa mereka diampuni oleh Allah ta’ala dan tidak diazab. Mereka melakukan hal tersebut karena mereka tidak mengetahui hukumnya. Mereka tidak akan mendapatkan pahalanya dan tidak termasuk golongan para syuhada karena mereka telah melakukan perbuatan yang tidak diridhai oleh Allah ta’ala dan perbuatan tersebut diharamkannya.

Apabila ada yang berkata, “Bukankah para sahabat dahulu (biasa) mempertaruhkan nyawa mereka dengan cara masuk ke dalam barisan musuh seperti dalam peperangan melawan imperium Romawi?” Jawaban kami, “Benar ! Akan tetapi, apakah perbuatan mereka tersebut termasuk dalam kategori aksi bunuh diri ? Ternyata bukan. Mereka memang berada dalam kondisi dan situasi yang sangat berbahaya. Akan tetapi, masih ada kemungkinan bagi mereka untuk selamat dalam aksi tersebut. Dengan pertimbangan ini, mereka berani menerjang pasukan Romawi dan berhasil membunuh beberapa orang-yang Allah takdirkan terbunuh-, kemudian mereka kembali ke barisan kaum Muslimin dengan selamat-dengan izin Allah-.” Seperti yang dilakukan oleh Bara bin Malik pada perang Yamamah.

 

Tatkala pasukan kaum Muslimin sampai ke benteng pertahanan pasukan Musailamah al-Kadzdzab, ternyata semua pintunya tertutup rapat sehingga para sahabat tidak bisa masuk untuk menyerang mereka. Bara bin Malik adalah seorang pemberani, ia adalah saudara kandung Anas bin Malik. Dalam kondisi sulit seperti itu, ia meminta kepada pasukan kaum Muslimin untuk melemparkan tubuhnya ke dalam benteng, agar ia dapat membuka pintu gerbang benteng tersebut dari dalam. Mereka pun lalu melemparkan tubuh Bara bin Malik ke dalam benteng pertahanan pasukan Musailamah al-Kadzdzab, hingga akhirnya ia dapat membuka pintu gerbang benteng tersebut dan pasukan kaum Muslimin pun  berhasil masuk dan membunuh Musailamah Al-Kadzdzab.

 

Tentunya kita tidak menjadikan peristiwa seperti ini sebagai alasan dan pembenaran terhadap gerakan aksi bom bunuh diri yang dilakukan atas perintah pimpinan tertentu. Kita hanya berharap dan berdoa semoga Allah ta’ala tidak mengadzab para pelakunya. Kemungkinan mereka melakukan aksi tersebut karena tidak mengetahui hukumnya dan didasari oleh niat yang baik serta semangat untuk membela agama Allah ta’ala.

 

Barang siapa yang membunuh diri dengan suatu  cara tertentu, maka ia akan diazab di dalam neraka dengan cara yang ia telah lakukan (untuk mengakhiri hidupnya).

Hal yang perlu diketahui bahwa ada keterangan yang menjelaskan kedudukan orang yang bunuh diri dengan cara tertentu, yaitu sabda Rasulullah – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -, “(Orang yang bunuh diri tersebut) akan diazab di neraka Jahannam dengan cara tersebut dan ia akan kekal selama-lamanya.” Beliau menyebutkan kata-kata selama-lamanya (kekal). Lalu apakah dengan keterangan ini menunjukkan bahwa orang tersebut telah menjadi kafir ? Sebab, hanya orang kafir yang akan kekal selamanya di dalam neraka.

 

Jawabannya, “Tidak, dia bukanlah orang kafir, sehingga (ketika meninggal) ia harus tetap dimandikan, dikafani, dishalati dan didoakan agar mendapat ampunan dari Allah ta’ala. Hal tersebut telah dicontohkan oleh Rasulullah– صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – terhadap seorang yang mati bunuh diri dengan tombak. Jasad orang tersebut pun dihadapkan kepada Rasulullah– صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – supaya dishalati. Namun beliau tidak menyolatinya. Akan tetapi, beliau malah memerintahkan para sahabat untuk menyolati jenazah tersebut.

 

Hal ini menunjukkan bahwa orang tersebut tidaklah kafir, sehingga ia tidak harus kekal selamanya di dalam  neraka. Adapun penyebutan kata “ kekal selamanya” dalam hadis di atas karena memang kata-kata tersebut benar-benar berasal dari Rasulullah– صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ –, maka kata tersebut merupakan ancaman yang sangat serius dan perintah untuk menjauhi perbuatan terlarang tersebut (bunuh diri). (Jika kata-kata tersebut bukan berasal dari Rasulullah– صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ –, maka orang tersebut tidak termasuk orang yang kafir.)

Ada sebuah pernyataan, “Seseorang yang melakukan mogok makan sampai mati termasuk dalam kategori bunuh diri.”

 

Wallahu A’lam

 

Amar Abdullah bin Syarir

 

Catatan :

[1] Syarhu Riyadhishshalihin, Baabu Tahriimi La’nil Insani Awid Daabbati Bi’anihi, penjelasan untuk hadis kedua dalam bab tersebut.

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: Hisbahtv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

About Author

Continue Reading

baru

Bergantinya Siang dan Malam Sepanjang Tahun

Published

on

Khutbah Pertama :

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَجَعَلَ الظُّلُمَاتِ وَالنُّورَ ثُمَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ يَعْدِلُونَ [الأنعام : 1]

وَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ  وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ [آل عمران : 102]

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam.” QS. Ali Imron : 102

Ibadallah !

Khatib wasiatkan kepada diri khatib sendiri dan juga kepada kalian semuanya agar bertakwa kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, karena sesungguhnya bertakwa kepada Allah – سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى – termasuk wasiat yang paling agung. Allah – سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى -berfirman,

وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ اتَّقُوا اللَّهَ [النساء : 131]

“Sungguh, Kami telah mewasiatkan kepada orang-orang yang diberi kitab suci sebelum kamu dan (juga) kepadamu (umat Islam) agar bertakwa kepada Allah” (QS.An-Nisa : 131)

Maka, bertakwalah kalian kepada Allah. Karena sesungguhnya ketakwaan kepada Allah merupakan bekal terbaik bagi kita dalam mengarungi samudera kehidupan dunia ini. Untuk meraih kebaikan dalam kehidupan dunia dan juga kebaikan dalam kehidupan kita sesungguhnya yang kekal abadi di akhirat nanti setelah kita meninggalkan kehidupan dunia nan fana ini.

Allah – سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى – berfirman,

وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ  [البقرة : 197]

“Berbekallah, dan Sesungguhnya Sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal.” (Qs.Al-Baqarah : 197)

Ibadallah !

Sesungguhnya pada silih bergantinya malam dan siang dan pergantian siang dan malam sepanjang lewatnya hari-hari sepanjang tahun terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal sehat, sebagaimana Rabb kita – سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى – berfirman,

إِنَّ فِي اخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَمَا خَلَقَ اللَّهُ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَّقُونَ [يونس : 6]

“Sesungguhnya pada pergantian malam dan siang dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi pasti terdapat tanda-tanda (kebesaran-Nya) bagi kaum yang bertakwa.” (QS.Yunus : 6)

Ibadallah !

Sesungguhnya malam dan siang sepanjang tahun termasuk ayat Allah – سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى – yang agung, dan keduanya termasuk ayat-ayat-Nya (tanda-tanda kekuasaan-Nya dan kebesaran-Nya) yang sangat menakjubkan.

Ibadallah !

Allah – سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى – telah menyebutkan dua tanda kekuasaan-Nya ini di dalam ayat-ayat yang cukup banyak. Dan, Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- juga memerintahkan agar kita mengambil pelajaran dan petunjuk-petunjuknya. Allah – سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى – berfirman,

وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ [فصلت : 37]

“Sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya adalah malam dan siang “ (QS.Fushshilat : 37)

Allah – سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى – juga berfirman,

وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ اللَّيْلَ لِبَاسًا وَالنَّوْمَ سُبَاتًا وَجَعَلَ النَّهَارَ نُشُورًا  [الفرقان : 47]

“Dialah yang menjadikan malam untukmu (sebagai) pakaian dan tidur untuk istirahat. Dia menjadikan siang untuk bangkit berusaha.” (QS.Al-Furqan : 47)

وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ [الأنبياء : 33]

“Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing beredar pada garis edarnya.” (QS.Al-Anbiya : 33)

 

اللَّهُ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ اللَّيْلَ لِتَسْكُنُوا فِيهِ وَالنَّهَارَ مُبْصِرًا إِنَّ اللَّهَ لَذُو فَضْلٍ عَلَى النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَشْكُرُونَ [غافر : 61]

“Allahlah yang menjadikan malam untukmu agar kamu beristirahat padanya (dan menjadikan) siang terang-benderang (agar kamu bekerja). Sesungguhnya Allah benar-benar memiliki karunia (yang dilimpahkan) kepada manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.” (Ghafir : 61)

Ibadallah !

Maka, lihatlah kepada dua tanda kekuasaan Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- nan agung ini, ‘malam dan siang’ dan apa-apa yang terkandung di dalam keduanya berupa pelajaran dan petunjuk-petunjuk yang menunjukkan kepada sifat rububiyah Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dan kepada keagungan-Nya, keagungan kekuasaan-Nya dan keagungan hikmah-Nya. Dan, bagaimana Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-menjadikan malam sebagai ketenangan dan pakaian yang menutupi alam, sehingga gerakan-gerakan tenang di dalamnya dan hewan-hewan kembali ke rumah-rumahnya, burung-burung kembali ke sarang-sarangnya, jiwa-jiwa merasa rileks di dalamnya dan beristirahat dari payah dan lelahnya usaha. Kemudian datang setelah itu siang yang menutupinya dengan cepat hingga hilang kekuasaannya.

يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا [الأعراف : 54]

“…Dia menutupkan malam pada siang yang mengikutinya dengan cepat…(QS. Al-A’raf : 54)

وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ خِلْفَةً [الفرقان : 62]

“Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti …” (QS. Al-Furqan : 62)

Satu dengan lainnya silih berganti, tidak berkumpul satu dengan yang lainnya. Dan itu berjalan sepanjang tahun. Tahun demi tahun silih berganti, demikian pula siang dan malam pun terus silih berganti hingga datang hari Kiamat nanti.

Ibadallah !

Kemudian, ketika siang hari muncul, binatang-binatang menyebar mencari penghidupannya dan kemaslahatan-kemaslahatan hidupnya, dan burung pun keluar dari sarang-sarangnya. Begitupun pula dengan kita, manusia. Allah ta’ala berfirman,

قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ جَعَلَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ اللَّيْلَ سَرْمَدًا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ مَنْ إِلَهٌ غَيْرُ اللَّهِ يَأْتِيكُمْ بِضِيَاءٍ أَفَلَا تَسْمَعُونَ (71) قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ جَعَلَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ النَّهَارَ سَرْمَدًا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ مَنْ إِلَهٌ غَيْرُ اللَّهِ  يَأْتِيكُمْ بِلَيْلٍ تَسْكُنُونَ فِيهِ أَفَلَا تُبْصِرُونَ (72) وَمِنْ رَحْمَتِهِ جَعَلَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ لِتَسْكُنُوا فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (73) [القصص : 71 – 73]

“Katakanlah (Nabi Muhammad), “Bagaimana pendapatmu jika Allah menjadikan untukmu malam itu terus-menerus sampai hari Kiamat? Siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan sinar terang kepadamu? Apakah kamu tidak mendengar?”

Katakanlah (Nabi Muhammad), “Bagaimana pendapatmu jika Allah menjadikan untukmu siang itu terus-menerus sampai hari Kiamat? Siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan malam kepadamu sebagai waktu istirahatmu? Apakah kamu tidak memperhatikan?”

Berkat rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang agar kamu beristirahat pada malam hari, agar kamu mencari sebagian karunia-Nya (pada siang hari), dan agar kamu bersyukur kepada-Nya. (QS. Al-Qashash : 71-73)

Ibadallah !

Sungguh Rabb kita – سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى – telah menjelaskan di dalam ayat-ayat yang cukup banyak bahwa dalam pergantian malam dan siang dan silih bergantinya keduanya terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal dan bagi orang-orang yang bertakwa, serta bagi orang-orang yang ingin mengambil pelajaran atau ingin bersyukur.

Ibadallah !

Renungkanlah ketetapan-ketetapan Allah – سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى – yang diberlakukan terhadap malam dan siang, dan bagaimana keduanya berjalan dengan penuh keteraturan yang sedemikian menakjubkan. Jika salah satunya berkurang maka yang lain bertambah. Jika salah satunya bertambah maka yang lain berkurang.

Ibnu al-Qayyim – رَحِمَهُ اللهُ – mengatakan, “Renungkanlah hikmah yang terkandung di dalam ketentuan-ketentuan Allah yang diberlakukan terhadap malam dan siang, niscaya Anda akan mendapatkannya sedemikian baiknya, dan hikmah yang terdapat pada ketetapan-ketetapan Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-terhadap siang dan malam adalah bahwa andaikan lebih dari apa yang telah ditentukan untuknya atau kurang dari apa yang telah ditentukan untuknya niscaya akan hilang kemaslahatannya. Dan akan berbeda hikmahnya karena hal itu. Bahkan, (Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-)menjadikan ketentuan-ketentuan yang diberlakukan untuk keduanya sepanjang 24 jam, dan (Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-) menjadikan keduanya saling melengkapi kelebihan dan kerungannya satu dengan yang lainnya, jika salah satunya bertambah waktunya, maka yang lain akan kembali, lalu menyusulnya. Seperti firman Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-,

يُولِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَيُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ [الحديد : 6]

“Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam” (QS.Al-Hadid : 6)

Ibadallah !

Matahari yang kita lihat itu, setiap hari ia terbit dari timur kemudian berada di atas kepala-kepala (kita) di pertengahan siang hari, kemudian ia tenggelam di barat, sesungguhnya dalam kondisi ini terdapat seagung-agung pelajaran bahwa terbitnya kemudian tenggelamnya merupakan pemberitahuan bahwa dunia ini bukanlah daar qarar (negeri yang kekal). Namun, dunia ini hanyalah sekedar terbit kemudian tenggelam, muncul kemudian pergi.

Ibadallah !

Bulan yang kita lihat (di malam hari) itu, ia muncul kecil di awal bulan, ia terlahir sebagaimana bayi terlahir, kemudian tumbuh berkembang secara berangsung-angsur seperti badan tumbuh, sehingga apabila telah sempurna dalam pertumbuhannya ia menjadi purnama, kemudian setelah itu mulai berkurang dan menghilang.

وَالْقَمَرَ قَدَّرْنَاهُ مَنَازِلَ حَتَّى عَادَ كَالْعُرْجُونِ الْقَدِيمِ [يس : 39]

“(Begitu juga) bulan, Kami tetapkan bagi(-nya) tempat-tempat peredaran sehingga (setelah ia sampai ke tempat peredaran yang terakhir,) kembalilah ia seperti bentuk tandan yang tua” (QS.Yasin : 39)

Ibadallah !

Dan begitu pula kehidupan seseorang di dunia ini, sama persis. Maka, ambillah pelajaran (dari kejadian itu), wahai orang-orang yang mempunyai pandangan.

Ibadallah !

Sesungguhnya siang dan malam hari ini yang silih berganti sepanjang tahun merupakan perpindahan demi perpindahan yang kita jalani menuju ke negeri akhirat. Setiap hari berlalu, kita menaiki anak tangga perpindahan. Setiap hari berlalu, dengan itu kita tengah mendekat kepada ajal kita. Setiap hari berlalu, dengan itu kita semakin dekat dari negeri akhirat. Setiap hari berlalu, dengannya kita tengah mendekat kepada kematian dan (kehidupan) setelahnya. Dengannya kita semakin menjauh dari kehidupan dunia. Dan, seperti kata sebagian salaf,

“ابن آدَمَ إِنَّمَا أَنْتَ أَيَّامٌ كُلَّمَا ذَهَبَ يَوْمٌ ذَهَبَ بَعْضُكَ”

“Wahai anak keturunan Adam !, Sesunguhnya engkau hanyalah kumpulan hari-hari, setiap kali satu hari pergi, maka pergilah sebagian dirimu.”

Sebagian mereka juga mengatakan,

“اَللَّيْلُ وَالنَّهَارُ يَعْمَلَانِ فِيْكَ فَاعْمَلْ فِيْهِمَا”

“Malam dan siang bekerja pada dirimu, maka bekerjalah kamu pada keduanya.”

Bahkan, Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-telah berfirman,

وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ خِلْفَةً لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يَذَّكَّرَ أَوْ أَرَادَ شُكُورًا  [الفرقان : 62]

“Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau ingin bersyukur.” (QS. Al-Furqan : 62)

Ibadallah !

Sesungguhnya orang yang lalai lagi miskin adalah orang yang terkena pendeknya pandangan. Ia tidak melihat melainkan sebatas apa yang ada di hadapannya, ia mengira bahwa kehidupan seorang insan itu adalah hari-hari ini yang dilewatinya di dunia. Andaikan saja ia memandang dengan pandangan syar’i niscaya ia akan melihat bahwa jalan yang berada di depannya itu panjang, perjalanan itu jauh dan bahwa kehidupan dunia ini hanyalah salah satu tahapan dari tahapan kehidupan yang dilalui oleh seorang insan dalam perjalanannya.

يَا أَيُّهَا الْإِنْسَانُ إِنَّكَ كَادِحٌ إِلَى رَبِّكَ كَدْحًا فَمُلَاقِيهِ  [الإنشقاق : 6]

“Wahai manusia, sesungguhnya engkau telah bekerja keras menuju (pertemuan dengan) Tuhanmu. Maka, engkau pasti menemui-Nya” (QS. Al-Insyiqaq : 6)

Betapa pun kerja keras yang dilakukan manusia dalam kehidupan di dunia ini, dan betapa pun umurnya memanjang. Pada akhirnya nanti, pasti menemui Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. Dan, betapa pun seorang insan menikmati kehidupan dunia, pada akhirnya ia pasti berjumpa dengan Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-

. يَا أَيُّهَا الْإِنْسَانُ إِنَّكَ كَادِحٌ إِلَى رَبِّكَ كَدْحًا فَمُلَاقِيهِ  [الإنشقاق : 6]

“Wahai manusia, sesungguhnya engkau telah bekerja keras menuju (pertemuan dengan) Tuhanmu. Maka, engkau pasti menemui-Nya” (QS. Al-Insyiqaq : 6)

أَفَرَأَيْتَ إِنْ مَتَّعْنَاهُمْ سِنِينَ (205) ثُمَّ جَاءَهُمْ مَا كَانُوا يُوعَدُونَ (206) مَا أَغْنَى عَنْهُمْ مَا كَانُوا يُمَتَّعُونَ  [الشعراء : -205 207]

“Bagaimana pendapatmu jika kepada mereka Kami berikan kenikmatan hidup beberapa tahun?. Kemudian, ia (azab) yang diancamkan datang kepada mereka. Niscaya kenikmatan yang mereka rasakan tidak berguna baginya.” (QS. Asy-Syu’ara : 205-207)

أَقُوْلُ مَا تَسْمَعُوْنَ وَأَسْتَغْفِرَ اللهَ لِي وَلَكُمْ

**

Khuthbah Kedua :

الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ

وَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ  وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا (70) يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا (71) [الأحزاب : 70 ، 71]

 

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan Katakanlah Perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. dan Barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, Maka Sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” QS. Al Ahzab : 70 – 71

 

Ibadallah !

Sesungguhnya hari ini adalah hari Jum’at. Hari yang dikatakan oleh utusan Dzat yang menjadikan siang dan malam silih berganti dalam salah satu sabdanya,

إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَأَكْثِرُوا عَلَىَّ مِنَ الصَّلاَةِ فِيهِ

 

“Sesungguhnya di antara hari-hari kalian yang paling utama adalah hari Jum’at, maka perbanyaklah oleh kalian shawat kepadaku pada hari tersebut.” (HR. Abu Dawud)

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الْكُفْرَ واَلْكَافِرِيْنَ اَللَّهُمَّ أَذِلَّ النِّفَاقَ وَالْمُنَافِقِيْن

                              اَللَّهُمَّ نَجِّي إِخْوَانَنَا اَلْمُسْلِمِيْنَ الْمُسْتَضْعَفِيْنَ فِي فِلِسْطِيْنَ وَفِي كُلِّ مَكَانٍ

اَللَّهُمَّ مَنْ أَرَادَنَا أَوْ أَرَادَ الْإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ بِسُوْءٍ اَللَّهُمَّ فَأَشْغِلْهُ فِي نَفْسِهِ اَللَّهُمَّ اجْعَلْ كَيْدَهُ فِي نَحْرِهِ اَللَّهُمَّ اجْعَلْ تَدْبِيْرَهُ تَدْمِيْرًا عَلَيْهِ يَا قَوِيُّ يَا عَزِيْزُ يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ يَا ذَا الْجَلَالِ وَاْلِإكْرَامِ

اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ فِي كُلِّ مَكَانٍ اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ فِي كُلِّ مَكَانٍ اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ فِي كُلِّ مَكَانٍ

اَللَّهُمَّ أَدِمْ عَلَيْنَا نِعْمَةَ الْأَمْنِ وَالْاِسْتِقْرَارِ وَرَغَدِ الْعَيْشِ وَالرَّخَاءِ وَاِجْتِمَاعِ الْكَلِمَةِ وَاجْعَلْهَا عَوْنًا لَنَا عَلَى طَاعَتِكَ وَمَرْضَاتِكَ

اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا لِنِعَمِكَ وَآلَائِكَ شَاكِرِيْنَ . اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا لِنِعَمِكَ وَآلَائِكَ شَاكِرِيْنَ. اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا لِنِعَمِكَ وَآلَائِكَ شَاكِرِيْنَ

رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا بِمَا فَعَلَ السًّفَهَاءُ مِنَّا

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَأَجِلِهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَّ الشَّرِّ كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَأَجِلِهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ

اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي أَوْقَاتِنَا اَللَّهُمَّ بَارِكَ لَنَا فِي أَوْقَاتِنَا اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي أَوْقَاتِنَا وَفِي أَعْمَارِنَا

اَللَّهُمَّ أَعِنَّا عَلَى ذِكْرِكَ وَعَلَى شُكْرِكَ وَعَلى حُسْنِ عِبَادَتِكَ

اَللَّهُمَّ وَفِّقْنَا لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى مِنَ الْأَقْوَالِ وَالْأَعْمَالِ

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ

وَآخِرُ دَعْوَانا أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Ditulis oleh :

Amar Abdullah bin Syakir
Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: Hisbahtv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

 

 

 

 

 

About Author

Continue Reading

baru

Beristiqamahlah Meski Ramadhan Telah Berlalu

Published

on

Telah berlalu dari kita semuanya musim nan mulia dari musim-musim ketaatan, hari-hari nan agung dari hari-hari ibadah, yaitu musim Ramadhan yang penuh berkah,  hari-harinya yang mulia dan malam-malamnya yang utama.

Akan tetapi seorang muslim wajib mewaspadai bahwa ibadah kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-dan berlomba melakukan ketaatan serta bersungguh-sungguh dalam melakukan hal-hal yang diridhai Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- tidaklah berhenti pada suatu bulan atau hari-hari tertentu. Karena itu, meskipun bulan Ramadhan yang penuh berkah telah usai, sesungguhnya ibadah seseorang tidaklah usai. Meskipun hari-harinya yang penuh berkah dan malam-malamnya yang utama telah usai, sesungguhnya amal-amal kebaikan tidak akan selesai. Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman di dalam kitab-Nya yang agung,

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ [الحجر : 99]

Dan sembahlah Tuhanmu sampai perkara yang diyakini datang kepadamu (al-Hijr : 99).

Perkara yang diyakini itu adalah al-Maut (kematian). Maka, seorang muslim diminta untuk melanggengkan ketaatannya kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, terus melanjutkan ibadahnya kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-hingga Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- mematikan dirinya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ  [آل عمران : 102]

Wahai orang-orang yang beriman ! Bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim (Ali Imran : 102)

Yakni, kerahkanlah segenap kesungguhan kalian dalam beribadah kepada-Nya dan saling berlombalah kalian dalam melakukan hal-hal yang diridhai-Nya hingga kalian mati di atas hal tersebut. Dan termasuk hal yang telah dimaklumi oleh setiap orang bahwa dirinya tidak tahu kapankah akhir hidupnya dan kapankah datang ajalnya. Dan oleh karena ini, sesungguhnya seorang muslim itu diminta untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian pada setiap waktu dan kesempatan. Sehingga, ia selalu saja menjaga keadaannya di atas ketaatan kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, melaksanakan apa-apa yang Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-perintahkan sesuai dengan kesanggupannya, menjauhkan diri dari apa yang Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-larang dan yang diharamkan-Nya beruapa perbuatan-perbuatan yang diharamkan, kefasikan dan dosa-dosa.

Maka wajib atas setiap muslim untuk menjaga ketaatan kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-dan bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada-Nya di setiap waktu dan kesempatan ; di semua bulan seluruhnya dan di sepanjang tahun semuanya sampai Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-mematikannya sementara ia dalam keadaan yang diridhai-Nya dan perjalanan hidup yang diridhai-Nya pula. Inilah makna firman Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-di dalam al-Qur’an al-Karim,

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا [فصلت : 30]

Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka,

Yakni, mereka meneguhkan pendirian mereka di atas ketaatan kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-dan mereka kontinyu beribadah kepada-Nya, mereka melewati pintu-pintu kebaikan sampai Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-mematikan mereka. Maka, merekalah orang-orang yang memperoleh keuntungan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-menyebutkan keuntungan yang sangat besar di dunia dan di akhirat bagi siapa saja orang yang keadaannya demikian ini dan siapa saja orang yang akhir kehidupannya dalam keadaan demikian itu.

Aku memohon kepada Allah-جَلَّ وَعَلَا-dengan nama-nama-Nya yang paling indah dan sifat-sifat-Nya yang tinggi agar menuliskan untuk-ku dan untuk kalian akhir kehidupan yang mulia itu.



Sebagaimana halnya bahwa bulan Ramadhan adalah bulan puasa. Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-wajibkan ketaatan yang agung dan kewajiban yang mulia pada bulan tersebut sebulan lamanya, maka sesungguhnya puasa itu tidak berhenti dengan usainya bulan Ramadhan. Betul, bahwa puasa yang diwajibkan tidak ada kecuali pada bulan Ramadhan, akan tetapi meskipun puasa di bulan Ramadhan telah usai, masih saja tersisa bersama seorang muslim puasa nafilah (puasa sunah), dan di antara puasa sunnah yang paling agung adalah puasa 6 hari di bulan Syawwal. Disebutkan di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muslim di dalam shahihnya dari Abu Ayub al-Anshariy bahwa Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – bersabda,

((مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ)).

Barang siapa berpuasa Ramadhan, kemudian mengikutinya dengan (puasa) enam hari pada bulan Syawal hal itu seperti puasa setahun.



Sesungguhnya puasa 6 hari pada bulan Syawal terdapat beberapa faedah yang agung dan keuntungan yang besar serta manfaat yang banyak, di antaranya-wahai hamba-hamba Allah !- adalah :

  1. Bahwa tindakan berpuasa 6 hari dari bulan Syawal merupakan kesyukuran kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-atas (nikmat berupa) taufiq dapat menyempurnakan puasa bulan Ramadhan. Sesungguhnya termasuk kesyukuran terhadap nikmat yang agung adalah kesyukuran setelahnya. Sesungguhnya termasuk kesyukuran kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-atas taufiq sehingga dapat melakukan ketaatan setelahnya. Oleh karena itu, sesungguhnya termasuk bentuk kesyukuran Anda kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- atas taufiq-Nya kepada Anda untuk menunaikan puasa Ramadhan adalah Anda bersegera untuk menunaikan puasa 6 hari di bulan Syawwal sebagai bentuk kesyukuran kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-atas (nikmat) taufiq-Nya.
  2. Bahwa puasa 6 hari dari bulan Syawal kedudukannya seperti shalat sunnah setelah shalat wajib. Sebagaimana halnya shalat wajib disyariatkan setelahnya mengerjakan shalat sunnah yang akan dapat menambal dan menutupi kekurangan shalat fardhu dan menyempurnakan apa-apa yang terjadi di dalamnya berupa kekurangan dan keteledoran, maka puasa 6 hari dari bulan Syawal laksana shalat sunnah setelah shalat wajib.
  3. Bahwa termasuk faedah puasa 6 hari dari bulan syawal adalah apa yang dijelaskan oleh Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- dalam hadis yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu sabda beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-

(( كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ ))

Hal tersebut seperti puasa setahun.

Karena sesungguhnya satu kebaikan itu dibalas sepuluh kali lipatnya. Dan, puasa Ramadhan -atas dasar ini- sebanding dengan puasa 10 bulan lamanya, lalu jika seseorang mengikutinya dengan puasa 6 hari dari bulan Syawal, maka puasa syawal itu sebanding dengan puasa selama 60 hari, sedangkan setahun itu jumlah harinya adalah 360 hari; sehingga seakan-akan seseorang telah berpuasa setahun penuh. Maka, jika seseorang demikian itu keadaannya sepanjang hidupnya, di mana ia berpuasa Ramadhan dan kemudian ia mengikutinya dengan berpuasa 6 hari dari bulan Syawal, maka seakan-akan ia telah berpuasa sepanjang tahun seluruhnya.

  1. Bahwa melakukan puasa 6 hari di bulan Syawwal merupakan tanda dari tanda-tanda diterimanya (puasa Ramadhannya) dan juga merupakan tanda dari tanda-tanda keridhaan (Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-terhadap dirinya), karena termasuk tanda diterimanya ketaatan itu adalah dilakukannya ketaatan setelahnya, dan termasuk tanda diterimanya ibadah adalah dilakukannya ibadah setelahnya.

Kita memohon kepada Allah-جَلَّ وَعَلَا-agar berkenan menerima dari kita dan dari kalian semuanya puasa kita dan shalat malam kita, dan semoga pula Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-membimbing kita semuanya untuk dapat melakukan setiap kebaikan, serta menolong kita semuanya untuk dapat terus istiqamah di atas ketaatan kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-dan melanggengkan ibadah kepada-Nya-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-.  Semoga pula Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-menunjukan kita semuanya  ke jalan-Nya yang lurus, melindungi kita dari keburukan-keburukan seluruhnya dan dari fitnah-fitnah semuanya.

Amin

 

Sumber :

Diringkas dari “Al-Hatstsu ‘Ala Mudawamati ath-Tha’ati Ba’da Ramadhan”,  Prof. Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-‘Abbad-حَفِظَهُ اللهُ تَعَالَى.

Amar Abdullah bin Syakir

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: MDH tv (Media Dakwah Hisbah )
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

About Author

Continue Reading

Trending