Connect with us

Tarikh

Kisah Imam Ahmad Menghadapi Isu Bahwa ‘Al-Qur’an Makhluq’ (2)

Published

on

Di zaman Al-Ma’mun, orang-orang mu’tazilah memiliki posisi yang kuat karena saat itu mereka didukung oleh sang Khalifah. Pemaksaan terhadap para ulama dan kaum muslimin untuk mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluq semakin menjadi-jadi. Banyak dari mereka yang disiksa, dipenjara, bahkan dibunuh karena menolak untuk mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluq. Kebanyakan mereka menyerah dan mengikuti apa yang diinginkan oleh sang khalifah yang telah terpengaruh oleh kaum Mu’tazilah.

Tingallah Imam Ahmad dan Muhammad bin Nuh yang terang-terangan menolak pernyataan bahwa Al-Qur’an makhluq, mereka berdua menyadari bahwa mereka adalah panutan kaum muslimin saat itu, jika mereka mengalah dihadapan kemauan Al-Ma’mun sebagaimana yang lainnya maka akan diikuti oleh kaum muslimin. Oleh karena itu mereka memilih untuk tetap bersikukuh menolak kesesatan mu’tazilah tersebut agar akidah kaum muslimin tetap terjaga walaupun konsekuensinya adalah penjara dan siksa.

Akhirnya mereka dipanggil ke singgasana Al-Ma’mun dalam keadaan terikat. Selama perjalanan Imam Ahmad senantiasaa berdoa untuk tidak dipertemukan dengan Al-Ma’mun. Allah mengabulkan doanya dan Al-Ma’mun wafat sebelum keduanya sampai kepada Al-Ma’mun. Ditengah perjalanan Muhammad bin Nuh meninggal, sedang Imam Ahmad setelah itu dipenjara. Sebelum meninggal Al-Ma’mun berwasiat kepada penggantinya yaitu Al-Mu’tashim agar tetap mendekatkan Ibnu Abi Du’ad kesisinya. Al-Mu’tashim melaksanakan wasiat tersebut dan Ibnu Abi Duad tetap memiliki kedudukan yang tinggi disisi khalifah.

Di zaman Al-Mu’tashim Imam Ahmad disiksa dan dipenjara dan hamper dibunuh, namun ketika ia hendak membunuhnya Imam Ahmad mengingatkannya kepada hadits; لا يحل دم امرئ مسلم إلا بإحدى ثلاث… الحديث (tidak halal menumpahkan darah seorang muslim kecuali dengan salah satu dari tiga perkara…) akhirnya Al-Mu’tashim tidak membunuhnya namun tetap memenjara dan menyiksanya, sampai Imam Ahmad tak sadarkan diri karena pedihnya cambukan yang ia terima. Akhirnya Imam Ahmad dikeluarkan dari cengkraman penjara dan dibawa kerumahnya untuk berobat. Setelah Imam Ahmad sembuh ia kembali mengajar di masjid.

Setelah beberapa lama, Al-Mu’tashim meniggal dan digantikan oleh Al-Watsiq yang juga berkeyakinan dengan keyakinan mu’tazilah. Ia juga sama dengan dua khalifah sebelumnya, memaksakan rakyatnya terutama para ulama untuk mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluq atas dorongan dari tokoh-tokoh mu’tazilah yang berada disisinya. Namun, pada masa kepemerintahan Al-Mu’tashim, Imam Ahmad menghindar dan beliau tidak terkena ancamannya.

Di akhir kehidupannya, Al-Watsiq memanggil seorang Syekh Al-Adzrumiy dalam keadaan terikat karena ia sependapat dengan Imam Ahmad dan menentang bahwa Al-Qur’an makhluq dan bahwasanya ia adalah kalamullah bukan yang yang lain. Al-Watsiq memanggil Ibnu Abi Duad dan memerintahkannya untuk bberdialog dan mendepat Syekh Al-Adzrumi tersebut sedang ia menyimak. Akhirnya Syekh Al-Adzrumiy tersebut berhasil mengalahkan dan mendiamkan Ibnu Duad dan menjadikannya bungkam tak bisa menjawab setelah berdialog dengannya dengan beberapa lama.

Setelah dialog yang terjadi antara Ibnu Abi Duad dan Syekh Al-Adzrumi, Al-Watsiq menyendiri dan menimbang-nimbang argumen masing-masing dari keduanya, akhirnya ia condong kepada pendapat Al-Adzrumi yang berhasil mengalahkan Ibnu Abi Duad, sehingga di akhir hayatnya ia bertaubat dari perkataan bahwasanya Al-Qur’an adalah makhluq. Dan setelah memerintah selama kurang lebih lima tahun, Al-Watsiq meninggal dunia.

Al-Watsiq diganti oleh Khalifah Al-Mutawakkil, seorang khalifah yang sholeh dan berakidah ahlussunnah wal jama’ah. Ia menuliskan surat kepada wilayah-wilayah untuk melarang siapapun untuk mengatakan bahwasanya Al-Qur’an makhluq. Akhirnya menanglah ahlussunnah dan selesailah cobaan yang menimpa kaum muslimin.

Setelah itu Imam Ahmad meneruskan dakwahnya dan menyebarkan ilmunya kepada murid-murid beliau yang dipelajari oleh kaum muslimin hingga saat ini. Beliau juga meninggalkan kitab ‘Al-Musnad’ yang menghimpun kurang lebih 20.000 hadits yang bab-babnya disusun berdasarkan urutan nama sahabat.

Imam Ahmad meninggal pada hari jum’at 14 Rabi’ul Awal, tahun 241 H.

Semoga Allah merahmati beliau dan menjadikan ilmu yang beliau wariskan kepada kaum muslimin sebagai timbangan amal baik bagi beliau.

Dipetik dan diterjemahkan dari web: https://islamqa.info/ar/153333

About Author

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Aqidah

Palajaran Dari Kisah Taubatnya Nabi Adam Alaihissalam

Published

on

Allah ﷻ menyebutkan kisah yang terjadi antara Adam dan Iblis di dalam Al Qur’an pada 7 tempat; dalam Surat Al Baqarah ayat 34-38; Surat Al A’raf : 11-22; Surat Al Hijr : 29-32; Surat Al Isra : 61-65; dalam Surat Al Kahfi : 50; Surat Thaha : 116-123 dan pada Surat Shad ayat 67-85.

Penyebutan kisah ini pada banyak tempat bukan tanpa arti dan makna, melainkan karena adanya pelajaran penting dan berharga. Ayat-ayat yang berisi kisah ini menunjukkan kebenaran Rasulullah. Bagaimana mungkin beliau ﷺ mengetahui kisah yang terjadi antara Malaikat, Nabi Adam عليه السلام dan Iblis, kalau bukan karena wahyu dari Allah ﷻ.

Ayat-ayat ini juga menceritakan tentang taubatnya Nabi Adam عليه السلام dan Hawa, yang memberikan pelajaran berikut beberapa pelajaran darinya. Wa Billahi Taufiq

 

Ketika Iblis Enggan Melaksanakan Perintah Allah

Keduanya (Nabi Adam عليه السلام dan Iblis) melanggar perintah Allah ﷻ, namun sikap antara keduanya berbeda. Iblis tidak melaksanakan perintah Allah ﷻ, ketika Allah memerintahkan Malaikat untuk sujud sebagai penghormatan dan pemuliaan kepada Adam, maka para Malaikat itu bersujud kecuali Iblis, ia sombong dan enggan bersujud, seraya berkata dengan ingkar dan sombong ; “Akankah aku sujud kepada makhluk yang lemah yang diciptakan dari tanah ini.” Allah ﷻ berfirman :

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ

Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat : “Sujudlah kamu kepada Adam”, maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabbur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir (Qs. Al Baqarah : 34)

Iblis merasa lebih baik dari Adam karena ia diciptakan dari api sedangkan Adam diciptakan dari tanah. Iblis tidak mengakui dosanya, tidak menyesali perbuatannya, tidak mencela dirinya sendiri, serta tidak bertaubat, sehingga Allah melaknat dan mengusirnya dari Surga. Lalu Iblis meminta tangguh dan bertekad menyesatkan anak cucu Adam. Sebagaimana firmannya,

قَالَ فَاهْبِطْ مِنْهَا فَمَا يَكُونُ لَكَ أَنْ تَتَكَبَّرَ فِيهَا فَاخْرُجْ إِنَّكَ مِنَ الصَّاغِرِينَ (13) قَالَ أَنْظِرْنِي إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ (14) قَالَ إِنَّكَ مِنَ الْمُنْظَرِينَ (15) قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ (16)

Allah berfirman : Turunlah kamu dari Surga itu ; karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya. Maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina”.

Iblis menjawab : “Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan”

Allah berfirman : “Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh.”

Iblis menjawab : “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus (Qs. Al A’raf : 13-16)

 

Ketika Adam Melanggar Larangan Allah

Ketika Adam dan Hawa tinggal di dalam Surga, Iblis senantiasa mengintai mereka, mencari kesempatan untuk menyesatkan mereka, ketika dia mengetahui bahwa Adam begitu senang tinggal di dalam Surga dan tetap tinggal berada di dalam Surga. Maka Iblis datang dengan cara yang sangat halus, dengan berpura-pura sebagai pemberi nasehat yang jujur, dia mengatakan : “Wahai Adam maukah aku tunjukkan kepada pohon yang bila kamu memakan buahnya, maka niscaya engkau kekal selamanya di dalam Surga ini, dan kerajaan yang tidak akan binasa ?” ia senantiasa memberikan was-was dan menghiasi perkataannya, mengumbar janji dan angan-angan, seolah pemberi nasehat terpercaya, sehingga Adam dan Hawa tertipu, mereka memakan buah dari pohon yang telah dilarang dan diharamkan untuk keduanya.

Sebagaimana Allah kisahkan tentangnya :

وَقُلْنَا يَا آدَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ وَكُلَا مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ شِئْتُمَا وَلَا تَقْرَبَا هَذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ الظَّالِمِينَ (35) فَأَزَلَّهُمَا الشَّيْطَانُ عَنْهَا فَأَخْرَجَهُمَا مِمَّا كَانَا فِيهِ وَقُلْنَا اهْبِطُوا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ وَلَكُمْ فِي الْأَرْضِ مُسْتَقَرٌّ وَمَتَاعٌ إِلَى حِينٍ (36)

Dan Kami berfirman : “Hai Adam, diamilah oleh kamu dan istrimu Surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang dzhalim. Lalu keduanya digelincirkan oleh setan dari Surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula… (Qs. Al Baqarah : 35-36)

Lalu Nabi Adam dikeluarkan dari Surga dan diturunkan ke bumi. Sebagaimana Allah berfirman :

وَقُلْنَا اهْبِطُوا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ وَلَكُمْ فِي الْأَرْضِ مُسْتَقَرٌّ وَمَتَاعٌ إِلَى حِينٍ (36)

Kami berfirman : “Turunlah kamu ! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan (Qs. Al Baqarah : 36)

 

Taubatnya Nabi Adam

Namun sikap Nabi Adam berbeda dengan Iblis yang tetap dalam kekufuran dan kesombongannya. Allah berfirman,

فَتَلَقَّى آدَمُ مِنْ رَبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ (37)

Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Rabbnya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang (Qs. Al Baqarah : 37)

Berkata Sa’id bin Zubair, Mujahid dan Al Hasan : makna “Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Rabbnya ” adalah doa Nabi Adam

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا  …[1]

Nabi Adam mengakui dosanya, dan bertaubat kepada Allah. Allah menyebutkan doa Nabi Adam :

قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَ تَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Keduanya berkata : “Ya Rabb kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi (Qs. Al A’raf : 23)

Nabi Adam menyadari kesalahannya dan memohon agar dibukakan pintu ampunan untuknya. Allah menerima taubatnya dan menerima taubat orang-orang yang bertaubat dan ini adalah termasuk dari kelembutannya terhadap makhluknya dan kasih sayangnya terhadap para hambanya [2]

Imam Ibnul Qayyim berkata : “…Kesombongan mendorong Iblis menolak perintah Allah, hawa nafsu yang menjadikan Nabi Adam dikeluarkan dari Surga dan hasad yang menjadikan anak Nabi Adam membunuh saudaranya… [3]

 

Mengikuti Petunjuk Allah

قُلْنَا اهْبِطُوا مِنْهَا جَمِيعًا فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنْ تَبِعَ هُدَايَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

Kami berfirman : Turunlah kamu semuanya dari Surga itu ! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, Maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati (Qs. Al Baqarah : 38)

Allah berkata kepada mereka ‘Turunlah kalian semua dari Surga. Akan diturunkan kepada kalian kitab-kitab dan akan diutus para nabi dan rasul kepada kalian dan anak keturunan kalian secara bergantian. Di dalamnya terdapat petunjuk bagi kalian menuju kebenaran. Barang siapa mengamalkan kebenaran itu maka tidak ada kekhawatiran berkenaan apa yang akan mereka hadapi berupa urusan akhirat, mereka pun tidak akan bersedih hati atas apa yang luput dari mereka berkenaan dengan urusan-urusan dunia.” [4] Ibnu Abbas berkata “Mereka tidak akan tersesat di dunia dan tidak akan celaka di akhirat.” [5]

 

Beberapa Pelajaran dari Taubatnya Nabi Adam [6]

  1. Sesungguhnya Allah menjadikan kisah ini sebagai pelajaran untuk kita, bahwa hasad, sombong dan tamak termasuk akhlak yang berbahaya bagi seorang hamba, maka kesombongan iblis dan hasadnya kepada Adam menjadikannya terlaknat sampai akhir zaman, demikian pula dengan hawa nafsu menjadikan Adam dan Hawa memetik buah yang terlarang, kalau tidak karena rahmat Allah kepada mereka sungguh hal itu membinasakan mereka, akan tetapi rahmat Allah maha luas menyempurnakan kekurangan, menyelamatkan serta mengangkat orang yang jatuh dalam dosa.
  2. Sudah semestinya bagi seorang hamba jika terjatuh kepada perbuatan dosa untuk segera bertaubat dan mengakui kesalahannya dan berdoa seperti doanya Adam dan Hawa dari hati yang ikhlash, jujur kembali kepada Allah. Allah menceritakan kepada kita tentang kisah taubatnya Nabi Adam dan istrinya agar kita mencontoh keduanya sehingga kita akan beruntung dan selamat dari kebinasaan.
  3. Tujuan Allah mengabarkan kepada kita apa yang dijanjikan iblis dan keinginannya menyesatkan anak cucu Adam dengan segala cara adalah agar kita bersiap menghadapi musuh yang telah mengumumkan puncak permusuhannya yang tidak akan putus. Allah menginginkan agar kita menghadapinya dengan segala kekuatan yang kita mampu serta menjauhi jalan dan langkahnya setan serta sebab-sebab yang menjadikan kita terjerumus dalam jebakannya. Dan agar kita melakukan penjagaan berupa wirid, dzikir dan doa-doa perlindungan. Dan di antara senjata yang bisa menghancurkan tipu daya setan adalah iman yang benar serta kuatnya tawakkal kepada Allah, melakukan amal kebaikan untuk menghadapi was-was dan pikiran jelek yang setiap saat menyerang hati serta menghadapinya dan mengalahkannya dengan ilmu yang bermanfaat dan kejujuran.
  4. Kisah ini juga mengajarkan kepada kita agar mengambil petunjuk Allah. Karena Allah berfirman, yang artinya,lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka (Qs. Thaha : 123) serta agar kita menempuh jalannya orang-orang yang kembali kepada Allah. Sebagaimana Allah berfirman, yang artinya : Maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati” (Qs. Al Baqarah : 38)
  5. Kisah ini mengajarkan kepada kita untuk menjadikan setan sebagai musuh yang nyata, sebagaimana Allah berfirman, yang artinya, “Maka Kami berkata : “Hai Adam, Sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari Surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka (Qs. Thaha : 117)

 

Sumber :

Majalah As-Sunnah, Edisi 10/Tahun XXIV/1442 H/2021 M (hal.16-19)

Amar Abdullah bin Syakir

 

[1]  Lihat tafsir Ibnu Katsir, surat al-Baqarah : 37

[2]  Mishbahul Munir fii Tahdzib Tafsir Ibni Katsir, I’dad Jama’ah Minal Ulama

[3] Fawaidul Fawaid Ibnul Qayyim al-Jauziyah hlm 298

[4]  Lihat Tafsir al- Baghawi, surat al-Baqarah : 38, Tafsir Muyassar, surat al-Baqarah : 38

[5]  Lihat Shahih Tafsir Ibnu Katsir, surat al-Baqarah : 38; Musthafa al-Adawi

[6]  Poin 1-3 diambil dari : Taisirul Lathifil Mannan fii Khulashah Tafsir al-Qur’an; Abdurrahman Nashir as-Sa’di; Dar Ibnil Jauzi

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: HisbahTv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

❇️ Yuk Donasi Paket Berbuka Puasa Bersama ❇️
Ramadhan 1442 H / 2021 M

📈 TARGET 5000 PORSI
💵 ANGGARAN 1 Porsi Rp 20.000

🔁 Salurkan Donasi Terbaik Anda Melalui

➡ Bank Mandiri Syariah
➡ Kode Bank 451
➡ No Rek 711-330-720-4
➡ A.N : Yayasan Al-Hisbah Bogor
Konfirmasi Transfer via Whatsapp : wa.me/6285798104136

Info Lebih Lanjut 👉 Klik Disini

About Author

Continue Reading

baru

Serial Kisah Pertaubatan – Bagian 8

Published

on

Umar bin Qais pernah mengungkapkan

“Bila engkau mendapatkan kesempatan berbuat baik, lakukanlah kebaikan itu meski sekali, niscaya engkau akan menjadi ahlinya”

Aku telah menyelesaikan studiku di sebuah sekolah kesehatan dengan susah payah. Aku sama sekali tidak fokus pada pelajaran. Namun Allah memudahkan juga jalanku untuk menyelesaikan kuliahku.

Lalu aku ditempatkan di sebuah rumah sakit yang dekat dengan kotaku. Alhamdulillah, segala urusanku berjalan lancar, dan aku pun masih tetap bisa tinggal bersama kedua orangtuaku.

Aku berniat mengumpulkan harta mahar untuk calon istriku kelak. Dan itulah yang selalu ditekankan oleh ibuku setiap hari. Pekerjaanku berjalan mudah, karena kulakukan dengan sungguh-sungguh dan telaten, terutama karena pekerjaanku itu adalah di rumah sakit tentara.

Aku senang beraktivitas, itu sebabnya secara medis, aku mendapatkan sukses besar dalam pekerjaanku tersebut. Bila dibandingkan dengan pelajaran teori yang membosankan yang pernah ku pelajari.

Rumah sakit tersebut mengumpulkan berbagai tenaga medis dari berbagai bangsa. Demikian kira-kira. Hubunganku dengan mereka, sebatas hubungan kerja saja. Sebagaimana mereka juga mengambil manfaat dari kehadiranku, sebagai penduduk asli negeri ini. Saya sering menjadi guide mereka mengunjungi berbagai tempat bersejarah dan pasar-pasar. Sebagaimana aku juga sering mengantarkan mereka ke kebun-kebun kami. Hubunganku dengan mereka sangat erat. Dan seperti biasa, di akhir hubungan kerja, kami mengadakan pesta perpisahan.

Pada suatu hari, salah seorang dokter dari Inggris berniat melakukan perjalanan pulang ke negerinya, karena masa kerjanya sudah habis. Kami bermusyawarah untuk mengadakan pesta perpisahan baginya. Tempat yang kami tentukan adalah kebun kami, kemudian didekorasi seperti biasanya. Namun yang menguras pikiranku adalah, hadiah apa yang akan kuberikan kepadanya ? Terutama karena aku sudah bekerja bersamanya dalam waktu yang lama.

Akhirnya aku temukan sebuah hadiah berharga dan sesuai untuk saat itu. Dokter yang satu ini dikenal suka mengumpulkan barang-barang tradisional. Tanpa bersusah payah, kebetulan ayahku menyimpan banyak barang-barang semacam ini, maka aku pun memintanya kepada beliau. Aku memilih sebuah benda tradisional hasil karya daerahku si masa lampau. Seorang di antara saudara sepupuku turut hadir untuk kuajak berdiskusi tentang hal itu.

Saudaraku itu menyela, “Kenapa tidak engkau beri hadiah buku tentang Islam?” Aku lebih memilih barang tradisional itu. Tak kuindahkan pendapat saudaraku tersebut dengan anggapan bahwa sulit untuk mendapatkan buku yang cocok untuknya. Namun Allah memudahkan diriku untuk mendapatkan barang tersebut tanpa bersusah payah. Esok harinya, aku pergi ke toko buku. Ternyata aku dapatkan sebuah buku tentang Islam berbahasa Inggris.

Kembali kata-kata sepupuku itu terngiang di telingaku. Pikiran untuk membeli buku itu menjadi pertimbangan khusus bagiku saat itu, karena kebetulan harganya murah sekali. Aku pun membeli buku tersebut.

Datanglah saat pesta perpisahan dengan sahabatku itu. Aku meletakkan buku tersebut di tengah barang tradisional tersebut. Seolah-olah aku menyembunyikannya. Aku pun menyerahkan hadiahku tersebut. Sungguh itu merupakan perpisahan yang amat berkesan. Dokter itu memang amat disukai oleh rekan-rekan kerjanya.

Sahabat kami pun pergi meninggalkan kami. Hari demi hari berlalu demikian cepat. Aku pun menikah dan dianugerahi seorang putra.

Suatu hari, datanglah surat dari Inggris. Aku segera membacanya dengan perlahan. Surat itu ditulis dalam bahasa Inggris. Pada mulanya, aku memahami sebagian isinya. Namun aku tidak bisa memahami sebagian kata-katanya. Aku tahu bahwa surat itu berasal dari teman lama yang beberapa saat bekerja bersama kami. Namun kuingat-ingat, baru kali ini kudengar namanya. Bahkan nama itu terdengar aneh di telingaku. Dhaifullah, demikian namanya.

Kututup surat tersebut. Aku berusaha mengingat-ingat sahabat bernama Dhaifullah. Namun aku tidak berhasil mengingat seorang pun dengan nama itu. Kubuka lagi surat itu, dan kembali kubaca isinya dengan tenang. Huruf demi huruf mengalir dengan mudah dan lancar. Berikut sebagian isi surat tersebut.

Saudara yang mulia, Dhaifullah

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Allah telah memudahkan diriku memahami Islam dan memberiku petunjuk melalui kedua belah tanganmu. Tak pernah kulupakan persahabatanku denganmu. Aku selalu mendoakanmu. Aku teringat dengan buku yang pernah engkau hadiahkan kepadaku di hari kepergianku. Suatu hari kubaca buku itu, sehingga bertambah kesungguhanku untuk lebih banyak mengenal Islam. Termasuk di antara taufik Allah kepadaku, di sampul buku tersebut aku mendapatkan nama penerbit buku itu.

Aku pun mengirim surat kepada mereka untuk meminta tambahan buku. Mereka segera mengirimkan buku yang kuminta. Segala puji bagi Allah yang telah menyalakan cahaya Islam dalam dadaku. Aku pun pergi menuju Islamic Center dan mengumumkan keislamanku. Aku ubah namaku dari Jhon menjadi Dhaifullah. Yakni seperti namamu, karena engkau adalah orang yang memiliki keutamaan dari Allah. Aku juga melampirkan surat resmi ketika aku mengumumkan syahadatku. Aku akan mengusahakan pergi ke Makkah al-Mukarramah untuk menunaikan haji.

Dari saudaramu seiman, Dhaifullah.

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Aku pun menutup surat tersebut. Namun dengan cepat kubuka kembali. Aku membacanya untuk kesekian kali.

Surat itu demikian menggetarkan. Karena aku merasakan ikatan persahabatan pada setiap huruf-hurufnya. Aku pun menangis terus. Bagaimana tidak ? Allah telah memberikan hidayah kepada seseorang menuju Islam melalui kedua belah tanganku, padahal selama ini aku lalai dalam memenuhi haknya. Hanya dengan sebuah buku yang tidak sampai lima Riyal harganya, Allah memberi hidayah kepada seseorang. Aku sedih sekaligus bahagia.

Bahagia karena tanpa usaha yang keras dariku, Allah menunjukkannya kepada Islam, namun aku juga merasa sedih, karena penasaran terhadap diriku sendiri, kemana saja aku selama ini ketika masih bersama para pekerja tersebut? Aku belum pernah mengajaknya kepada Islam? Bahkan belum pernah mengenalkannya dengan Islam? Tak ada satu kata pun tentang Islam yang akan menjadi saksi buat diriku pada Hari Kiamat nanti.

Aku banyak mengobrol bersama mereka dan sering bercanda dengan mereka, namun tidak pernah membicarakan Islam, banyak maupun sedikit.

Allah telah memberikan hidayah kepada Dhaifullah untuk masuk Islam, dan juga memberiku petunjuk untuk berintrospeksi diri akan keteledoranku dalam menaati Allah. Aku tidak akan meremehkan kebajikan sedikitpun, meski hanya dengan sebuah buku berharga satu Riyal saja.

Aku berpikir sejenak : Seandainya setiap Muslim menghadiahkan sebuah buku saja kepada orang-orang yang ada di sekelilingnya, apa yang akan terjadi?

Namun aku tertegun karena hal yang aku takuti dari berita yang kubaca, dari benua Afrika

Beberapa kenyataan itu menyebutkan

  • Telah berhasil dikumpulkan dana sebesar satu juta dolar Amerika untuk diberikan kepada gereja.
  • Berhasil di kaderisasi 3.968.100 penginjil dalam kurun satu tahun.
  • Telah berhasil dibagi-bagikan Injil secara gratis sebanyak 112.564.400 eksemplar
  • Jumlah stasiun radio dan televisi Nasrani telah mencapai 1.620 buah.

Aku bertanya-tanya, “Di manakah kita berada, dalam kondisi seperti ini? Berapa banyak supir di negeri kita ini (Arab Saudi, pent) yang bukan Muslim? Dan berapa banyak pembantu di negeri kita ini yang juga bukan Muslimah? Berapa, berapa dan berapa? “ Sungguh rasa sakit yang didahului linangan air mata. Namun tetap bergelayut satu pertanyaan, Mana usaha kita? Mana usaha kita?”

Wallahu A’lam

 

Sumber :

Az-Zaman al-Qaadim”, karya : Abdul Malik bin Muhammad al-Qasim (ei, hal. 11-15).

 

Amar Abdullah bin Syakir

 

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: HisbahTv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

❇️ Yuk Donasi Paket Berbuka Puasa Bersama ❇️
Ramadhan 1442 H / 2021 M

📈 TARGET 5000 PORSI
💵 ANGGARAN 1 Porsi Rp 20.000

🔁 Salurkan Donasi Terbaik Anda Melalui

➡ Bank Mandiri Syariah
➡ Kode Bank 451
➡ No Rek 711-330-720-4
➡ A.N : Yayasan Al-Hisbah Bogor
Konfirmasi Transfer via Whatsapp : wa.me/6285798104136

Info Lebih Lanjut 👉 Klik Disini

About Author

Continue Reading

Aqidah

Bukti Orang Jahiliyah Menolak Riba

Published

on

Sehebat apapun penyimpangan manusia, mereka masih memiliki fitrah. Dengan fitrahnya, mereka bisa mengenali kebatilan, meskipun kehidupannya dipenuhi dengan penyimpangan. Tak terkecuali orang jahiliyah. Sekalipun hidupnya penuh dengan penyimpangan, mereka tetap mengenal riba sebagai kejahatan. Membebani orang yang dalam kondisi membutuhkan dengan beban tambahan dari pinjaman yang diterima.

Ada sebuah peristiwa yang pernah terjadi sebelum Muhammad diutus sebagai Nabi.

Terjadilah banjir besar di Makkah. Mengingat secara topografi Ka’bah berada di titik lembah paling bawah, maka bangunan ini menjadi korban utamanya. Runtuhlah Ka’bah hingga hajar aswad lepas dari tempatnya.

Ketika dilakukan renovasi, mereka membatasi hanya dari dana yang halal.

Ada pesan yang disampaikan salah satu pemuka Quraisy, Abu Wahb bin Amr al-Makhzum. Ketika hendak merenovasi Ka’bah, dia berpesan

يَا مَعْشَرَ قُرَيْش لَا تَدْخُلُوْا فِي بُنْيَانِهَا مِنْ كَسْبِكُمْ إِلَّا طَيِّبًا, لَا يَدْخُلُ فِيْهَا مَهْرُ بَغْي, وَلَا بَيْعُ رِبَا, وَلَا مَظْلَمَةُ أَحَدٍ مِنَ النَّاسِ

“Wahai orang Quraisy, jangan sampai melibatkan modal untuk pembangunan Ka’bah kecuali yang halal. Jangan melibatkan upah pelacur, hasil transaksi riba atau uang kedzaliman dari orang lain “(Sirah Nabawiyah, Ibnu Katsir, 1/275)

Karena hanya dibatasi dari yang halal, dana renovasi Ka’bah menjadi terbatas. Ini yang menjadikan bangunan Ka’bah tidak bisa disempurnakan. Akhirnya mereka membuat bangunan setengah lingkaran setinggi pundak, sebagai penanda bahwa bagian itu masih wilayah Ka’bah yang tidak bisa ditinggikan karena keterbatasan dana.

Aisyah رَضِيَ اللهُ عَنْهَا pernah bertanya kepada Nabi ﷺ

سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْجَدْرِ أَمِنَ الْبَيْتِ هُوَ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ فَمَا لَهُمْ لَمْ يُدْخِلُوهُ فِي الْبَيْتِ قَالَ إِنَّ قَوْمَكِ قَصَّرَتْ بِهِمْ النَّفَقَةُ

Saya bertanya kepada Nabi tentang tembok (hijr), apakah terbangun bagian Ka’bah ?. jawab beliau, “Benar” Saya bertanya lagi, “Lalu mengapa mereka tidak menggabungkannya dengan Ka’bah?” Jawab beliau, “Masyarakatmu (Quraisy) kekurangan dana.” (HR. Al-Bukhari 1584 dan Muslim 3313).

Kepentingan kita adalah pernyataan Abu Wahb, yang mengingatkan agar mereka tidak melibatkan harta haram dalam pembangunan Ka’bah. Termasuk dana dari hasil riba. Dari mana mereka tahu bahwa riba itu bermasalah ? Sementara mereka tidak memiliki al-Kitab. Nabi Muhammad  ﷺ belum diutus. Mereka juga tidak belajar Taurat atau Injil dari Yahudi Nasrani. Allah menyebut mereka umat yang ummiyun (yang tidak membaca), karena mereka tidak memiliki kitab.

Pendekatan yang dapat kita berikan, mereka mengetahui bahwa riba termasuk transaksi yang haram, karena naluri dan fitrah. Sekalipun mereka menyimpang dari sisi ajaran agamanya, mereka masih memiliki fitrah. Karena memang riba adalah kedzaliman. Sekalipun ada orang yang menyebutnya menguntungkan.

Allahu A’lam

Sumber :

Ada Apa Dengan Riba, Ammi Nur Baits, Cet.3, Hal.43-44

Amar Abdullah bin Syakir

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: HisbahTv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

About Author

Continue Reading

Trending