Connect with us

Fiqih Hisbah

Menyampaikan Ilmu Walau Hanya Satu Ayat

Published

on

Dakwah adalah bendera para nabi-nabi terdahulu dan orang-orang shaleh. Jalan dakwah adalah jalan yang dilewati para nabi dalam mengemban amanah risalah yang wajib disampaikan kepada ummat. Allah SWT berfirman:

قُل هَٰذِهِۦ سَبِيلِي أَدعُواْ إِلَى ٱللَّهِ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ ٱتَّبَعَنِي وَسُبحَٰنَ ٱللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ ٱلمُشرِكِينَ

Katakanlah: “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.” (QS. Yusuf: 108).

Sebagaimana Nabi shallallahu alaihi wa sallam menyampaikan risalah yang Allah subahahu wa ta’ala turunkan kepada beliau, Beliau juga memerintah ummatnya untuk menyampaikan apa yang mereka terima darinya walaupun hanya satu ayat, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

بَلِّغُوا عَنِّى وَلَوْ آيَةً

Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari).

Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan, ولو آية maksudnya adalah walau hanya satu ayat, hendaknya setiap orang yang mendengarnya bersegera menyampaikan ilmu yang dia terima walaupun sedikit, agar semua ilmu yang datang dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam terus bersambung.”

Sebagian ulama menjelaskan bahwa dalam hadits diatas Rasulullah SAW menggunakan kata ‘ayat’ untuk mengungkapkan ilmu yang paling sedikit yang mungkin di miliki oleh seseorang, sehingga jika ia mengetahui lebih dari satu ayat otomatis lebih diperintahkan lagi untuk menyampaikannya kepada orang lain.

Dengan demikian maka dalam hadits ini Nabi shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan semua kaum muslimin baik lelaki atau perempuan untuk menyampaikan ilmu bermanfaat yang diketahuinya, karena tak mungkin seorang muslim tidak memiliki ilmu apapun tentang agama islam.

Selain itu Nabi shallallahu alaihi wa sallam juga pernah berkhutbah di dihadapan khalayak kaum muslimin pada haji wada’ dan menyampaikan pesan-pesan yang begitu berharga yang akan selalu menjadi pedoman kaum muslimin sepanjang masa, kemudian beliau berpesan kepada semua yang hadir untuk menyampaikan isi khutbah beliau kepada yang tidak hadir, diantara isi khutbahnya adalah:

Ya Allah, sudahkah aku menyampaikan pesan ini kepada mereka?

Kamu sekalian akan menemui Allah, maka setelah kepergianku nanti janganlah kamu menjadi sesat seperti sebagian kamu memukul tengkuk sebagian yang lain.

Hendaklah mereka yang hadir dan mendengar khutbah ini menyampaikan kepada mereka yang tidak hadir, karena bisa jadi orang yang mendengar berita tentang khutbah ini lebih memahami isinya daripada mereka yang mendengar langsung pada hari ini.”

Pada khutbah ini pesan terakhir Rasulullah shallallahu alaihi wa salam adalah menyampaikan isi khutbah beliau kepada yang tidak hadir, dan tentu tidak semua yang mendengarkan khutbah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam orang alim seperti halnya Abu Bakar atau Ali bin Abi Thalib dan sahabat-sahabat senior lainnya, diantara mereka ada yang alim dan ada yang tidak, namun Nabi shallallahu alaihi wa sallam tetap memerintah mereka semua yang hadir untuk menyampaikan apa yang beliau sampaikan kepada  yang tidak hadir.

Kesimpulannya kita diperintahkan untuk menyampaikan ilmu yang kita ketahui sekecil apapun ilmu tersebut, karena kita tidak tahu mungkin dari sedikit ilmu yang kita bagikan dapat memberi manfaat dan menjadu sebab hidayah bagi orang lain.
Wallahu a’lam

Oleh: Arinal Haq

Artikel : www.hisbah.net

Ikuti update artikel di Fans Page Hisbah.net
Twitter @Hisbahnet,

About Author

Continue Reading
4 Comments

4 Comments

  1. Wan sulaiman

    03/11/2017 at 09:41

    Saya berbeza pendapat sedikit. Jika kita lihat dari konsistensi penggunaan perkataan “ayat” di dalam kitab-kitab hadis, apabila perkataan “ayat” disebut ia sering dikaitkan bukan kepada tutur-kata Nabi tapi kepada ayat-ayat Al-Quran itu sendiri. Dan begitu juga di dalam Quran, perkataan “ayat” adalah merujuk kepada ayat-ayat Al-Quran atau tanda-tanda kekuasaan Allah set. Wallahu’alam 🙂

  2. Faksi

    06/12/2017 at 04:51

    Kok penjelasan disini bertentangan dgn muslim.or.id ya ?

  3. Islan

    06/05/2021 at 15:17

    Penjelasan sebuah Hadist (hanya ballighu anni walau ayat) yang dipotong, sehingga menjadi penjelasan yang menyesatkan

  4. weddingque

    08/09/2021 at 00:53

    sangat inspiratif dan membangun
    semoga terus memberikan manfaat bagi pembaca

    Menerima kebaikan adalah menyimak, memahami, dan melaksanakan ajakan kebaikan hingga menjadi perbuatan. Setiap ilmu tentang kebaikan yang kita terima bukan sekadar menjadi pengetahuan melainkan harus menjadi amal, sehingga langkah dan kegiatan mencari ilmu tidak sia-sia

    salam,,

    fotografer murah

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

baru

Jangan Hanya Menjadi Jembatan Kebaikan

Published

on

Berdakwah adalah kewajiban kedua setelah berilmu, sedangkan kewajiban pertamanya adalah mengamalkan ilmu tersebut.

Sehingga, pihak pertama yang seharusnya mendapatkan manfaat dari ilmu itu adalah diri sendiri sebelum orang lain.

Namun, ketika seseorang mendakwah suatu ilmu kepada orang lain, tentang perintah ibadah atau larangan dari suatu maksiat, namun ternyata orang yang mendakwahi itu melupakan dirinya sehingga melakukan apa yang bertentangan dari yang disampaikannya, maka sungguh dia berada di atas bahaya yang besar.

Allah Ta’ala berfirman:

أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ  أَفَلَا تَعْقِلُونَ

Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab? Maka tidaklah kamu berpikir? (QS Al Baqarah: 44)



Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

يُؤْتَى بِالرَّجُلِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُلْقَى فِي النَّارِ فَتَنْدَلِقُ أَقْتَابُ بَطْنِهِ فَيَدُورُ كَمَا يَدُورُ الْحِمَارُ بِالرَّحَى فَيَجْتَمِعُ إِلَيْهِ أَهْلُ النَّارِ فَيَقُولُونَ يَافُلَانُ مَالَكَ أَلَمْ تَكُنْ تَأْمُرُ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَى عَنِ الْمُنْكَرِ فَيَقُوْلُ بَلَى قَدْ كُنْتُ آمُرُ بِالْمَعْرُوْفِ وَلاَ آتِيْهِ وَأَنْهَى عَنِ الْمُنْكَرِ وَآتِيْهِ

 

Seorang laki-laki didatangkan pada hari kiamat lalu dilemparkan ke dalam neraka, sehingga isi perutnya terurai, lalu ia berputar-putar seperti keledai berputar-putar mengelilingi alat giling (tepung). Para penghuni neraka mengerumuninya seraya bertanya, ‘Wahai Fulan! Ada apa denganmu? Bukankah engkau dahulu menyuruh orang melakukan perbuatan ma’ruf dan mencegah perbuatan munkar?’ Ia menjawab, ‘Benar. Aku dahulu biasa menyuruh orang melakukan perbuatan ma’ruf tapi aku tidak melakukannya. Aku mencegah kemunkaran, tetapi justru aku melakukannya. (HR Bukhari dan Muslim)



Maka, hendaklah setiap orang yang menyebarkan kebaikan juga melaksanakan kebaikan itu, jangan sampai dia menjadi layaknya lilin yang menyinari sekitarnya namun dirinya sendiri terbakar tak tersisa, atau sekedar menjadi jembatan, sebagaimana yang dikatakan oleh Al Fudhail bin Iyadh –Rahimahullah- berikut:

إياك أن تدل الناس على الله ثم تفقد أنت الطريق، واستعذ بالله دائما أن تكون جسرا يعبر عليه إلى الجنة، ثم يرمي في النار

(سير أعلام النبلاء 291/6)

“Jangan sampai engkau menuntun manusia kepada Allah Ta’ala kemudian engkau sendiri malah kehilangan jalan itu.

Maka teruslah meminta perlindungan kepada Allah Ta’ala agar engkau tidak menjadi layaknya sekedar jembatan yang mengantarkan orang-orang menuju surga, namun engkau sendiri  kemudian terlempar ke neraka”.

(Siyar A’lam Annubalaa’ hlm 291/6)



Semoga Allah Ta’ala senantiasa memberikan taufik-Nya kepada kita semua dan menjauhkan kita dari ilmu yang tidak bermanfaat.

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: HisbahTv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

About Author

Continue Reading

baru

Kufur dan Besarnya Dosa Sihir

Published

on

Sihir adalah salah satu alat syaitan yang digunakan oleh pengikutnya untuk menghancurkan kehidupan orang lain,seperti dengan mengirim sihir penyakit, pemisah, pencelaka, dan lain sebagainya.

Maka pertama, mempelajarinya adalah haram karena mengantarkan kepada kekufuran. Sebagaimana di dalam firman Allah Ta’ala:

وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الْآَخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ [البقرة: 102

Artinya: “Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir.” Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.” [QS. al-Baqarah (2): 102]
Dan yang dimaksud dari ayat di atas, bahwa kedua malaikat (Harut dan Marut) itu mengajarkan kepada manusia tentang peringatan terhadap sihir dan cara melawan ilmu sihir syaitan bukan mengajarkan untuk mengajak mereka melakukan sihir. (al–Jami’ li Ahkamil–Qur’an, Juz II, hal. 472).



Dan begitu juga, peringatan tersebut juga berlaku kepada mereka yang minta pertolongan dukun untuk menyihir orang lain, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:


عن عمران بن الحصين رضي الله عنه قال: قال رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَطَيَّرَ أَوْ تُطُيِّرَ لَهُ أَوْ تَكَهَّنَ أَوْ تُكُهِّنَ لَهُ أَوْ سَحَرَ أَوْ سُحِرَ لَهُ وَمَنْ أَتَى كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  – رواه البزّار بإسناد جيد

Dari Imran bin Hushain Radhiyallahu anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,” bukan dari golongan kami orang yang menentukan nasib sial dan untung berdasarkan burung dan lainnya, yang bertanya dan yang menyampaikannya, atau yang melakukan praktek perdukunan dan yang meminta untuk didukuni atau yang menyihir atau yang meminta dibuatkan sihir, dan barang siapa yang mendatangi dukun dan membenarkan apa yang ia katakan, maka sesungguhnya ia telah kafir pada apa yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam “. [HR Bazzar dengan sanad Jayyid].
Oleh karenanya, maka sihir adalah salah satu dosa besar dan bahkan urutan kedua setelah kesyirikan,  sehingga termasuk yang paling mencelakakan nasib seorang hamba di  dunia apalagi di akhirat. Maka harus dijauhi sejauh mungkin.

Nabi bersabda:

اِجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوْبِقَاتِ اَلشِّرْكُ بِاللهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِىْ حَرَّمَ اللهُ اِلاَّ بِالْحَقِّ وَاٰكِلُ الرِّبَا وَاٰكِلُ مَالِ الْيَتِيْمِ وَالتَّوَلِّى يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفَ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلاَتِ الْمُؤْمِنَاتِ [رواه البخارى ومسلم]

Artinya: Jauhilah tujuh perkara yang merusak (dosa besar). Para shahabat bertanya, “Apa saja ketujuh perkara itu wahai Rasulullah?” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Syirik kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, sihir, membunuh seseorang yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala kecuali dengan jalan yang benar, memakan harta riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang dan menuduh zina terhadap perempuan-perempuan mukmin.” [HR. al-Bukhari dan Muslim]


Maka, selayaknya dan sepatutnya seorang muslim tidak dekat-dekat meski sejengkalpun dari sihir dan semua yang berkaitan dengannya, karena Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk mengesakannya saja dalam ibadah dan aqidah, bukan meminta pertolongan ke selain-Nya.

 

Dan semoga Allah Ta’ala menjaga kita dan kaum muslimin dari kejahatan sihir dan pelakunya.

Ustadz Muhammad Hadromi, Lc Hafizhahullahu Ta’ala

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: HisbahTv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

About Author

Continue Reading

baru

Seorang Da’i Pasti Diuji

Published

on

Berdakwah di jalan Allah Ta’ala adalah jalan para Nabi dan Rasul ‘Alaihimussalaam. Jalan terbaik yang akan mengantarkan seorang hamba kepada surga Allah Ta’ala, karena dengannya seseorang akan mendapatkan pahala berkali lipat.

Allah Ta’ala berfirman:

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?” )QS Fussilat: 33)

 

Dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ اْلأَجْرِ مِثْلُ أُجُوْرِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئًا، وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ ، كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا

 “Barangsiapa mengajak (manusia) kepada petunjuk, maka baginya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan barangsiapa mengajak (manusia) kepada kesesatan maka ia mendapatkan dosa seperti dosa-dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.” (HR Muslim)

 

Namun perlu disadari, bahwa jalan para Nabi ini bukan berjalan di atas karpet merah para raja, namun dipenuhi dengan ujian dan cobaan sebab menghadapi manusia yang berpaling dari jalan Allah Ta’ala.

Rasulullah bersabda:

أَشَدُّ النَّاسِ بَلاَءً اْلأَنِبْيَاءُ ثُمَّ اْلأَمْثَلُ فَاْلأَمْثَلُ يُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلٰى حَسًبِ ( وَفِي رِوَايَةٍ قَدْرِ ) دِيْنُهُ فَإِنْ كَانَ دِيْنُهُ صَلَبًا اِشْتَدَّ بَلاَؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِي دِيْنِهِ رِقَةٌ اُبْتُلِيُ عَلٰى حَسَبِ دِيْنُهِ فَمَا يَبْرَحُ اْلبَلاَءُ بِالْعَبْدِ حَتىٰ يَتْرُكَهُ يَمْشِيْ عَلَى اْلأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيْئَةُ .

 

“Manusia yang paling dashyat cobaannya adalah para anbiya’ kemudian orang-orang serupa lalu orang-orang yang serupa. Seseorang itu diuji menurut ukuran (dalam suatu riwayat ‘kadar’) agamanya. Jika agama kuat, maka cobaannya pun dashyat. Dan jika agamanya lemah, maka ia diuji menurut agamanya. Maka cobaan akan selalu menimpa seseroang sehingga membiarkannya berjalan di muka bumi, tanpa tertimpa kesalahan lagi.”

(HR Tirmidzi)

Dan sebagaimana firman-Nya:

وَلَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ فَصَبَرُوا عَلَىٰ مَا كُذِّبُوا وَأُوذُوا حَتَّىٰ أَتَاهُمْ نَصْرُنَا  وَلَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ  وَلَقَدْ جَاءَكَ مِنْ نَبَإِ الْمُرْسَلِينَ

Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Allah kepada mereka. Tak ada seorangpun yang dapat merubah kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Dan sesungguhnya telah datang kepadamu sebagian dari berita rasul-rasul itu. )QS Al An’am: 34)

 

Maka, dengan menyadari realita ini, seorang dai akan dapat menerima keadaan yang menerpanya, sembari selalu bertawakkal dan mengharapkan balasan yang terbaik dari Allah Ta’ala semata, bukan kepada manusia.

Imam Ibnu Katsir mengatakan:

“كل من قام بحق أو أمر بمعروف أو نهى عن منكر فلا بد أن يؤذى، فما له دواء إلا الصبر في الله والاستعانة بالله والرجوع إلى الله”

-تفسير ابن كثير 2/180

“Siapa saja yang menegakkan kebenaran, atau menyeru kepada yang makruf, atau melarang dari yang munkar, pasti dia akan disakiti. maka tidak ada obat baginya melainkan bersabar karena Allah, meminta tolong kepada Allah dan kembali kepada Allah Ta’ala”. (Tafsir Ibnu Katsir 180/2)

 

Jadi, hanya kesabaranlah yang menjadi penawar dan solusinya.

Sebagaimana para Nabi yang sabar mendakwahi kaum-kaum mereka bertahun-tahun.

Dan yang  terakhir untuk disadari, hidayah dari Allah Ta’ala, tidak bisa dipaksakan orang lain untuk segera menerima dakwah dan berubah. Karena kewajiban da’i hanyalah menyampaikan dakwah dengan sebaik-baiknya. Dan baginya balasan terbaik dari Allah Ta’ala.

 

Semoga Allah Ta’ala menguatkan para da’i di atas jalannya dan memberikan hidayah kepada umat mereka.

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: HisbahTv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

About Author

Continue Reading

Trending