Connect with us

Fatwa

Waspadailah Zina dan Penyebabnya

Published

on

Allâh Ta’ala telah mengharamkan semua perbuatan keji, yang nampak maupun yang tidak nampak. Allâh Ta’ala juga melarang mendekati segala perbuatan keji itu serta memerintahkan agar menjauhi dan menutup segala akses yang bisa menyeret kearah perbuatan terlarang. Semua itu sebagai wujud rahmat (kasih sayang) Allâh Ta’ala kepada para hamba dan wujud penjagaan yang Allâh Ta’ala berikan kepada para hamba-Nya agar tidak terkena sesuatu yang membahayakan di dunia dan akhirat mereka.

Diantara perbuatan keji yang telah Allâh Ta’ala haramkan dalam kitab-Nya dan lewat lisan Rasul-Nya adalah perbuatan zina. Berbagai macam metode ditempuh dalam mengharamkan perbuatan tabu ini. Terkadang dengan menggunakan kalimat “Jangan mendekati” serta memupus dan menutup semua akses kearah sana; terkadang dengan menyematkan gelar terburuk bagi perbuatan layak hewan ini; terkadang juga dengan menjelaskan sifat kaum muslimin yang tidak berzina; menyebutkan ancaman bagi pelakunya dan berbagai metode lainnya. Intinya perbuatan zina diharamkan dalam Islam.

Selain mengharamkan serta menjelaskan kekejian dan akibat buruk perbuatan amoral ini, syari’at Islam yang sempurna ini juga mengharamkan segala akses yang menuju kearah sana sebagai bentuk tindakan prefentif. Pengharaman segala akses ini sekaligus sebagai penghalang dari perbuatan keji ini.

Diantara syari’at-syari’at tersebut :

 

1. Penegakan hadd (sanksi) terhadap pelaku zina

Bagi pelaku yang belum menikah maka dikenakan sanksi berupa cambukan 100 kali dan diasingkan selama satu tahun penuh. Sedangkan yang telah menikah, maka sanksinya adalah dirajam (dilempari) batu sampai mati.

Allâh Ta’ala memerintahkan agar hadd ini ditegakkan dengan tegas, jangan sampai rasa kasihan terhadap mereka menyebabkan kita menyia-nyiakan hukum-Nya ini. Allâh Ta’ala juga memerintahkan pelaksanaan hadd ini di hadiri kaum muslimin, sehingga lebih mengena dan memberikan efek jera pada jiwa pelaku dan orang-orang yang menyaksikan.

 

2. Allâh Ta’ala memerintahkan menahan pandangan mata

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya;  yang demikian itu lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allâh Maha mengetahui apa yang mereka perbuat”.

Dan katakanlah kepada wanita yang beriman:

“Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya”. (Qs an-Nûr/24: 30-31)

Karena pandangan merupakan pintu yang mengawali terjadinya zina, maka Allâh Ta’ala menjadikan perintah “Menahan Pandangan” sebagai pendahuluan sebelum perintah menjaga kemaluan. Semua kejadian memalukan ini bermula dari pandangan mata, sebagaimana api besar yang berkobar bermula dari percikan api yang diremehkan. Berawal dari pandangan, kemudian angan-angan, kemudian melangkah dan akhirnya terjerumus. Maka barangsiapa mengumbar pandangannya untuk melihat sesuatu yang diharamkan oleh Allâh Ta’ala, berarti dia telah menyeret dirinya menuju jurang kehancuran.

Rasûlullâh Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam bersabda : Wahai Ali, janganlah engkau mengiringi pandanganmu

(terhadap sesuatu yang diharamkan)  dengan pandangan berikutnya. Karena engkau tidak berdosa pada pandangan pertama namun tidak berhak pada pandangan kedua.[ HR Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi. Imam Tirmidzi mengatakan hadits hasan gharîb.]

Sebaliknya, orang-orang yang senantiasa menahan pandangan matanya, maka Allâh Ta’ala akan memberikan anugerah kepadanya berupa halawatul ibadah (ketenteraman dalam beribadah-red) sampai kiamat tiba.

 

3. Allâh Ta’ala juga memerintahkan wanita-wanita Islam untuk berhijab

Allâh Ta’ala memerintahkan kaum wanita mukminah agar berhijab demi menjaga diri mereka dan kaum lelaki agar tidak terjerumus dalam tipu daya setan.

Allâh Ta’ala berfirman : Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka. (Qs an-Nûr/24: 31)

Allâh Ta’ala juga berfirman: Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu,  anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin:  “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”.

(Qs al-Ahzâb/33: 59) Allâh Ta’ala juga berfirman: Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. (Qs al-Ahzâb/33: 53)

Ini semua dalam rangka melindungi para wanita dan laki-laki agar tidak terjerumus dalam perbuatan amoral ini. Namun para penyeru kerusakan di zaman ini, mengajak kita untuk merobohkan dinding pelindung ini dan agar wanita keluar dengan bebas tanpa menutupi aurat. Mereka ingin melihat masyarakat muslimin tenggelam dan larut dalam perbuatan yang tidak bermoral ini.

Sepak terjang mereka ini bukanlah suatu yang aneh, karena memang mereka mengadopsi peraturan dari induk semang mereka yang ingkar kepada Allâh Ta’ala serta tidak mengambil peraturan dari wahyu Allâh Ta’ala. Para wanita rendahan yang tersilaukan dengan slogan-slogan pengadopsi peraturan kufur ini lalu menyambut ajakan tersebut berarti ia telah mengganti ketaatan kepada Allâh Ta’ala dengan kemaksiatan, telah menggeser ridha Allâh Ta’ala digantikan dengan murka-Nya, serta pahala ditukar dengan siksa-Nya. Alangkah buruk sikap wanita ini terhadap terhadap dirinya sendiri dan masyarakatnya. Ia mentaati makhluk dalam berbuat maksiat kepada Allâh Ta’ala. Iyadzan billah.

 

4. Islam melarang seorang laki-laki berkhalwat dengan wanita yang bukan mahramnya

Berkhalwat (berduaan) dengan wanita yang bukan mahram berarti membuka peluang bagi setan untuk menyeret keduanya agar terjerumus dalam perbuatan keji. Bagaimanapun tingkat ketakwaan dan keimanan keduanya tetap saja peluang terjerumus itu ada. Dalam kitab shahih Bukhari dan Muslim, Ibnu Abbas radhiallâhu’anhu meriwayatkan bahwa Rasûlullâh Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam bersabda :   Jangan sekali-kali seorang lelaki berkhalwat dengan seorang wanita kecuali kalau ditemani oleh mahram wanita tersebut.

Jadi, orang yang berkhalwat dengan wanita yang bukan mahramnya berarti telah melakukan perbuatan maksiat kepada Allâh dan Rasul-Nya, baik berduaan itu di dalam rumah, kantor, toko, mobil, tempat rekreasi, atau lainnya.

Nabi Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam bersabda: Janganlah kamu masuk menemui wanita-wanita (yang bukan mahram-pent)! Seorang laki-laki bertanya: “Bagaimana tentang kerabat suami?”  Nabi menjawab: “Kerabat suami (jika berduaan dengan wanita itu menyebabkan kehancuran seperti) kematian”.  (HR. Bukhâri dan Muslim)

 

5. Islam mengharamkan seorang wanita melakukan safar tanpa mahram.

Disebutkan dalam hadits : Dari Ibnu Abbas radhiallâhu’anhu, beliau menceritakan :

Nabi Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam bersabda :  “Seorang wanita tidak boleh melakukan safar kecuali bersama mahramnya, dan seorang laki-laki tidak boleh masuk menemui wanita  kecuali kalau ada mahram yang menemani wanita itu”.  Lalu salah seorang laki-laki berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya berkehendak keluar dalam tentara ini dan itu, sedangkan istriku berniat melakukan ibadah haji”. Maka Nabi bersabda: “Keluarlah engkau (berhaji) bersama istrimu!”.  (HR. Bukhâri, no. 1862; Muslim, no. 1341)

Maka wanita-wanita yang melakukan perjalanan keluar kota seorang diri tanpa mahram telah menyelisihi tuntunan Nabi yang mulia ini.

 

6. Islam mengharamkan tabarruj (bersolek) bagi wanita.

Islam mengharamkan wanita muslimah bertabarruj (berdandan menor) saat keluar rumah. Karena hal ini akan menarik perhatian laki-laki yang mengidap penyakit hati dan sarana menuju perbuatan keji.

Allâh Ta’ala berfirman:  Dan janganlah kamu tabarruj (berhias dan bertingkah laku) seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu. (Qs al-Ahzâb/33: 33)

Inilah tuntunan dari Allâh Ta’ala buat kaum hawa. Namun sangat disayangkan, saat ini banyak wanita muslimah menyelisihi ayat yang mulia ini. Mereka memakai pakaian termegah dan wewangian termewah ketika keluar menuju pasar atau lainnya. Apa yang mereka lakukan ini telah cukup mendatangkan dosa buat mereka. Jika kaum wanita yang hendak keluar menuju masjid untuk beribadah disyaratkan agar tidak memakai minyak wangi, maka bagaimana dengan mereka yang keluar menuju selain masjid ?

Itulah diantara syari’at-syari’at yang Allâh Ta’ala tetapkan sebagai pencegahan sejak dini dari perbuatan nista ini. Maka hendaklah kita semua bertaqwa kepada Allâh dan menjauhi segala sarana yang menghantarkan menuju kejahatan yang keji ini. Wallohu a’lam

About Author

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fatwa

Bagaimana Manusia Berhadapan dengan Bulan Puasa ? ***

Published

on

Bagaimana Manusia Berhadapan dengan Bulan Puasa ?

***

Alhamdulillah. Kita bersyukur kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-yang telah menjadikan bulan Ramadhan sebagai bulan puasa. Sungguh, ini bagian dari nikmatnya yang utama, karena di didalamnya terdapat banyak kebaikan yang beraneka ragam bentuknya. Bahkan, puasa pun yang merupakan bagian dari amal yang disyariatkan-Nya untuk mengisi waktu-waktu di siang harinya, mulai sejak terbitnya fajar hingga tenggelamnya matahari adalah merupakan bagian dari nikmat-Nya yang utama, karena ternyata amal ini banyak keutamaan dan keistimewaannya.

 

Namun demikian, bagaimana dengan kita, manusia ketika berhadapan dengan bulan puasa ini ? Apakah semua orang memiliki sikap yang sama ?

 

Mari kita baca tulisan berikut ini, mudah-mudahan Anda akan menemukan jawabannya.

 

Selamat membaca. Semoga Anda mendapatkan sejumlah manfaat darinya. Amin

***

Klasifikasi Manusia

Terkait dengan bulan Ramadhan, manusia terbagi menjadi beberapa macam :

 

Pertama, kelompok yang menunggu kedatangan bulan ini dengan penuh kesabaran. Ia bertambah gembira dengan kedatangannya, hingga ia pun menyingsingkan lengan dan bersungguh-sungguh mengerjakan segala macam bentuk ibadah, seperti ; puasa, shalat, sedekah, dan lain sebagainya. Ini merupakan kelompok yang terbaik.

 

Ibnu Abbas-رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا-menuturkan, “Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ- adalah orang yang paling dermawan. Namun, beliau lebih dermawan lagi pada bulan Ramadhan, ketika beliau ditemui Jibril. Setiap malam pada bulan Ramadhan, Jibril menemui beliau hingga akhir bulan. Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ-membacakan al-Qur’an kepadanya. Bila beliau bertemu Jibril, beliau lebih berderma daripada angin yang bertiup.” (HR. al-Bukhari)

 

Kedua, kelompok yang sejak bulan Ramadhan datang sampai berlalu, keadaan mereka tetap sama saja seperti sebelum Ramadhan. Mereka tidak terpengaruh oleh bulan puasa itu serta tidak bertambah senang atau bersegera dalam hal kebaikan. Kelompok ini adalah orang-orang yang menyia-nyiakan keuntungan besar yang nilainya tidak bisa diukur dengan apa pun. Sebab, seorang muslim akan bertambah semangatnya pada waktu-waktu yang banyak terdapat kebaikan dan pahala di dalamnya.

 

Ketiga, kelompok yang tidak mengenal Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, kecuali pada bulan Ramadhan saja. Bila bulan Ramadhan datang, Anda dapat melihat mereka ikut rukuk dan sujud dalam shalat. Tetapi, bila Ramadhan berakhir, mereka kembali berbuat maksiat seperti semula. Mereka adalah kaum yang disebutkan kepada imam Ahmad dan Fudhil bin ‘Iyadh dan keduanya berkata, “Mereka adalah seburuk-buruk kaum lantaran tidak mengenal Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-kecuali pada bulan Ramadhan.”

 

Karena itu, setiap orang yang termasuk dalam kelompok ini semestinya tahu bahwa ia telah menipu dirinya sendiri dengan perbuatannya tersebut. Setan pun juga memperoleh keuntungan besar darinya. Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

 

الشَّيْطَانُ سَوَّلَ لَهُمْ وَأَمْلَى لَهُمْ  [محمد : 25]

 

Setan telah menjadikan mereka mudah (burbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka.” (Muhammad : 25)

 

Sebagai bentuk ajakan dan peringatan untuk kelompok seperti mereka, hendaklah mereka bertaubat kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-dengan sebenar-benarnya taubat. Kami menghimbau agar mereka memanfaatkan bulan ini untuk kembali dan tunduk kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-serta meminta ampun dan meninggalkan perbuatan buruk yang telah lalu. Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَى  [طه : 82]

 

“Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal shaleh, kemudian tetap di jalan yang benar.” (Thaha : 82)

 

إِلَّا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا  [الفرقان : 70]

 

“Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal shalih, maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (al-Furqan : 70)

 

Bila Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-telah mengetahui ketulusan dan keikhlasan mereka, maka Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-akan memaafkan mereka sebagaimana yang Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-janjikan. Karena, Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- tidak akan mengingkari janji-Nya. Namun, bila mereka tetap saja berbuat maksiat, maka kita harus mengingatkan perbuatan mereka, dan menyampaikan bahwa mereka dalam bahaya besar. Bahaya macam apalagi yang lebih besar daripada meremehkan kewajiban, batasan-batasan, perintah, dan larangan-Nya.

 

Keempat, kelompok yang hanya perutnya saja yang berpuasa dari segala macam makanan, namun tidak manahan diri dari selain itu. Anda akan melihatnya sebagai orang yang paling tidak berselera terhadap makanan dan minuman. Akan tetapi, mereka tidak merasa gerah ketika mendengar kemungkaran, ghibah, adu domba, dan penghinaan. Bahkan, inilah kebiasaannya pada bulan Ramadhan dan bulan-bulan lainnya.

Kepada orang seperti ini, perlu kita sampaikan bahwa kemaksiatan pada bulan Ramadhan dan bulan lainnya itu diharamkan, tetapi lebih diharamkan lagi pada bulan Ramadhan, menurut pendapat sebagian ulama. Dengan kemaksiatan tersebut berarti mereka telah menodai puasa dan menyia-nyiakan pahala yang banyak.

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ -ia berkata, Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ-bersabda,

 

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

 

“Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta, maka tidak ada kebutuhan bagi Allah terhadap tindakan orang yang meninggalkan makan dan minumnya.”

(HR. al-Bukhari dan Abu Dawud)

 

Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-juga bersabda,

لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الْأَكْلِ وَ الشُّرْبِ إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَ الرَّفَثِ

 

“Puasa itu bukan sekedar menahan makan dan minum, tetapi puasa itu adalah meninggalkan perbuatan sia-sia dan perkataan keji” (HR. Ibnu Khuzaimah)

 

Kelima, kelompok yang menjadikan siang hari untuk tidur, sedangkan malam harinya untuk begadang dan main-main belaka. Mereka tidak memanfaatkan siangnya untuk berdzikir dan berbuat kebaikan, tidak pula membersihkan malamnya dari hal-hal yang diharamkan.

Kepada orang-orang seperti ini perlu kita sampaikan agar mereka takut kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berkenaan dengan diri mereka. Janganlah menyia-nyiakan kebaikan yang datang kepada mereka. Mereka telah hidup sejahtera dan makmur. Hendaklah mereka bertaubat kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-dengan taubat nasuha dan bergembira dengan berita dari Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-yang menyenangkan.

 

Keenam, kelompok yang tidak mengenal Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-pada bulan Ramadhan dan tidak pula pada bulan lainnya. Mereka adalah kelompok yang paling buruk dan berbahaya. Anda akan  melihat  mereka tidak memperhatikan shalat atau puasa. Mereka meninggalkan kewajiban itu secara sengaja, padahal kondisinya sehat dan segar bugar. Setelah itu mereka mengaku sebagai orang Islam. Padahal, Islam sangat jauh dari mereka, bagaikan jauhnya Barat dan Timur. Orang-orang Islam pun berlepas diri dari mereka.

 

Kepada orang-orang semacam ini perlu dikatakan, “Segeralah bertaubat dan kembalilah kepada agama kalian. Lipatlah lembaran hitam hidup kalian. Sesungguhnya, Rabb kalian Maha Penyayang kepada siapa saja yang mentaati-Nya, dan sangat keras siksanya kepada orang yang mendurhakai-Nya.”

 

Demikianlah, klasifikasi manusia secara global berkaitan dengan bulan Ramadhan (bulan puasa). Meski mungkin sebagian kelompok masuk pada kelompok lainnya, namun ini perlu dijelaskan.

 

Wallahu A’lam

 

Amar Abdullah bin Syakir

 

Sumber :

Mukhalafat Ramadhan, Abdul Aziz bin Muhammad as-Sadhan, ei, hal. 25-29

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: MDH tv (Media Dakwah Hisbah )
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

About Author

Continue Reading

Fatwa

Sanksi Berat Bagi Orang Yang Berbuat Keji

Published

on

Agama Yahudi menerapkan hukuman berat bagi pelaku zina, berupa hukuman fisik dan moral.

Hukuman Fisik

Taurat telah menetapkan hukuman berat bagi pelaku zina, yaitu : dibunuh, dibakar, atau dirajam dengan batu.

Adapun hukuman bunuh disebutkan dalam Imamat:

“Bila seorang laki-laki berzina dengan istri orang lain, yakni berzina dengan istri sesamanya manusia, pastilah keduanya dihukum mati, baik laki-laki maupun perempuan yang berzina itu. Bila seorang laki-laki tidur dengan seorang istri ayahnya, jadi ia melanggar hak ayahnya, pastilah keduanya dihukum mati, … [1]

Adapun hukuman bakar hingga mati, “Bila seorang laki-laki mengambil seorang perempuan dan ibunya, itu suatu perbuatan mesum; ia dan kedua perempuan itu harus dibakar, supaya jangan ada perbuatan mesum di tengah-tengah kamu.”[2]

Adapun hukuman rajam, disyariatkan untuk wanita yang tidak ‘iffah (menjaga kesucian diri) setelah menikah, maka ia harus dirajam oleh seluruh penduduk kota. Dan disebutkan dalam Ulangan, “Tetapi jika tuduhan itu benar dan tidak didapati tanda-tanda keperawanan pada si gadis, maka haruslah si gadis di bawa  ke luar ke depan pintu rumah ayahnya, dan orang-orang sekotanya haruslah melempari dia dengan batu, sehingga mati-sebab dia telah menodai orang Israel dengan bersundal di rumah ayahnya. Demikianlah harus kau hapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu.” [3]

Demikian pula jika seorang lelaki menzinai wanita yang telah dipinang, maka keduanya dirajam hingga mati. Disebutkan dalam Ulangan, “Apabila ada seorang gadis yang masih perawan dan yang sudah bertunangan –jika seorang laki-laki bertemu dengan dia di kota dan tidur dengan dia, maka haruslah mereka kedunya kamu bawa keluar ke pintu gerbang kota dan kamu lempari dengan batu sehingga mati…[4]

Hukuman Moral

Taurat tidak hanya menetapkan hukuman fisik bagi pelaku zina, akan tetapi menetapkan pula hukuman moral dan sosial. Taurat menyatakan bahwa wanita pezina adalah kotor, hina dan telah keluar dari kelompok Tuhan, serta tebusan nadzarnya tidak akan diterima.

Pernyataan bahwa zina sebagai perbuatan kotor terdapat dalam Yosua, “Setiap wanita pezina adalah kotor seperti sampah di jalan.” [5]

Adapun pernyataan bahwa dia keluar dari golongan Bani Israel-kelompok Tuhan menurut istilah mereka-terdapat dalam Ulangan, “ Di antara anak-anak perempuan Israel janganlah ada pelacur bakti, dan di antara anak-anak lelaki Israel janganlah ada semburit bakti.” [6]

Adapun pernyataan bahwa tidak diterima tebusan nadzarnya, disebutkan dalam kitab yang sama, “Janganlah kau bawa upah sundal atau uang semburit ke dalam rumah Tuhan, Allahmu, untuk menepati satu nadzar, sebab keduanya itu adalah kekejian bagi Tuhan, Allahmu.” [7]

Cap hina dan kotor tidak hanya mencoreng pelaku zina saja, akan tetapi berimabas kepada keturunan atau generasi mereka selanjutnya, seperti yang disebutkan dalam Ulangan : “Seorang anak haram janganlah masuk jamaah Tuhan, bahkan keturunannya yang kesepuluhpun tidak boleh masuk jamaah Tuhan.” [8]

Wallahu A’lam

About Author

Continue Reading

baru

Pacaran,adalah Cara Mendekati Hal Yang Salah

Published

on

 

**

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا  [الإسراء : 32]

**

Pacaran secara faktual merupakan salah satu wasilah menuju zina, karena pacaran tidak terlepas dari perkara-perkara yang menjadi pengantar perbuatan keji tersebut, seperti saling memandang, bergandengan tangan, duduk berdekatan, bermesraan di saat ngobrol dan lain sebagainya. Semua perkara ini akan membangkitkan nafsu birahi baik secara langsung maupun tidak langsung.

Ketika kesempatan terbuka dan keimanan dari masing-masing pihak terus melemah. Akhirnya terjerumuslah mereka ke dalam perbuatan keji (zina). Penyesalan tinggallah penyesalan. Kehormatan wanita telah terampas. Kesucian diri telah ternoda, dan nama baik keluarganya telah tercoreng. Mereka telah melakukan salah satu dosa besar yang sangat dibenci oleh Allah.

Sebuah kaedah mengatakan, “Sebuah wasilah (perantara) memiliki status hukum yang sama dengan maksud (yang menjadi tujuan).” Artinya apabila tujuannya adalah perkara yang haram, maka wasilah yang bisa mengantar pada tujuan tersebut juga menjadi haram. Zina hukumnya haram, maka hal-hal yang bisa menjerumuskan dan mengarah kepada perbuatan zina hukumnya haram. Oleh karena itu, pacaran adalah perbuatan haram. Mengapa ? Karena pacaran adalah wasilah yang bisa menjerumuskan para pelakunya pada perbuatan keji tersebut (zina).

Adalah fakta yang tak terbantahkan bahwa pacaran adalah pemicu atau jalan menuju zina. Kementrian Kesehatan RI (2009) pernah merilis perilaku seks bebas remaja dari penelitian di empat kota yakni Jakarta Pusat, Medan, Bandung, dan Surabaya. Hasil yang didapat sebanyak 35,9 persen remaja punya teman yang sudah pernah melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Bahkan, 6,9 persen responden telah melakukan hubungan seksual pranikah.

Kepala Badan Koordinasi Keluarga berencana Nasional (BKKBN), Sugiri Syarief mengungkapkan bahwa berdasarkan data yang dimilikinya menunjukkan sejak 2010 diketahui sebanyak 50 persen remaja perempuan di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) sudah pernah melakukan hubungan seks alias zina. Bahkan, tidak sedikit di antara pelakunya hamil.

“Dari data yang kita himpun dari 100 remaja, dimana 51 remaja perempuannya sudah tidak lagi perawan, “ jelas Sugiri kepada sejumlah media dalam Grand Final Kontes Rap dalam memperingati Hari AIDS sedunia di lapangan parkir IRTI Monas, Ahad (28/11/2010).

Selain di Jabodetabek, ungkap Sugiri, data yang sama juga diperoleh di wilayah lain di Indonesia. Ia merinci, di Surabaya remaja perempuan lajang yang sudah hilang kegadisannya mencapai 54 persen, di Medan 52 persen, Bandung 47 persen, dan Yogyakarta 37 persen. Menurutnya, data ini dikumpulkan BKKBN selama kurun waktu 2010 saja.

Dari kasus perzinaan yang dilakukan para remaja putri, yang paling parah terjadi di Yogyakarta. Pihaknya menemukan dari hasil penelitian di Yogya kurun waktu 2010 setidaknya tercatat sebanyak 37 persen dari 1.160 mahasiswi di kota Gudeg tersebut menerima gelar MBA (marriage by accident) alias menikah akibat hamil maupun kehamilan di luar nikah.

Wallahu A’lam

Sumber :

Dosa-Dosa Pacaran yang Diaggap Biasa, Saed as-Saedy, hal. 36-38. Dengan sedikit gubahan.

Amar Abdullah bin Syakir
Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: MDH tv (Media Dakwah Hisbah )
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

 

About Author

Continue Reading

Trending