Keluarga
Nasehat Seorang Istri
Berikut ini adalah nasehat seorang saudari (yang berstatus sebagai seorang istri) kepada saudarinya muslimah (yang juga berstatus sebagai seorang istri) tentang kehidupan rumah tangga. Bagaimana ia berbuat kepada suaminya dan menjaga rumahnya ?
Mari kita simak bersama.
***
Saudariku yang mulia, berikut ini pengalaman hidup yang ingin aku sampaikan kepadamu. Barangkali berguna untuk kehidupan rumah tanggamu di masa depan. Dulu aku tidak berpengalaman, tidak memiliki seorang ibu yang perhatian, atau guru yang membantuku dengan pengalaman hidup yang ia miliki dan ia pelajari dari kehidupan rumah tangganya. Aku juga tidak memiliki seorang kakak perempuan yang mempunyai spesifikasi tersebut. Itulah yang membuatku menyandarkan setiap keputusan di atas sudut pandangku yang kering kerontang dan tidak mengandung elemen-elemen yang benar untuk meraih kehidupan rumah tangga yang bahagia.
Aku pun percaya bahwa untuk mendapatkan semua hakku, setiap hari aku harus duduk bersama suamiku untuk menghadapi bermacam masalah rumah tangga yang sering diwarnai dengan perdebatan sengit, percekcokan, diskusi, dan introspeksi diri. Ketika mengemukakan persoalan, aku tidak berpegang pada keinginan pribadiku sehingga aku selalu merasa berdebar-debar. Bahkan, aku juga minta bantuan kepada teman-teman perempuanku yang memiliki banyak pengalaman menghadapi kesusahan hidup. Aku menapaki jalan hidup dengan selalu menuruti semua keinginanku yang tanpa kusadari telah menghancurkan kebahagiaan rumah tanggaku.
Selang waktu yang cukup lama, keluarga dan kebahagiaanku hancur. Aku mulai memperbaiki langkah dan usahaku sembari bercermin pada logika dan pendapat yang benar melalui pintu agama, akhlak, ilmu jiwa, mengambil teladan yang baik dari keluarga, dan para ibu yang memiliki pengalaman yang benar. Aku merangkum pengalaman-pengalaman tersebut sebagai berikut :
Dunia adalah tempat ujian dan cobaan. Berbahagialah orang yang mengetahui, tetap teguh, dan sabar menghadapinya. Kebahagiaan adalah qana’ah (penerima pemberian Allah), menerima kenyataan, serta melihat orang yang berada di bawah (dalam hal dunia) dan tidak melihat orang yang berada di atas (dalam hal dunia).
Hendaklah setiap orang mengenal nikmat-nikmat yang Allah anugerahkan kepadanya agar ia tahu bahwa dia orang yang kaya dan bahagia. Beberapa nikmat tersebut adalah nikmat Islam, sehat, aman, hidup tentram, keluarga, kerabat, harta, dan rezeki. Tiap manusia barulah akan mengetahui bentuk dan nilainya ketika ia telah kehilangan nikmat-nikmat tersebut.
Bayangkan, seandainya kamu tidak punya penglihatan atau pendengaran. Bayangkan juga seandainya kamu tidak memiliki makanan dan pakaian. Bayangkan seandainya kamu berada di sebidang tanah dalam keadaan cemas. Bayangkan seandainya kamu ditimpa penyakit ganas. Bahkan, meskipun ditimpa penyakit sekalipun, kamu tetap mendapat keuntungan yang besar jika dihadapi dengan sabar. Karena, sabar adalah ibadah yang paling dicintai oleh Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى. Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى berfirman,
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ [البقرة : 155]
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (al-Baqarah : 155)
Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى juga berfirman tentang nikmat yang diberikan kepada hamba-hamba-Nya :
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ [النحل : 18]
Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (an-Nahl : 18)
Dia سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى juga berfirman,
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ [الضحى : 11]
Dan terhadap nikmat Rabbmu maka hendaklah kamu siarkan (adh-Dhuha : 11)
Tulislah sebuah pernyataan, lalu letakkan di tempat yang mudah ditemukan seperti yang pernah kulakukan. Tulislah, “Aku akan menjadi seorang istri yang setia dan taat kepada suami. Selalu berusaha mencurahkan kebahagiaan dan suasana yang kondusif.”
Janganglah menyusahkan kehidupannya dan hindarilah perdebatan yang tidak berguna atau berbagai tuntutan yang menyebabkan pertengkaran. Terimalah persetujuannya atas keinginanmu dengan ucapan syukur dan doa. Terimalah juga ketidaksetujuannya dengan lapang dada dan ridha. Ketahuilah, bahwa kamu bagaikan orang yang menanam dan bekerja keras, lalu pada akhirnya kamu akan menuai kebaikan yang banyak.
Ketika gelisah karena ditimpa banyak masalah maka tulislah pada secarik kertas seperti yang pernah aku lakukan, kemudian robeklah. Merasalah bahwa jiwamu telah tenang. Jika terpaksa berdebat dengan suami, padahal kamu sedang gelisah, tunggulah sebentar sampai kamu merasa tenang dan kegelisahan itu sirna. Pilihlah waktu yang tepat bagi suami untuk memenuhi tuntutan, membuat pilar-pilar persetujuan, dan penerimaan. Janganlah memilih waktu ketika ia pulang kerja, saat ia gundah karena urusan-urusan kecil yang terakumulasi. Karena, pada saat seperti itu secara jasmani maupun rohani dia tidak siap untuk diskusi. Begitu pula ketika sebelum tidur, karena pada saat seperti itu barang kali ia sedang memikirkan sesuatu yang terjadi pada dirinya yang membuatnya gelisah dan insomnia.
Pilihlah waktu yang tepat, seperti ketika sebelum pergi keluar rumah. Terlebih ketika ia sedang ridha. Ungkapkanlah keinginanmu dan berilah kesempatan ia untuk berfikir dan memberi keputusan. Buatlah ia merasa ridha untuk menerima dua keadaan tersebut.
Sebuah nasehat yang tulus datang dari saudarimu yang memiliki banyak pengalaman agar kamu meraih apa yang kau inginkan dari suamimu dan menggapai harapan-harapanmu. Senantiasa gunakanlah akal sebagai pengganti dari perasaanmu untuk mengatasi problematika yang menghimpit. Berkorbanlah untuk suami dan mengalahlah supaya kau bisa mendapatkan hak-hakmu. Karena, kau tidak akan dapat menuai hasil apa pun dari perdebatan yang menyebabkan kebencian.
Janganlah mendebat suami seputar masalah yang harus dirahasiakan, seperti masalah-masalah pribadi. Janganlah kau mengeruhkan kebahagiaannya saat ia pulang dengan mempermasalahkan keterlambatannya atau tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan rumah tangga. Berusahalah untuk mengabaikan urusan-urusan kecil yang sekiranya tidak penting atau tidak membutuhkan alternatif lain.
Perlu dipahami bahwa hidup ini butuh kesabaran dan pengorbanan. Karena, dalam kehidupan itu penuh dengan kekeruhan dan kesusahan. Kehidupan dunia adalah jalan yang mengantarkan kita pada akhirat, kehidupan yang kekal. Untuk itu, tatkala fasilitas-fasilitas itu berkurang atau pemenuhan sebagian kebutuhan rumah tangga berkurang, lebih baik kita melupakan semua itu dengan pertimbangan kita akan memperoleh banyak kebaikan. Kita harus membicarakan aral-aral yang menimpa diri kita saat kita tidak bisa menunaikan apa-apa yang menjadi kewajiban kita.
Jika ingin merealisasikan sesuatu dalam kehidupan, tapi kau belum bisa mewujudkannya, maka berhentilah sejenak dan tempuhlah cara yang lain. Tempuhlah cara yang mengantarkan pada cinta suamimu. Gunakan akal dan mengalahlah agar kau bisa menuainya. Janganlah selalu menghitung-hitung kesalahan suami sehingga kesalahanmu akan dihitung. Janganlah menyusahkan suami sehingga ia menyusahkan dirimu sendiri.
Bandingkan realitas kehidupanmu dengan kehidupan orang-orang di bawahmu, bukan dengan kehidupan orang-orang di atasmu. Sesungguhnya kehidupan manusia memiliki beberapa indikasi. Masing-masing dari mereka memiliki kesedihan dan masalah, akan tetapi ia menguburnya dalam-dalam dan di hadapan khalayak ia memakai pakaian yang berkilau menggoda, sekiranya ia tampil di depan mereka dengan wajah yang ceria. Ia telah membunuh kesedihan yang menghimpitnya. Kehidupan melaju dengan cepat. Tinggallah kita semua yang tidak gentar dengan bentuk kematian sebagaimana kita tidak takut terhadap apa-apa yang terjadi sesudahnya.
Akhirnya, jika aku banyak tertinggal darimu, kembalikanlah risalah (surat) ini agar aku dapat mengambil manfaat darinya. Barangkali aku melupakan sebagian dari risalah itu, dan aku bersama suamiku menempuh jalan lain, khususnya ketika aku kehilangan suamiku yang pertama karena rasa cemburuku yang berlebihan.
**
Demikianlah untain mutiara nasehat yang disampaikan oleh seorang istri itu yang disampaikannya kepada saudarinya muslimah yang juga sebagai seorang istri. Mudah-mudahan Anda-wahai para pembaca yang budiman-dapat mengambil manfaat darinya. Amin
Wallahu A’lam
Amar Abdullah bin Syakir
Sumber :
Dinukil dari Mukaddimah buku berjudul ‘Asy-kuu Ilaiki Zaujatiy’, karya : Isham Muhammad Syarif, hal.viii-xiv.
Keluarga
Cinta Adalah Kunci Pembuka Hati
Apakah arti cinta di dalam kehidupan berumah tangga ?
Itulah keikhlasan, ketaatan, sikap saling memberi, saling mendahulukan. Cinta berarti mendahulukan hak sebelum hakmu. Ia berarti bahwa engkau harus melepaskan egomu saat pertengkaran agar rasa cinta dan saling memahami dapat kembali hadir menggantikan pertikaian dan perselisihan.
Salah seorang sahabat yang mulia, Abu Darda’, pernah berkata kepada istrinya, “Hai istriku, ambillah maaf dariku agar engkau senantiasa meraih cintaku. Jangan ucapkan sepatah kata yang melawan ketika aku marah. Dan janganlah engkau mematukku sebagaimana memukul tamborin. Karena sesungguhnya engkau tidak tahu bagaimana ia akan sirna. Janganlah engkau banyak mengeluh sehingga mengerus kekuatanmu. Lalu hatiku akan enggan kepadamu karena hati itu senantiasa berbalik. Sungguh aku melihat bila rasa cinta dan sakit hati berkumpul dalam hati. Maka tak lama kemudian cinta itu akan menyingkir.”
Ketahuilah, wahai saudari, sesungguhnya suamimu tidak akan mencintaimu kecuali jika ia juga merasakan cintamu kepadanya. Cinta adalah perasaan yang saling berbalas. Seseorang akan cenderung mencintai orang yang mencintai dan mempedulikannya. Salam yang hangat, saling memberi hadiah, memanggil dengan sebutan yang paling disukainya, dan tersenyum di hadapannya. Semua ini akan membukakan cakrawala cinta yang tulus bagi seorang istri, dan memberinya kebahagiaan yang melimpah. Maka hendaklah seorang suami menjadi orang yang paling dicintai oleh istrinya, sebagaimana sang istri merupakan orang yang paling dicintai oleh suaminya. Suatu ketika Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah ditanya tentang orang yang paling dicintainya, dan beliau menjawab, Aisyah.
Amru bin Ash رَضِيَ اللهُ عَنْهُ bercerita, “Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah mengirimku memimpin suatu pasukan yang di dalamnya terdapat Abu Bakar dan Umar رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا . Ketika kembali, aku bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling engkau cintai ? [1] Beliau menjawab, “Aisyah.” Aku berkata, “Yang aku maksud adalah dari kaum laki-laki.” Beliau menjawab, “Ayahnya.” [2]
Jadi cinta merupakan pergaulan yang baik. Cinta adalah rasa kasih sayang, sikap toleran dan memaafkan. Cinta bukanlah sebagaimana yang digambarkan oleh sebagian cerita yang merajutnya dalam rajutan khayalan dan menggambarkannya dalam sosok seorang pemuda yang bagaikan nabi atau pun malaikat. Sehingga ketika sang istri melihat hal yang tidak disukainya dari suaminya, ia mengira bahwa pernikahannya telah gagal dan segala impiannya telah musnah terhempas di batu karang dunia nyata. Bukan demikian wahai istri. Sesungguhnya kesempurnaan tidak akan pernah ada di dalam kehidupan dunia. Setiap orang pasti memiliki aib di dalam kehidupan dunia. Setiap orang pasti memiliki aib dan kekurangan. Dan cukuplah menjadi kebanggaan bagi seseorang jika aib yang dimilikinya masih dapat terhitung. Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah bersabda,
« لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِىَ مِنْهَا آخَرَ »
Janganlah seorang mukmin merasa marah terhadap seorang mukminah (istrinya) jika ia tidak menyukai salah satu perilakunya sementara ia menyukai perilakunya yang lain. [3]
Begitulah dengan dirimu wahai istri. Jika ada perilaku suamimu yang tidak engkau sukai, tentunya engkau menyukai banyak perilakunya yang lain. Ingatlah ucapan seorang yang bijak saat ia berkata, “Apa yang dapat dikatakan oleh seorang istri mengenai suaminya yang telah berpaling dari seluruh wanita lain dan memilih dirinya ? Dan apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang istri terhadap suaminya yang rela meninggalkan kedua orang tuanya, keluarganya, dan teman-temannya, dan tidak menginginkan seorang sahabat karib dan lebih dekat dari dirinya ?”
Engkaulah orang terdekatnya, pendampingnya, dan kekasihnya, dan betapa indah ungkapan al-Qur’an dalam menggambarkan ini :
هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ [البقرة : 187]
“…mereka adalah pakaian bagimu dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka .. “ (al-Baqarah : 187)
Sungguh, itu adalah bagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى :
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ [الروم : 21]
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (Ar-rum : 21)
Wallahu A’lam
Amar Abdullah bin Syakir
Sumber :
Kaifa Taksabina Qalba Zaujiki wa Turdhina Rabbaki, Adil Fathi Abdullah, Ei, 17-22.
Catatan :
[1] Saat itu Amru bin Ash baru saja memeluk Islam, dan ketika Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memberinya tampuk pimpinan pasukan ia menyangka bahwa ia lebih baik daripada Abu Bakar dan Umar. Dari sinilah muncul pertanyaannya kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengenai orang yang paling dicintai oleh beliau. Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memberitahunya bahwa Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali-sesui dengan pertanyaan Amru bin Ash –adalah orang-orang yang lebih beliau cintai daripada yang lainnya. Sehingga Amru bin Ash berharap ia tidak pernah melontaran pertanyaan itu.
[2] Hadis shahih, diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim
[3] Hadis shahih, diriwayatkan oleh Muslim
Keluarga
Jadilah Sepasang Teman !
Bila suami menjadikan dirinya sebagai teman bagi istrinya, maka istri akan merasa aman, sebab suami adalah tempat berlindung baginya sesudah Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى saat terjadi sesuatu yang menyedihkan dan memberatkan, ikut bersamanya dalam suka dan duka. Demikian juga bila suami melihat istrinya adalah teman yang baik, maka dia belum merasa tenang kecuali dengan berada di dekatnya, tidak ada sesuatu yang lebih membahagiakannya daripada keridhaannya, tentu sesudah ridha Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى dan ridha bapak ibu.
Dalam hadis Aisyah رَضِيَ اللهُ عَنْهَا tentang teman-teman Ummu Zar’,
قَالَتِ الْحَادِيَةَ عَشْرَةَ زَوْجِى أَبُو زَرْعٍ فَمَا أَبُو زَرْعٍ أَنَاسَ مِنْ حُلِىٍّ أُذُنَىَّ وَمَلأَ مِنْ شَحْمٍ عَضُدَىَّ وَبَجَّحَنِى فَبَجِحَتْ إِلَىَّ نَفْسِى وَجَدَنِى فِى أَهْلِ غُنَيْمَةٍ بِشَقٍّ فَجَعَلَنِى فِى أَهْلِ صَهِيلٍ وَأَطِيطٍ وَدَائِسٍ وَمُنَقٍّ فَعِنْدَهُ أَقُولُ فَلاَ أُقَبَّحُ وَأَرْقُدُ فَأَتَصَبَّحُ وَأَشْرَبُ فَأَتَقَنَّحُ…
قَالَتْ عَائِشَةُ قَالَ لِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « كُنْتُ لَكِ كَأَبِى زَرْعٍ لأُمِّ زَرْعٍ ».
“Wanita kesebelas berkata, ‘Suamiku adalah Abu Zar’, siapa itu Abu Zar’ ?’ Dia menggoyang kedua telingaku dengan perhiasan, dia mengisi lenganku dengan daging (sehingga tubuhku subur), dia membahagiakanku, maka dirikupun berbahagia, dia mendapatiku pada keluarga yang memiliki sedikit domba di suatu lereng gunung, lalu dia membawaku ke rumah yang dikelilingi oleh suara unta, kuda, penggilingan dan peternakan, di depannya aku berkata dan aku tidak dicela, aku tidur di pagi hari, aku minum sehingga aku tidak memerlukannya …
Aisyah berkata, ‘Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda kepadaku, ‘Aku bagimu adalah seperti Abu Zar’ untuk Ummu Zar’.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.
Para ulama berkata, “Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menenangkan jiwanya, menjelaskan perlakuannya yang baik kepadanya, karena bila tidak demikian, maka beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ lebih baik dari Abu Zar’ dalam hal tersebut’.”
Dari Anas رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ,
أَنَّ جَارًا لِرَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَارِسِيًّا كَانَ طَيِّبَ الْمَرَقِ فَصَنَعَ لِرَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ جَاءَ يَدْعُوهُ فَقَالَ « وَهَذِهِ ». لِعَائِشَةَ فَقَالَ لاَ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لاَ » فَعَادَ يَدْعُوهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « وَهَذِهِ ». قَالَ لاَ. قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لاَ ». ثُمَّ عَادَ يَدْعُوهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « وَهَذِهِ ». قَالَ نَعَمْ. فِى الثَّالِثَةِ. فَقَامَا يَتَدَافَعَانِ حَتَّى أَتَيَا مَنْزِلَهُ.
Bahwa seorang tetangga Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berkebangsaan Persia mempunyai kuah yang lezat, lalu dia membuat makanan untuk Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , kemudian dia mengundang beliau, maka beliau bertanya, ‘Dan ini juga-maksud beliau Aisyah رَضِيَ اللهُ عَنْهَا- (juga diundang) ?’ Dia menjawab, ‘Tidak.’ Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, ‘Aku juga tidak.’ Maka laki-laki itu kembali mengundang beliau, maka beliau bertanya, ‘Dan ini juga ?’ Dia menjawab, ‘Tidak.’ Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, ‘Aku juga tidak.’ Kemudian dia kembali mengundang, maka beliau bertanya, ‘Dan ini juga?’ Dia menjawab, ‘Ya-ketiga kalinya-.’ Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan Aisyah bangkit bergegas hingga datang ke rumahnya.” Diriwayatkan oleh Muslim
***
Abu Firas al-Hamadani رَحِمَهُ اللهُ berkata,
وَإِنِّي وَإِيَّاهُ كَعَيْنٍ وَأُخْتِهَا * وَإِنِّي وَإِيَّاهُ كَكَفٍّ وَمِعْصَمٍ
Aku dan dia bagaikan sepasang mata
Aku dan dia seperti telapak tangan dan pergelangan
***
Wallahu A’lam
Amar Abdullah bin Syakir
Sumber :
Az-Zaujan Fi Khaimah as-Sa’adah Maharat wa Wasa’il, Abdurrahman al-Qar’awi, ei, hal. 121-123.
Aqidah
Bimbinglah keluargamu
Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى berfirman :
وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ [الذاريات : 55]
Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman (Adz-Dzariyat (51) : 55)
Putra-putri kita mengerjakan shalat, menjaganya dan mengingat Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى. Mereka-insya Allah- termasuk kaum mukminin yang mau kembali pada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى ketika diperingatkan, menetapi perjanjian dan janji mereka ketika diingatkan. Sungguh saya sangat salut pada ayah yang tidak henti-hentinya melafalkan dzikir pada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى . Bila mendengar kebaikan ia ingat Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى dan bertasbih. Bila mendengar keburukan atau sesuatu yang tidak disukainya ia ber-istirja’ (mengucapkan kalimat : إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ-ed) dan memuji Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى di setiap kondisi.
Sebagaimana saya juga salut pada seorang ibu yang menyambut anaknya dengan doa dan memohon berkah Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى . Demikian pula ketika melepasnya pergi.
Jadi tugas orangtua adalah mengajari anak-anak dengan ucapan-ucapan dzikir harian, agar mereka termasuk orang-orang yang berdzikir di pagi dan sore hari ; ketika masuk dan keluar rumah, saat masuk kamar kecil dan selainnya. Rotasi malam dan siang menjadikan si anak selalu berdzikir kepada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى . Disamping itu, kedua orang tua wajib mengingatkan anak akan urusan-urusan pribadi mereka berupa janji-janji dan tugas-tugas. Juga jadwal pelajaran dan waktu ujian.
Tidak kalah penting juga jadwal kunjungan keluarga dan berkomunikasi. Demikian pula, waktu-waktu pergi ke dokter, berobat dan melakukan check-up kesehatan. Khususnya waktu-waktu yang rutin.
Dan yang terakhir adalah daftar perilaku positif yang disiapkan orangtua bersama anak-anak. Kemudian ditempelkan di rumah atau kamar anak. Dan peran oragtua di sini adalah secara rutin mengingatkannya dan motivasi-motivasinya agar anak selalu memelihara perilaku baik. Hal ini pasti bisa memperdalam cinta anak kepada orang tua lantaran telah memantau dan bergadang demi kenyamanan mereka serta memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka.
Dialog Penuh Cinta
Ayah, ingatkan aku !
“Insya Allah, semoga Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى mengingatkanmu pada kesyahidan…”
Ibu, ingatkan aku !
“Hanya itu, engkau tidak meminta sesuatu ? Mintalah mataku pasti aku berikan…”
Ayah, jangan lupa membangunkanku…
“Aku tidak akan tidur demi dirimu…”
Ibu, jangan lupa waktuku minum obat…
“Aku bisa lupa pada diriku, tapi tidak pada dirimu…sayangku…”
Ayah jangan lupa, hari ini waktu mendaftarkanku di lembaga …
“Insya Allah, setelah aku menyelesaikan beberapa tugas mendesak…”
***
Wallahu A’lam
Amar Abdullah bin Syakir
Sumber :
Kaifa Takuna Abawaini Mahbubain ?, Dr. Muhamad Fahd ats-Tsuwaini, ei, hal. 29-31.
-
Akhlak4 tahun ago
Pencuri dan Hukumannya di Dunia serta Azabnya di Akhirat
-
Khutbah9 tahun ago
Waspadailah Sarana yang Mendekatkan pada Zina
-
Fatwa9 tahun ago
Serial Soal Jawab Seputar Tauhid (1)
-
Fiqih Hisbah8 tahun ago
Diantara Do’a Nabi Ibrahim ‘Alaihissalaam
-
Nasihat8 tahun ago
“Setiap Daging yang Tumbuh dari sesuatu yang haram maka neraka lebih berhak baginya.”
-
safinatun najah6 tahun ago
Manfaat Amar Maruf Nahi Munkar
-
Tarikh9 tahun ago
Kisah Tawakal dan Keberanian Abdullah bin Mas’ud
-
Akhlak7 tahun ago
Riya & Sum’ah: Pamer Ibadah