Connect with us

Buletin Hisbah

Amalan-amalan pada Bulan Muharram

Published

on

Buletin Hisbah Th. III / Jum’at  IV / 29 Dzulhijjah 1432 H / 25 November 2011 M

Bulan Muharram adalah salah satu bulan Haram (al-asyahrul hurum) dimana didalamnya terkandung keistimewaan dan kesucian dan Allah menjadikan bulan ini sebagai bulan pilihan di antara bulan yang ada. Allah Ta’ala berfirman :

Sesungguhnya bilangan bulan disisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya empat bulan haram…” (QS. At Taubah:36)

Ibnu Jarir ath Thabari Rahimahullah meriwayatkan melalui sanadnya, dari Ibnu Abbas Radhiyallahuanhu sehubungan dengan pengagungan Allah terhadap kesucian bulan-bulan ini, beliau berkata, “Allah Ta’ala telah menjadikan bulan-bulan ini sebagai (bulan-bulan yang) suci, mengagungkan kehormatannya dan menjadikan dosa yang dilakukan pada bulan-bulan ini menjadi lebih besar dan menjadikan amal shalih serta pahala pada bulan ini juga lebih besar.” (tafsir ath thabari)

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

عن أبي هريرة  قال: قال رسول الله : أفضل الصيام بعد رمضان شهر الله المحرم وأفضل الصلاة بعد الفريضة صلاة الليل

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah (puasa) di bulan Allah (bulan) Muharram, dan shalat yang paling utama setelah shalat wajib (lima waktu) adalah shalat malam” (HR. Muslim/no. 1163).

Ibnu Rajab Rahimahullah mengatakan, “Nabi Shalallahu ‘Alahi Wassalam menamakan Muharram dengan bulan Allah (syahrullaah). Penisbatan nama bulan ini dengan lafazh ‘Allah’ menunjukkan kemuliaan dan keutamaan bulan ini, karena sesungguhnya Allah tidak menyandarkan (menisbatkan) lafazh tersebut kepada-Nya kecuali karena keistimewaan dan kekhususan yang dimiliki oleh makhluk-Nya tersebut dan seterusnya. (Laathaif Al Ma’aarif).

Sebagian ulama memberikan alasan yang mengaitkan tentang keutamaan puasa pada bulan ini. Maksudnya, bahwa sebaik-baik bulan untuk melakukan puasa sunnah secara penuh setelah bulan Ramadhan, adalah Muharram. Karena berpuasa sunnah pada sebagian hari, seperti hari ‘Arafah atau enam hari di bulan syawal lebih utama (afdhal) daripada berpuasa pada sebagian hari-hari bulan Muharram. (laatha if al ma’aarif)

Diantara keberkahan bulan Muharram berikutnya, jatuh pada hari kesepuluh, yaitu hari ‘Asyura. Hari ‘Asyura ini merupakan hari yang mulia dan penuh berkah. Hari ‘Asyura ini memiliki kesucian dan kemuliaan sejak dahulu. Dimana pada hari ‘Asyura ini allah ta’ala menyelamatkan seorang hamba sekaligus Nabi-Nya, Musa ‘Alaihis Salam dan kaumnya serta menenggelamkan musuhnya, Fir’aun dan bala tentaranya. Sesungguhnya Nabi Musa ‘Alaihis Salam berpuasa pada hari ini sebagai bentuk syukurnya kepada Allah. Sedangkan orang-orang Quraisy di zaman Jahilliyah juga berpuasa pada hari ini, begitu juga Yahudi. Mereka dulu berpuasa pada hari ‘Asyura. Berdasarkan pendapat kebanyakan ulama, puasa ini pada mulanya wajib bagi kaum muslimin sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan, kemudian (berubah) menjadi sunnah. Sebagaimana yang tedapat dalam ash Shahihain dari ‘Aisyah Radhiallahu Anha, ia berkata:

“Dahulu orang-orang quraisy berpuasa ‘asyura pada zaman jahilliyah. Dan Rasulullah Shallallahu ‘Alahi Wassalam sendiri juga berpuasa ‘Asyura. Ketika beliau hijrah ke Madinah, beliau terus melaksanakan puasa ‘Asyura, dan memerintahkan orang-orang untuk berpuasa. Lalu ketika diwajibkan berpuasa pada bulan Ramadhan, beliau bersabda:’Barangsiapa yang mau berpuasa ‘Asyura, berpuasalah dan barangsiapa yang ingin meninggalkannya, tinggalkanlah.’” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dan juga tertera dalam Ash-Shahihahin dari Ibnu ‘Abas Radhiallahuanhuma, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alahi wassalam datang ke Madinah dan beliau mendapati orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘asyura. Maka Rasulullah shalallahu ‘alahi wassalam bertanya pada mereka, “Hari apakah ini, yang kalian berpuasa di dalamnya? Mereka menjawab: “ini adalah hari yang agung, pada hari inilah Allah menyelamatkan musa ‘alaihis salam dan kaumnya, dan menenggelamkan Fir’aun dan bala tentaranya. Maka Musa berpuasa pada hari ‘Asyura ini sebagai tanda syukurnya.” Kemudian Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassalam bersabda: “Maka, kami lebih berhak terhadap musa ‘alaihis salam dan lebih diutamakan daripada kamu sekalian.” Lalu Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassalam berpuasa ‘asyura dan memerintahkan kaum muslimin agar berpuasa. (HR. Bukhari dan Muslim)

Dan puasa pada hari ini memiliki keutamaan yang besar, dimana puasa ini dapat meleburkan dosa-dosa setahun yang lalu, sebagaimana tertera dalam shahih Muslim, dari Abu Qatadah al Anshari Radhiallahu Anhu. Sesungguhnya Rasulullah shalallahu ‘alahi wassalam ditanya tentang puasa pada hari ‘Ssyura, maka beliau bersabda, “dia akan menggugurkan (dosa-dosa) setahun yang lalu.” (HR. Muslim)

Sebagian ulama berpendapat sunnah berpuasa pada hari kesembilan bersamaan dengan hari kesepuluh karena Nabi Shalallahu ‘alahi Wasallam berpuasa pada hari kesepuluh dan berniat akan berpuasa pada hari kesembilan. Imam Nawawi Rahimahullah menyatakan, “barangkali sebab dari puasa dua hari ini agar tidak tasyabbuh (serupa) dengan Yahudi yang berpuasa hanya di hari kesepuluh.” (Syarhun Nawawi li Shahih Muslim)

Tidak ada lagi yang disyari’atkan pada hari ‘Asyura ini selain puasa. Namun sebagian orang mengada-adakan perkara baru (bid’ah) yang tidak ada dasarnya sama sekali, atau hanya bersandar pada hadits-hadits maudhu’ (palsu) atau hadits-hadits dha’if (lemah). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah menyebutkan beberapa perkara mungkar, yang diada-adakan oleh ahlul ahwaa’ (pengikut hawa nafsu), yaitu kaum Rafidhah yang pada hari ‘Asyura pura-pura haus dan sedih, serta perkara-perkara baru lainnya yang tidak disyari’atkan oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Dan tidak pula dilakukan oleh seorang pun dari generasi salaf dan dari ahli bait Rasulullah ‘Alahi Wassalam maupun dari yang lainnya. Sesungguhnya musibah terbunuhnya al Husain bin Ali bin Abu Thalib pada hari ‘Asyura ini, wajib disikapi seperti penyiikapan terhadap berbagai musibah dengan mengembalikannya kepada penyikapan yang disyari’atkan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah juga menyebutkan bahwa sebagian orang mengada-adakan perkara baru (bid’ah) dalam masalah ini dengan bersandar pada hadits-hadits palsu yang tidak berdasar seperti fadhilah mandi pada hari ‘asyura, bercelak atau berjabat tangan, atau menampakkan rasa senang dan bahagia, dan meluaskan nafkahnya pada hari itu. (lihat iqtidhaa-ush shiraathil mustaqiim li mukhaalafatil ash haabil jahiim).

Hadits yang mulia ini menunjukkan dianjurkannya berpuasa pada bulan muharram, bahkan puasa di bulan ini lebih utama dibandingkan bulan-bulan lainnya, setelah bulan Ramadhan.

Kesimpulan :

  1. Puasa yang paling utama dilakukan pada bulan Muharram adalah puasa ‘aasyuura’ (puasa pada tanggal 10 Muharram), karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukannya dan memerintahkan para sahabat radhiyallahu ‘anhuma untuk melakukannya (HR. al-Bukhari/No. 1900 dan Muslim/No. 1130), dan ketika beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang keutamaannya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “puasa ini menggugurkan (dosa-dosa) di tahun yang lalu”. (HR. Muslim/No. 1162)
  2. Lebih utama lagi jika puasa tanggal 10 Muharram digandengankan dengan puasa tanggal 9 Muharram, dalam rangka menyelishi orang-orang Yahudi dan Nashrani, karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam ketika disampaikan kepada beliau bahwa tanggal 10 Muharram adalah hari yang diagungkan orang-orang Yahudi dan Nashrani, maka beliau bersabda: “Kalau aku masih hidup tahun depan maka sungguh aku akan berpuasa pada tanggal 9 Muharram (bersama 10 Muharram)“. (HR. Muslim/No. 1134)
  3. Adapun hadits “berpuasalah pada hari ‘aasyuura’ dan selisihilah orang-orang yahudi, berpuasalah sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya” (HR. Ahmad (1/241), al-Baihaqi /No. 8189), maka hadits ini lemah sanadnya dan tidak bisa dijadikan sebagai sandaran dianjurkannya berpuasa pada tanggal 11 muharram.
  4. Sebagian ulama ada yang berpendapat dimakruhkannya (tidak disukainya) berpuasa pada tanggal 10 muharram saja, karena menyerupai orang-orang yahudi, tapi ulama lain membolehkannya meskipun pahalanya tidak sesempurna jika digandengkan dengan puasa sehari sebelumnya. ( “as-Syarhul mumti’” (3/101-102)
  5. Sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan puasa tanggal 10 Muharram adalah karena pada hari itulah Allah ta’ala menyelamatkan Nabi Musa ‘Alaihis Salam dan umatnya, serta menenggelamkan Fir’aun dan bala tentaranya, maka Nabi Musa ‘Alaihis Salam pun berpuasa pada hari itu sebagai rasa syukur kepada-Nya, dan ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar orang-orang Yahudi berpuasa pada hari itu karena alasan ini, maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kita lebih berhak (untuk mengikuti) Nabi Musa ‘Alaihis Salam dari pada mereka” (HR. al-Bukhari (3216) dan Muslim (1130). Kemudian untuk menyelisihi perbuatan orang-orang Yahudi, beliau menganjurkan untuk berpuasa tanggal 9 dan 10 Muharram. (syaikh Muhammad al-Utsaimin Rahimahullah dalam “Syarhu Riyadhis Shalihin” (3/412).
  6. Hadits ini juga menunjukkan bahwa shalat malam adalah shalat yang paling besar keutamaannya setelah shalat wajib yang lima waktu.

Artikel: ibnuabbaskendari.wordpress.com


Artikel : www.hisbah.net

Ikuti update artikel di Fans Page Hisbah.net
Twitter @Hisbahnet, Google+ Hisbahnet

About Author

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

baru

Hukuman Mati Bagi Penyihir

Published

on

Islam memiliki hukuman bagi orang-orang yang melampaui batas dengan melanggar larangan Allah ta’ala, seperti hukuman potong tangan bagi pencuri dan hukuman penggal bagi seorang yang membunuh dengan sengaja. Dan dalam hal ini, Penyihir juga layak mendapatkan hukuman mati, karena banyak dan besarnya kerusakan yang dilakukannya.

Yang utamanya adalah kekafirannya karena mempelajari sihir dengan bersekongkol bersama para jin dan syaitan. Allah ta’ala berfirman:

وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ

Padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia” (QS. Al Baqarah: 102)

Dalil ini menunjukkan kufurnya sihir dan kafirnya orang yang mengamalkannya.

Kemudian, dengan sihirnya seorang penyihir mencelakakan banyak orang, bahkan menghilangkan nyawanya, seperti melalui teluh dan santet. Jelas ini layaknya membunuh dengan sengaja. Allah ta’ala berfirman:

وَمَن يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَآؤُهُۥ جَهَنَّمُ خَٰلِدًا فِيهَا وَغَضِبَ ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُۥ وَأَعَدَّ لَهُۥ عَذَابًا عَظِيمًا

Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya. (QS An Nisa: 93)

Maka, sekurangnya berangkat dari dua sebab di atas, Islam memberikan hukuman mati terhadap para penyihir, seperti dukun dan paranormal.

Dari Jundub, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

حَدُّ السَّاحِرِ ضَرْبَةٌ بِالسَّيْفِ

Hukuman bagi tukang sihir adalah dipenggal dengan pedang” (HR. Tirmidzi no. 1460, yang tepat hadits ini mauquf, hanya perkataan Jundub sebagaimana diriwayatkan oleh Ad Daruquthni dengan sanad yang shahih).

Kita memohon perlindungan kepada Allah ta’ala dari buruknya sihir dan para pelakunya.

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: HisbahTV
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

About Author

Continue Reading

Aqidah

10 Sebab Terlindung Dari Sihir

Published

on

Sesungguhnya termasuk penyakit yang membinasakan dan keburukan yang sangat besar yang ada pada diri manusia adalah sebuah derita yang disebabkan oleh sihir, pandangan mata yang jahat dan dengki.

Sungguh, bisa jadi orang yang terkena hal hal tersebut akan menderita sakit yang berkepanjangan atau bahkan bisa jadi mati oleh karenanya. Maka, sihir memiliki hakikat dan pengaruh. Hasad juga memiliki hakikat dan pengaruh.

Namun, sesungguhnya termasuk nikmat Allah ﷻ yang diberikan kepada hambanya yang beriman adalah bahwa Allah ﷻ telah menyiapkan untuknya sebab-sebab yang diberkahi dan hal hal yang bermanfaat yang dengannya akan tertolak keburukan darinya, dan akan menghilangkan dari mara bahaya dan bala yang menimpanya yang disebabkan oleh tindakan buruk mereka, para pelaku kejahatan tersebut, yaitu, para tukang sihir, orang-orang yang memiliki pandangan mata jahat, dan orang-orang yang dengki.

Ibnul Qayyim  رَحِمَهُ اللهُ telah mengumpulkan hal tersebut dalam 10 sebab yang agung, bila mana seorang hamba mempraktekkannya niscaya akan hilang darinya keburukan orang yang dengki, orang yang memiliki pandangan mata jahat, dan tukang sihir.

 

  1. Berlindung kepada Allah dari keburukannya dan Membentengi diri Dengannya

Allah ﷻ berfirman

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ (1) مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ (2) وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ (3) وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ (4) وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ (5)

Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh. Dari kejahatan makhluknya dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki. (Qs. Al Falaq : 5)

Tidak ada penjaga bagi seorang hamba dan tempat memohon perlindungan kecuali Allah ﷻ. Dia ﷻ Dzat yang akan mencukupi orang-orang yang bertawakkal (menyandarkan urusannya) kepadanya, Dialah Dzat yang akan memberikan rasa aman terhadap rasa takut orang yang ketakutan, melindungi orang-orang yang memohon perlindungan, Dia adalah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.

 

  1. Bertakwa kepada Allah dan menjaga perintah dan larangannya

Barang siapa bertakwa kepada Allah ﷻ, niscaya Allah ﷻ menjamin penjagaan dirinya, dan Dia ﷻ tidak akan menyerahkannya kepada selainnya.

Allah ﷻ berfirman

وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لَا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ

Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan. (Qs. Ali Imran : 120)

 

  1. Besabar terhadap musuh. Karena keburukan yang dilakukannya akan berpulang kepada pelakunya.

Allah ﷻ berfirman

وَلَا يَحِيقُ الْمَكْرُ السَّيِّئُ إِلَّا بِأَهْلِه

Rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri (Qs. Al Fathir : 43)

Maka, bila orang yang didengki itu bersabar, niscaya ia akan mendapatkan kesudahan yang baik.

 

  1. Bertawakkal kepada Allah

Barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Dia ﷻ akan mencukupinya. Ketawakkalan merupakan sebab terkuat yang akan menolak sesuatu yang ia tidak mampu menghadapinya berupa tindakan kelaliman yang dilakukan orang lain terhadap dirinya.

 

  1. Kosongkan hati dari sibuk dengannya dan memikirkannya

Hendaknya ia bermaksud untuk menghapusnya dari benaknya setiap kali melintasi pikirannya, maka ia tidak melirik kepadanya, tidak merasa takut dengannya. Ini termasuk resep obat yang paling bermanfaat untuk menolak kejahatannya.

 

  1. Menghadapkan diri sepenuhnya kepada Allah dan memurnikan ketaatan kepadanya

 

Dan menjadikan kecintaan kepadanya dan mendapatkan ridhanya dan kembali kepadanya dalam setiap lintasan pikirannya dan harapan-harapannya. Allah berfirman tentang musuhnya,

قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ (82) إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ (83)

Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka (Qs. Shaad : 82-83)

Maka, seorang yang mukhlis laksana orang yang berlindung di balik benteng yang sangat kokoh, tidak ada rasa takut atas orang yang berlindung diri dengannya, tidak ada kesempitan atas orang yang menyandarkan perlindungan kepadanya, tidak ada hasrat bagi musuh untuk mendekatinya.

 

  1. Bertaubat kepada Allah dari dosa yang menyebabkan musuh dapat menguasainya

Karena sesungguhnya Allah ﷻ telah berfirman

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ

Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri (Qs. Asy Syura : 30)

Maka, tidaklah seorang hamba dapat dikuasai oleh orang menyakitnya malainkan karena dosa yang diperbuatanya, baik yang diketahuinya atau pun yang tidak diketahuinya. Dan, dosa-dosa yang tidak diketahui oleh seorang hamba bisa jadi jauh lebih banyak dan berlipat ganda di bandingkan dosa-dosa yang diketahuinya, dan apa yang dilupakannya dari dosa yang diketahuinya jauh lebih banyak daripada dosa yang diketahuinya dan diingatnya.

Dalam doa yang masyhur (di mana kita diperintahkan untuk berdoa dengannya) disebutkan

اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لَا أَعْلَمُ

Ya Allah!, sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari aku menyekutukan Mu sementara aku mengetahuinya, dan aku memohon ampun kepadaMu untuk yang aku tidak ketahui. (HR. Al Bukhari di dalam Al Adab Al Murfad)

 

  1. Sedekah dan berbuat baik yang memungkinkan untuk dilakukan

Hal tersebut memilik pengaruh yang menakjubkan dalam hal menolak bala. Hampir-hampir saja hasad, ain, sihir dan tindakan menyakiti orang lainnya tidak akan menyerang dan menguasai orang-orang yang berlaku baik yang gemar bersedekah. Bersedekah dan berlaku baik termasuk bentuk syukur nikmat, dan kesyukuran itu merupakan penjaga nikmat dari segala hal yang akan menyebabkan hilangnya kenikmatan tersebut.

 

  1. Memadamkan api pendengki, orang yang zhalim dan orang yang menyakiti dengan berlaku baik kepadanya

Maka, setiap kali orang-orang tersebut menambah kealimannya dan keburukannya, setiap kali itu pula Anda menambah perlakuan baik kepadanya. Allah ﷻ berfirman

وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ (34) وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ (35)

Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia

Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar (Qs. Fushshilat : 34-35)

 

  1. Memurnikan tauhid

Mengetahui bahwa segala sesuatu tidak akan memberikan manfaat tidak pula memberikan madharat kecuali dengan izin Allah ﷻ . Allah ﷻ berfirman

وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلَا رَادَّ لِفَضْلِهِ

Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurunianya (Qs. Yunus : 107)

Nabi ﷺ bersabda kepada Abdullah bin Abbas  رَضِيَ اللهُ عَنْهُ Dan ketahuilah bahwa sekelompok orang bila mana mereka berkumpul (bersatu padu) untuk memberikan manfaat kepadamu niscaya mereka tidak akan dapat memberikan manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yang telah dicatat oleh Allah untukmu. Demikian pula, andai mereka berkumpul (bersatu padu) untuk memadharatkanmu, niscaya mereka tidak akan dapat memudharatkanmu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tuliskan bakal menimpamu (HR. At Tirmidzi)

Maka, bila seorang hamba telah memurnikan tauhidnya, niscaya keluarlah rasa takut kepada selainnya dari hatinya. Musuhnya akan sulit menimbulkan rasa takut pada dirinya.

Maka, tauhid merupakan benteng (dari) Allah yang paling agung di mana orang yang masuk ke dalamnya niscaya ia termasuk orang-orang yang aman. Sebagian salaf berkata :

Barang siapa takut kepada Allah niscaya segala sesuatu takut kepadanya, dan barang siapa tidak takut kepada Allah niscaya Dia memberikan rasa takut padanya dari segala hal.

Inilah 10 sebab dimana keburukan orang yang dengki, orang yang memiliki pandangan jahat, dan tukang sihir akan tertolak karenanya. (Lihat, Bada-i’ Al Fawaid, Ibnul Qayyim, 2/238-246)

Kita memohon kepada Allah Dzat yang Maha Mulia agar memelihara kita dan kaum Muslimin semuanya dari segala bentuk keburukan, sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Mengabulkan permohonan.

 Wallahu A’lam

 

Sumber :

Lembaran Dakwah berjudul, “At Ta’awwudz Min Al ‘Aini Wa As Sihri Wa Al Hasadi”, Oleh : Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al Badr حفظه الله. Dengan ringkasan

Amar Abdullah bin Syakir

 

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: HisbahTV
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

About Author

Continue Reading

Aqidah

Sihir Tidak Diperbolehkan Sedikitpun

Published

on

Pertanyaan :

Kami mengharapkan penjelasan tentang hakikat sihir, apakah diperbolehkan sesuatu dari sihir itu, dan apakah aktifitas sihir itu dinilai keluar dari agama Islam ?

Jawaban :

Sihir dalam bahasa adalah sesuatu yang halus dan tersembunyi sebabnya. Hakikat sihir, sebagaimana dijelaskan Al Muwaffaq (Ibnu Qudamah Al Maqdisi) dalam Al Kafi, adalah ungkapan tentang azimat, jampi-jampi dan buhul-buhul yang berpengaruh dalam hati dan pada badan, lalu ia sakit, terbunuh dan dipisahkan di antara suami dan istrinya.

Sihir semuanya adalah haram, tidak diperbolehkan sedikitpun darinya. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman :

وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَالَهُ فيِ اْلأَخِرَةِ مِنْ خَلاَقٍ

“Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barang siapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat.” (QS. Al Baqarah : 102)

Al Hasan berkata, “Ia tidak mempunyai agama, dan ini menunjukkan atas haramnya sihir dan kafirnya orang yang melakukannya. Nabi Shallallahu ‘Alahi Wasallam telah mengategorikannya dalam tujuh perkara yang membinasakan, dan membunuh penyihir itu wajib.” Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Membunuh penyihir itu diriwayatkan dari tiga sahabat Nabi Shallallahu ‘Alahi Wasallam .” Yakni, membunuh penyihir itu diriwayatkan secara shahih dari tiga sahabat, yaitu: Umar, Hafshah dan Jundub radhiyallahu ‘anhum. Jadi, aktifitas sihir itu, baik belajar, mengajarkannya, maupun mepraktikkannya adalah kufur kepada Allah, keluar dari millah, dan wajib membunuh penyihir tersebut untuk membebaskan manusia dari keburukannya, jika terbukti bahwa ia seorang penyihir: karena ia kafir dan karena keburukannya menjalar ke masyarakat.

[Al Muntaqa min fatawa asy-Syaikh Shalih Al Fauzan, jilid 2, hal. 59]

 

Amar Abdullah bin Syakir

 

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: HisbahTV
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

About Author

Continue Reading

Trending