Yang mengherankan, sebagian wanita justru mengungkap cacat orang terdekat mereka !
Seorang berkata, “Menantuku bekerja dan terus bekerja …” Seseorang yang lain bercerita tentang rahasia sanak saudaranya. Yang ketiga mengatakan, “Suamiku begini dan begitu…” Yang keempat selalu menggunjing istri adiknya di manapun ia berada. Hingga semua orang tahu tingkah laku mertua dan ipar-iparnya. Belum lagi dengan pembicaraan mengenai tetangga, rekan kerja, mulai dari para direktur hingga para karyawan. Ada juga guru yang mengungkap aib murid-muridnya. Seperti pada pembantu rumah tangga yang selalu mendapatkan porsi paling besar untuk dibicarakan dan diungkap aibnya !
Hampir semua wanita melakukan hal itu, dan menganggapnya sebagai perbincangan mengasyikkan dan bumbu pergaulan. Apakah mereka tidak tahu bahwa semua itu adalah hal yang dilarang untuk diungkapkan ?
Wahai saudariku…
Mungkin saja engkau mengetahui rahasia-rahasia sebuah keluarga secara langsung, karena engkau berinteraksi dengan mereka atau karena konsultasi yang mereka lakukan kepadamu. Atau engkau mengetahui rahasia-rahasia itu secara tidak langsung, seperti saat engkau mendengar kabar perceraian si fulanah, dan kamu tahu hal-hal sensitif mengenai permusuhan antara keluarga fulan dengan keluarga fulanah. Jika demikian, berhati-hatilah ! Jangan sampai aib mereka terbuka kerena kata-katamu, baik melalui telpon atau majelis-majelis nge-rumpi di mana mengungkap aib bagi para perempuan menjadi santapan pelengkap kopi dan teh.
Alangkah baiknya jika engkau…
Tidak gampang menyebut nama seseorang saat menceritkan sebuah peristiwa dan kejadian, di mana itu menjadi rahasia bagi para pelakunya. Jika kamu terpaksa harus mengatakan atau menceritakan, maka cukuplah bagimu berkata, “Ada seorang perempuan yang melakukan ini…” atau “Ada seseorang yang ditimpa peristiwa …” atau yang semisalnya.
Dengan syarat, jangan sampai orang yang mendengar ceritamu mengambil kesimpulan bahwa yang kamu ceritakan itu adalah si A dan si B.
Dengan cara demikian, kamu bisa menceritakan apa yang ingin kamu ceritakan. Tapi ingat, jaga lidahmu dari ghibah (membicarakan kejelekan orang lain). Kamu harus menjaga rahasia orang lain agar tidak terungkap di hadapan orang banyak, dengan caramu sendiri. Jika kamu mengetahui sebuah rahasia bagi para pelaku, atau kamu dekat dengan peristiwa yang sensitif, maka tugas kamu adalah tidak menyebarkannya !
Karena sikap seorang muslimah adalah menutupi aib dan memberikan nasehat, sedang orang munafik mengungkap aib dan membicarakannya. Yang diharap darimu adalah meminta nasihat kepada Allah. Menutupi aib seorang muslim, selama ia tidak melakukannya dengan terang-terangan. Apalagi bermain-main dengan kemaksiatan …
Kukira, kini engkau bisa menangkap apa yang seharusnya kamu harapkan. Maka tutuplah aib orang Islam, laki-laki dan perempuan, lalu berusahalah untuk dapatkan hal-hal berikut :
1. Berharap agar Allah azza wa jalla akan menutupi aib kamu di suatu hari yang agung nanti (hari Kiamat), di mana semua kejadian akan diungkap, sejak engkau lahir dari rahim ibumu. Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
لَا يَسْتُرُ عَبْدٌ عَبْدًا فِي الدُّنْيَا إِلَّا سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Tidaklah seorang hamba menutupi aib hamba lain di dunia, melainkan Allah akan menutupi aibnya di hari Kiamat kelak.” (HR. Muslim, no. 2590)
2. Persembahkan jiwamu untuk menggapai rahmat Allah.
Dalam al-Qur’an Dia berfirman,
إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِينَ
Sesungguhnya rahamat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Qs. Al-A’raf : 56)
Maka, janganlah engkau sungkan untuk berbuat baik kepada orang muslim lainnya dengan menutupi aibnya. Perempuan yang baik berada sangat dekat dengan rahmat Allah.
3. Berusahalah untuk mewujudkan keimanan dalam dirimu.
Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
Tidaklah sempurna keimanan salah seorang di antara kalian, hingga ia bisa mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri (HR. al-Bukhari)
Jika kamu tidak rela aibmu dibeberkan di hadapan orang lain, maka begitu juga dengan orang lain, dia tidak akan rela aibnya dibeberkan.
4. Berusahalah untuk memperbaiki kesalahanmu
Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيْهِ
Salah satu tanda bagusnya keislaman seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya (HR. al-Bukhari)
Dan membicarakan rahasia orang lain adalah sesuatu yang tidak penting bagimu !
5. Pahala meninggalkan ghibah demi mengharap ridha Allah.
Membicarakan aib orang lain adalah pekerjaan orang-orang lemah. Orang akan dipuja jika tidak melakukan hal itu. Dan orang yang sering membicarakan sesuatu yang tidak penting baginya, akan dibicarakan orang lain juga. Na’udzu billah…
6. Mendapatkan cinta Allah, sebab Allah menyukai ketertutupan.
Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
إِنَّ اللهَ -عَزَّ وَجَلَّ- حَلِيْمٌ حَيِيٌ سِتِّيْرٌ يُحِبُّ الْحَيَاءَ وَالسَّتْرَ
Sesungguhnya Allah azza wa jalla Maha Bijaksana, Maha Pencipta dan Maha Menutupi. Dia menyukai rasa malu dan ketertutupan (HR. an-Nasai)
Jika kamu melakukan apa yang dicintai oleh Allah, maka Allah akan mencintaimu.
7. Jika saat kamu menutupi (aib) muslim lainnya, laki-laki dan perempuan, berarti kamu sedang menjaga umat Islam dari jurang kehinaan. Karena berita-berita (hina) yang tersebar adalah jalan menuju kehinaan. Dan orang-orang akan menganggapnya sebagai sesuatu yang biasa.
Tetapi, menutupi aib bukan berarti kamu tidak mau mencegah dan memberikan nasehat kepada orang yang membutuhkan. Kamu dapat memberikan nasehat kepada mereka, dengan syarat tidak membeberkan aib mereka secara terang-terangan. Kecuali, jika sikap menutupi yang kamu lakukan membuat mereka semakin menjadi-jadi dan semakin berani melakukan kejahatan. Jika begitu, wajib bagi kamu untuk mengangkat permasalahan mereka kepada orang yang berkompenten memperbaiki dan menyelesaikan persoalan mereka. Apa yang kamu lakukan ini akan mendapatkan pahala, jika kamu berniat untuk menolong muslim atau muslimah selamat dari adzab Allah…
‘Allam bin Mustaqim berkata, “Seseorang bertanya kepada Sayyidina Husain. “Ada seseorang yang tahu tentang (aib) seseorang. Apakah dia boleh menceritakannya ?” Husain menjawab, “Subhanallah…Tidak !” (Lihat, Makarim al-Akhlaq, 504)
Sumber :
Kaifa Tahtasibiina al-Ajra Fii Hayaatiki al-Yaumiyyah, karya : Hana binti Abdul Aziz ash-Shanii’, hal. 92-97
Amar Abdullah bin Syakir