Fatwa
Apakah Zina Seorang Gadis Termasuk Dosa Kecil?
Soal :
Aku mendapati kerancuan, yaitu bahwa sebagian orang mengatakan, sesungguhnya berzina sebelum menikah merupakan dosa kecil, karena hukuman bagi pelakunya adalah didera 100 kali deraan, dan 100 kali deraaan itu sedikit. Aku berharap kepada Anda berkenan memberikan penjelasan disertai dalil yang shohih dan beberapa perkataan para ulama terkait masalah tersebut.
Jawab :
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada orang yang tidak ada lagi nabi setelahnya, beserta keluarga dan para sahabatnya dan orang-orang yang mengambil petunjuknya.
Kita berlindung kepada Allah dari berkata-kata tentang agama Allah tanpa ilmu, bagaimana seorang muslim berani mengatakan perkataan demikian ?!
وليس يصح في الأذهان شيءٌ *** إذا احتاج النهارُ إلى دليل
Saudaraku yang mulia, tak diragukan bahwa berzina termasuk dosa besar, baik berzina dengan seorang gadis maupun berzina dengan wanita yang telah menikah. Perbuatan tersebut termasuk dosa besar berdasarkan kesepakatan para ulama. Allah ta’ala berfirman,
ولا تقربوا الزنى إنه كان فاحشة وساء سبيلا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra : 32)
buruk, dan Allah juga mengabarkan tentang jalannya, perbuatan tersebut merupakan jalan yang akan menghantarkan kepada musibah dan penderitaan serta kehinaan, hal tersebut merupakan jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang lemah iman, orang-orang yang sedikit rasa malunya, orang-orang yang sedikit takwanya, orang-orang yang sedikit rasa takutnya kepada Allah azza wajalla.
Dan Allah ta’ala berfirman,
الزاني لا ينكح إلا زانية أو مشركة والزانية لا ينكحها إلا زانٍ أو مشرك وحرم ذلك على المؤمنين
“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin.” (QS. An-Nuur : 3)
Dan Allah azza wajalla berfirman mengenai balasan dan hukuman bagi pezina, penetapan pedihnya siksa yang akan menimpa pelakunya setelah Allah menyebutkan kesyirikan, membunuh jiwa yang diharamkan membunuhnya dan zina, seraya berfirman,
وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا (68) يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا (69)
“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina.” (QS. Al-Furqan : 68-69)
Allah mengaitkan antara zina, menyekutukan Allah, dan membunuh jiwa yang diharamkan Allah membunuhnya. Dan Allah menetapkan balasan (bagi pelaku) perbuatan tersebut “kekekalan di dalam siksa yang berlipat ganda”.
Di dalam shahihain, dari Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu– bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لا يزني الزاني حين يزني وهو مؤمن، ولا يسرق السارق حين يسرق وهو مؤمن
“Tidaklah seorang pezina berzina ketika ia berzina ia seorang mukmin, dan tidaklah pencuri mencuri tatkala ia mencuri ia seorang mukmin.” (HR. Al-Bukhari, 2475 dan Muslim, 57)
Makna hadis tersebut yakni bahwa tidaklah akan berzina sementara ia sempurna imannya. bahkan, pelakunya telah terjatuh kepada kefasikan dan kemaksiatan yang besar bila pelakunya tidak menganggap perbuatan tersebut halal. Adapun bila pelakunya menganggap halal perbuatan zina, maka ia telah kafir, wal iyadzu billah. Karena, keyakinan bahwa zina itu halal merupakan bentuk pendustaaan terhadap kitab Allah dan sunnah RasulNya shallallahu ‘alaihi wasallam, maka alangkah cerobohnya ungkapan perkataan seperti itu dengan kata-kata yang terkandung di dalamnya penghalalan terhadap perbuatan zina atau menganggap remeh perkara tersebut. (Dijawab oleh Dr. Muhammad bin Abdul Aziz al-Mubarak, Staf Pengajar di Al-Imam Muhammad bin Sa’ud Islamic University)
Sumber : Fatawa wa istisyaa-raat wau-qi’ al-Islam al-Yaum, www.islamtoday.net, maktabah syamilah.
Artikel : www.hisbah.net
Ikuti update artikel Hisbah di Fans Page Hisbah.net
Twitter @Hisbahnet, Google+ Hisbahnet
Fatwa
Shalat dengan Bermakmun Kepada Pelaku Bid’ah dan Pelaku Isbal
[Pertanyaan : ]
“Sahkah bermaksum kepada imam yang dikenal sebagai pelaku bid’ah dan pelaku isbal ? ”
[Jawaban :]
Syaikh Abdul Aziz bin Bazz رَحِمَهُ اللهُ menjawab, ‘Ya, sah. Tidak mengapa shalat di belakang pelaku bid’ah, pelaku isbal, atau pun pelaku maksiat lainnya. Demikianlah menurut pendapat yang shahih dari dua pendapat para ulama. Dengan catatan, selama bid’ah itu tidak mengakibatkan pelakunya kafir. Apabila bid’ahnya mengarah kepada kekufuran, seperti bid’ah Jahmiyah, atau apa saja yang dapat mengeluarkan seseorang dari Islam, maka tidak sah shalat bermakmum kepadanya.
Meskipun demikian, pihak yang bertanggung jawab dalam penunjukkan imam masjid diharuskan memilih imam shalat yang diketahui tidak suka berbuat bid’ah dan kefasikan, serta mempunyai reputasi yang baik. Sebab menjadi imam shalat adalah amanah yang sangat mulia, dan dia bisa menjadi teladan bagi kaum Muslimin. Maka dari itu, amanah ini tidak boleh diserahkan kepada pelaku bid’ah maupun orang fasik, terlebih jika terdapat orang yang lebih pantas untuk mengembannya.
Iklan
Dalam hal ini, isbal termasuk perbuatan maksiat yang wajib ditinggalkan dan dijauhi. Sebagaimana Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda,
مَا أَسْفَلَ مِنْ الْكَعْبَيْنِ مِنْ الْإِزَارِ فَفِي النَّارِ
Sarung yang menjulur melebihi kedua mata kaki (maka pelakunya) akan dimasukkan ke dalam Neraka. [1]
Hadis ini diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Shahihnya.
Pakaian apa pun selain sarung, seperti gamis dan celana panjang, dihukumi sama dengan sarung. Diriwayatkan secara shahih dari Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bahwa beliau bersabda,
« ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ »
« الْمُسْبِلُ وَالْمَنَّانُ وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ »
Tiga kelompok manusia yang tidak akan diajak bicara dan dilihat oleh Allah pada hari Kiamat; Dia juga tidak akan menyucikan mereka (dari dosa) ; dan bagi mereka siksa yang amat pedih :
- Orang yang menjulurkan kainnya melewati mata kaki (berbuat isbal)
- Orang-orang yang mengungkit-ungkit pemberiannya, dan
- Orang yang menjual barang dagangannya dengan sumpah palsu (agar laku keras) [2]
Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim dalam shahihnya.
Iklan
Jika seseorang berbuat isbal pada sarung atau pakaian yang lain karena sombong, niscaya dosanya lebih besar lagi. Bahkan dia telah mendekati hukuman yang disegerakan oleh-Nya. Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda,
مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلَاءَ لَمْ يَنْظُرْ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Barang siapa memanjangkan pakaiannya melewati mata kaki karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari Kiamat.’ [3]
Maka dari itu, setiap muslim harus benar-benar menjauhi segala yang diharamkan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى, baik isbal maupun maksiat lainnya. [4]
Wallahu A’lam
Amar Abdullah bin Syakir
Catatan :
[1] Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam ash-Shahih : kitab ‘al-Libas, bab : Maa Asfala min al-Ka’baini min al-Izar (x/256, no. 5887) dan an-Nasai dalam Sunannya : kitab az-Zinah, bab : Ma asfala min al-Ka’baini min al-Izar (VIII/207)
[2] Diriwayatkan oleh Muslim dalam shahihnya, kitab al-Iman, bab : Bayan Ghalazhi Tahrimi Isbalil Izar (I/102, no. 106)
[3] HR. Abu Dawud
[4] Majalah ad-Da’wah (no.913)
Fatwa
Bagaimana Manusia Berhadapan dengan Bulan Puasa ? ***
Bagaimana Manusia Berhadapan dengan Bulan Puasa ?
***
Alhamdulillah. Kita bersyukur kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-yang telah menjadikan bulan Ramadhan sebagai bulan puasa. Sungguh, ini bagian dari nikmatnya yang utama, karena di didalamnya terdapat banyak kebaikan yang beraneka ragam bentuknya. Bahkan, puasa pun yang merupakan bagian dari amal yang disyariatkan-Nya untuk mengisi waktu-waktu di siang harinya, mulai sejak terbitnya fajar hingga tenggelamnya matahari adalah merupakan bagian dari nikmat-Nya yang utama, karena ternyata amal ini banyak keutamaan dan keistimewaannya.
Namun demikian, bagaimana dengan kita, manusia ketika berhadapan dengan bulan puasa ini ? Apakah semua orang memiliki sikap yang sama ?
Mari kita baca tulisan berikut ini, mudah-mudahan Anda akan menemukan jawabannya.
Selamat membaca. Semoga Anda mendapatkan sejumlah manfaat darinya. Amin
***
Klasifikasi Manusia
Terkait dengan bulan Ramadhan, manusia terbagi menjadi beberapa macam :
Pertama, kelompok yang menunggu kedatangan bulan ini dengan penuh kesabaran. Ia bertambah gembira dengan kedatangannya, hingga ia pun menyingsingkan lengan dan bersungguh-sungguh mengerjakan segala macam bentuk ibadah, seperti ; puasa, shalat, sedekah, dan lain sebagainya. Ini merupakan kelompok yang terbaik.
Ibnu Abbas-رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا-menuturkan, “Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ- adalah orang yang paling dermawan. Namun, beliau lebih dermawan lagi pada bulan Ramadhan, ketika beliau ditemui Jibril. Setiap malam pada bulan Ramadhan, Jibril menemui beliau hingga akhir bulan. Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ-membacakan al-Qur’an kepadanya. Bila beliau bertemu Jibril, beliau lebih berderma daripada angin yang bertiup.” (HR. al-Bukhari)
Kedua, kelompok yang sejak bulan Ramadhan datang sampai berlalu, keadaan mereka tetap sama saja seperti sebelum Ramadhan. Mereka tidak terpengaruh oleh bulan puasa itu serta tidak bertambah senang atau bersegera dalam hal kebaikan. Kelompok ini adalah orang-orang yang menyia-nyiakan keuntungan besar yang nilainya tidak bisa diukur dengan apa pun. Sebab, seorang muslim akan bertambah semangatnya pada waktu-waktu yang banyak terdapat kebaikan dan pahala di dalamnya.
Ketiga, kelompok yang tidak mengenal Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, kecuali pada bulan Ramadhan saja. Bila bulan Ramadhan datang, Anda dapat melihat mereka ikut rukuk dan sujud dalam shalat. Tetapi, bila Ramadhan berakhir, mereka kembali berbuat maksiat seperti semula. Mereka adalah kaum yang disebutkan kepada imam Ahmad dan Fudhil bin ‘Iyadh dan keduanya berkata, “Mereka adalah seburuk-buruk kaum lantaran tidak mengenal Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-kecuali pada bulan Ramadhan.”
Karena itu, setiap orang yang termasuk dalam kelompok ini semestinya tahu bahwa ia telah menipu dirinya sendiri dengan perbuatannya tersebut. Setan pun juga memperoleh keuntungan besar darinya. Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,
الشَّيْطَانُ سَوَّلَ لَهُمْ وَأَمْلَى لَهُمْ [محمد : 25]
Setan telah menjadikan mereka mudah (burbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka.” (Muhammad : 25)
Sebagai bentuk ajakan dan peringatan untuk kelompok seperti mereka, hendaklah mereka bertaubat kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-dengan sebenar-benarnya taubat. Kami menghimbau agar mereka memanfaatkan bulan ini untuk kembali dan tunduk kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-serta meminta ampun dan meninggalkan perbuatan buruk yang telah lalu. Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,
وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَى [طه : 82]
“Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal shaleh, kemudian tetap di jalan yang benar.” (Thaha : 82)
إِلَّا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا [الفرقان : 70]
“Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal shalih, maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (al-Furqan : 70)
Bila Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-telah mengetahui ketulusan dan keikhlasan mereka, maka Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-akan memaafkan mereka sebagaimana yang Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-janjikan. Karena, Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- tidak akan mengingkari janji-Nya. Namun, bila mereka tetap saja berbuat maksiat, maka kita harus mengingatkan perbuatan mereka, dan menyampaikan bahwa mereka dalam bahaya besar. Bahaya macam apalagi yang lebih besar daripada meremehkan kewajiban, batasan-batasan, perintah, dan larangan-Nya.
Keempat, kelompok yang hanya perutnya saja yang berpuasa dari segala macam makanan, namun tidak manahan diri dari selain itu. Anda akan melihatnya sebagai orang yang paling tidak berselera terhadap makanan dan minuman. Akan tetapi, mereka tidak merasa gerah ketika mendengar kemungkaran, ghibah, adu domba, dan penghinaan. Bahkan, inilah kebiasaannya pada bulan Ramadhan dan bulan-bulan lainnya.
Kepada orang seperti ini, perlu kita sampaikan bahwa kemaksiatan pada bulan Ramadhan dan bulan lainnya itu diharamkan, tetapi lebih diharamkan lagi pada bulan Ramadhan, menurut pendapat sebagian ulama. Dengan kemaksiatan tersebut berarti mereka telah menodai puasa dan menyia-nyiakan pahala yang banyak.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ -ia berkata, Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ-bersabda,
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta, maka tidak ada kebutuhan bagi Allah terhadap tindakan orang yang meninggalkan makan dan minumnya.”
(HR. al-Bukhari dan Abu Dawud)
Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-juga bersabda,
لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الْأَكْلِ وَ الشُّرْبِ إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَ الرَّفَثِ
“Puasa itu bukan sekedar menahan makan dan minum, tetapi puasa itu adalah meninggalkan perbuatan sia-sia dan perkataan keji” (HR. Ibnu Khuzaimah)
Kelima, kelompok yang menjadikan siang hari untuk tidur, sedangkan malam harinya untuk begadang dan main-main belaka. Mereka tidak memanfaatkan siangnya untuk berdzikir dan berbuat kebaikan, tidak pula membersihkan malamnya dari hal-hal yang diharamkan.
Kepada orang-orang seperti ini perlu kita sampaikan agar mereka takut kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berkenaan dengan diri mereka. Janganlah menyia-nyiakan kebaikan yang datang kepada mereka. Mereka telah hidup sejahtera dan makmur. Hendaklah mereka bertaubat kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-dengan taubat nasuha dan bergembira dengan berita dari Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-yang menyenangkan.
Keenam, kelompok yang tidak mengenal Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-pada bulan Ramadhan dan tidak pula pada bulan lainnya. Mereka adalah kelompok yang paling buruk dan berbahaya. Anda akan melihat mereka tidak memperhatikan shalat atau puasa. Mereka meninggalkan kewajiban itu secara sengaja, padahal kondisinya sehat dan segar bugar. Setelah itu mereka mengaku sebagai orang Islam. Padahal, Islam sangat jauh dari mereka, bagaikan jauhnya Barat dan Timur. Orang-orang Islam pun berlepas diri dari mereka.
Kepada orang-orang semacam ini perlu dikatakan, “Segeralah bertaubat dan kembalilah kepada agama kalian. Lipatlah lembaran hitam hidup kalian. Sesungguhnya, Rabb kalian Maha Penyayang kepada siapa saja yang mentaati-Nya, dan sangat keras siksanya kepada orang yang mendurhakai-Nya.”
Demikianlah, klasifikasi manusia secara global berkaitan dengan bulan Ramadhan (bulan puasa). Meski mungkin sebagian kelompok masuk pada kelompok lainnya, namun ini perlu dijelaskan.
Wallahu A’lam
Amar Abdullah bin Syakir
Sumber :
Mukhalafat Ramadhan, Abdul Aziz bin Muhammad as-Sadhan, ei, hal. 25-29
Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: MDH tv (Media Dakwah Hisbah )
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor
Fatwa
Sanksi Berat Bagi Orang Yang Berbuat Keji
Agama Yahudi menerapkan hukuman berat bagi pelaku zina, berupa hukuman fisik dan moral.
Hukuman Fisik
Taurat telah menetapkan hukuman berat bagi pelaku zina, yaitu : dibunuh, dibakar, atau dirajam dengan batu.
Adapun hukuman bunuh disebutkan dalam Imamat:
“Bila seorang laki-laki berzina dengan istri orang lain, yakni berzina dengan istri sesamanya manusia, pastilah keduanya dihukum mati, baik laki-laki maupun perempuan yang berzina itu. Bila seorang laki-laki tidur dengan seorang istri ayahnya, jadi ia melanggar hak ayahnya, pastilah keduanya dihukum mati, … [1]
Adapun hukuman bakar hingga mati, “Bila seorang laki-laki mengambil seorang perempuan dan ibunya, itu suatu perbuatan mesum; ia dan kedua perempuan itu harus dibakar, supaya jangan ada perbuatan mesum di tengah-tengah kamu.”[2]
Adapun hukuman rajam, disyariatkan untuk wanita yang tidak ‘iffah (menjaga kesucian diri) setelah menikah, maka ia harus dirajam oleh seluruh penduduk kota. Dan disebutkan dalam Ulangan, “Tetapi jika tuduhan itu benar dan tidak didapati tanda-tanda keperawanan pada si gadis, maka haruslah si gadis di bawa ke luar ke depan pintu rumah ayahnya, dan orang-orang sekotanya haruslah melempari dia dengan batu, sehingga mati-sebab dia telah menodai orang Israel dengan bersundal di rumah ayahnya. Demikianlah harus kau hapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu.” [3]
Demikian pula jika seorang lelaki menzinai wanita yang telah dipinang, maka keduanya dirajam hingga mati. Disebutkan dalam Ulangan, “Apabila ada seorang gadis yang masih perawan dan yang sudah bertunangan –jika seorang laki-laki bertemu dengan dia di kota dan tidur dengan dia, maka haruslah mereka kedunya kamu bawa keluar ke pintu gerbang kota dan kamu lempari dengan batu sehingga mati…[4]
Hukuman Moral
Taurat tidak hanya menetapkan hukuman fisik bagi pelaku zina, akan tetapi menetapkan pula hukuman moral dan sosial. Taurat menyatakan bahwa wanita pezina adalah kotor, hina dan telah keluar dari kelompok Tuhan, serta tebusan nadzarnya tidak akan diterima.
Pernyataan bahwa zina sebagai perbuatan kotor terdapat dalam Yosua, “Setiap wanita pezina adalah kotor seperti sampah di jalan.” [5]
Adapun pernyataan bahwa dia keluar dari golongan Bani Israel-kelompok Tuhan menurut istilah mereka-terdapat dalam Ulangan, “ Di antara anak-anak perempuan Israel janganlah ada pelacur bakti, dan di antara anak-anak lelaki Israel janganlah ada semburit bakti.” [6]
Adapun pernyataan bahwa tidak diterima tebusan nadzarnya, disebutkan dalam kitab yang sama, “Janganlah kau bawa upah sundal atau uang semburit ke dalam rumah Tuhan, Allahmu, untuk menepati satu nadzar, sebab keduanya itu adalah kekejian bagi Tuhan, Allahmu.” [7]
Cap hina dan kotor tidak hanya mencoreng pelaku zina saja, akan tetapi berimabas kepada keturunan atau generasi mereka selanjutnya, seperti yang disebutkan dalam Ulangan : “Seorang anak haram janganlah masuk jamaah Tuhan, bahkan keturunannya yang kesepuluhpun tidak boleh masuk jamaah Tuhan.” [8]
Wallahu A’lam
-
Akhlak4 tahun ago
Pencuri dan Hukumannya di Dunia serta Azabnya di Akhirat
-
Khutbah9 tahun ago
Waspadailah Sarana yang Mendekatkan pada Zina
-
Fatwa9 tahun ago
Serial Soal Jawab Seputar Tauhid (1)
-
Fiqih Hisbah8 tahun ago
Diantara Do’a Nabi Ibrahim ‘Alaihissalaam
-
Nasihat8 tahun ago
“Setiap Daging yang Tumbuh dari sesuatu yang haram maka neraka lebih berhak baginya.”
-
safinatun najah6 tahun ago
Manfaat Amar Maruf Nahi Munkar
-
Tarikh9 tahun ago
Kisah Tawakal dan Keberanian Abdullah bin Mas’ud
-
Akhlak7 tahun ago
Riya & Sum’ah: Pamer Ibadah