Iman Kepada Allah
Semua yang telah diuraikan sebelumnya tentang sifat–sifat Allah subhanahu wata’ala baik secara terperinci ataupun garis besar, baik berbentuk itsbat (menetapkan) ataupun nafi’ (meniadakan), semua itu adalah menurut Kitab Allah (al-Qur’an) dan keterangan sunnah Nabi Muhammad-shallallahu ‘alaihi wasallam– dan sesuai dengan pemahaman aqidah orang-orang terdahulu daripada kita seperti para sahabat dan tabi-in (salaf) dan yang dianut oleh umat-umat yang senantiasa mendapat petunjuk yang benar sampai saat ini.
Kita merasa wajib untuk menerima nash-nash Kitab dan Sunnah menurut zhahir dan aslinya yang selaras dan layak bagi kebesaran Allah –subhanahu wata’ala– Kita menjauhi arti yang tidak sebenarnya lafazh suatu nash yang dimaksud al-Qur’an dan Hadis. Kita tidak dapat membenarkan sikap ta’thil yang meniadakan pengertian suatu nash yang diinginkan Qur’an dan Hadts, atau sikap berlebihan tidak menurut semestinya (ghulat) yang memberikan tamtsil (menyerupakan sifat Allah dengan makhlukNya) atau takyif (bertanya bagaimana tentang Asma’ dan sifat Allah subhanahu wa ta’ala tersebut)
Kita meyakini dengan seyakin-yakinnya bahwa apa yang tertulis dalam al-Qur’an atau yang dijelaskan oleh sunnah Nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wasallam– adalah benar dan tidak ada pertentangan antara satu dengan yang lainnya, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala :
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا
Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur’an ? Kalau kiranya al-Qur’an itu bukan dari Allah, tentulah mereka mendapatkan berbagai pertentangan di dalamnya (Qs. An-Nisa : 82)
Pertentangan dalam berita berarti kebohongan satu sama lain, dan ini mustahil bagi Allah dan RasulNya. Maka siapa yang mengatakan bahwa terdapat pertentangan arti ayat atau pertentangan sesama hadits Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam– ini berarti bahwa hati dan niatnya sudah tidak benar lagi. Hendaklah segera dia minta ampun dan taubat kepada Allah.
Begitu pula kalau terdapat keragu-raguan atau tergores di hatinya paham terhadap ketidak benaran al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam– dikarenakan ketidak mengertian atau kekurang pahaman, maka hendaklah segera menambah ilmu pengetahuan atau memperluas pemahaman sehingga sampai menemui kebenaran. Dan apabila belum juga menemukan kebenaran, hendaklah segera menyerahkan diri kepada Allah dan menghilangkan segala keraguan-raguan dan bersikap seperti sikap orang yang ilmunya benar-benar mendalam, sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an :
وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا
dan orang-orang yang dalam ilmu pengetahuannya berkata : Kami percaya (iman) kepada ayat-ayat tersebut , semuanya dari sisi Tuhan kami (Qs. Ali Imran : 7)
Ketahuilah, sesungguhnya tidak satupun terdapat pertentangan antara ayat-ayat al-Qur’an atau antara al-Qur’an dan Hadis-hadis Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam.
Wallahu a’lam
Bersambung, insya Allah
Sumber :
Dinukil dari: “ Aqidah Ahlu as-Sunnah Wal Jama’ah “, Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin-semoga Allah merahmatinya. (E.I, hal. 36-38)
Amar Abdullah bin Syakir
Artikel : www.hisbah.net
Ikuti update artikel di Fans Page Hisbah.net
Instagram @hisbahnet,
Chanel Youtube Hisbah Tv