Ramadhan
Bagaimana Cara Menyambut Ramadhan
Segala puji bagi Allah yang menjadikan Ramadhan sebagai penghulu bulan-bulan dan melipatgandakan pahala kebaikan di dalamnya. Shalawat beserta salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallohu ‘alaihi wasallam yang telah diturunkan Al-Qur’an kepadanya sebagai petunjuk, rahmat, nasehat, dan penyembuh bagi manusia.
Alangkah bahagianya kaum muslimin dengan kedatangan bulan Ramadhan, bulan yang penuh keberkahan, bulan Al-Qur’an, bulan ampunan, bulan kasih sayang, bulan doa, bulan taubat, bulan kesabaran, dan bulan pembebasan dari api neraka. Bulan yang ditunggu-tunggu kedatangannya oleh segenap kaum muslimin. Bulan dimana orang-orang saleh dan para generasi salaf berdoa kepada Allah agar mereka disampaikan ke bulan Ramadhan enam bulan sebelum kedatangannya, Mualla bin al-Fadhl berkata: “Mereka (salaf) selama enam bulan berdoa kepada Allah supaya disampaikan ke bulan Ramadhan, dan berdoa enam bulan selanjutnya agar amalan mereka pada bulan Ramadhan diterima.” Kenapa mereka begitu bersungguh-sungguh memohon kepada Allah agar disampaikan ke bulan Ramadhan?
Nampaknya- Wallohu a’lam- mereka sangat termotivasi oleh sabda nabi shallallohu ‘alaihi wasallam yang menerangkan berbagi keutamaan bulan romadhan. Di antaranya adalah sabda beliau, “Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah telah mewajibkan di dalamnya puasa. Pada bulan itu Allah membuka pintu langit, menutup pintu neraka, dan membelenggu setan-setan. Di dalamnya Allah memiliki satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barang siapa yang diharamkan kebaikan malam itu maka ia sungguh telah diharamkan (dari kebaiakan).” (HR. Nasa’i dan Baihaki).
Pembaca yang budiman…
Ramadhan adalah anugerah Allah yang luar biasa. Ramadhan adalah kesempatan emas untuk menanam bibit-bibit kebaikan, menyiapkan masa depan kita di dunia dan akhirat; oleh karenanya kita mesti mempersiapkan kehadirannya dengan persiapan yang paripurna agar kita bisa sukses meraih gelar takwa dan mendapat janji Allah yaitu ampunan dan bebas dari api neraka. Apa saja perkara yang harus dipersiapkan menjelang kedatangan tamu tersebut? Berikut adalah di antaranya ;
1) Niat yang sungguh-sungguh
Ketika Ramadhan menjelang banyak orang berbondong-bondong pergi ke pasar dan supermarket untuk persiapan berpuasa. Mereka juga mempersiapkan dan merencanakan anggaran pengeluaran anggaran untuk bulan tersebut. Tetapi sedikit dari mereka yang mempersiapkan hati dan niat untuk Ramadhan. Puluhan kali Ramadhan menghampiri seorang muslim tanpa meninggalkan pengaruh positif pada dirinya seakan-akan ibadah Ramadhan hanya sekedar ritual belaka, ssekedar ajang untuk menggugurkan kewajiban tanpa menghayati dan meresapi esensi ibadah tersebut, jika Ramadhan berlalu ia kembali kepada kondisinya semula.
Tancapkanlah niat untuk menjadikan Ramadhan kali ini dan selanjutnya sebagai musim untuk menghasilkan berbagai macam kebaikan dan memetik pahala sebanyak-banyaknya. Anggaplah Ramadhan kali ini sebagai Ramadhan terakhir yang kita lalui karena kita tidak bisa menjamin kita akan bertemu Ramadhan di tahun-tahun berikutnya. Tanamkan tekad yang disertai dengan keikhlasan untuk konsisten dalam beramal saleh dan beribadah pada bulan Ramadhan ini. Ingat sabda Rasulullah Saw.: “Barangsiapa yang puasa Ramadhan karena iman dan ikhlas maka Allah akan mengampuni dosanya yang telah lalu.”
2) Bertaubat dengan sungguh-sunguh.
“Setiap manusia adalah pendosa dan sebaik-baik pendosa adalah yang bertaubat” demikian sabda Rasulullah Saw. seperti yang diwartakan Ahmad dan Ibnu Majah.
Di antara karunia Allah adalah selalu mengulang-ulang kehadiran momen-momen kebaikan. Ada momen yang diulang setiap pekan, bulan, tahun dan lain-lain. Ramadhan adalah salah satu dari momen tersebut yang selalu datang setiap tahun. Ketika seorang hamba tenggelam dalam kelalaian karena harta benda, anak istri, dan perhiasan dunia lain yang membuat dia lupa kepada Rabbnya, terbius dengan godaan setan, dan terjatuh ke dalam berbagai macam bentuk maksiat datang bulan Ramadhan untuk mengingatkannya dari kelalaiannya, mengembalikannya kepada Rabbnya, dan mengajaknya kembali memperbaharui taubatnya. Ramadhan adalah bulan yang sangat layak untuk memperbarui taubat; karena di dalamnya dilipatgandakan kebaikan, dihapus dan diampuni dosa, dan diangkat derajat. Jika seorang hamba selalu dituntut untuk bertaubat setiap waktu, maka taubat pada bulan Ramadhan ini lebih dituntut lagi; karena Ramadhan adalah bulan mulia waktu dimana rahmat-rahmat Allah turun ke bumi. Mana para pendosa? Mana orang-orang yang melampaui batas? Mana orang-orang yang selalu bermaksiat kepada Allah siang malam? Mana orang-orang yang membalas nikmat Allah dengan maksiat, memerangi Allah di bumi-Nya, dan menentangnya dalam kekuasan-Nya? Segeralah bertaubat! Karena tak satu pun dari kita yang bersih dari dosa dan bebas dari maksiat. Pintu taubat selalu terbuka dan Allah senang dan gembira dengan taubat hambanya. Taubat yang sungguh-sungguh atau taubat nasuha adalah dengan meninggalkan maksiat yang dilakukan, menyesali apa yang telah dilakukan, dan berjanji untuk tidak kembali mengulangi maksiat tersebut, dan jika dosa yang dilakukannya berkaitan dengan hak orang lain hendaknya meminta maaf dan kerelaan dari orang tersebut.
3) Mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan puasa dan ibadah Ramadhan lain.
“Menuntut ilmu wajib setiap muslim” (HR. Ibnu Majah). Ilmu yang Rasulullah Saw. maksudkan dalam hadits ini adalah ilmu yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah yang Allah wajibkan kepada setiap hamba. Setiap muslim wajib mempelajari ilmu tersebut; karena sah atau tidaknya ibadah yang dilakukannya tergantung dengan pengetahuannya tersebut. Seorang yang ingin melakukan shalat wajib mengetahui syarat-syarat atau rukun-rukun atau hal-hal yang membatalkan shalat dan lain-lainya, agar shalatnya sesuai dengan tuntutan agama. Begitu juga bulan Ramadhan di bulan ini Allah mewajibkan kepada setiap muslim yang mampu untuk berpuasa. Maka sudah menjadi kewajiban setiap muslim untuk membekali dirinya dengan hal-hal yang berkaitan dengan syarat-syarat dan rukun-rukun puasa, hal-hal yang membatalkan puasa, hal-hal yang dimakruhkan dan dibolehkan dalam puasa, hal-hal yang membatalkan puasa dan lain-lain supaya puasa yang dilakukannya sesuai dengan tuntunan syariah dan perbuatannya tidak sia-sia. Di samping pengetahuan yang berkenaan dengan puasa, pengetahuan-pengetahuan lain yang berkaitan dengan Ramadhan juga perlu seperti anjuran-anjuran, prioritas-prioritas amal yang harus dilakukan dalam Ramadhan, dan lain-lain agar setiap muslim dapat mengoptimalkan bulan ini sebaik mungkin.
4) Persiapan fisik dan jasmani.
Menahan diri untuk tidak makan dan minum seharian penuh selama sebulan tentu memerlukan kekuatan fisik yang tidak sedikit, belum lagi kekuatan yang dibutuhkan untuk menghidupkan malam-malam Ramadhan dengan shalat tarawih dan shalat sunnah lainnya, ditambah kekuatan untuk memperbanyak membaca Al-Qur’an dan beri’tikaf selama sepuluh hari di akhir Ramadhan. Kesemua hal ini menuntut kita selalu dalam kondisi prima sehingga dapat memanfaatkan Ramadhan dengan optimal dan maksimal. Melakukan puasa sunnah pada sebelum Ramadhan adalah salah satu cara melatih diri untuk mempersiapkan dan membiasakan diri menghadapi Ramadhan. Oleh karenanya Rasulullah Saw. mencontohkan kepada umatnya bagaimana beliau memperbanyak puasa sunnah pada bulan Sya’ban, sebagaimana yang diwartakan Aisyah: “Aku tidak pernah melihat Rasulullah Saw. berpuasa selama sebulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan dan aku tidak pernah melihat beliau berpuasa (sunah) lebih banyak dari bulan Sya’ban.” (Muttafaq Alaih)
Inilah diantara hal-hal yang mesti dipersiapkan untuk menyambut datangnya bulan romadhan. Wallohu a’lam. Semoga sholawat dan salam senantiasa tercurah kepada nabi kita Muhammad shallallohu ‘alaihi wasallam, beserta para sahabat dan pengikutnya.
Nasihat
Saat Idul Fitri Menjelang **
Saat Idul Fitri Menjelang
**
Terakhir, inilah perasaan seorang muslim di pagi hari raya Idul Fitri. Ia menuturkan :
“Aku ingat pagi hari Idul Fithri, kutemui anak-anak yang yatim. Tidak ada yang mau mencium mereka. Bahkan sekedar memberikan senyum untuk mereka. Aku ingat di pagi hari Idul Fithri aku bersama para janda, yang tidak bisa lagi merasakan kelembutan, juga kerinduan kepada suami mereka. Aku ingat, di hari raya Idul Fithri kita semua menikmati hidangan makanan enak dan minuman segar yang dapat menghilangkan lapar.
Aku ingat, di hari raya Idul Fithri kita berkumpul bersama dari semua umur, anak-anak, bapak-bapak dan ibu-ibu. Sementara ada saudara kita (semisal di Palestina) yang waktunya terampas oleh peperangan. Tak ada kenyamanan, ketenangan dan rasa aman. Hari raya mereka hanyalah linangan air mata, kesedihan serta kenangan seperti dipenjara.
Pada saat yang sama aku mengenakan baju baru, mengunjungi sanak-kerabat di sana-sini, menikmati makanan dan minuman…aku tertawa dan bercanda.
Tetapi, perasaan sebagai satu bagian utuh sebuah tubuh dan rasa persaudaraan tumbuh kuat dalam diriku. Aku tak akan melupakan mereka. Kalaupun aku tertawa, ada guratan duka menoreh wajahku. Lisanku bergetar melantunkan doa bagi mereka. Aku pun menceritakan keadaan mereka kepada keluarga dan tetanggaku.
Lisanku selalu berdoa untuk mereka, dimana keluarga dan tetanggaku menggunjingkan mereka…
Dalam Shahih Muslim disebutkan :
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِى تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
‘Perumpamaan orang-orang Mukmin dalam kasih sayang dan kecintaan mereka ibarat satu tubuh, jika anggota tubuh mengadu kesakitan maka semua anggota tubuh yang lain akan ikut demam dan terjaga semalaman.’
Barang siapa yang berbuat kebaikan maka kebaikan ini kembali kepada dirinya sendiri ; barang siapa yang tinggi cita-citanya maka kebaikan akan mengikutinya; namun barang siapa yang rendah cita-citanya maka kehinaan akan selalu mengikutinya…
Kusucikan cita-citaku dari apa-apa yang dilarang Allah
Menuju bulan yang khusyuk dengan berbekal kekhusukan,
bulan yang suci, dengan bekal amal sholeh…
Orang-orang yang berpuasa dengan istiqamah
akan mendapatkan tempat yang kekal dan didampingi bidadari yang menyenangkan
Penuh ampunan dari yang Maha Agung dengan kekuasaan-Nya yang besar
Wahai saudaraku, segeralah bangkit beramal
sebelum Ramadhan pergi
Semoga Allah Yang Maha Pengasih menghapus semua dosa-dosaku
dan mengampuni kesalahanku sebelum di buku kejelekanku…
Amin
Amar Abdullah bin Syakir
Sumber :
Ruhaniyyatush Shiyam, Dr. Ibrahim ad-Duwaisy, ei, hal. 49-51.
Nasihat
Puasa Agar Mereka Memperoleh Kebenaran **
Puasa Agar Mereka Memperoleh Kebenaran
**
“Ar-Rusyd adalah menemukan kebenaran dan mengamalkannya.”
**
Ar-Rusyd adalah tujuan ketiga di antara tujuan-tujuan disyariatkannya puasa, dan salah satu rahasia diwajibkannya puasa. Allah ta’ala berfirman di akhir ayat-ayat puasa :
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ [البقرة : 186]
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran.” (al-Baqarah : 186)
Kebenaran yang merupakan salah satu buah puasa, dinilai sebagai sifat positif dan penting bagi kepribadian seorang muslim, yang memberinya keseimbangan jiwa, pikiran, perasaan, dan emosi, serta membebaskannya dari segala fenomena yang memperburuk kepribadian insan modern yang tidak tumbuh berkembang di sela-sela al-Qur’an dan tidak mengikuti hukum-hukumnya, sehingga kepribadiannya terserang kelemahan, kepolosan, kelalaian, egoisme, atau kesedihan, seperti yang dituturkan oleh Dr. Shalah al-Khalidi.
Ayat ini mengandung penjelasan tentang jalan yang mengantarkan kepada kebenaran, yaitu beriman kepada Allah Ta’ala, berdoa kepada Allah ta’ala, dan memenuhi perintah-Nya, termasuk di antaranya berpuasa Ramadhan.
Ada yang mengatakan, ar-Rusyd adalah istiqamah di dalam agama.
Fenomena-fenomena Kebenaran yang Diwujudkan Puasa
Di antara fenomena-fenomena kebenaran adalah istiqamah di dalam agama dan tetap berada di atas agama. Dan di antara fenomena-fenomena kebenaran yang diwujudkan puasa bagi seorang muslim adalah :
Pertama, kebenaran penglihatan. Kebenaran ini terwujud dengan menundukkan dan menahan penglihatan untuk leluasa memandang segala hal yang tercela atau terlarang, dan juga hal-hal yang dapat menyibukkan dan melenakan hati dari mengingat Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-.
Kebenaran ini terwujud dengan berlama-lama menatap al-Qur’an dengan membaca dan merenungkannya, serta menahan penglihatan dari memandang apa yang Allah haramkan, agar tidak menciderai puasa.
Seseorang bertanya kepada al-Junaid, “Dengan apakah aku bisa menundukkan pandangan dengan mudah ?’ Al-Junaid menjawab, ‘Dengan kau mengetahui bahwa Allah melihatmu, di mana penglihatan-Nya kepadamu lebih cepat dari penglihatanmu kepada objek yang engkau lihat.”
“Menundukkan penglihatan dari apa yang diharamkan Allah, akan mendatangkan cinta Allah.” (al-Hasan bin Mujahid)
Kedua, kebenaran lisan. Kebenaran ini terwujud dengan menjaga lisan dari kata-kata ngelantur tidak jelas, dusta, adu domba, ghibah, tutur kata kotor, kasar, permusuhan, dan perdebatan, tetap diam, menyibukkannya dengan dzikir menyebut Allah ta’ala dan membaca al-Qur’an. Ini merupakan puasanya lisan.
Kebenaran ini muncul sebagai dampak alami yang didapatkan siapa yang selalu membasahkan lisannya dengan mengingat Allah, membiasakannya jauh dari segala kata dan ucapan-ucapan yang dapat melukai puasanya. Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersabda,
وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ
Pada hari ketika seseorang di antara kalian berpuasa, janganlah ia berkata kotor, dan janganlah (pula) berteriak-teriak (HR. al-Bukhari)
“Puasa itu tidak hanya menahan diri dari makan dan minum saja, akan tetapi juga menahan diri dari dusta, kebatilan, kata-kata sia-sia, dan sumpah.” (Umar bin Khaththab- رًضِيَ اللهُ عَنْهُ)
Ketiga, kebenaran telinga. Kebenaran ini terwujud dengan mencegah telinga dari mendengar apa saja yang dibenci Allah karena apa saja yang diharamkan diucapkan, haram pula didengarkan. Kebenaran ini muncul sebagai buah baik bagi siapa yang terbiasa mendengarkan al-Qur’an dan nasihat-nasihat di bulan Ramadhan, serta mendengarkan segala yang membawa manfaat dari kebaikan, juga menutup telinga dari segala yang diharamkan dan dimakruhkan oleh syariat.
“Apabila engkau berpuasa, maka hendaklah berpuasa pula pendengaranmu, penglihatanmu, dan lisanmu dari berkata dusta dan dosa.” (Jabir bin Abdillah-رًضِيَ اللهُ عَنْهُمَا)
Ketiga, kebenaran otak. Kebenaran ini terwujud dengan meraih ilmu dan pengetahuan, serta menyibukkan otak dengan ibadah merenungkan nikmat-nikmat dan makhluk-makhluk Allah, serta menggunakannya untuk hal-hal yang membawa manfaat bagi seorang mukmin, baik di dunia maupun di akhirat. Kebenaran ini muncul sebagai buah baik mendalami perkara-perkara agama, khususnya puasa, semangat mendengarkan ceramah dan pelajaran. Juga sebagai buah baik menggunakan akal dalam merenungkan ayat-ayat Allah yang dibaca dalam kitab-Nya, dan merenungkan ayat-ayat yang nampak nyata di alam semesta-Nya.
Ummu Darda’ ditanya, ‘Apakah amalan terbaik Abu Ad-Darda’ ?” Ia menjawab, “Berpikir dan memetik pelajaran.”
“Berpikir itu cahaya, lalai itu kegelapan, kebodohan itu kesesatan, dan ilmu itu kehidupan.” (Orang bijak)
Keempat, kebenaran tubuh. Kebenaran ini terwujud dengan tidak memperbanyak makan meski halal sekalipun, dan menahan diri dari segala syubhat yang mubah manakala Allah memerintahkannya, karena tujuan dari puasa adalah mengosongkan perut dan mematahkan syahwat hawa nafsu, sehingga jiwa menjadi kuat untuk bertakwa.
Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersabda,
حَسْبُ ابْنِ آدَمَ أُكُلَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ كَانَ لَا مَحَالَةَ فَثُلُثُ طَعَامٍ وَثُلُثُ شَرَابٍ وَثُلُثٌ لِنَفْسِهِ
Cukuplah beberapa suap makan bagi anak Adam untuk sekedar menegakkan tulang punggungnya. Jika pun harus menambah, maka sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga untuk bernafas.” (HR. Imam Ahmad)
Wallahu A’lam
Amar Abdullah bin Syakir
Sumber :
Asrar Ash-Shiyam Wa Ahkamuhu ‘Ala al-Madzahib al-Arba’ah, Dr. Thariq as-Suwaidan, ei.hal.42-45.
Nasihat
Wasiat Singkat Penutup Ramadhan 1445 H
Wasiat Singkat Penutup Ramadhan 1445 H
Ramadhan 1445 H telah sampai ke penghujungnya, bulan nan mulia penuh ampunan dan rahmat Allah Ta’ala sekali lagi akan pergi meninggalkan kita semua, namun semoga kepergiannya tidak dengan membawa semua ketaatan dan perubahan positif pada diri kita selama sebulan ini, akan tetapi dia pergi dengan membawa kebiasaan buruk kita di bulan-bulan sebelumnya.
Semua ini karena memang manfaat kewajiban puasa ramadhan adalah agar kita menjadi bertakwa, sebagaimana firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. (QS Albaqarah: 183)
Dan Takwa adalah menjalankan ketaatan kepada-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Namun, di sisa hari yang ada, maksimalkanlah kesempatan yang ada, dengan shalat 5 waktu, terawih, tilawah dan itikaf.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إيْمَا نًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya: Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan karena Iman dan mengharap pahala dari Allah maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu (HR Bukhari dan Muslim).
Dan haditnya:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إيْمَا نًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya: Barangsiapa beribadah (menghidupkan) bulan Ramadhan dengan iman dan mengharap pahala, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu (HR Bukhari dan Muslim).
Dan perbanyaklah doa berikut ini pada setiap harinya:
وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: قُلْتُ يَا رَسُولَ اَللَّهِ: أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَيَّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ اَلْقَدْرِ, مَا أَقُولُ فِيهَا? قَالَ: “قُولِي: اَللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ اَلْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي“
(صَحَّحَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ وَالْحَاكِمُ)
Artinya, “Dari sayyidah Aisyah ra, ia bercerita, ia pernah bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika aku mengerti sebuah malam itu adalah lailatul qadar. Bagaimana doa yang harus kubaca?’ Rasulullah saw menjawab, ‘Bacalah, ‘Allāhumma innaka afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘annī (Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan menyukai ampunan, maka ampunilah aku),’’” (Hadits ini diakui shahih oleh Imam A-Tirmidzi dan Al-Hakim).
Dan terakhir, agar tidak lupa menunaikan zakat fitrah bagi yang mampu, karena hukumnya wajib dan dia merupakan bentuk syukur kepada Allah Ta’ala atas nikmat materi dan juga sebagai sarana untuk saling berbagi dengan sesama muslim yang membutuhkan.
Allah Ta’ala berfirman:
اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعَامِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغَارِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ
Artinya : “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.”
(QS Attaubah: 60)
Terakhir, semoga Allah Ta’ala menerima amal ibadah kita selama bulan ramadhan ini dan mengampuni dosa-dosa kita semua, serta semoga Allah Ta’ala memanjangkan umur kita agar kembali dapat menemui ramadhan tahun depan, Aamiin.
-
Akhlak4 tahun ago
Pencuri dan Hukumannya di Dunia serta Azabnya di Akhirat
-
Khutbah8 tahun ago
Waspadailah Sarana yang Mendekatkan pada Zina
-
Fatwa9 tahun ago
Serial Soal Jawab Seputar Tauhid (1)
-
Nasihat8 tahun ago
“Setiap Daging yang Tumbuh dari sesuatu yang haram maka neraka lebih berhak baginya.”
-
Fiqih Hisbah8 tahun ago
Diantara Do’a Nabi Ibrahim ‘Alaihissalaam
-
safinatun najah6 tahun ago
Manfaat Amar Maruf Nahi Munkar
-
Tarikh9 tahun ago
Kisah Tawakal dan Keberanian Abdullah bin Mas’ud
-
Akhlak7 tahun ago
Riya & Sum’ah: Pamer Ibadah