Connect with us

baru

Bahaya Minuman Keras

Published

on

Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-yang menciptakan seluruh makhlukNya dan Dia Maha mengetahui terhadap seluruh makhlukNya. Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-mengetahui segala perkara yang membawa kebaikan bagi makhluk, dan segala perkara yang membawa keburukan.

Dengan kasih sayang-Nya, Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- memerintahkan kebaikan dan melarang keburukan. Termasuk keburukan yang dilarang oleh Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- adalah minum khamar.

Khamar adalah seluruh minuman yang memabukkan (minuman keras; miras). Khamar memiliki banyak keburukan, sehingga Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-menyebutnya sebagai ummul khabaits (sumber atau induk semua kejelekan).

 

Larangan Khamr dalam al-Qur’an

Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-memerintahkan orang-orang yang beriman untuk menjauhi khamar, dan menjelaskan keburukan-keburukannya. Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (90) إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ (91)  [المائدة : 90 – 92]

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan

Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). (al-Maidah : 90-91)

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di-رَحِمَهُ اللهُ-berkata pada tafsir ayat ini, “Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-mencela perkara-perkara yang buruk ini, dan memberitakan bahwa semua itu adalah perbuatan setan dan kotor atau najis. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Karena sesungguhnya keberuntungan tidak akan sempurna kecuali dengan meninggalkan apa yang Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-haramkan, khususnya perkara-perkara keji yang disebutkan (di dalam ayat ini)

Khamar adalah semua (minuman) yang menutupi akal, dengan sebab mabuk.

Maisir (perjudian) adalah semua pertandingan yang ada kompensasi atau ganti dari kedua belah pihak, seperti pertaruhan dan semacamnya.

Anshab adalah patung-patung, berhala-berhala, atau semacamnya, yang ditegakkan dan disembah selain Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-(orang-orang jahiliyah menyembahnya dan berkorban untuknya-pen)

Azlam adalah anak panah-anak panah yang dahulu mereka pergunakan untuk mengundi nasib.

Empat perkara ini dilarang keras oleh Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dan Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-memberitakan kerusakan-kerusakannya yang mendorong untuk meninggalkan dan menjauhinya.”

Kemudian syaikh menjelaskan kerusakan-kerusakannya. Beliau berkata, “Oleh karena itu, Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-menawarkan larangan ini kepada akal yang sehat dengan firman-Nya,

فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ

maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu) ?!

Karena sesungguhnya jika orang yang berakal melihat sebagian kerusakan-kerusakan, dia pasti akan  berhenti dan  menahan jiwanya. Orang yang berakal tidak membutuhkan banyak nasehat dan larangan yang keras.” (Tafsir Taisir Karimir Rahman)

 

Larangan Khamar dalam Sunnah

Banyak sekali hadis-hadis yang melarang minum khamar dan menjelaskan bahayanya. Antara lain :

Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – menyatakan bahwa orang yang minum khamar tidak beriman atau bukan orang Mukmin. Yaitu bukan orang mukmin yang sempurna imannya. Beliau bersabda,

وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِيْنَ يَشْرَبُ وَهُوَ مُؤْمِنُ

Tidaklah seseorang yang minum khamar, sementara ketika meminumnya, dia sebagai seorang Mukmin (HR. Al-Bukhari no.2475 dan Muslim no. 57, dari Abu Hurairah-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-)

Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -menjelaskan bahwa khamar adalah kunci semua keburukan.

عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ أَوْصَانِي خَلِيْلِي لَا تَشْرَبْ الْخَمْرَ فَإِنَّهَا مِفْتَاحُ كُلِّ شَرٍّ

Dari Abu ad-Darda, dia berkata, “Kekasihku (Nabi Muhammad-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -) telah berwasiat kepadaku,”Jangan engkau minum khamar, karena ia adalah kunci semua keburukan.” (HR. Ibnu Majah, no. 3371, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani)

 

Sepuluh Orang Terlaknat dengan Sebab Khamar

Dengan sebab keburukan khamar yang sangat banyak, Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – melaknat sepuluh orang dengan sebab khamar.

عَنْ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ قَالَ : لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِي الْخَمْرِ عَشْرَةً عَاصِرَهَا وَمُعْتَصِرَهَا وَشَارِبَهَا وَحَامِلَهَا وَالْمَحْمُوْلَةُ إِلَيْهِ وَسَاقِيَهَا وَبَائِعَهَا وَآكِلَ ثَمَنِهَا وَالْمُشْتَرِي لَهَا وَالْمُشْتَرَاةُ لَهُ

Dari Anas bin Malik, dia berkata, “Rasulullah melaknat sepuluh golongan dengan sebab khamar: orang yang memerasnya, orang yang minta diperaskan, orang yang meminumnya, orang yang membawanya, orang yang minta diantarkan, orang yang menuangkannya, orang yang menjualnya, orang yang makan hasil penjualannya, orang yang membelinya, dan orang yang minta dibelikan (HR. At-Tirmidzi, no. 1295; Syaikh al-Albani menilai hadis ini hasan shahih)

 

Had (Hukuman) Pemabuk

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِىَّ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- أُتِىَ بِرَجُلٍ قَدْ شَرِبَ الْخَمْرَ فَجَلَدَهُ بِجَرِيدَتَيْنِ نَحْوَ أَرْبَعِينَ. قَالَ وَفَعَلَهُ أَبُو بَكْرٍ فَلَمَّا كَانَ عُمَرُ اسْتَشَارَ النَّاسَ فَقَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ أَخَفَّ الْحُدُودِ ثَمَانِيْنَ

Dari Anas bin Malik, bahwa ada seorang lelaki yang telah minum khamar dihadapkan kepada Nabi, lalu beliau menderanya dengan dua pelepah kurma sebanyak 40 kali. Anas mengatakan, ‘Abu Bakar juga telah melakukannya. Ketika Umar (menjadi khalifah) dia meminta saran kepada para sahabat, Abdurrahman bin Auf berkata, ‘(jadikanlah hadnya) Had yang paling ringan yaitu 80 deraan.” Maka Umar memerintahkannya (dera 80 kali bagi pemabuk) (HR. Muslim no.1706)

(Dalam hadis ini disebutkan bahwa ketika Umar bin Khathab bermusyawarah dengan para sahabat perihal hukuman bagi pemabuk, Abdurrahman bin auf menyebutkan bahwa had yang paling ringan dalam al-Qur’an adalah 80 kali dera yaitu had bagi orang yang menuduh orang lain berzina. Lalu Umar bin Khaththab menerapkan had yang paling ringan ini bagi para pemabuk)

 Efek Negatif Khamar

Efek yang ditimbulkan setelah mengkonsumsi alkohol dapat dirasakan segera dalam waktu beberapa menit saja, tetapi efeknya berbeda-beda, tergantung dari jumlah atau kadar alkohol yang dikonsumsi.

Dalam jumlah yang kecil, alkohol menimbulkan perasaan relax, dan penggunanya akan mudah mengekspresikan emosi, seperti rasa senang, rasa sedih dan kemarahan. Mulut rasanya kering, pupil mata membesar, dan jantung berdetak lebih kencang. Mungkin pula akan timbul rasa mual. Bisa juga pada awalnya timbul kesulitan bernafas. Jenis reaksi fisik tersebut biasanya tidak terlalu lama. Selebihnya akan timbul perasaan seolah-olah peminumnya menjadi hebat dalam segala hal dan segala perasaan malu menjadi hilang. Kepala terasa kosong, rileks dan menyenangkan. Dalam keadaan seperti ini, peminumnya merasa membutuhkan teman mengobrol, teman bercermin, dan juga untuk menceritakan hal-hal rahasia. Semua perasaan itu akan berangsur-angsur menghilang dalam waktu 4 sampai 6 jam. Setelah itu peminumnya akan merasa sangat lelah dan tertekan.

Bila dikonsumsi lebih banyak lagi, akan muncul efek sebagai berikut ; merasa lebih bebas lagi mengekspresikan diri, tanpa ada perasaan terhambat, menjadi lebih emosional (sedih, senang, marah secara berlebihan). Demikian juga pengaruhnya akan mengganggu fungsi fisik motorik, yaitu bicara cadel, pandangan menjadi kabur, sempoyongan dan bisa sampai tidak sadarkan diri. Kemampuan mental mengalami hambatan, yaitu gangguan untuk memusatkan perhatian dan daya ingat terganggu. pengguna merasa dapat mengendalikan diri dan mengontrol tingkah lakunya, namun kenyataannya mereka tidak mampu mengendalikan diri. Oleh sebab itu banyak ditemukan kecelakaan sepeda motor atau mobil yang disebabkan karena pengendaranya dalam keadaan mabuk.

Pemabuk yang berat dapat terancam masalah kesehatan yang serius seperti radang usus, penyakit liver, dan kerusakan otak. Kadang-kadang minuman keras digunakan dengan kombinasi obat-obatan berbahaya lainnya, sehingga efeknya jadi berlipat ganda. Bila ini terjadi, efek keracunan dari penggunaan kombinasi akan lebih buruk lagi dan kemungkinan mengalami over dosis akan lebih besar.

Dengan berbagai keburukan tersebut tidak mengherankan bila agama Islam memandang khamar sebagai miftahu kulli syarrin (kunci segala keburukan). Karena ketika akal sudah tertutup oleh pengaruh khamar, maka dia akan bertindak di luar kontrol. Tindak kejahatan akan dilakukan, seperti perkelahian, pembunuhan, kejahatan mengganggu ketentraman dan meresahkan lingkungan. Demikianlah Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- mengharamkan khamar dan memerintahkan kepada orang-orang Mukmin untuk menjauhinya, semua itu untuk keselamatan manusia itu sendiri.

Wallahu A’lam

Sumber :

Majalah As-Sunnah, Edisi 11 tahun XVIII, Jumadil Awwal 1436 H-Maret 2015 M, hal.50-52

Amar Abdullah bin Syakir   

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: HisbahTv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

About Author

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

baru

Jangan Lewatkan Pahala Puasa Setahun Penuh

Published

on

By

Pada bulan Syawwal ini terdapat sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang pahalanya dapat menyempurnakan puasa bulan Ramadhan sehingga bernilai pahala puasa setahun penuh. Puasa sunnah yang dimaksud adalah puasa 6 hari di bulan syawwal.
Keutamaannya berdasarkan hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعُهُ بِسِتٍّ مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

Artinya: Barang siapa berpuasa Ramadhan kemudian dilanjutkan dengan enam hari dari Syawal, maka seperti pahala berpuasa setahun (HR Muslim).

Bagaimana bisa puasa ramadan dan syawal bernilai pahala puasa setahun?
Jawabannya adalah karena setiap kebaikan bernilai pahala sepuluh kali lipat, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

مَن جَآءَ بِٱلْحَسَنَةِ فَلَهُۥ عَشْرُ أَمْثَالِهَا ۖ وَمَن جَآءَ بِٱلسَّيِّئَةِ فَلَا يُجْزَىٰٓ إِلَّا مِثْلَهَا وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ

Artinya: “Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).” (QS Al An’am: 160)

Kemudian, dalam pelaksanaannya juga terdapat kemudahan, yaitu boleh berpuasa sunnah 6 hari syawal secara acak jika tidak mampu melaksanakannya 6 hari berturut-turut, namun lebih utama jika bisa berurutan, sebagaimana yang difatwakan oleh para ulama, seperti Al Khatib Al Syirbiny dalam kitabnya Tuhfatul Muhtaj 184/2.

Maka, ini adalah kesempatan emas yang sangat disayangkan jika terlewatkan. Karena perjalanan kita di dunia ini adalah untuk mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya untuk akhirat.

Semoga Allah Ta’ala senantiasa menaungi kita dengan taufik dan hidayah-Nya.

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: Hisbahtv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

About Author

Continue Reading

baru

Jangan Sia-siakan Sepuluh Akhir Ramadhan

Published

on

By

Khutbah Pertama :

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي فَضَّلَ رَمَضَانَ عَلَى غَيِرِهِ مِنَ الشُّهُوْرِ

واَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذَي جَعَلَ فِيْهِ لَيْلَةَ الْقَدْرِ خَيْرَا مِنْ أَلْفِ شَهْر

وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَيركَ لَهُ  لَهُ الْمُلْكُ  وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْر

وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ وَلَدِ الْبَشَر

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ  [آل عمران : 102]

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا [النساء : 1]

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا (70) يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا (71) [الأحزاب : 70 ، 71]

Ibadallah !

Bertakwalah kepada Allah. Bekalilah diri dengan bertakwa kepada Allah, kapan saja dan di mana saja kita tengah berada. Sesungguhnya ketakwaan kepada Allah merupakan bekal terbaik kita dalam mengarungi samudera kehidupan dunia nan fana, menuju kehidupan akhirat yang kekal abadi. Allah azza wa jalla berfirman,

 

وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ [البقرة : 197]

Berbekallah, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal (al-Baqarah : 197).

Ibadallah !

Bertakwalah kepada Allah, dengan mengerjakan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-larangan-Nya.

Bertakwalah kepada Allah, dengan senantiasa mengingat-Nya, tidak melupakan-Nya.

Bertakwalah kepada Allah, dengan mensyukuri segala bentuk nikmat-Nya, janganlah kita mengkufuri-Nya. Dan, janganlah pula kita menyia-nyiakan waktu dan kesempatan yang berharga dengan melakukan hal-hal yang tidak berguna untuk urusan dunia dan akhirat kita. Manfaatkanlah dengan sebaik-baiknya setiap kesempatan yang Allah berikan kepada kita untuk melakukan berbagai bentuk kebaikan dan ketaatan.

Ibadallah !

Terlebih, ketika kesempatan itu merupakan peluang yang sangat besar untuk meraih sebanyak-banyaknya pahala dari Allah azza wa jalla.

Ibadallah !

Ketahuilah bahwa disampaikannya seorang hamba ke sepuluh terakhir dari bulan Ramadhan ini, merupakan kesempatan yang istimewa dan peluang yang sangat berharga untuk meraih pahala yang sangat banyak dari Allah azza wa jalla. Terkhusus adalah di malam-malamnya. Nabi-ضَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersabda,

فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرُهَا فَقَدْ حُرِمَ

Pada bulan Ramadhan itu ada satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Barang siapa terhalangi dari kebaikannya, sungguh ia telah terhalangi (dari mendapatkan kebaikan yang banyak) (HR. an-Nasai)

Ibadallah !

Oleh karena itu, dulu Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-dan para sahabatnya mengagungkan sepuluh akhir ini dan mereka bersungguh-sungguh di dalam mengisinya lebih dari kesungguhan mereka dalam mengisi hari-hari lainnya.

Imam Ahmad di dalam Musnadnya dan imam Muslim di dalam shahihnya meriwayatkan dari Aisyah- رَضِيَ اللهُ عَنْهَا-, ia berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْتَهِدُ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مَا لَا يَجْتَهِدُ فِي غَيْرِهِ

Rasulullah- صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-biasa bersungguh-sungguh pada sepuluh akhir (dari bulan Ramadhan) tidak sebagaimana beliau bersungguh-sungguh pada selainnya.

Dan, asy-Syaikhan (Bukhari dan Muslim) meriwayatkan juga dari Aisyah- رَضِيَ اللهُ عَنْهَا-ia berkata,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ

Apabila sepuluh akhir (dari bulan Ramadhan) telah masuk, Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-mengencangkan ikat pinggangnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya.

Ibadallah !

Makna ((شَدَّ مِئْزَرَهُ)) (mengencangkan ikat pinggangnya) yakni beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersungguh-sungguh dan mengerahkan segenap kesungguhan untuk beribadah dan menjauhkan diri dari istri ; maka pada malam-malam itu beliau tidak bernikmat-nikmat melainkan dengan bermunajat kepada Rabbnya dan mendekatkan diri kepada-Nya. Maka, apa yang diperbolehkan oleh Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-bagi beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-berupa melakukan hubungan intim suami istri pada malam-malam Ramadhan menjadi tersibukkan oleh selainnya berupa ibadah dan ketaatan karena sangat mendambakan untuk mendapatkan pahala sepuluh malam ini dan diberi taufik untuk mendapatkan lailatul qadar.

Ibadallah !

Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- menghidupkan malamnya, yakni, beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bergadang menyibukkan diri dengan melakukan ketaatan. Maka, beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-menghidupkannya dengan hal tersebut. Dan, beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-menghidupkan diri dan jiwanya pada malam itu dengan mendekatkan diri dan merendahkan diri dan beribadah kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. Karena tidur itu adalah saudara kematian, dan tidak akan hidup ruh, tidak pula badan, tidak pula waktu, dan tidak pula umur melainkan dengan ketaatan kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. Inilah dia kehidupan yang sejatinya. Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

{ أَوَمَنْ كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَنْ مَثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِنْهَا } [الأنعام:122]

Apakah orang yang sudah mati lalu Kami hidupkan dan beri dia cahaya yang membuatnya dapat berjalan di tengah-tengah orang banyak, seperti orang yang berada dalam kegelapan sehingga dia tidak dapat keluar dari sana? (al-An’am : 122) ?

Ibadallah !

Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-menamakan jasad-jasad ini sebagai ‘mayat’ padahal ia bergerak di atas muka bumi, makan dan minum. Hal demikian itu karena jauhnya jasad-jasad tersebut dari iman dan ketaatan kepada Dzat yang Maha Penyayang (Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-) dan kesibukannya dengan kesesataan, kefasikan, dan kedurhakaan serta kezhaliman.

Ibadallah !

Selain bahwa Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- menghidupkan malamnya, Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- juga (( أَيْقَظَ أَهْلَهُ ))  (membangunkan keluarganya), yakni, membangunkan mereka untuk menunaikan shalat dan ibadah pada malam-malam ini.

Ibadallah !

Hal ini-wahai hamba-hamba Allah- sesungguhnya termasuk kesempurnaan kesungguhan beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-terhadap keluarganya agar mendapatkan kebaikan dan juga kesempurnaan perhatian beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- terhadap mereka sebagai bentuk penunaian kewajiban memperhatikan hal-hal yang Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- wajibkan kepada beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-untuk diperhatikan.

Ibadallah !

Hal ini juga menunjukkan kesemangatan dari beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-untuk menunjukkan mereka kepada kebaikan. Dan, orang yang menunjukkan kepada kebaikan adalah seperti pelakunya. Ditambah lagi dengan pahalanya yang diusahakannya karena kesungguhanya dengan dirinya sendiri.

Ibadallah !

Dalam tindakan beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-ini juga sebagai pensyariatan untuk umatnya agar mereka mengambil langkahnya dan meneladani beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-dalam hal tersebut.

Ibadallah !

Di dalamnya juga terdapat arahan bagi para ayah dan ibu dan motivasi bagi mereka agar perhatian dengan pendidikan anak-anak mereka dan agar benar-benar memperhatikan keadaan mereka, terkhusus pada bulan nan mulia ini, memantau keadaan mereka dan mengawasi mereka dalam hal ibadah mereka, dan sungguh-sungguh dalam upaya menjaga mereka, mendorong dan memotivasi mereka untuk berlomba dalam melakukan ketaatan dan menjauhi perkara yang terlarang, dan mendayagunakan sarana yang dapat digunakan untuk menakut-nakuti dan memberikan motivasi kepada mereka.

Ibadallah !

Aisyah- رَضِيَ اللهُ عَنْهَا-mengatakan,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ

Apabila sepuluh akhir (dari bulan Ramadhan) telah masuk, Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-mengencangkan ikat pinggangnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya.

Ibadallah !

Ibnu Hajar-رَحِمَهُ اللهُ-berkata, ‘Di dalam hadis ini terdapat anjuran untuk bersemangat dalam mendawamkan atau merutinkan shalat malam pada sepuluh akhir ini sebagai sebuah isyarat kepada dorongan untuk memperbagus penutupan. Semoga Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-menutup amal dan kehidupan kita dengan kebaikan.’ Amin

أَقُوْلُ مَا تَسْمَعُوْن وَأَسْتَغْفِرَاللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْن وَالمُؤْمِنِيْن اَلمُوَحِّدِيْن مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْم

Khutbah kedua :

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ

وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَيركَ لَهُ

وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Ibadallah !

Di antara ibadah yang agung, yang Allah pertintahkan kepada kita, hamba-hamba-Nya yang beriman adalah bershalawat kepada Nabi kita Muhammad-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-. Di dalam al-Qur’an, Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا  [الأحزاب : 56]

Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman ! Bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya (al-Ahzab :  56)

Sementara Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-telah bersabda, mengkhabarkan kepada kita salah satu di antara sekian banyak keutamaan bersalawat kepadanya, dalam sabdanya,

مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا

Barang siapa bershalawat kepadaku satu kali, nicaya Allah bershalawat kepadanya 10 kali.

Oleh karena itu, hendaknya kita perbanyak ibadah ini, yaitu, bershalawat kepadanya di hari ini, hari Jum’at, sebagaimana yang diperintahkan oleh Nabi kita Nabi Muhammad-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- dalam sabdanya,

إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَأَكْثِرُوا عَلَىَّ مِنَ الصَّلاَةِ فِيهِ

Sesungguhnya hari Jum’at termasuk hari-hari kalian yang sangat utama. Maka, berbanyaklah oleh kalian bershalawat kepadaku di hari tersebut…(HR. Abu Dawud)

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْم وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْم إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْد ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْم وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْم إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْد .

وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْن اَلْأَئِمَّةِ الْمَهْدِيِّيْن ؛ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيْق ، وَعُمَرَ الْفَارُوْق ، وَعُثْمَانَ ذِي النُّوْرَيْن ، وَأَبِي السِّبْطَيْن عَلِيٍّ . وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ وَعَنِ التَّابِعِيْن وَمَنْ اتَّبَعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْن ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرِمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الْأَكْرَمِيْن .

اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْن ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْن ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْن, وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْن ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْن,

اَللَّهُمَّ احْمِ حَوْزَةَ الدِّيْن يَا رَبَّ الْعَالَمِيْن ,

اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ  وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْن ،

اَللَّهُمَّ انْصُرْ دِيْنَكَ وَكِتَابَكَ وَسُنَّةَ نَبِيِّكَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعِبَادَكَ الْمُؤْمِنِيْن ،

اَللَّهُمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الدِّيْن ،

اَللَّهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنَا الْمُسْلِمِيْنَ فِي كُلِّ مَكَانٍ يَا حَيُّ يَا قَيُّوْم يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَام ،

اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وِلِيَّ أَمْرِنَا لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى ، اَللَّهُمَّ وَأَعِنْهُ عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَسَدِّدْهُ فِي أَقْوَالِهِ وَأَعْمَالِهِ وَأَلْبِسْهُ ثَوْبَ الصِّحَّةِ وَالْعَافِيَةِ .

اَللَّهُمَّ يَا ذَا الْجَلَالِ وَاْلِإكْرَامِ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا ،

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ ، وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَ الشَّرِّ كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ.

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ .

اَللَّهُمَّ أَجِرْنَا مِنَ النَّارِ ، اَللَّهُمَّ أَجِرْنَا مِنَ النَّارِ ، اَللَّهُمَّ أَجِرْنَا مِنَ النَّارِ ،

اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا اَلَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا ، وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتِي فِيْهَا مَعَاشُنَا ، وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا اَلَّتِي إِلَيْهَا مَعَادُنَا ، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ وَالْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ ،

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالسَّدَادَ ،

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعِفَّةَ وَالْغِنَى ،

رَبَّنَا إِنَّناَ ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخاسِرِيْن ،

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرِةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار .

عِبَادَ اللهِ : اُذْكُرْوا اللهَ يَذْكُرْكُمْ ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ ، ( وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ )

Wahai hamba-hamba Allah ! Ingatlah Allah, niscaya Allah mengingat kalian. Bersyukurlah kepada-Nya atas nikmat-nikmatNya, niscaya Dia menambahkan nikmat-Nya kepada kalian. Sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lainnya). Dan Allah mengetahui apa yang kalian kerjakan.

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: Hisbahtv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

About Author

Continue Reading

baru

Membangunkan Keluarga Pada 10 Malam Terakhir Bulan Puasa

Published

on

By

عَنْ عَائِشَةَ – رَضِىَ اللهُ عَنْهَا – قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ أَحْيَا اللَّيْلَ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ وَجَدَّ وَشَدَّ الْمِئْزَرَ

Dari ‘Aisyah-رَضِيَ اللهُ عَنْهَا-, ia berkata :

Adalah Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- apabila sepuluh (hari terakhir bulan Ramadhan) telah masuk, beliau menghidupkan malam, membangunkan keluarganya, bersungguh-sungguh dan mengencangkan ikat pinggang (HR. Muslim)

***

Di antara kebiasaan Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- pada sepuluh malam terakhir pada bulan Ramadhan adalah membangunkan keluarganya (istri-istrinya). Kebiasaan seperti ini tidaklah beliau lakukan pada kesempatan-kesempatan lain.

Dalam hadis Abu Dzar-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-diriwayatkan bahwa Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- shalat mengimami mereka pada malam kedua puluh tiga, kedua puluh lima dan kedua puluh tujuh. Lalu disebutkan bahwa beliau mengajak serta istri-istrinya untuk beribadah khusus pada malam kedua puluh tujuh.

Keterangan ini memberi penegasan bahwa sangat diprioritaskan membangunkan keluarga untuk beribadah pada malam-malam ganjil. Karena besar kemungkinan malam-malam tersebut adalah saat terjadinya Lailatul Qadar.

Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dari hadis Ali bahwa Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- biasa membangunkan keluarganya (untuk beribadah) pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan. Dan semua orang, baik kecil maupun besar, mampu melaksanakan shalat.

Sufyan ats-Tsauri-رَحِمَهُ اللهُ–berkata, “Aku sangat menyukai bagi seseorang jika telah masuk sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan hendaknya ia sungguh-sungguh beribadah pada waktu malam, dan hendaklah ia membangunkan istri dan anak-anaknya agar turut beribadah jika mereka mampu melakukan hal itu.”

Telah diriwayatkan secara shahih dari Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ –bahwa biasanya beliau mengetuk pintu rumah Fathimah dan Ali pada waktu malam. Beliau berkata kepada keduanya, “Tidakkah kalian berdua bangun lalu melaksanakan shalat ?”

Demikian pula beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ –biasa membangunkan ‘Aisyah pada waktu malam jika telah selesai tahajjud dan hendak melaksanakan shalat Witir.

Dalam kitab al-Muwatho’ diriwayatkan bahwa Umar bin Khathob-رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا-biasa shalat pada waktu malam sebagaimana yang dikehendaki Allah. Hingga apabila telah sampai tengah malam, ia membangunkan keluarganya untuk shalat. Ia berkata kepada mereka, “Tunaikan shalat…tunaikan shalat.” Lalu beliau membaca firman Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-,

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا  [طه : 132]

“Dan perintahkanlah kepada keluargamu untuk mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.“ (Thaha : 132)

Diceritakan bahwa istri Habib Abu Muhammad-رَحِمَهُ اللهُ-biasa berkata kepada suaminya pada malam hari, “Malam telah berlalu, di depan kita terbentang jarak yang demikian jauh, rombongan para shalihin telah berangkat lebih dulu sementara kita tertinggal jauh.”

Wahai orang yang lelap, betapa lama engkau tertidur

Berdirilah kekasihku, waktu itu telah dekat.

Pergunakanlah sedikit waktu malam untuk berdzikir.

Pada saat orang-orang asyik terlelap

Barangsiapa yang tidur hingga malam berlalu

Ia tak akan sampai tujuan dan tidak pula berusaha

Katakan kepada orang yang berakal para ahli takwa

Pahala yang besar sedang menantimu

Wallahu A’lam

Amar Abdullah bin Syakir

Sumber :

Bughyatu al-Insan Fii Wadha-if Ramadhan, Ibnu Rajab al-Hanbali, ei, hal. 98-100.

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: Hisbahtv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

About Author

Continue Reading

Trending