Connect with us

Keluarga

Bercanda dengan Keluarga (Bagian 1)

Published

on

Bercanda yang bersih dari hal-hal yang dilarang yang bisa memperkeruh jernihnya akal pikiran dan hati, adalah sesuatu yang dianjurkan, ia adalah sifat mulia, dimana peletak syariat yang bijak sana mengajak kepadanya. Nabi ﷺ bersabda,

إِنِّي لأَمْزَحُ وَلاَ أَقُولُ إِلَّاحَقًّا

“sesungguhnya aku bercanda, namun aku tidak mengucapkan kecuali kebenaran” (HR. Ath-Thabrani di dalam al-Mu’jam ash-Shaghir, hadits No. 779)

Al-Munawi berkata, Nabi ﷺ bergurau kerena orang-orang diperintahkan meneladani beliau dan meniti jejak beliau, seandainya beliau meninggalkan kelemah lembutan dan keceriaan, dan sebaliknya, seandainya beliau selalu bermuka masam dan kening berkerut, niscaya orang-orang akan demikian juga, dan betapa berat dan sulitnya menyelisihi sebuah tabiat, maka nabi ﷺ bergurai agar orang-orang-orang bergurau (Faidhul Qadir, 3/18)

Salah satu contoh nyata dari canda beliau –yang hendaknya kita teladani- adalah apa yang beliau lakukan dengan keluarganya dalam bentuk “tarkhim” (menyebut nama seseorang secara tidak lengkap)

Imam al-Bukhari dan imam Muslim meriwayatkan dengan sanad keduanya dari Aisyah –radhiyallahu ‘anha-, ia berkata, “Suatu hari Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Wahai ‘Aisy, ini Jibril menyampaikan salam kepadamu.’ Maka aku menjawab,’ semoga dia mendapatkan keselamatan , rahmat dan keberkahan Allah.

Imam an-Nawawi mengatakan, “di antara fardah hadis ini adalah keutamaan yang nyata bagi ‘Aisyah, dan dalam hadis ini terkandung dalil yang membolehkan panggilan dengan cara “tarkhim” (Syarah Shahih Muslim, 8/227)

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, hadis ini menetapkan keutamaan besar bagi ‘Aisyah –radhiyallahu ‘anhu– (Fath al-Baari, 7/108)

Dalam hadis ini Nabi ﷺ memanggil ‘aisyah –radhiayallahu ‘anha– dengan “tarkhim”  ini termasuk canda beliau dan kelembutan beliau kepada keluarganya .

Demikianlah satu contoh yang menunjukkan canda beliau dengan keluarganya. Contoh canda beliau yang liannya, insya Allah akan penulis tulis untuk Anda pada tulisan mendatang. Mudah-mudahan Allah melembutkan hati kita sehingga dapat bercanda dengan keluarga kita untuk meneladani Nabi kita Muhammad ﷺ. Aamin

Penulis : Amar Abdullah bin Syakir

Artikel : www.hisbah.net

Ikuti update artikel di Fans Page Hisbah.net
Twitter @Hisbahnet,

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Keluarga

Hanya Dengan Senyum, Kamu Bisa Menundukkan Hatinya

Published

on

Ia tidak membutuhkan usaha besar, tidak perlu capek dan bersusah payah, tetapi ia melakukan layaknya sihir terhadap hati, ia masuk ke dalam hati melalui gerbang paling luas, pasangan akan merasakan cinta, kasih sayang, dan perhatian, tidak memerlukan banyak kata-kata cinta, tidak membutuhkan banyak untaian sanjungan. Di samping itu, ia menambah kewibawaan dan keceriaan bagi pemiliknya.

Ia adalah senyuman dan wajah berseri. Betapa indahnya bibir yang tersungging senyuman.

Dari Jarir رَضِيَ اللهُ عَنْهُ , dia berkata,

مَا حَجَبَنِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُنْذُ أَسْلَمْتُ وَلَا رَآنِي إِلَّا تَبَسَّمَ فِي وَجْهِي

“Nabi صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tidak mencegahku berkunjung padanya sejak aku masuk Islam, dan tidaklah beliau melihat aku melainkan beliau tersenyum kepadaku.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari.

Dari Abu Dzar رَضِيَ اللهُ عَنْهُ dia berkata, Rasulullah صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda,

لاَ تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ

“Jangan sekali-kali kamu meremehkan kebaikan sedikit pun walaupun (hanya berupa) kamu menjumpai saudaramu (yang Muslim) dengan wajah berseri-seri.” Diriwayatkan oleh Muslim.
Iklan




Dari Abu Dzar رَضِيَ اللهُ عَنْهُ dia berkata, Rasulullah صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda,

تَبَسُّمُكَ فِي وَجْهِ أَخِيْكَ لَكَ صَدَقَةٌ

“Senyummu di depan saudaramu adalah sedekah bagimu.” Dariwayatkan oleh at-Tirmidzi, dan dihasankan oleh al-Albani.

Ini untuk saudaramu yang Muslim walau dia jauh (kekerabatannya), lalu bagaimana bila senyummu di depan suami atau istrimu ?

Rasulullah صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  mengajak kita demikian karena ia mendekatkan hati dan menyatukannya, serta mengakrabkan pemiliknya. Hendaknya wajah kita selalu tersenyum, tetapi bukan senyum penjilat. Sebagian suami atau istri tersenyum, tetapi kapan ? Saat mereka menginginkan sesuatu !

***

إِذَا كَانَ الْكَرِيْمُ عَبُوْسُ الْوَجْهِ

قَمَا أَحْلَى الْبَشَاشَةَ فِي الْبَخِيْلِ

 Bila orang dermawan berwajah masam

Betapa manisnya senyuman pada (wajah) orang kikir.

***

Wallahu A’lam

Amar Abdullah bin Syakir

Sumber :

Az-Zaujan Fi Khaimah as-Sa’adah Maharat wa Wasa’il, Abdurrahman al-Qar’awi, ei, hal. 117-118

 

 

 

Continue Reading

Keluarga

Libatkan Orang yang Teguh Beragama dalam Masalah Kalian Berdua

Published

on

Manakala kita berselisih, kita patut berusaha menyelesaikannya di antara kita, lalu bila memang harus meminta penengah kepada orang ketiga dan meminta sarannya, maka hendaknya kita memilih orang yang beragama, berilmu dan berakal, karena bila suami atau istri meminta pendapat sembarang orang, maka biasanya dia malah membuat benang masalah semakin kusut, persoalannya semakin melebar, orang-orang pun mengetahuinya, keduanya tidak menemukan solusi dari persoalan mereka. Kriteria agama semata tidak cukup bagi seseorang untuk dimintai nasehatnya, dan sangat disayangkan bila sebuah nasehat dimintakan kepada orang-orang di mana mereka hanya sekedar teman, atau kerabat, atau penulis di perkumpulan ini dan itu.

Hari ini, alhamdulillah, sudah banyak pusat-pusat penyuluhan sosial yang bisa dimintai bantuannya setelah Allah.

Ada sisi lain yang patut diperhatikan, bahwa berbicara kepada orang yang tidak bisa diharapkan memberikan solusi, atau nasehat, atau saran yang tepat oleh suami atau istri mengenai pasangannya, bisa masuk ke dalam ghibah yang diharamkan. Hendaknya diwaspadai.
Iklan


Betapa indahnya sebuah rumah yang terjaga aman problemnya di ruang lingkup temboknya. Bila penghuni rumah memang perlu meminta bantuan kepada pihak ketiga sesudah Allah, maka   hendaknya orang tersebut adalah orang yang dipercaya akal dan agamanya.

Aku tidak menganjurkan untuk membiarkan masalah di dalam rumah, kecuali bila suami-istri berharap dan berusaha bisa menyelesaikannya di anatara mereka berdua. Adapun bila keduanya atau salah satu dari keduanya melihat bahwa masalah semakin meruncing, maka sangat perlu meminta bantuan pihak lain mendamaikan.

**

Al-A’masy pernah berselisih dengan istrinya, lalu dia meminta temannya untuk membujuk istrinya dan mendamaikan keduanya, maka si teman datang dan berkata kepada istri al-A’masy, “Sesungguhnya Abu Muhammad (al-A’masy) adalah laki-laki tua, jangan membencinya hanya karena kedua matanya rabun, kedua kakinya ringkih, kedua lututnya lemah, kedua ketiaknya bau, kedua tangannya kaku, dan mulutnya yang tidak sedap.” Maka al-A’masy menghardiknya, “Pergilah, semoga Allah memburukkanmu, kamu malah hanya membuka aib-aibku yang tidak dia ketahui sebelumnya.”

Wallahu A’lam

Amar Abdullah bin Syakir

Sumber :

Az-Zaujan Fi Khaimah as-Sa’adah Maharat wa Wasa’il, Abdurrahman al-Qar’awi, ei, hal. 79-80

 

Continue Reading

Keluarga

Pengaruh Baik Kedekatan Fisik

Published

on

Anan bin Malik-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-berkata,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ إِذَا لَقِيَ الرَّجُلَ فَكَلَّمَهُ لَمْ يَصْرِفْ وَجْهَهُ عَنْهُ حَتَّى يَكُوْنَ هُوَ الَّذِي يَنْصَرِفُ . وَإِذَا صَافَحَهُ لَمْ يَنْزِعْ يَدَهُ ( مِنْ يَدِهِ ) حَتَّى يَكُوْنَ هُوَ الَّذِي يَنْزِعُهَا . وَلَمْ يُرَ مُتَقَدِّمًا بِرُ كْبَتَيْهِ جَلِيْسًا لَهُ قَطُّ

“Apabila Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bertemu seseorang lalu berbicara kepadanya maka beliau tidak memalingkan wajahnya darinya sehingga orang itu sendiri yang berpaling, dan apabila beliau menjabat tangannya, beliau tidak menarik tangan beliau dari tangannya sehingga orang itu yang menarik tangannya lebih dahulu. Dan beliau sama sekali tidak pernah terlihat maju dengan kedua lutut beliau melebihi (lutut) rekan duduknya.” [1]

Rasulullah-صًلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-juga bersabda,

تَصَافَحُوْا يَذْهَبِ الْغِلُّ

“Hendaknya kalian saling berjabat tangan, niscaya kebencian akan sirna.” [2]


Anas bin Malik-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-berkata,

كَانَ أَصْحَابُ النَّبِيِّ –صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- إِذَا تَلَاقَوْا تَصَافَحُوْا وَإِذَا قَدِمُوْا مِنْ سَفَرٍ تَعَانَقُوْا

“Para sahabat Nabi apabila bertemu, mereka saling berjabat tangan, dan apabila mereka pulang dari safar, mereka saling merangkul.” [3]

Semua bukti-bukti ini dan bukti-bukti lainnya menunjukkan bahwa kedekatan fisik memiliki pengaruh besar dalam mendekatkan hati dan menyatukannya di antara saudara-saudara. Maka tentu begitu juga di antara suami-istri, karena kebutuhan kepada kedekatan fisik bagi pasangan suami-istri adalah lebih besar.

Agar kedekatan fisik di antara suami-istri ini bisa mengakibatkan pengaruh yang positif, maka hendaknya suami-istri memperhatikan kebersihan tubuhnya, sehingga tidak memunculkan bau tidak sedap yang mengganggu pasangan, juga tidak  memakai pakaian kotor, atau lalai memperhatikan penampilannya. Kedekatan fisik menuntut keduanya untuk menjaga kebersihan, aroma tubuh, dan penampilan yang baik.

Para istri Nabi menyampaikan kepada kita tentang keadaan Nabi-صًلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-dalam hal ini. Aiysah-رَضِيَ اللهُ عَنْهَا- berkata,

كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ تَخْتَلِفُ أَيْدِينَا فِيهِ

“Aku pernah mandi bersama Nabi-صًلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-dari satu bejana, tangan kami saling bergantian (menciduk) air.” [4]

(Aisyah-رَضِيَ اللهُ عَنْهَا-juga berkata),

وَكَانَ يَأْمُرُنِي فَأَتَّزِرُ فَيُبَاشِرُنِي وَأَنَا حَائِضٌ وَكَانَ يُخْرِجُ رَأْسَهُ إِلَيَّ وَهُوَ مُعْتَكِفٌ فَأَغْسِلُهُ وَأَنَا حَائِضٌ

“Nabi-صًلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-pernah menyuruhku memakai kain sarung lalu beliau mencumbuku ketika aku sedang haid. Dan beliau-صًلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-juga mengeluarkan kepala beliau kepadaku saat beliau beri’tikaf lalu aku membasuhnya saat aku haid.” [5]

Ummu Salamah-رَضِيَ اللهُ عَنْهَا-berkata,

حِضْتُ وَأَنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْخَمِيلَةِ فَانْسَلَلْتُ فَخَرَجْتُ مِنْهَا فَأَخَذْتُ ثِيَابَ حِيضَتِي فَلَبِسْتُهَا فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنُفِسْتِ قُلْتُ نَعَمْ فَدَعَانِي فَأَدْخَلَنِي مَعَهُ فِي الْخَمِيلَةِ

“Aku pernah dalam keadaan haid saat aku bersama Nabi-صًلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- dalam sebuah selimut, maka aku keluar dari selimut lalu aku mengambil pakaian haidku dan mengenakannya, maka Rasulullah-صًلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda kepadaku,’Apakah kamu haid ?’ Aku menjawab, ‘Ya.’ Lalu beliau menarikku masuk kembali ke dalam selimut tersebut.” [6]

Dari Aisyah-رَضِيَ اللهُ عَنْهَا-, beliau berkata,

تُوُفِّيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَيْتِي وَفِي يَوْمِي وَبَيْنَ سَحْرِي وَنَحْرِي

“Nabi-صًلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- wafat di rumahku, di hari giliranku, dan di antara dada bawah dan leherku.”

Perhatikanlah wahai suami-istri hadis-hadis ini dan segala kandungan di dalamnya yang menjelaskan betapa pentingnya kedekatan fisik di antara suami-istri di samping jalinan hati mereka.


Nabi-صًلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِنِسَائِكُمْ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ اَلْوَدُوْدُ اَلْوَلُوْدُ اَلْعَؤُوْدُ عَلَى زَوْجِهَا الَّتِي إِذَا غَضِبَ جَاءَتْ حَتَّى تَضَعَ يَدَهَا فِي يَدِ زَوْجِهَا وَ تَقُوْلُ : لَا أَذُوْقُ غَمْضًا حَتَّى تَرْضَى

“Maukah aku kabarkan kepada kalian tentang wanita-wanita kalian dari kalangan penghuni Surga ? : (yaitu) wanita-wanita yang penuh cinta, banyak anak, dan membawa manfaat bagi suaminya, yang bila suaminya marah, maka dia datang kepadanya lalu meletakkan tangannya pada tangan suaminya dan berkata, ‘Aku tidak bisa merasakan tidur sebelum engkau memaafkan (diri-ku).” [7]

Perhatikanlah, “dia datang kepada (suami)nya lalu meletakkan tangannya pada tangan suaminya”, sebuah gerakan indah yang didorong oleh perasaan cinta, yang akan membuat hati semakin saling mendekat dan makin jernih.

Wallahu A’lam

Amar Abdullah bin Syakir

Sumber :

Az-Zaujan Fi Khaimah as-Sa’adah Maharat wa Wasa’il, Abdurrahman al-Qar’awi, ei, hal. 50-53

Catatan :

[1] Diriwayatkan oleh Ibnu Majah. Al-Albani berkata, “Dhaif (lemah), selain ucapan tentang jabat tangan, ia shahih.”

[2] Diriwayatkan oleh Malik, dan didhaifkan oleh al-Albani.

[3] Diriwayatkan oleh ath-Thabrani, dan dihasankan oleh al-Albani.

[4] Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim

[5] Diriwayatkan oleh al-Bukhori

[6] Diriwayatkan oleh al-Bukhori

[7] Diriwayatkan oleh an-Nasai dan lainnya dan dishahihkan oleh al-Albani.

Continue Reading

Trending