Diharamkannya Riba dalam Semua Syariat yang Diturunkan Allah

kepada Para Nabi


Diharamkannya riba tidak hanya berlaku dalam Syariat Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad-shallallahu ‘alaihi wasallam- saja. Namun, keharamannya sudah menjadi aksioma yang diterima secara umum dalam seluruh syariat yang diturunkan oleh Allah.


Terdapat ayat dalam Perjanjian Lama sebagai berikut :


“Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang dari umat-Ku, orang yang miskin di antaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai penagih hutang terhadap dia, janganlah kamu bebankan bunga uang kepadanya (Kitab keluaran, 22 : 25)


Dalam kitab yang sama dikatakan,


“Janganlah engkau mengambil bunga uang riba darinya, melainkan engkau harus takut akan Allahmu, supaya saudaramu dapat hidup di antaramu. Janganlah engkau memberi uangmu kepadanya dengan meminta bunga, juga makananmu jangan engkau berikan dengan meminta riba (Kitab Imamat, 25 : 36-37)


Hanya saja orang-orang Yahudi tidak menganggap ada masalah melakukan riba terhadap non Yahudi, sesuai dengan kaidah mereka yang disebutkan dalam al-Qur’an,

 

ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا لَيْسَ عَلَيْنَا فِي الْأُمِّيِّينَ سَبِيلٌ وَيَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُونَ


Yang demikian itu lantaran mereka mengatakan,’Tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi.’ Mareka berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui (Qs. Ali Imran : 75)


Dalam Perjanjian Lama, Kitab Ulangan disebutkan ucapan yang dinisbahkan kepada Nabi Musa ‘alaihissalam.


“Janganlah engkau membungakan kepada saudaramu, baik uang maupun bahan makanan atau apapun yang dapat dibungakan. Dari orang yang asing boleh engkau memungut bunga, tapi dari saudaramu janganlah engkau memungut bunga sapaya Allah, Tuhanmu,  memberkati engkau dalam segala usahamu di negeri yang engkau masuki untuk mendudukinya (Kitab Ulangan 23 : 19-20)


Bahkan mereka telah menganggap halal perbuatan riba itu  dengan sesama mereka, namun dengan berbagai kamuflase. Al-Qur’an telah mengecam mereka dalam firman Allah,

 

وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ


Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil.” (Qs. an-Nisa : 161)


Yakni bahwa Allah telah melarang mereka melakukan perbuatan riba, namun mereka masih juga mengambil keuntungan dengan riba. Mereka sengaja menyamarkan perbuatan mereka tersebut, dengan berbagai cara untuk merancukannya, dan pada akhirnya mereka berhasil memakan uang orang lain dengan cara batil.


Dan dalam Perjanjian Baru (injil) dikatakan demikian,


“Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu dari padanya, apakah jasamu ? orang-orang yang berdosa pun meminjamkan kepada orang-orang berdosa, supaya mereka menerima kembali sama banyak. Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuat baiklah kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharap balasan, maka upahmu akan besar… (Injil Lukas 6 : 34-36)


Kaum gerejawan bersepakat mengharamkan riba secara tegas berdasarkan nash-nash tersebut (Silakan lihat kembali nash-nash tersebut dalam Fiqh as-Sunnah oleh Sayyid Sabiq, 3/131, 132)


Scobar menyatakan, “Sesungguhnya orang yang menyatakan bahwa riba bukanlah kemaksiatan, berarti ia termasuk atheis (kafir) yang keluar dari agamanya. “


Pastur Buni menyatakan, “Sesungguhnya para pelaku riba itu kehilangan kehormatan di dunia, dan tidak berhak dikafani ketika mereka mati.”

Wallahu A’lam


Sumber :


Maa Laa Yasa’u at-Tajiru Jahluhu
, Prof. Dr. Abdullah al-Mushlih dan Prof. Dr. Shalah Ash-Shawi, ei, hal. 347-348


Amar Abdullah bin Syakir

About Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *