Connect with us

Fatwa

Fatwa Seputar Valentine Day

Published

on

Fatwa Lajnah Da’imah (Lembaga Fatwa Arab Saudi) seputar Valentine Day  (Fatwa nomor 21203, tanggal: 23-11-1320 H)

Segala puji bagi Allah semata, shalawat dan salam atas hamba yang tidak ada nabi setelahnya. Amma ba’du:

Lembaga Tetap untuk Pembahasan Ilmiah dan Fatwa telah menelaah apa yang telah disampaikan kepada yang terhormat Mufti Umum, dari yang meminta fatwa: Abdullah bin Aalu Rabi’ah, dan disampaikan kepada Lembaga Seksi Amanah Umum – Lembaga Kibaarul Ulama (ulama besar), nomor: 5324, tanggal: 3-11-1420 H.

Yang memohon fatwa menyampaikan pertanyaan yang teksnya sebagai berikut:

“Sebagian manusia ada yang merayakan hari ke 14 dari bulan Februari setiap tahun dengan hari kasih sayang “valentine’s day” (hari valentine). Dimana mereka saling memberi hadiah berupa mawar merah dan memakai pakaian berwarna merah, dan mereka saling memberi selamat, dan sebagian warung/restoran pembuat kue membuat kue dengan warna merah, lalu diberi gambar hati di atasnya. Sebagian toko ada yang memberi beberapa pemberitahuan di sebagian barang dagangannya yang berkenaan dengan kekhususan hari tersebut. Maka apa pendapatmu tentang:

– hukum merayakan hari tersebut?

– Membeli dari toko-toko tersebut pada hari itu?

– Sebagian toko (yang tidak merayakan hari itu) menjual kepada yang merayakannya sebagian apa yang dihadiahkan di hari tersebut?

Semoga Allah membalas kebaikanmu.”

Setelah lembaga mempelajari pertanyaan tersebut, maka lembaga ini menjawab bahwa telah ditunjukkan berdasarkan dalil-dalil yang jelas dari Al-kitab dan As-sunnah, dan telah sepakat umat ini atasnya, bahwa hari raya di dalam Islam hanyalah dua: yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Adapun selain keduanya dari berbagai perayaan apakah yang berhubungan dengan seseorang, sekelompok orang, atau satu kejadian, atau dengan makna apa saja, maka itu merupakan perayaan-perayaan yang bid’ah, tidak boleh bagi Kaum Muslimin melakukannya, menyetujuinya, dan menampakkan kegembiraan dengannya, atau membantunya dengan sesuatu. Sebab hal tersebut termasuk ke dalam sikap melanggar batasan-batasan Allah, dan barangsiapa yang melanggar batasan-batasan Allah subhanahu wata’ala, maka sungguh dia telah menzhalimi dirinya sendiri. Apabila perayaan yang diada-adakan tersebut berasal dari perayaan orang-orang kafir, maka ini berarti dosa di atas dosa, sebab menyerupai mereka, dan itu merupakan bentuk loyalitasnya kepada mereka. Dan sungguh Allah subhanahu wata’ala telah melarang Kaum Mukminin menyerupai mereka dan bersikap loyal kepada mereka dalam kitab-Nya yang agung. Dan telah shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang menyerupai satu kaum, maka dia termasuk mereka.” (HR.Abu Dawud dari Abdullah bin Umar)

Hari kasih sayang termasuk diantara jenis perayaan yang disebutkan, sebab ia termasuk di antara perayaan berhala Nashrani. Maka tidak halal bagi seorang muslim yang beriman kepada Allah subhanahu wata’ala dan hari akhir melakukannya, atau menyetujuinya, atau mengucapkan selamat, namun yang wajib adalah meninggalkannya dan menjauhinya, sebagai wujud menjawab panggilan Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam, dan menjauhkan diri dari berbagai sebab yang mendatangkan kemurkaan Allah subhanahu wata’ala dan siksaan-Nya. Sebagaimana pula diharamkan atas seorang muslim membantu perayaan tersebut, atau yang lainnya dari berbagai perayaan yang diharamkan, dengan jenis apapun, baik berupa makanan, minuman, menjual, membeli, membuat, hadiah, saling berkirim surat, atau pemberitahuan, atau yang lainnya. Sebab itu semua termasuk ke dalam sikap saling tolong menolong di atas dosa dan permusuhan, dan kemaksiatan kepada Allah dan rasul-Nya. Dan Allah subhanahu wata’ala berfirman:

وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُواْ اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Maidah: 2)

Wajib atas seorang muslim berpegang teguh dengan Kitabullah dan As-Sunnah dalam setiap keadaannya, terlebih lagi pada waktu-waktu terjadinya fitnah dan banyak terjadi kerusakan. Dan hendaklah seseorang mengerti dan berhati-hati dari terjatuh ke dalam berbagai kesesatan orang-orang yang dimurkai dan orang-orang yang sesat yang fasiq yang  tidak percaya akan kebesaran Allah, dan mememiliki peduli terhadap Islam. Wajib atas setiap muslim untuk berlindung kepada Allah subhanahu wata’ala dengan memohon hidayah kepada-Nya, dan kokoh di atas agamanya, karena tidak ada yang dapat memberi hidayah kecuali Allah, dan tidak ada yang dapat memberi kekokohan kecuali Dia subhanahu wata’ala. Dan hanya kepada Allah kita meminta taufiq. Shalawat dan salam atas Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarganya, dan para shahabatnya.

Lembaga Tetap untuk Pembahasan Ilmiah dan Fatwa.

Ketua: Abdul Aziz bin Abdullah bin Muhammad Alus Syaikh

Anggota:

– Shalih bin Fauzan Al-Fauzan

– Abdullah bin Abdurrahman Al-Ghudayyan

– Bakr bin Abdullah Abu Zaid

Artikel : www.hisbah.net

Ikuti update artikel Hisbah.net di Fans Page Hisbah, Twitter @Hisbahnet, Google Plus +Hisbahnet

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fatwa

Shalat dengan Bermakmun Kepada Pelaku Bid’ah dan Pelaku Isbal

Published

on

[Pertanyaan : ]

“Sahkah bermaksum kepada imam yang dikenal sebagai pelaku bid’ah dan pelaku isbal ? ”

[Jawaban :]

Syaikh Abdul Aziz bin Bazz رَحِمَهُ اللهُ menjawab, ‘Ya, sah. Tidak mengapa shalat di belakang pelaku bid’ah, pelaku isbal, atau pun pelaku maksiat lainnya. Demikianlah menurut pendapat yang shahih dari dua pendapat para ulama. Dengan catatan, selama bid’ah itu tidak mengakibatkan pelakunya kafir. Apabila bid’ahnya mengarah kepada kekufuran, seperti bid’ah Jahmiyah, atau apa saja yang dapat mengeluarkan seseorang dari Islam, maka tidak sah shalat bermakmum kepadanya.

Meskipun demikian, pihak yang bertanggung jawab dalam penunjukkan imam masjid diharuskan memilih imam shalat yang diketahui tidak suka berbuat bid’ah dan kefasikan, serta mempunyai reputasi yang baik. Sebab menjadi imam shalat adalah amanah yang sangat mulia, dan dia bisa menjadi teladan bagi kaum Muslimin. Maka dari itu, amanah ini tidak boleh diserahkan kepada pelaku bid’ah maupun orang fasik, terlebih jika terdapat orang yang lebih pantas untuk mengembannya.
Iklan




Dalam hal ini, isbal termasuk perbuatan maksiat yang wajib ditinggalkan dan dijauhi. Sebagaimana Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda,

مَا أَسْفَلَ مِنْ الْكَعْبَيْنِ مِنْ الْإِزَارِ فَفِي النَّارِ

Sarung yang menjulur melebihi kedua mata kaki (maka pelakunya) akan dimasukkan ke dalam Neraka. [1]

Hadis ini diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Shahihnya.

Pakaian apa pun selain sarung, seperti gamis dan celana panjang, dihukumi sama dengan sarung. Diriwayatkan secara shahih dari Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bahwa beliau bersabda,

« ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ »

« الْمُسْبِلُ وَالْمَنَّانُ وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ »

Tiga kelompok manusia yang tidak akan diajak bicara dan dilihat oleh Allah pada hari Kiamat; Dia juga tidak akan menyucikan mereka (dari dosa) ; dan bagi mereka siksa yang amat pedih :

  • Orang yang menjulurkan kainnya melewati mata kaki (berbuat isbal)
  • Orang-orang yang mengungkit-ungkit pemberiannya, dan
  • Orang yang menjual barang dagangannya dengan sumpah palsu (agar laku keras) [2]

Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim dalam shahihnya.
Iklan




Jika seseorang berbuat isbal pada sarung atau pakaian yang lain karena sombong, niscaya dosanya lebih besar lagi. Bahkan dia telah mendekati hukuman yang disegerakan oleh-Nya. Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda,

مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلَاءَ لَمْ يَنْظُرْ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Barang siapa memanjangkan pakaiannya melewati mata kaki karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari Kiamat.’ [3]

Maka dari itu, setiap muslim harus benar-benar menjauhi segala  yang diharamkan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى, baik isbal maupun maksiat lainnya. [4]

Wallahu A’lam

 

Amar Abdullah bin Syakir

 

Catatan :

[1] Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam ash-Shahih : kitab ‘al-Libas, bab : Maa Asfala min al-Ka’baini min al-Izar (x/256, no. 5887) dan an-Nasai dalam Sunannya : kitab az-Zinah, bab : Ma asfala min al-Ka’baini min al-Izar (VIII/207)

[2] Diriwayatkan oleh Muslim dalam shahihnya, kitab al-Iman, bab : Bayan Ghalazhi Tahrimi Isbalil Izar (I/102, no. 106)

[3] HR. Abu Dawud

[4] Majalah ad-Da’wah (no.913)

 

Continue Reading

Fatwa

Bagaimana Manusia Berhadapan dengan Bulan Puasa ? ***

Published

on

Bagaimana Manusia Berhadapan dengan Bulan Puasa ?

***

Alhamdulillah. Kita bersyukur kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-yang telah menjadikan bulan Ramadhan sebagai bulan puasa. Sungguh, ini bagian dari nikmatnya yang utama, karena di didalamnya terdapat banyak kebaikan yang beraneka ragam bentuknya. Bahkan, puasa pun yang merupakan bagian dari amal yang disyariatkan-Nya untuk mengisi waktu-waktu di siang harinya, mulai sejak terbitnya fajar hingga tenggelamnya matahari adalah merupakan bagian dari nikmat-Nya yang utama, karena ternyata amal ini banyak keutamaan dan keistimewaannya.

 

Namun demikian, bagaimana dengan kita, manusia ketika berhadapan dengan bulan puasa ini ? Apakah semua orang memiliki sikap yang sama ?

 

Mari kita baca tulisan berikut ini, mudah-mudahan Anda akan menemukan jawabannya.

 

Selamat membaca. Semoga Anda mendapatkan sejumlah manfaat darinya. Amin

***

Klasifikasi Manusia

Terkait dengan bulan Ramadhan, manusia terbagi menjadi beberapa macam :

 

Pertama, kelompok yang menunggu kedatangan bulan ini dengan penuh kesabaran. Ia bertambah gembira dengan kedatangannya, hingga ia pun menyingsingkan lengan dan bersungguh-sungguh mengerjakan segala macam bentuk ibadah, seperti ; puasa, shalat, sedekah, dan lain sebagainya. Ini merupakan kelompok yang terbaik.

 

Ibnu Abbas-رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا-menuturkan, “Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ- adalah orang yang paling dermawan. Namun, beliau lebih dermawan lagi pada bulan Ramadhan, ketika beliau ditemui Jibril. Setiap malam pada bulan Ramadhan, Jibril menemui beliau hingga akhir bulan. Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ-membacakan al-Qur’an kepadanya. Bila beliau bertemu Jibril, beliau lebih berderma daripada angin yang bertiup.” (HR. al-Bukhari)

 

Kedua, kelompok yang sejak bulan Ramadhan datang sampai berlalu, keadaan mereka tetap sama saja seperti sebelum Ramadhan. Mereka tidak terpengaruh oleh bulan puasa itu serta tidak bertambah senang atau bersegera dalam hal kebaikan. Kelompok ini adalah orang-orang yang menyia-nyiakan keuntungan besar yang nilainya tidak bisa diukur dengan apa pun. Sebab, seorang muslim akan bertambah semangatnya pada waktu-waktu yang banyak terdapat kebaikan dan pahala di dalamnya.

 

Ketiga, kelompok yang tidak mengenal Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, kecuali pada bulan Ramadhan saja. Bila bulan Ramadhan datang, Anda dapat melihat mereka ikut rukuk dan sujud dalam shalat. Tetapi, bila Ramadhan berakhir, mereka kembali berbuat maksiat seperti semula. Mereka adalah kaum yang disebutkan kepada imam Ahmad dan Fudhil bin ‘Iyadh dan keduanya berkata, “Mereka adalah seburuk-buruk kaum lantaran tidak mengenal Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-kecuali pada bulan Ramadhan.”

 

Karena itu, setiap orang yang termasuk dalam kelompok ini semestinya tahu bahwa ia telah menipu dirinya sendiri dengan perbuatannya tersebut. Setan pun juga memperoleh keuntungan besar darinya. Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

 

الشَّيْطَانُ سَوَّلَ لَهُمْ وَأَمْلَى لَهُمْ  [محمد : 25]

 

Setan telah menjadikan mereka mudah (burbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka.” (Muhammad : 25)

 

Sebagai bentuk ajakan dan peringatan untuk kelompok seperti mereka, hendaklah mereka bertaubat kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-dengan sebenar-benarnya taubat. Kami menghimbau agar mereka memanfaatkan bulan ini untuk kembali dan tunduk kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-serta meminta ampun dan meninggalkan perbuatan buruk yang telah lalu. Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَى  [طه : 82]

 

“Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal shaleh, kemudian tetap di jalan yang benar.” (Thaha : 82)

 

إِلَّا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا  [الفرقان : 70]

 

“Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal shalih, maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (al-Furqan : 70)

 

Bila Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-telah mengetahui ketulusan dan keikhlasan mereka, maka Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-akan memaafkan mereka sebagaimana yang Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-janjikan. Karena, Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- tidak akan mengingkari janji-Nya. Namun, bila mereka tetap saja berbuat maksiat, maka kita harus mengingatkan perbuatan mereka, dan menyampaikan bahwa mereka dalam bahaya besar. Bahaya macam apalagi yang lebih besar daripada meremehkan kewajiban, batasan-batasan, perintah, dan larangan-Nya.

 

Keempat, kelompok yang hanya perutnya saja yang berpuasa dari segala macam makanan, namun tidak manahan diri dari selain itu. Anda akan melihatnya sebagai orang yang paling tidak berselera terhadap makanan dan minuman. Akan tetapi, mereka tidak merasa gerah ketika mendengar kemungkaran, ghibah, adu domba, dan penghinaan. Bahkan, inilah kebiasaannya pada bulan Ramadhan dan bulan-bulan lainnya.

Kepada orang seperti ini, perlu kita sampaikan bahwa kemaksiatan pada bulan Ramadhan dan bulan lainnya itu diharamkan, tetapi lebih diharamkan lagi pada bulan Ramadhan, menurut pendapat sebagian ulama. Dengan kemaksiatan tersebut berarti mereka telah menodai puasa dan menyia-nyiakan pahala yang banyak.

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ -ia berkata, Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ-bersabda,

 

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

 

“Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta, maka tidak ada kebutuhan bagi Allah terhadap tindakan orang yang meninggalkan makan dan minumnya.”

(HR. al-Bukhari dan Abu Dawud)

 

Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-juga bersabda,

لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الْأَكْلِ وَ الشُّرْبِ إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَ الرَّفَثِ

 

“Puasa itu bukan sekedar menahan makan dan minum, tetapi puasa itu adalah meninggalkan perbuatan sia-sia dan perkataan keji” (HR. Ibnu Khuzaimah)

 

Kelima, kelompok yang menjadikan siang hari untuk tidur, sedangkan malam harinya untuk begadang dan main-main belaka. Mereka tidak memanfaatkan siangnya untuk berdzikir dan berbuat kebaikan, tidak pula membersihkan malamnya dari hal-hal yang diharamkan.

Kepada orang-orang seperti ini perlu kita sampaikan agar mereka takut kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berkenaan dengan diri mereka. Janganlah menyia-nyiakan kebaikan yang datang kepada mereka. Mereka telah hidup sejahtera dan makmur. Hendaklah mereka bertaubat kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-dengan taubat nasuha dan bergembira dengan berita dari Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-yang menyenangkan.

 

Keenam, kelompok yang tidak mengenal Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-pada bulan Ramadhan dan tidak pula pada bulan lainnya. Mereka adalah kelompok yang paling buruk dan berbahaya. Anda akan  melihat  mereka tidak memperhatikan shalat atau puasa. Mereka meninggalkan kewajiban itu secara sengaja, padahal kondisinya sehat dan segar bugar. Setelah itu mereka mengaku sebagai orang Islam. Padahal, Islam sangat jauh dari mereka, bagaikan jauhnya Barat dan Timur. Orang-orang Islam pun berlepas diri dari mereka.

 

Kepada orang-orang semacam ini perlu dikatakan, “Segeralah bertaubat dan kembalilah kepada agama kalian. Lipatlah lembaran hitam hidup kalian. Sesungguhnya, Rabb kalian Maha Penyayang kepada siapa saja yang mentaati-Nya, dan sangat keras siksanya kepada orang yang mendurhakai-Nya.”

 

Demikianlah, klasifikasi manusia secara global berkaitan dengan bulan Ramadhan (bulan puasa). Meski mungkin sebagian kelompok masuk pada kelompok lainnya, namun ini perlu dijelaskan.

 

Wallahu A’lam

 

Amar Abdullah bin Syakir

 

Sumber :

Mukhalafat Ramadhan, Abdul Aziz bin Muhammad as-Sadhan, ei, hal. 25-29

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: MDH tv (Media Dakwah Hisbah )
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

Continue Reading

Fatwa

Sanksi Berat Bagi Orang Yang Berbuat Keji

Published

on

Agama Yahudi menerapkan hukuman berat bagi pelaku zina, berupa hukuman fisik dan moral.

Hukuman Fisik

Taurat telah menetapkan hukuman berat bagi pelaku zina, yaitu : dibunuh, dibakar, atau dirajam dengan batu.

Adapun hukuman bunuh disebutkan dalam Imamat:

“Bila seorang laki-laki berzina dengan istri orang lain, yakni berzina dengan istri sesamanya manusia, pastilah keduanya dihukum mati, baik laki-laki maupun perempuan yang berzina itu. Bila seorang laki-laki tidur dengan seorang istri ayahnya, jadi ia melanggar hak ayahnya, pastilah keduanya dihukum mati, … [1]

Adapun hukuman bakar hingga mati, “Bila seorang laki-laki mengambil seorang perempuan dan ibunya, itu suatu perbuatan mesum; ia dan kedua perempuan itu harus dibakar, supaya jangan ada perbuatan mesum di tengah-tengah kamu.”[2]

Adapun hukuman rajam, disyariatkan untuk wanita yang tidak ‘iffah (menjaga kesucian diri) setelah menikah, maka ia harus dirajam oleh seluruh penduduk kota. Dan disebutkan dalam Ulangan, “Tetapi jika tuduhan itu benar dan tidak didapati tanda-tanda keperawanan pada si gadis, maka haruslah si gadis di bawa  ke luar ke depan pintu rumah ayahnya, dan orang-orang sekotanya haruslah melempari dia dengan batu, sehingga mati-sebab dia telah menodai orang Israel dengan bersundal di rumah ayahnya. Demikianlah harus kau hapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu.” [3]

Demikian pula jika seorang lelaki menzinai wanita yang telah dipinang, maka keduanya dirajam hingga mati. Disebutkan dalam Ulangan, “Apabila ada seorang gadis yang masih perawan dan yang sudah bertunangan –jika seorang laki-laki bertemu dengan dia di kota dan tidur dengan dia, maka haruslah mereka kedunya kamu bawa keluar ke pintu gerbang kota dan kamu lempari dengan batu sehingga mati…[4]

Hukuman Moral

Taurat tidak hanya menetapkan hukuman fisik bagi pelaku zina, akan tetapi menetapkan pula hukuman moral dan sosial. Taurat menyatakan bahwa wanita pezina adalah kotor, hina dan telah keluar dari kelompok Tuhan, serta tebusan nadzarnya tidak akan diterima.

Pernyataan bahwa zina sebagai perbuatan kotor terdapat dalam Yosua, “Setiap wanita pezina adalah kotor seperti sampah di jalan.” [5]

Adapun pernyataan bahwa dia keluar dari golongan Bani Israel-kelompok Tuhan menurut istilah mereka-terdapat dalam Ulangan, “ Di antara anak-anak perempuan Israel janganlah ada pelacur bakti, dan di antara anak-anak lelaki Israel janganlah ada semburit bakti.” [6]

Adapun pernyataan bahwa tidak diterima tebusan nadzarnya, disebutkan dalam kitab yang sama, “Janganlah kau bawa upah sundal atau uang semburit ke dalam rumah Tuhan, Allahmu, untuk menepati satu nadzar, sebab keduanya itu adalah kekejian bagi Tuhan, Allahmu.” [7]

Cap hina dan kotor tidak hanya mencoreng pelaku zina saja, akan tetapi berimabas kepada keturunan atau generasi mereka selanjutnya, seperti yang disebutkan dalam Ulangan : “Seorang anak haram janganlah masuk jamaah Tuhan, bahkan keturunannya yang kesepuluhpun tidak boleh masuk jamaah Tuhan.” [8]

Wallahu A’lam

Continue Reading

Trending