Jika Ramadhan punya tradisi Bukber, maka Syawal punya Halal Bi Halal.
Berbicara tentang tradisi, terdapat satu kaedah fikih yang khusus membahasnya, berbunyi:
العَادَةُ مُحَكَّمَةٌ
“Adat Istiadat diperhitungkan”
Dengan syarat terpentingnya:
مَا لَمْ تُخَالِفُ الشَرْعَ
“Selama tidak bertentangan dengan syariat”
Untuk itu mari kita cek kembali hakikat dari Halal Bi Halal ini, apakah terdapat unsur-unsur yang bertentangan dengan syari’at? Melalui definisi KBBI berikut akan kita ketahui:
halalbihalal/ha·lal·bi·ha·lal/ n hal maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan, biasanya diadakan di sebuah tempat (auditorium, aula, dan sebagainya) oleh sekelompok orang: — merupakan suatu kebiasaan khas Indonesia;
berhalalbihalal/ber·ha·lal·bi·ha·lal/ v bermaaf-maafan pada Lebaran: pada Lebaran kita ~ dengan segenap sanak keluarga dan handai tolan.
Dari definisi diatas dapat kita tarik beberapa kesimpulan:
1. Halal bihalal merupakan tradisi khas Indonesia, walaupun penamaan memakai kalimat berbahasa Arab.
2. Maaf memaafkan. Hal ini jelas bukan hanya sebuah tradisi, akan tetapi juga suatu amalan yang sangat dianjurkan oleh Islam.
3. Diadakan di sebuah tempat oleh sekelompok orang atau keluarga.
Islam sangat menganjurkan pemeluknya untuk menyambung tali silaturrahim antar kerabat, dan ukhuwwah islamiyyah antar sesama muslim, maka halal bihalal menjadi sarana yang mempertemukan mereka semua. dan hukum dari sarana terkait dengan hukum tujuannya, berdasarkan kaedah:
“الوسائل لها أحكام المقاصد”
“Sarana baginya hukum maksud/tujuan”.
HALAL BIHALAL BUKAN BID’AH
Setelah kita teliti hakekat halal bihalal melalui definisinya, maka kita dapati ia sebagai adat atau tradisi baik yang membawa pesan-pesan Islam didalamnya, maka dijelaskan oleh Imam Syatibi Rahimahullah berikut:
“وَإِنَّ الْعَادِيَّاتِ مِنْ حَيْثُ هِيَ عَادِيَّةٌ لاَ بِدْ عَةَ فِيْهَا”
“Dan sesungguhnya adat tradisi jika ditinjau dari sisinya sebagai sebuah adat maka tidak ada bid’ah didalamnya” (Al I’tisham)
KOREKSI HALAL BIHALAL
Namun sebagai implementasi dari pesan saling nasehat menasehati, perlu kiranya juga kita sebutkan beberapa kesalahan kaum muslimin dalam teknisnya ketika melaksanakan halal bihalal tersebut:
2. IKHTILATH (CAMPUR-BAUR) ANTARA LELAKI DAN PEREMPUAN
Ini perkara pertama yang sangat sering terjadi di setiap perkumpulan kita, padahal hal itu sangat di wanti-wanti oleh Islam untuk dijauhi karena efek kerusakan yang akan ditimbulkan, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
عن أَبِى أُسَيْدٍ اْلأَنْصَارِىِّ رضي اللَّه عنه أَنَّهُ سَمِعَ رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وسلم يَقُولُ وَهُوَخَارِخٌ مِنَ الْمَسْجِدِ فَا خْتَلَطَ الرِّجَالُ مَعَ النِّسَاءِ فِى الطَّرِيقِ فَقَالَ رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وسلم لِانِّسَاءِ اسْتَأخِرْنَ فَإِنَّهُ لَيْسَ لَكُنَّ أَنْ تَحْقُقْنَ الطَّرِيْقَ عَلَيْكُنَّ بِحَافَاتِ الطَّرِيْقِ، فَكَانَتِ الْمَرْاَةُ تَلتَصِقُ بِالجِدَارِ حَتَى إِنَّ ثَوْبَهَا لَيَتَعَلَّقُ بِالْجِدَارِ مِنْ لُصُوقِهَابِهِ
Dari Abu Usaid al-ِAnshari Radhiyallahu ‘anhu ia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata saat keluar dari masjid dan kaum pria bercampur-baur dengan kaum wanita di jalan. Maka beliau mengatakan kepada para wanita : “Mundurlah kalian, kalian tidak berhak berjalan di tengah jalan, berjalanlah di pinggirnya”. Maka para wanita melekat ke dinding, sehingga baju mereka menempel di dinding, lantaran begitu mepetnya baju mereka dengan dinding” [HR Abu Dawud no. 5272, dihukumi hasan oleh al-Albani]
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam melarangnya sebagai bentuk mencegah kemungkaran yang bisa jadi terjadi karenanya, bukankah betapa banyak hal-hal yang tidak diinginkan terjadi karena kondisi tempat tersebut yang sangat memungkinkan untuk orang-orang jahat melancarkan aksinya?
Maka mencegah lebih baik daripada mengobati.
2. JABAT TANGAN DENGAN SELAIN MAHRAM
Allah Ta’ala menciptakan lelaki dan perempuan dengan membawa sifat biologis masing-masing, dan antar dua gender ini saling bertautan, dan hawa nafsu merupakan faktor alami dan bawaan, akan tetapi perlu dikekang agar tidak dituruti tanpa memandang rambu-rambu syariat. untuk itu sebagaimana yang kita jelaskan pada point pertama, berbaur saja dicegah agar tidak terjadi, apalagi sampai harus bersentuhan kulit.
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
عن مَعْقِل بن يَسَارِ رضي اللَّه عنه يَقُولُ : قال رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وسلم : لأَنْ يُطْعَنَ فِي رأْسِ أَحَدِ كُْم بِمِخْيَطِ مِنْ حَد ِيدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَ أَةً تَحِلُّ لَهُ
Dari Ma’qil bin Yasar Radhiyallahu ‘anhu ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sungguh jika seorang di antara kalian ditusuk kepalanya dengan jarum dan besi, itu lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya”. [HR ath-Thabrani, dihukumi shahih oleh al-Albani]
Semoga Allah Ta’ala memberikan taufik-Nya sehingga kita dapat lebih mendekatkan diri kepada-Nya, dan melapangkan dada kita antar sesama saudara seiman.
Muhammad Hadhrami Achmadi