Connect with us

baru

Jangan Lakukan Tathbiiq Saat Ruku’ !

Published

on

Dari Mush’ab bin Sa’d, ia berkata : dulu, ketika aku ruku’, aku letakkan kedua tanganku di antara kedua lututku. Tiba-tiba Abu Sa’d melihat diriku (saat itu) maka (seusai shalat) ia pun melarangku (dari melakukan tindakan tersebut) seraya mengatakan : sesungguhnya kami pernah melakukannya kemudian kami dilarang (melakukan hal itu), kemudian kami diperintahkan untuk mengangkat kedua (telapak tangan kami) ke lutut (HR. Ibnu Khuzaimah, dan Diriwayatkan pula oleh imam al-Bukhari, 2/319, hadis no. 790, dan Imam Muslim, 5/22, hadis no. 1197)

Ihtisab dalam Hadis :

Dalam hadis ini terdapat banyak faedah dan pelajaran yang dapat dipetik yang terkait dengan masalah amar ma’ruf nahi munkar, di antaranya yang terangkum dalam  poin berikut ini :

Pertama, berihtisab (amar ma’ruf nahi munkar) terhadapat orang yang melakukan tathbiiq (yaitu, menggabungkan jemari-jemari kedua tangan dan meletakkannya di antara kedua lutut saat ruku’, Umdatul Qari’, al-‘Ainiy, 6/63).

Kedua, Sikap perhatian orang yang beramar ma’ruf nahi munkar terhadap keadaan orang yang yang akan ditegakkan kepadanya amar ma’ruf nahi munkar.

Penjelasan :

  • Berihtisab (amar ma’ruf nahi munkar) terhadapat orang yang melakukan tathbiiq saat ruku’

Para sahabat, (kala shalat) pernah meletakkan tangan-tangan mereka di antara lutut-lutut mereka pada saat ruku’, maka Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam- melarang mereka dari melakukan hal tersebut, dan dijelaskan bahwa yang sunnah ketika ruku’ adalah meletakkan telapak tangan di atas lutut.

Ini menunjukkan bahwa melakukan tathbiiq terlarang dan hal tersebut telah dihapus. Imam at-Tirmidzi –semoga Allah merahmatinya- mengatakan : yang diamalkan adalah seperti ini menurut ahli ilmu dari kalangan sahabat Nabi-shallallahu ‘alaihi wasallam-, para tabi’in dan generasi yang datang setelah mereka, tak ada perselisihan dalam hal tersebut di kalangan mereka, kecuali apa yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud dan sebagian sahabatnya, bahwa mereka melakukan tathbiq (Sunan at-Tirmidzi, 2/44).

Dalil yang menunjukkan bahwa tathbiq itu mansukh adalah perkataan Sa’d-semoga Allah meridhainya- :  sesungguhnya kami pernah melakukannya kemudian kami dilarang (melakukan hal itu), kemudian kami diperintahkan untuk mengangkat kedua (telapak tangan kami) ke lutut. Pernyataan ini memiliki hukum marfu’ (kepada Nabi-shallallahu ‘alaihi wasallam), pernyataan ini jelas dan tegas menunjukkan mansukhnya hukum melakukan tathbiiq.

Oleh karena itu, tidak boleh meletakkan telapak tangan di antara lutut ketika ruku’, dan seorang muhtasib hendaknya mengingkari orang yang dilihatnya melakukan tathbiiq, mengajarinya petunjuk sunnah terkait dengan hal tersebut. Tindakan tathbiiq banyak terjadi dikalangan anak kecil, maka dari itu, seorang muhtasib wajib untuk mengajari anak-anaknya tata cara ruku’ yang benar, dan apabila ia melihat ada anak kecil  di majid melakukan tathbiiq maka hendaknya ia mengajari mereka sunnah dalam hal itu, untuk membiasakan mereka menunaikan tata cara shalat yang benar sedari kecil.

  • Sikap perhatian orang yang beramar ma’ruf nahi munkar terhadap keadaan orang yang yang akan ditegakkan kepadanya amar ma’ruf nahi munkar.

Sesungguhnya seorang muhtasib yang bijaksana hendaknya gemar dan bersemangat untuk memberikan petunjuk dan bimbingan kepada orang lain, mempergauli mereka dengan cara yang baik dan berakhlak yang baik, bermualah dengan mereka dengan muamalah yang baik pula, karena ia memiliki misi untuk melakukan ihtisab amar ma’ruf nahi munkar, menerapkan syariat Allah dalam bentuk menjauhkan mereka dari perkara yang diharamkan. Mendorong mereka kepada melakukan amal ketaatan dan kebaikan. Kesemua ini sulit terwujud kecuali bila seorang muhtasib bagus dalam bermuamalah dengan mereka, menghormati yang lebih tua dan memuliakannya, menyayangi yang lebih muda dan bersikap lembut kepadanya, memberikan hak kepada masing-masing yang berhak, dan juga memperhatikan keadaan mereka ; boleh jadi di antara mereka (ketika melakukan pelanggaran) karena belum mengerti bahwa yang dilakukannya tersebut merupakan kemungkaran, boleh jadi pula karena lupa, boleh jadi pula karena belum sampainya kepadanya tentang sebuah larangan atau sebuah perintah.

Karena, Ibnu Mas’ud pernah melakukan tathbiiq dan memerintahkan orang lain untuk melakukan hal tersebut, namun, sebagian ulama yang memberikan penjelasan mengenai hal tersebut memberikan uzur kepadanya bahwa “perkara yang menasakh tindakan tathbiiq tersebut belumlah sampai kepada beliau. imam an-Nawawi berkata : madzhab kami dan madzhab para ulama semuanya adalah bahwa yang sunnah adalah meletakkan kedua tangan di atas kedua lutut ; dan tidak disukainya melakukan tathbiiq (meletakkan kedua telapak tangan di antara kedua lutut saat ruku’), hanya saja Ibnu Mas’ud dan kedua sahabatnya ; Alqamah dan al-Aswad, mengatakan bahwa yang sunnah itu adalah melakukan tathbiiq; beliau dan kedua tamannya tersebut berpendapt demikian itu karena belum sampainya kepada mereka perkara yang menasakhkannya, yaitu hadis Sa’d bin Abi Waqqash-semoga Allah meridhainya-. Dan, pendapat yang benar adalah apa yang menjadi pendapat jumhur, karena telah validnya penasakh yang sangat jelas (Syarh Muslim, an-Nawawi, 5/18)

Demikianlah semestinya seorang muhtasib mencari seribu satu alasan terlebih dahulu, kemudian membimbing dan mengajari dengan cara yang terbaik. Hal ini tidak berarti bahwa seorang muhtasib menunda-nunda dalam melaksanakan kewajibannya (beramar ma’ruf nahi munkar), bahkan yang diharapkan adalah ia mengerahkan segenap kemampuan dan kecakapannya untuk menyingkirkan penghalang yang menghalangi manusia dari menerapkan syariat Allah.

Semoga Allah memberikan taufiq

Sumber :

Diterjemahkan dari “ al-Ihtisab Fii Shahih Ibni Khuzaemah”, karya : Abdul Wahab bin Muhammad bin Fayi’ ‘Usairiy, hal. 99-100

Amar Abdullah bin Syakir

About Author

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

baru

Jangan Sia-siakan Sepuluh Akhir Ramadhan

Published

on

By

Khutbah Pertama :

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي فَضَّلَ رَمَضَانَ عَلَى غَيِرِهِ مِنَ الشُّهُوْرِ

واَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذَي جَعَلَ فِيْهِ لَيْلَةَ الْقَدْرِ خَيْرَا مِنْ أَلْفِ شَهْر

وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَيركَ لَهُ  لَهُ الْمُلْكُ  وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْر

وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ وَلَدِ الْبَشَر

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ  [آل عمران : 102]

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا [النساء : 1]

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا (70) يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا (71) [الأحزاب : 70 ، 71]

Ibadallah !

Bertakwalah kepada Allah. Bekalilah diri dengan bertakwa kepada Allah, kapan saja dan di mana saja kita tengah berada. Sesungguhnya ketakwaan kepada Allah merupakan bekal terbaik kita dalam mengarungi samudera kehidupan dunia nan fana, menuju kehidupan akhirat yang kekal abadi. Allah azza wa jalla berfirman,

 

وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ [البقرة : 197]

Berbekallah, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal (al-Baqarah : 197).

Ibadallah !

Bertakwalah kepada Allah, dengan mengerjakan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-larangan-Nya.

Bertakwalah kepada Allah, dengan senantiasa mengingat-Nya, tidak melupakan-Nya.

Bertakwalah kepada Allah, dengan mensyukuri segala bentuk nikmat-Nya, janganlah kita mengkufuri-Nya. Dan, janganlah pula kita menyia-nyiakan waktu dan kesempatan yang berharga dengan melakukan hal-hal yang tidak berguna untuk urusan dunia dan akhirat kita. Manfaatkanlah dengan sebaik-baiknya setiap kesempatan yang Allah berikan kepada kita untuk melakukan berbagai bentuk kebaikan dan ketaatan.

Ibadallah !

Terlebih, ketika kesempatan itu merupakan peluang yang sangat besar untuk meraih sebanyak-banyaknya pahala dari Allah azza wa jalla.

Ibadallah !

Ketahuilah bahwa disampaikannya seorang hamba ke sepuluh terakhir dari bulan Ramadhan ini, merupakan kesempatan yang istimewa dan peluang yang sangat berharga untuk meraih pahala yang sangat banyak dari Allah azza wa jalla. Terkhusus adalah di malam-malamnya. Nabi-ضَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersabda,

فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرُهَا فَقَدْ حُرِمَ

Pada bulan Ramadhan itu ada satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Barang siapa terhalangi dari kebaikannya, sungguh ia telah terhalangi (dari mendapatkan kebaikan yang banyak) (HR. an-Nasai)

Ibadallah !

Oleh karena itu, dulu Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-dan para sahabatnya mengagungkan sepuluh akhir ini dan mereka bersungguh-sungguh di dalam mengisinya lebih dari kesungguhan mereka dalam mengisi hari-hari lainnya.

Imam Ahmad di dalam Musnadnya dan imam Muslim di dalam shahihnya meriwayatkan dari Aisyah- رَضِيَ اللهُ عَنْهَا-, ia berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْتَهِدُ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مَا لَا يَجْتَهِدُ فِي غَيْرِهِ

Rasulullah- صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-biasa bersungguh-sungguh pada sepuluh akhir (dari bulan Ramadhan) tidak sebagaimana beliau bersungguh-sungguh pada selainnya.

Dan, asy-Syaikhan (Bukhari dan Muslim) meriwayatkan juga dari Aisyah- رَضِيَ اللهُ عَنْهَا-ia berkata,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ

Apabila sepuluh akhir (dari bulan Ramadhan) telah masuk, Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-mengencangkan ikat pinggangnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya.

Ibadallah !

Makna ((شَدَّ مِئْزَرَهُ)) (mengencangkan ikat pinggangnya) yakni beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersungguh-sungguh dan mengerahkan segenap kesungguhan untuk beribadah dan menjauhkan diri dari istri ; maka pada malam-malam itu beliau tidak bernikmat-nikmat melainkan dengan bermunajat kepada Rabbnya dan mendekatkan diri kepada-Nya. Maka, apa yang diperbolehkan oleh Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-bagi beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-berupa melakukan hubungan intim suami istri pada malam-malam Ramadhan menjadi tersibukkan oleh selainnya berupa ibadah dan ketaatan karena sangat mendambakan untuk mendapatkan pahala sepuluh malam ini dan diberi taufik untuk mendapatkan lailatul qadar.

Ibadallah !

Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- menghidupkan malamnya, yakni, beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bergadang menyibukkan diri dengan melakukan ketaatan. Maka, beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-menghidupkannya dengan hal tersebut. Dan, beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-menghidupkan diri dan jiwanya pada malam itu dengan mendekatkan diri dan merendahkan diri dan beribadah kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. Karena tidur itu adalah saudara kematian, dan tidak akan hidup ruh, tidak pula badan, tidak pula waktu, dan tidak pula umur melainkan dengan ketaatan kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. Inilah dia kehidupan yang sejatinya. Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

{ أَوَمَنْ كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَنْ مَثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِنْهَا } [الأنعام:122]

Apakah orang yang sudah mati lalu Kami hidupkan dan beri dia cahaya yang membuatnya dapat berjalan di tengah-tengah orang banyak, seperti orang yang berada dalam kegelapan sehingga dia tidak dapat keluar dari sana? (al-An’am : 122) ?

Ibadallah !

Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-menamakan jasad-jasad ini sebagai ‘mayat’ padahal ia bergerak di atas muka bumi, makan dan minum. Hal demikian itu karena jauhnya jasad-jasad tersebut dari iman dan ketaatan kepada Dzat yang Maha Penyayang (Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-) dan kesibukannya dengan kesesataan, kefasikan, dan kedurhakaan serta kezhaliman.

Ibadallah !

Selain bahwa Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- menghidupkan malamnya, Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- juga (( أَيْقَظَ أَهْلَهُ ))  (membangunkan keluarganya), yakni, membangunkan mereka untuk menunaikan shalat dan ibadah pada malam-malam ini.

Ibadallah !

Hal ini-wahai hamba-hamba Allah- sesungguhnya termasuk kesempurnaan kesungguhan beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-terhadap keluarganya agar mendapatkan kebaikan dan juga kesempurnaan perhatian beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- terhadap mereka sebagai bentuk penunaian kewajiban memperhatikan hal-hal yang Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- wajibkan kepada beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-untuk diperhatikan.

Ibadallah !

Hal ini juga menunjukkan kesemangatan dari beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-untuk menunjukkan mereka kepada kebaikan. Dan, orang yang menunjukkan kepada kebaikan adalah seperti pelakunya. Ditambah lagi dengan pahalanya yang diusahakannya karena kesungguhanya dengan dirinya sendiri.

Ibadallah !

Dalam tindakan beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-ini juga sebagai pensyariatan untuk umatnya agar mereka mengambil langkahnya dan meneladani beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-dalam hal tersebut.

Ibadallah !

Di dalamnya juga terdapat arahan bagi para ayah dan ibu dan motivasi bagi mereka agar perhatian dengan pendidikan anak-anak mereka dan agar benar-benar memperhatikan keadaan mereka, terkhusus pada bulan nan mulia ini, memantau keadaan mereka dan mengawasi mereka dalam hal ibadah mereka, dan sungguh-sungguh dalam upaya menjaga mereka, mendorong dan memotivasi mereka untuk berlomba dalam melakukan ketaatan dan menjauhi perkara yang terlarang, dan mendayagunakan sarana yang dapat digunakan untuk menakut-nakuti dan memberikan motivasi kepada mereka.

Ibadallah !

Aisyah- رَضِيَ اللهُ عَنْهَا-mengatakan,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ

Apabila sepuluh akhir (dari bulan Ramadhan) telah masuk, Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-mengencangkan ikat pinggangnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya.

Ibadallah !

Ibnu Hajar-رَحِمَهُ اللهُ-berkata, ‘Di dalam hadis ini terdapat anjuran untuk bersemangat dalam mendawamkan atau merutinkan shalat malam pada sepuluh akhir ini sebagai sebuah isyarat kepada dorongan untuk memperbagus penutupan. Semoga Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-menutup amal dan kehidupan kita dengan kebaikan.’ Amin

أَقُوْلُ مَا تَسْمَعُوْن وَأَسْتَغْفِرَاللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْن وَالمُؤْمِنِيْن اَلمُوَحِّدِيْن مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْم

Khutbah kedua :

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ

وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَيركَ لَهُ

وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Ibadallah !

Di antara ibadah yang agung, yang Allah pertintahkan kepada kita, hamba-hamba-Nya yang beriman adalah bershalawat kepada Nabi kita Muhammad-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-. Di dalam al-Qur’an, Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا  [الأحزاب : 56]

Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman ! Bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya (al-Ahzab :  56)

Sementara Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-telah bersabda, mengkhabarkan kepada kita salah satu di antara sekian banyak keutamaan bersalawat kepadanya, dalam sabdanya,

مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا

Barang siapa bershalawat kepadaku satu kali, nicaya Allah bershalawat kepadanya 10 kali.

Oleh karena itu, hendaknya kita perbanyak ibadah ini, yaitu, bershalawat kepadanya di hari ini, hari Jum’at, sebagaimana yang diperintahkan oleh Nabi kita Nabi Muhammad-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- dalam sabdanya,

إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَأَكْثِرُوا عَلَىَّ مِنَ الصَّلاَةِ فِيهِ

Sesungguhnya hari Jum’at termasuk hari-hari kalian yang sangat utama. Maka, berbanyaklah oleh kalian bershalawat kepadaku di hari tersebut…(HR. Abu Dawud)

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْم وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْم إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْد ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْم وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْم إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْد .

وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْن اَلْأَئِمَّةِ الْمَهْدِيِّيْن ؛ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيْق ، وَعُمَرَ الْفَارُوْق ، وَعُثْمَانَ ذِي النُّوْرَيْن ، وَأَبِي السِّبْطَيْن عَلِيٍّ . وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ وَعَنِ التَّابِعِيْن وَمَنْ اتَّبَعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْن ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرِمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الْأَكْرَمِيْن .

اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْن ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْن ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْن, وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْن ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْن,

اَللَّهُمَّ احْمِ حَوْزَةَ الدِّيْن يَا رَبَّ الْعَالَمِيْن ,

اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ  وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْن ،

اَللَّهُمَّ انْصُرْ دِيْنَكَ وَكِتَابَكَ وَسُنَّةَ نَبِيِّكَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعِبَادَكَ الْمُؤْمِنِيْن ،

اَللَّهُمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الدِّيْن ،

اَللَّهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنَا الْمُسْلِمِيْنَ فِي كُلِّ مَكَانٍ يَا حَيُّ يَا قَيُّوْم يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَام ،

اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وِلِيَّ أَمْرِنَا لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى ، اَللَّهُمَّ وَأَعِنْهُ عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَسَدِّدْهُ فِي أَقْوَالِهِ وَأَعْمَالِهِ وَأَلْبِسْهُ ثَوْبَ الصِّحَّةِ وَالْعَافِيَةِ .

اَللَّهُمَّ يَا ذَا الْجَلَالِ وَاْلِإكْرَامِ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا ،

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ ، وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَ الشَّرِّ كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ.

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ .

اَللَّهُمَّ أَجِرْنَا مِنَ النَّارِ ، اَللَّهُمَّ أَجِرْنَا مِنَ النَّارِ ، اَللَّهُمَّ أَجِرْنَا مِنَ النَّارِ ،

اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا اَلَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا ، وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتِي فِيْهَا مَعَاشُنَا ، وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا اَلَّتِي إِلَيْهَا مَعَادُنَا ، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ وَالْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ ،

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالسَّدَادَ ،

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعِفَّةَ وَالْغِنَى ،

رَبَّنَا إِنَّناَ ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخاسِرِيْن ،

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرِةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار .

عِبَادَ اللهِ : اُذْكُرْوا اللهَ يَذْكُرْكُمْ ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ ، ( وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ )

Wahai hamba-hamba Allah ! Ingatlah Allah, niscaya Allah mengingat kalian. Bersyukurlah kepada-Nya atas nikmat-nikmatNya, niscaya Dia menambahkan nikmat-Nya kepada kalian. Sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lainnya). Dan Allah mengetahui apa yang kalian kerjakan.

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: Hisbahtv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

About Author

Continue Reading

baru

Membangunkan Keluarga Pada 10 Malam Terakhir Bulan Puasa

Published

on

By

عَنْ عَائِشَةَ – رَضِىَ اللهُ عَنْهَا – قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ أَحْيَا اللَّيْلَ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ وَجَدَّ وَشَدَّ الْمِئْزَرَ

Dari ‘Aisyah-رَضِيَ اللهُ عَنْهَا-, ia berkata :

Adalah Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- apabila sepuluh (hari terakhir bulan Ramadhan) telah masuk, beliau menghidupkan malam, membangunkan keluarganya, bersungguh-sungguh dan mengencangkan ikat pinggang (HR. Muslim)

***

Di antara kebiasaan Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- pada sepuluh malam terakhir pada bulan Ramadhan adalah membangunkan keluarganya (istri-istrinya). Kebiasaan seperti ini tidaklah beliau lakukan pada kesempatan-kesempatan lain.

Dalam hadis Abu Dzar-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-diriwayatkan bahwa Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- shalat mengimami mereka pada malam kedua puluh tiga, kedua puluh lima dan kedua puluh tujuh. Lalu disebutkan bahwa beliau mengajak serta istri-istrinya untuk beribadah khusus pada malam kedua puluh tujuh.

Keterangan ini memberi penegasan bahwa sangat diprioritaskan membangunkan keluarga untuk beribadah pada malam-malam ganjil. Karena besar kemungkinan malam-malam tersebut adalah saat terjadinya Lailatul Qadar.

Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dari hadis Ali bahwa Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- biasa membangunkan keluarganya (untuk beribadah) pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan. Dan semua orang, baik kecil maupun besar, mampu melaksanakan shalat.

Sufyan ats-Tsauri-رَحِمَهُ اللهُ–berkata, “Aku sangat menyukai bagi seseorang jika telah masuk sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan hendaknya ia sungguh-sungguh beribadah pada waktu malam, dan hendaklah ia membangunkan istri dan anak-anaknya agar turut beribadah jika mereka mampu melakukan hal itu.”

Telah diriwayatkan secara shahih dari Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ –bahwa biasanya beliau mengetuk pintu rumah Fathimah dan Ali pada waktu malam. Beliau berkata kepada keduanya, “Tidakkah kalian berdua bangun lalu melaksanakan shalat ?”

Demikian pula beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ –biasa membangunkan ‘Aisyah pada waktu malam jika telah selesai tahajjud dan hendak melaksanakan shalat Witir.

Dalam kitab al-Muwatho’ diriwayatkan bahwa Umar bin Khathob-رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا-biasa shalat pada waktu malam sebagaimana yang dikehendaki Allah. Hingga apabila telah sampai tengah malam, ia membangunkan keluarganya untuk shalat. Ia berkata kepada mereka, “Tunaikan shalat…tunaikan shalat.” Lalu beliau membaca firman Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-,

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا  [طه : 132]

“Dan perintahkanlah kepada keluargamu untuk mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.“ (Thaha : 132)

Diceritakan bahwa istri Habib Abu Muhammad-رَحِمَهُ اللهُ-biasa berkata kepada suaminya pada malam hari, “Malam telah berlalu, di depan kita terbentang jarak yang demikian jauh, rombongan para shalihin telah berangkat lebih dulu sementara kita tertinggal jauh.”

Wahai orang yang lelap, betapa lama engkau tertidur

Berdirilah kekasihku, waktu itu telah dekat.

Pergunakanlah sedikit waktu malam untuk berdzikir.

Pada saat orang-orang asyik terlelap

Barangsiapa yang tidur hingga malam berlalu

Ia tak akan sampai tujuan dan tidak pula berusaha

Katakan kepada orang yang berakal para ahli takwa

Pahala yang besar sedang menantimu

Wallahu A’lam

Amar Abdullah bin Syakir

Sumber :

Bughyatu al-Insan Fii Wadha-if Ramadhan, Ibnu Rajab al-Hanbali, ei, hal. 98-100.

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: Hisbahtv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

About Author

Continue Reading

baru

Jangan Sia-siakan 10 Hari Terakhir Ramadhan

Published

on

By

Bulan Ramadhan adalah bulan terbaik dalam satu tahun, karena padanya berkumpul amal-amal saleh, dari puasa, terawih, sedekah, malam lailatul qadar, itikaf dan lainnya.

Bukan hanya itu, padanya juga Allah Ta’ala membukakan pintu ampunan selebar-lebarnya.

Dan semakin bertambah lagi keutamaannya di sepuluh malam terakhir.

Maka, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun juga memaksimalkannya, sebagaimana yang diriwayatkan:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: – كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ اَلْعَشْرُ -أَيْ: اَلْعَشْرُ اَلْأَخِيرُ مِنْ رَمَضَانَ- شَدَّ مِئْزَرَهُ, وَأَحْيَا لَيْلَهُ, وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa ketika memasuki 10 Ramadhan terakhir, beliau mengencangkan ikatan pinggangnya, menghidupkan malam-malam tersebut dengan ibadah, dan membangunkan istri-istrinya untuk beribadah.” (HR. Bukhari dan Muslim ).

Dan pada riwayat lainnya:

كَانَ رَسُوْلُ اللهً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْتَهِدُ فِيْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مَا لَا يَجْتَهِدُ فِيْ غَيْرِهِ

Artinya, “Pada malam sepuluh terakhir, Rasulullah bersungguh-sungguh (untuk beribadah), melebihi kesungguhan pada malam yang lain.” (HR. Muslim).

Ini adalah gambaran Rasulullah, maka umatnya hendaklah meneladani beliau.

Maka, adalah keadaan yang menyedihkan jika masjid-masjid malah semakin sepi ketika semakin hampir ke penghujung Ramadhan.

Bukan maksudnya terlarang untuk sibuk mengurus persiapan hari raya, namun tentu meraih pahala dan ampunan Allah Ta’ala juga seharusnya diletakkan di prioritas utama di atas perkara lainnya apalagi yang sifatnya dunia semata.

Untuk itu, mari di hari-hari yang tersisa ini, kita hidupkan ramadhan karena tahun depan belum tentu kita masih hidup.

Karena, perjalanan kehidupan setelah kematian ditentukan oleh bekal yang persiapannya hanya bisa dilakukan selama hidup di dunia yang singkat ini.

Semoga Allah Ta’ala senantiasa menaungi kita dengan taufik dan hidayah-Nya.

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: Hisbahtv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

About Author

Continue Reading

Trending