Connect with us

Lain-lain

Kaya Namun Enggan Berqurban?

Published

on

Qurban, bukan hanya sekedar sebuah perintah syari’at, namun disebaliknya ada kisah mengharukan; qurban tentang kepatuhan Ibrahim akan perintah Rabbnya, qurban tentang keikhlasan Ibrahim untuk mengorbankan anak lelaki satu-satunya yang ia tunggu kedatangannya selama puluhan tahun, qurban tentang bakti seorang ismail kepada orangtuanya. Hingga kemudian dengan hikmah-Nya Allah Ta’ala datangkan sebagai gantinya seekor kambing yang besar.

Kemudian Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam datang membawa Islam sebagai agama penyempurna, yang tetap melanjutkan beberapa syariat nabi-nabi terdahulu, salah satunya adalah Syariat Qurban di Musim Haji, yang kemudian hari pemotongannya dirayakan menjadi Hari Raya Iedul Adha. Maka jadilah Iedul Adha, sebagai hari memperingati kisah pengorbanan Ibrahim dan sebagai hari berbagi kebahagiaan antar sesama kaum muslimin, pada hari-hari itu tidak ada lagi kaum fakir yang dapurnya tidak mengepul, pada hari-hari itu anak-anak mereka dapat tertidur pulas karena kenyang.

Maka dapat kita saksikan disini bahwa islam bukan hanya agama yang memerintahkan sebuah peribadatan antara hamba dengan Rabbnya, akan tetapi beberapa ibadah juga bernilai sosial.

Namun sebuah fenomena yang disayangkan, mewabahnya sifat kikir diantara kaum muslimin, sebuah sifat jelek yang bukan disebabkan oleh rendahnya taraf ekonomi, namun sebuah sifat diri yang kufur akan nikmat yang telah diberikan oleh Rabbnya.

Kita dapati sebagian dari kaum muslimin yang diberikan kelapangan rezeki, namun enggan menyisihkan sebahagian kecil dari pembendaharaannya untuk membeli hewan qurban, dengan dalih masih banyak kebutuhan. Padahal jika itu masalah keduniaan maka ia tidak berpikir panjang lagi; dalam hitungan bulan ganti gadget model terbaru, setiap tahun ganti kendaraan yang lebih mewah. Dan yang anehnya lagi dari sifat kikir ini, menjadikan orangnya merasa dirinya lah yang harus menerima bukan memberi, dalam hal keduniaan ia tampakkan bahwa ia adalah orang kaya, padahal semuanya dari kredit. Namun jika diseru untuk bersedakah, serta merta ia mengaku miskin, untuk ditabung pun tidak ada lagi.

Kita katakan, justru dengan menyalurkan harta di jalan-Nya, salah satunya adalah berqurban, maka rezeki akan terjaga, akan menjadi saldo pahala di akhirat, dan insyaallah akan bertambah wujudnya di dunia pula.

Allah Ta’ala berfirman:

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.” (QS Ibrahim: 7)

Dan cara mensyukuri sebuah nikmat adalah dengan menggunakannya dengan tepat, untuk ketaatan bukan maksiat, Allah Ta’ala’ berfirman:

وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ

Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan.” (QS Ad Dhuha:11)

Dan menyembelih qurban adalah salah satu menyiarkan nikmat rezeki kekayaan yang engkau dapat, Allah Ta’ala memerintahkan:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berqurbanlah.” (QS Al Kautsar:2)

Dan keutamaan yang akan engkau dapat darinya adalah apa yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلاً أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ إرَاقَةِ دَمٍ وَإِنَّهُ لَيَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَظفارهَا وَأَشْعَارِهَا وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا »

Dari ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah pada hari nahr manusia beramal suatu amalan yang lebih dicintai oleh Allah selain mengalirkan darah dari hewan qurban. dan Ia (amalan tsb) akan datang pada hari kiamat dengan tanduk, kuku, rambut hewan qurban tersebut. Dan sungguh, darah tersebut akan sampai kepada (ridha) Allah sebelum tetesan darah tersebut jatuh ke bumi, maka bersihkanlah jiwa kalian dengan berkurban.” (HR. Ibnu Majah no. 3126 dan Tirmidiz no. 1493.).

Mari tukarkan nilai nominal harta anda dengan ganjaran pahala yang tak terhingga.

Mari ikut turun bersama melukis senyum diwajah anak-anak saudara kita yang fakir.

Mari kalahkan hawa nafsu, uang untuk menjadikan hidup berkualitas dunia dan akhirat, bukan mengekang dari aktifitas yang bersifat akhirat.

Penulis Muhammad Hadhrami

Ikuti update artikel di Fans Page Hisbah.net
Twitter @Hisbahnet,

About Author

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

baru

Jagalah Shalat…Jagalah Shalat (bag.1)

Published

on

Sesungguhnya di antara musibah paling besar, paling berat dan paling agung yang menimpa umat adalah musibah wafatnya Nabi yang mulia-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- yang Allah telah memberikan nikmat kepada umat manusia dengan adanya pengutusan beliau. Beliau adalah penunjuk jalan umat ke Surga, pembimbing mereka kepada segala kemuliaan, dan imam dalam semua kebaikan.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا  [الأحزاب : 21]

Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagi kalian (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Kiamat dan berdzikir (mengingat dan menyebut) Allah dengan banyak.” (al-Ahzab : 21)

Peristiwa besar wafatnya Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- ini, mengandung banyak nasehat dan pelajaran yang beraneka ragam, kita patut berhenti padanya untuk merenungkannya. Dan salah satu nasihat dan pelajaran terbesarnya adalah berkenaan dengan ibadah shalat dan kedudukannya yang penting. Sebuah nasehat dan pelajaran yang mendalam, menyentuh hati sanubari yang disarikan dari kejadian besar dan peristiwa yang agung tersebut.

Shalat terakhir yang Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- dirikan bersama orang-orang Mukmin adalah shalat Zhuhur pada Hari Kamis, kemudian semakin beratlah sakit yang beliau derita sehingga selama tiga hari beliau tidak mampu pergi ke masjid untuk shalat karena parahnya sakit tersebut, yaitu Hari Jum’at, Sabtu dan Ahad. Yang menggantikan posisi beliau di dalam shalat sebagai imam kaum Muslimin adalah Abu Bakar ash-Shiddiq. Pada Shubuh Hari Senin –yaitu hari di mana beliau wafat, beliau membuka kain kelambu di kamar Aisyah untuk memandang para sahabat, pandangan perpisahan, dan betapa beratnya perpisahan tersebut. al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dalam shahih keduanya [1] dari Anas bin Malik-رَضِيَ اللهُ عَنْهٌ-,

“Bahwa Abu Bakar mengimami shalat orang-orang pada masa Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- sakit yang akhirnya beliau wafat padanya. Manakala Hari Senin tiba, sementara orang-orang sedang berbaris di dalam shalat, Nabi membuka kain kelambu kamar, beliau memandang kepada kami dalam keadaan  berdiri, wajah beliau seperti kertas mushaf, kemudian beliau tersenyum tertawa, kami hampir batal (di dalam shalat tersebut) karena kami berbahagia melihat Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-, lalu Abu Bakar melangkah mundur untuk mencapai shaf (depan), dia menyangka Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- akan keluar untuk shalat, namun beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-memberi isyarat kepada kami agar kami menyempurnakan shalat. Beliau menurunkan kain kelambu lalu pada hari itulah beliau wafat.”

Hendaknya kita merenung untuk mengambil nasihat dan pelajaran. Inilah nabi kita -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- yang memandang umat beliau di masjid dengan pandangan perpisahan. Beliau memandang dengan pandangan yang  menjadi sumber kebahagiaan beliau, di mana shalat adalah sumber kebahagiaan bagi beliau. Allah membuat beliau berbahagia di pagi hari yang beliau wafat padanya dengan melihat umat beliau berkumpul di masjid untuk mendirikan shalat. Beliau tersenyum tertawa. Sungguh sebuah senyuman kebahagiaan dan ketentraman, tertawa bahagia dan gembira dengan sebab beliau melihat umat beliau yang berkumpul di masjid mendirikan shalat. Nabi menurunkan kain kelambu dengan penuh kebahagiaan karena menyaksikan pemandangan yang  membahagiakan dan potret yang membuat mata beliau berbinar. Umat beliau, umat Islam, berkumpul di masjid mendirikan shalat. Allah membahagiakan beliau dengan pemandangan yang membahagiakan dan potret yang membuat mata beliau berbinar.

Urusan shalat tidak berhenti sampai batas ini pada saat-saat terakhir dari kehidupan Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-. Ali-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ –berkata sebagaimana yang diriwayatkan oleh imam Ahmad dalam al-Musnad [2] dengan sanad yang shahih,

كَانَ آخِرُ كَلَامِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّلَاةَ الصَّلَاةَ اتَّقُوا اللَّهَ فِيمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ

Akhir perkataan Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- adalah ‘(Jagalah) shalat. (Jagalah) shalat. Bertakwalah kalian kepada Allah berkenaan dengan hamba sahaya kalian’.”

Bahkan ada sabda beliau yang lebih mendalam daripada ini di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam sunannya [3] dengan sanad yang shahih dari Anas-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ -, dia berkata,

كَانَتْ عَامَّةُ وَصِيَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ حِيْنَ حَضَرَتْهُ الْوَفَاةُ وَهُوَ يُغَرْغِرُ بِنَفْسِهِ ( اَلصَّلَاةَ . وَمَامَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ )

“Kebanyakan wasiat Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- pada saat ajal kematian datang kepada beliau sementara nafas beliau tersendat-sendat adalah, ‘(Jagalah) shalat dan (bertakwalah kepada Allah) berkenaan dengan hamba sahaya kalian’.”

Dalam riwayat Ummu Salamah -رَضِيَ اللهُ عَنْهَا –istri  Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-

أَنَّهُ كَانَ عَامَّةُ وَصِيَّةِ نَبِيِّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ مَوْتِهِ الصَّلَاةَ الصَّلَاةَ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ حَتَّى جَعَلَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُلَجْلِجُهَا فِي صَدْرِهِ وَمَا يَفِيضُ بِهَا لِسَانُهُ

Kebanyakan wasiat Nabi Allah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- menjelang wafat, ‘(Jagalah) shalat, (jagalah) shalat, dan (bertakwalah kepada Allah) berkenaan dengan hamba sahaya kalian.’ Sampai-sampai Nabi Allah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-  menggumamkannya di dalam dada beliau, sementara lidah beliau tidak mengungkapkannya secara jelas.” [4]

Ini tanpa disangsikan, menunjukkan kepada kita akan besarnya kedudukan shalat di dalam agama Islam, dan begitu besarnya perhatian Nabi kita -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- kepada shalat. Siapa yang membaca hadis-hadis beliau yang mulia dan wasiat-wasiat beliau yang luhur dalam kehidupan beliau seluruhnya, maka dia akan mengetahui nilai shalat dan kedudukannya di dalam Islam.

Di antara bukti atas besar dan pentingnya kedudukan shalat adalah bahwa ia dikhususkan di antara kewajiban-kewajiban Islam dan keumuman ketaatan lainnya, yaitu bahwa Allah memi’rajkan NabiNya ke langit yang ketujuh, di sana, di langit yang ketujuh Allah mewajibkan shalat kepada beliau. Beliau mendengar perintah dan ketetapan Allah secara langsung tanpa ada perantara. Pertama kali diwajibkan sebanyak 50 shalat atas beliau, lalu beliau memohon kepada Allah agar meringankannya, sehingga ia diringankan jadi lima waktu. Maka jumlah shalat Fardhu adalah lima, namun lima puluh dalam pahala, sementara ketaatan-ketaatan yang umum, kewajiban-kewajiban dan ibadah-ibadah yang lain dibawa turun oleh Malaikat Jibril ke bumi, dialah yang mewahyukannya kepada Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- dan menjelaskannya. Ini membuktikan kepada kita akan agungnya kedudukan shalat.

Wallahu A’lam

Amar Abdullah bin Syakir

 

Sumber :

Ta’zhimu ash-Shalati, Prof.Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Badr, hal.14-18.

 

Catatan :

[1] Al-Bukhari, no. 680 dan Muslim, no. 419

[2] Musnad Ahmad, no. 585, diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 5155 dan Ibnu Majah, no. 2698, dishahihkan oleh al-Albani dalam shahih al-Jami’, no. 4616.

[3] no. 2697 dan dishahihkan oleh al-Albani dalam al-Irwa’, no. 2178.

[4] Diriwayatkan oleh Ahmad, no. 26483, 26684 dan an-Nasai dalam al-Kubra, no. 7060, sanadnya dishahihkan oleh al-Albani dalam al-Irwa’, 7/238.

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: Hisbahtv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

About Author

Continue Reading

Aqidah

Sistem Perlindungan yang Sangat Kuat dari Dosa Besar Sihir

Published

on

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ (( الشِّرْكُ باللهِ ، وَالسِّحْرُ ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتي حَرَّمَ اللهُ إِلاَّ بِالحَقِّ ، وأكْلُ الرِّبَا ، وأكْلُ مَالِ اليَتِيمِ ، وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ ؛ وَقَذْفُ المُحْصَنَاتِ المُؤْمِنَاتِ الغَافِلاَتِ ))

Abu Hurairah-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-meriwayatkan dari  Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-, beliau bersabda, “ Jauhilah oleh kalian tujuh dosa-dosa besar yang membinasakan.” Mereka (Para sahabat) bertanya, ‘Apa sajakah dosa-dosa  itu, wahai Rasulullah ? “

Beliau menjawab :

Syirik (menyekutukan) Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan cara yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan pertempuran, dan menuduh wanita baik-baik yang telah menikah dengan tuduhan zina. (Muttafaq ‘Alaihi)

**

Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin-رَحِمَهُ اللهُ-berkata, “Sihir adalah suatu perbuatan yang dilakukan tukang sihir dengan menggunakan tali-tali, jampi-jampi, dan tiupan untuk menimpakan kecelakaan kepada orang yang disihirnya. Di antaranya ada yang bisa membunuhnya, membuatnya sakit, membuat gila, bisa menimbulkan keterikatan yaitu ketergantungan yang sangat kuat (cinta yang tidak wajar), ada pula yang bisa menimbulkan penolakan yaitu berpalingnya seseorang dari yang lainnya dengan kebencian yang sangat (benci tidak wajar).

Akan tetapi, semua itu hukumnya adalah haram. Sesungguhnya Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – berlepas diri dari orang yang melakukan sihir dan yang meminta bantuan sihir kepada orang lain (tukang sihir).

Di antara bentuk sihir tersebut ada yang bisa sampai kepada kekafiran. Apabila tukang sihir tersebut menjadikan setan sebagai perantara sihirnya, mendekatkan diri, dan menghambakan diri kepada setan sehingga ia sangat menaatinya, maka hal ini tidak akan diragukan lagi kekafirannya. Adapun jika tidak sampai kepada taraf seperti ini (taraf kekufuran), maka sesungguhnya sihir tersebut merupakan sesuatu yang akan merugikan, diharamkan, dan termasuk di antara jajaran dosa-dosa besar. Para penguasa wajib untuk membunuh para tukang sihir tanpa dimintai taubatnya (terlebih dahulu). Maksudnya para tukang sihir harus dibunuh meskipun mereka sudah bertaubat. Karena jika ia telah bertaubat, maka urusannya diserahkan kepada Allah. Demikian pula jika ia tidak bertaubat. Akan tetapi, kita membunuhnya untuk menolak kerugian dan kerusakan yang akan ditimbulkannya (di kemudian hari).

Meskipun (apabila) ia tidak bertaubat, maka ia akan termasuk ke dalam penghuni Neraka apabila sihirnya tersebut adalah jenis sihir yang mengkafirkan. Praktek sihir termasuk di antara penyebab kerusakan di atas muka bumi dan termasuk jajaran kejahatan besar. Karena sihir dilakukan terhadap orang lain ketika seseorang tersebut sedang lengah (tidak dilindungi).

Akan tetapi, terdapat sesuatu yang akan melindungimu dari kejahatannya (dengan izin Allah) yaitu bacaan-bacaan (wirid yang syar’i), seperti membaca ayat Kursi, al-Ikhlash, al-Falaq, An-Naas, dan ayat-ayat al-Qur’an lainnya atau dari hadis-hadis Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -. Karena semuanya itu merupakan sistem perlindungan yang sangat kuat, yang bisa melindungi seorang manusia dari kejahatan sihir.

Wallahu A’lam

Amar Abdullah bin Syakir

Sumber :

Syarhu Riyaadhis Shaalihiin, Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin, hal. 362. Babut Taghliizhi fii Tahriimis Sihri.

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: Hisbahtv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

About Author

Continue Reading

baru

Menasehati Istri dan Merukunkan Antar Istri

Published

on

عَنْ أَنَسٍ قَالَ : بَلَغَ صَفِيَّةَ أَنَّ حَفْصَةَ قَالَت بِنْتُ يَهُوْدِيٍّ فَبَكَتْ فَدَخَلَ عَلَيْهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَهِيَ تَبْكِي فَقَالَ مَا يُبْكِيْكِ ؟ فَقَالَتْ قَالَتْ لِي حَفْصَةُ إِنِّي بِنْتُ يَهُوْدِيٍّ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ إِنَّكِ لَابْنَةُ نَبِيٍّ وَإِنَّ عَمَّكَ لَنَبِيٍّ وَإِنَّكِ لَتَحْتَ نَبِيٍّ فَفِيْمَ تَفْخَرُ عَلَيْكِ ؟ ثُمَّ قَالَ اِتَّقِي اللهَ يَا حَفْصَةُ

Dari Anas berkata : Telah sampai kabar kepada Shafiyyah [1] bahwa Hafshah telah mengatakan : “Dia itu anak Yahudi  ,” maka ia pun menangis. Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ masuk ke rumahnya saat ia masih menangis. Beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ bersabda (kepadanya), ‘Apakah yang membuatmu menangis ?” Ia menjawab, “Hafshah mengatakan kepadaku bahwa aku anak Yahudi. Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-berkata, Sesungguhnya engkau adalah anak nabi dan pamanmu juga nabi dan suamimu adalah Nabi. Lalu dengan apa ia berlaku sombong terhadapmu. Lalu Nabi bersabda : Takutlah kepada Allah wahai Hafshah.” (HR. Imam Ahmad (3/135), Tirmidzi (3894) dishahihkan oleh al-Albani).

Beberapa faedah hadis :

 1-Boleh meminta penyelesaian masalah kepada suami jika terjadi perselisihan antar madu.

2-Bagi seorang wanita hendaknya jangan mudah terpengaruh dengan ucapan yang ditujukan kepada dirinya asalkan ia tetap menjaga agama dan kehormatannya serta tetap percaya diri. Sampai meskipun yang berbicara adalah termasuk orang yang mulia sekalipun. Karena hal itu hanya akan mengeruhkan pikiran dan kehidupannya. Pada saat yang sama seharusnya masyarakat juga perlu mencari kejelasan berita sebelum membenarkannya.

3-Bagi suami hendaknya mengatasi kejadian kejadian semacam ini dengan bijak, penuh wibawa, tenang dan adil. Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-telah menjelaskan kepada Shafiyyah tentang keutamaan dan kedudukannya. Tidak berkurang karena  ucapan tadi. Karena kemuliaan itu berdasarkan pada asas teragung dan termulia yaitu keimanan dan ketakwaan yang tergabung dalam rumah tangga kenabian. Kemudian beliau menasehati dan mengingatkan Hafshah dengan nama Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى -.

4-Disyariatkan bagi suami untuk menasehati dan mengingatkan istrinya karena Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى -.

5-Perkataan yang bersumber dari Hafshah boleh jadi terucap pada saat ia sedang marah. Tetapi seorang muslim tetap diperintahkan untuk menjaga lidahnya dari ketergelinciran dalam setiap kondisi. Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى –berfirman,

وَقُلْ لِعِبَادِي يَقُولُوا الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْزَغُ بَيْنَهُمْ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلْإِنْسَانِ عَدُوًّا مُبِينًا  [الإسراء : 53]

“Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku,”Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.” (al-Isra : 53)

Wallahu A’lam

Amar Abdullah bin Syakir

Sumber :

Latha-if Wa Fawaid Min al-Hayati az-Zaujiyah Fii Baiti an-Nubuwwah, Khalid bin Abdurrahman Asy-Syaayi’, ei, hal.  47-49.

Catatan :

[1] Ummul Mukminin Shafiyyah bintu Huyai bin Akhtab bin Sa’yah, keturunan dari La’wa bin Nabiyillah Israil bin Ishaq bin Ibrahim-عَلَيْهِ السَّلَامُ -dari keturunan Rasulullah Harun -عَلَيْهِ السَّلَام-. Sebelum masuk Islam diperistri oleh Sallam bin Abi Haqiq, kemudian berikutnya oleh Kinanah bin Abi Haqiq dan terbunuh pada perang Khaibar. Lalu Shafiyyah tertawan dan berada pada kepemilikan Dihyah al-Kalbi kemudian diserahkan kepada Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-ketika telah suci, Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-menikahinya dengan mahar memerdekakannya. Beliau seorang wanita yang mulia dan cerdas, memiliki keturunan mulia, kecantikan dan agama yang baik. (Siyaru A’lami Nubala’ (2/231).

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: Hisbahtv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

About Author

Continue Reading

Trending