Keliru dalam Memahami Hakikat Tauhid

Keliru dalam Memahami Hakikat Tauhid

Sebagian orang memahami hakikat tauhid لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ dengan kacamata pemahaman tauhid rububiyah. Mereka menyatakan bahwa maksud dari kalimat thayyibah tersebut ialah tiada pencipta selain Allah, atau tidak ada Rabb penguasa alam semesta itu selain Allah. Padahal, keyakinan demikian itu dahulu telah diyakini oleh kaum musrikin pada masa jahiliyah sebelum datangnya dakwah Islam. Fakta ini telah Allah azza wa jalla sebutkan dalam al-Qur’an. Allah azza wa jalla berfirman,

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ [العنكبوت : 61]

Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?” Tentu mereka akan menjawab: “Allah”, maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar). (Qs. al-‘Ankabut : 61)

Allah azza wa jalla juga berfirman,

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ نَزَّلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهَا لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ [العنكبوت : 63]

Dan sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?” Tentu mereka akan menjawab: “Allah”, Katakanlah: “Segala puji bagi Allah”, tetapi kebanyakan mereka tidak memahami(nya). (Qs. al-‘Ankabut : 63)



Allah juga telah menerangkan beberapa keyakinan kaum musyrikin Jahiliyah, dengan berfirman,

قُلْ لِمَنِ الْأَرْضُ وَمَنْ فِيهَا إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (84) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ (85) قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ (86) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ (87) قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلَا يُجَارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (88) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ فَأَنَّى تُسْحَرُونَ (89)

Katakanlah: “Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?”
Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.” Katakanlah: “Maka apakah kamu tidak ingat?”
Katakanlah: “Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya ‘Arsy yang besar?”
Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.” Katakanlah: “Maka apakah kamu tidak bertakwa?”
Katakanlah: “Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu mengetahui?”
Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.” Katakanlah: “(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu?” (Qs. al-Mukminun : 84-89)

Keterangan dari kitab al-Jalalain sejalan dengan apa yang telah disinggung di atas, bahwa tauhid rububiyah telah diyakini oleh kaum Musyrikin Jahiliyah. Mari kita perhatikan ayat mulia berikut :

وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلَّا وَهُمْ مُشْرِكُون

َ
Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain). (Qs. Yusuf : 106)



Disebutkan dalam al-Jalalain (hal.510) bahwa maksudnya, ‘Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, di mana mereka mengakui bahwa Dia (Allah) adalah al-Khaliq (Pencipta) ar-Raziq (Pemberi rizki), melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain), dengan menyembah berhala-berhala. Oleh sebab itu, dalam talbiyah mereka mengatakan,’Aku penuhi panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu kecuali sekutu yang menjadi milik-Mu, yang Engkau memilikinya dan dia tidak memiliki.”

Maka, orang yang memaknai dan memahami kalimat tauhid dengan makna tauhid rububiyah saya, ia tidaklah membawa sesuatu yang baru. Sebab, tauhid ini tidak diingkari siapa pun sebelum Islam datang. Umat-umat terdahulu tidak mengingkari keimanan ini. Tidaklah ada orang yang mengingkarinya kecuali manusia yang sombong lagi penentang.

Kebodohan besar dalam memahami hakikat tauhid penyebab banyak orang terjerumus dalam kesyirikan. Apa yang dapat disaksikan hari ini di banyak negeri kaum Muslimin, berupa fenomena-fenomena perbuatan syirik yang dilakukan di kuburan, mematuhi jin, menyakini keyakinan yang tidak benar terhadap pohon, batu atau benda yang lainnya.

Orang yang meyakini Allah sebagai pencipta alam semesta, semestinya kayakinan ini mengantarkannya untuk mengikhlashkan ibadah dengan segala jenisnya kepada Allah azza wa jalla semata, tidak menyekutukan-Nya dengan apa pun di dalamnya.
Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh –رَحِمَهُ اللهُ – menjelaskan, “Berapa banyak orang tersesat disebabkan oleh ketidaktahuan mereka terhadap maknanya (yang benar), dan jumlah mereka sangat banyak. Mereka memindahkan hakikat makna لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ (dari Allah), lalu menetapkan hak uluhiyah kepada makhluk yang tidak berhak memilikinya, seperti kepada penghuni kubur, thaghut, pohon, batu, jin dan lain-lain. Mereka menjadikan hal itu sebagai ajaran agama dan menganggap ajaran tauhid sebagai bid’ah serta mengingkari orang yang mendakwahkannya. Orang-orang tersebut tidak mengetahui maknanya sebagaimana yang dahulu diketahui oleh orang-orang Jahiliyah dari kalangan orang-orang kafir Quraisy dan lain-lain. Mereka (orang-orang kafir Quraisy) mengetahui maksudnya dan lalu mengingkari kandungannya untuk memurnikan ibadah kepada Allah semata. Sementara orang-orang yang berbuat syirik sekarang ini melakukan pengingkaran sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Jahiliyah terhadap orang yang mengajak mereka untuk meninggalkan peribadahan yang mereka lakukan kepada selain Allah (Qurratu ‘Uyunil Muwahhidin, hal.13-14)



Orang-orang yang memahami makna kalimat tauhid dengan makna tauhid Rububiyah saja, tidak sedikit dari mereka yang terjerumus dalam perbuatan syirik , namun tidak menyadarinya atau bahkan mengingkari orang yang memperingatkannya dari perbuatan syirik. Maka, tidak mengherankan, pemahaman yang keliru tentang hakikat لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ menjadi penghalang orang dari mendapatkan hidayah tauhid yang lurus.
Wallahul Musta’an

Wallahu A’lam

Sumber :
Asbabu Mawani’l al-Hidayah, Fahd bin abdirrahman Syuwaihid, dengan ubahan.

Amar Abdullah bin Syakir

Artikel : www.hisbah.net

Ikuti update artikel di Fans Page Hisbah.net
Youtube HisbahTv,
Follow Instagram Kami Hisbahnet dan alhisbahbogor

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *