Pengertian Khusyu’
Sesungguhnya khusyu’ yaitu khudhu’ (ketundukan), tadzallul (merendahkan diri), dan as-Sukun (ketenangan). Allah ta’ala berfirman:
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ . الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya.(Qs. al-Mukminun: 1-2).
Yakni, benar-benar ia beruntung, bahagia dan sukses orang-orang yang beriman yang melaksanakan shalat, di mana salah satu sifat mereka bahwasanya mereka itu, “yang khusyu’ dalam shalatnya”.
Makna Khusyu’ Saat Shalat
Khusyu’ saat shalat yaitu hadirnya hati ketika shalat di hadapan Allah ta’ala, yang ia lakukan karena kecintaan kepadaNya, pengagungan kepadaNya, dan takut terhadap azabnya serta mengharapkan untuk mendapatkan pahalaNya. Ia merasa kehadirannya karena kedekatannya. Oleh sebab itulah maka hati dan jiwanya tenang. Gerakannya pun dilakukannya dengan tenang penuh dengan adab di hadapan rabbnya, ia menyadari semua yang dikatakannya dan yang dilakukannya di dalam shalatnya sejak pertama hingga akhirnya. Dengan hal tersebut hilanglah rasa was-was dan lintasan-lintasan pikirannnya.
Khusyu’nya hati
Asal khusyu’ adalah kekhusyu’an hati yang merupakan raja anggota badan. Maka, bila hati telah khusyu’ maka seluruh badannya pun akan khusyu’ . Ketika Sa’id bin al-Musayyib melihat seorang lelaki melakukan tidakan yang sia-sia dalam shalatnya, beliau berkomentar, seandainya hati telah khusu’ niscaya akan khusu’ pula seluruh anggota badannya (Syarhu Sunnah)
Madzahir Khusyu’
Di antara cirri-ciri khusyu’ ketika shalat adalah tangan kanan memegang pergelangan tangan kiri, mengarahkan pandangan mata ke tempat sujudnya dan tidak mengangkat pandangan matanya ke langit, tidak menengok ke arah kanan atau ke arah kiri, tidak melakukan gerakan yang tidak berguna seperti menyibukkan diri dengan memain-mainkan baju dan yang lainnya, tidak merenggangkan jari jemarinya atau memasukkan jari jemarinya ke jari jemari tangan yang lainnya. karena hal tersebut akan menafikan kekhusyu’an. Ibnu Abbas mengatakan:
ركعتان في تفكر خير من قيام ليلة والقلب ساه
dua rakaat yang dilakukan dengan penuh penghayatan adalah lebih baik daripada qiyam sepanjang malam dalam kondisi hati yang lalai. (syarhu as-Sunnah)
Salman al-Farisi berkata:
الصلاة مكيال فمن وفَّى وُفِّي له، ومن طفَّف فقد علمتم ما قال الله في المطففين
Dan di dalam hadis:
«أسوأ الناس سرقة الذي يسرق من صلاته» وهو الذي لا يتم ركوعها ولا سجودها ولا القراءة فيها
Seburuk-buruk manusia yang melakukan pencurian adalah yang mencuri dalam shalatnya. Yaitu, yang tidak menyempurnakan ruku’, tidak pula menyempurnakan sujudnya dan tidak menyempurnakan bacaannya (HR. Ahmad)
Dan di dalam hadis juga disebutkan:
إن الله ينصب وجهه لوجه عبده في صلاته ما لم يلتفت
Sesungguhnya Allah memancangkan wajahNya kepada wajah hambaNya dalam shalatnya selagi sang hamba tidak berpaling (HR. at-Tirmidzi).
Iltifat, berpaling yang terlarang ketika shalat ada dua macam ; berpalingnya hati dari Allah ta’ala kepada selainNya dan berpalingnya pandangan mata. Kedua macam iltifat ini terlarang. Allah senantiasa menghadapkan wajahNya kepada hambaNya, selagi hambaNya menghadapkan wajahNya kepadaNya dalam shalatNya. Maka, bila ia berpaling dengan hati dan pandangan matanya, niscaya Allah berpaling dariNya.
Nabi pernah ditanya tentang berpaling ketika shalat, beliau menjawab:
هو اختلاس يختلسه الشيطان من صلاة العبد
Itu dalah pencurian yang dilakukan oleh setan terhadap shalat seorang hamba (Muttafaq ‘Alaihi)
Dalam sebuah riwayat, (Rasulullah bersabda):
إيّاك والالتفات في الصلاة فإنها هلكة
Janganlah engkau perpaling ketika shalat karena hal tersebut merupakan kebinasaan (HR. at-Tirmidzi)
Sesungguhnya seseorang di antara kita jika ingin menemui seorang raja atau kepala negara ia sedemikian getol berhias diri untuk menemuinya, (setelah berada di hadapannya) ia akan menghadapatkan seluruh tubuhnya ke arahnya, tidak ketinggalan pendengaran dan penglihatannya. Sementara orang yang shalat itu ia berdiri di hadapan Allah raja diraja, ia bermunajat denganNya dengan kata-katanya sedangkan Dia melihatnya, Dia mendengar perkataannya dan mengetahui perkara yang tersembunyi dan yang dinampakkannya, oleh karnanya hendaklah ia mereka diawasi olehnya dengan penuh kekhusyu’an dan ketundukan serta kecintaan, takut dan harapan, optimis dan khawatir.
Sesungguhnya shalat itu berdirinya, ruku’ dan sujudnya serta dzikir-dzikir dan seluruh gerakannya merupakan ibadah kepada Allah. yakni, ketundukan yang sempurna dan ketaatan yang paripurna serta kepasrahan kepada Allah Rabb semesta alam dengan menunaikan perintahnya dan menjaukan diri dari larangan-larangannya sepanjang hidupnya dan seluruh waktu dan tempat.
Sumber :
Disarikan oleh Amar Abdullah bin Syakir dari “al-Khusyu’ fi Ash-Shalati”, karya : Abdullah bin Jarullah Alu Jarullah
Penulis: Amar Abdullah
Artikel : www.hisbah.net
Ikuti update artikel di Fans Page Hisbah.net
Twitter @Hisbahnet, Google+ Hisbahnet