Muslimah Muhtasibah
Kisah Seorang Muslimah Sejati Diasrama Mahasiswi
Allah menciptakan laki laki dengan keistimewannya,
begitupun perempuan memiliki keistimewaan dalam penciptaannya,
saya yakin kita semua tahu dalam masalah ini.
Namun tahukah anda, bahwa banyak sekali dari kaum adam ataupun kaum
hawa yang menyalahi kodratnya sebagai seorang wanita ataupun seorang lelaki,
misalnya seorang lelaki dia berpakaian layaknya seorang wanita,
atau dalam hal berbicara atau berjalan dll,
begitu pula seorang wanita yang menyerupai laki-laki.
Sungguh miris fenomena pada saat ini, bahkan yang lebih memprihatinkan lagi
sebagian mereka yang yang menyerupai lawan jenis ini beragama islam.
saya sendiri pun tidak bisa berkata apapun kecuali berdoa dan berdoa
kepada allah, agar mereka diberikan hidayah oleh Allah.
Dan pada artikel kali ini saya tidak akan membahas
“bagaimana syariat islam dalam menyikapi orang orang yang bertingkah
seperti lawan jenisnya”.
kenapa? karena insya allah ada pembahasannya tersendiri…
Namun sesuai dengan tema yang saya tulis di atas yaitu
“Seorang muslimah sejati di asrama mahasiswi”.
inilah pembahasan yang akan saya kupas secara rinci, insya allah…
kalau antum perhatikan dari judul diatas, apa yang terbesit di benak antum?
fatwa? .. cerita? … penjelasan ? …
saya katakan bisa jadi semuanya masuk dalam pembahasan ini,
“ko bisa?..
ya tentu saja bisa, karena artikel ini akan menjelaskan kepada kita
bagaimaina sikap seorang muslimah dalam melawan kemungkaran.
Juga akan menceritakan bagaimana kisah seorang mahasiswa dalam
menghadapi kemungkaran.
Dan akan memberikan fatwa bagaimana sikap seorang muslimah
hukum ikut campur dalam kemungkaran,
Oleh karena itu saya sarankan kepada saudariku untuk membaca
dengan tuntas artikel ini, supaya kita mendapatkan ilmu yang
bermanfaat.
Ada sebuah pertanyaan yang ditanyakan kepada Mufti Syaikh Bin Baz Rahimahullah
dari seorang muslimah yang peduli dengan keadaan asramanya.
“Saya seorang wanita yang tinggal di asrama mahasiswa,
dan Alhamdulillah, aku telah mendapatkan jalan hidayah-Nya
hingga berusaha untuk selalu teguh berada diatasnya.
Akan tetapi saya sangat merasa sempit sekali dengan keadaan
disekeliling saya, dari perbuatan maksiat dan mungkar,
terlebih hal itu berasal dari teman-teman mahasiswi saya,
mereka mendengarkan lagu, bergosip dan mengadu domba.
Saya juga telah berusaha untuk terus menasehati mereka,
akan tetapi sebagian mereka malah mengolok-olok saya
dan mengatakan: “kamu itu kaku!”.
maka dari itu wahai Syaikh apa yang harus aku lakukan?
Jazakumullah khairan.
Syaikh Bin Baz pun menjawab:
“Yang diwajibkan atasmu adalah mengingkarinya semampumu
dengan kata-kata yang baik, lembut dan cara yang baik pula,
dengan menyertakan ayat-ayat dan hadits-hadits yang berkaitan
dengan hal tersebut sepengetahuanmu.
dan jangan ikut-ikutan dengan mereka; mendengar lagu dan bernyanyi,
ghibah atau apapun dari perkataan dan perbuatan yang haram,
beranjak lah dari mereka sampai mereka mengubah topik pembicaraan ke yang lain,
sesuai dengan firman Allah Ta’ala:
وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ وَإِمَّا يُنْسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ فَلا تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَى مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِين. الأنعام ٦٨
“Apabila kamu (Muhammad) melihat orang-orang memperolok-olokkan
ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka hingga mereka beralih ke pembicaraan lain.
Dan jika setan benar-benar menjadikan kamu lupa (akan larangan ini),
maka setelah ingat kembali janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim”.
(Al An’am 68).
Jadi, selama engkau selalu mengingatkan mereka dengan
lisanmu sebisa mungkin, dan engkau menjauhi amalan mereka,
maka selama itu pula amalan mereka tidak akan mencelakakanmu
dan kamu tidak juga menanggung aib mereka itu,
sebagaimana firman Allah Ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ لَا يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُون. المائدة ١٠٥
“Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian,
tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudarat kepada kalian
apabila kalian telah mendapat petunjuk. Hanya kepada Allah kalian kembali semuanya,
maka Dia akan menerangkan kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan”.
Coba perhatikan ayat diatas, Allah Ta’ala menerangkan bahwa
orang-orang sesat tidak akan dapat memberikan mudharat atas orang mukmin
selagi ia menegakkan kebenaran dan beristiqamah diatas jalan petunjuk,
yaitu dengan mengingkari kemungkaran,
teguh diatas kebenaran dan menyeru kepadanya dengan cara yang baik.
Allah Ta’ala juga akan memberikanmu solusi dan jalan keluar,
dan membuat mereka mengambil manfaat dari nasehat-nasehatmu
selama engkau terus bersabar dan mengharapkan dengannya pahala insyaallah.
Dan bergembiralah dengan satu kebaikan yang besar
dan akhir yang menyenangkan selama dirimu teguh diatas kebenaran
dan mengingkari siapa saja yang melanggarnya,
sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:
((…وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ)) [الأعراف ١٢٨]
“Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa”.
(Al A’raf 128)
Dan firman-Nya:
((…فَاصْبِرْ ۖ إِنَّ الْعَاقِبَةَ لِلْمُتَّقِينَ)) [هود ٤٩]
“Maka bersabarlah; sesungguhnya kesudahan yang baik
adalah bagi orang-orang yang bertakwa”. (Hud 49)
Dan firman-Nya juga:
((وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ)) [العنكبوت ٦٩]
“Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh untuk (mencari keridhaan) Kami,
benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.
Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.
Fatwa Mufti Syaikh Bin Baz pada:
مجموع فتاوى ابن باز ج ٣ ص ١٠٨٠
Dikutip dari kitab:
فتاوى الأمرين بالمعروف والناهين عن المنكر ص ٤٠-٤٢
Penerjemah: Muhammad Hadhrami Bin Ibrahim
baru
Pacaran yang Dilarang
Pacaran yang dilarang ialah apabila hubungan khusus cinta dan kasih sayang tidak terikat oleh akad pernikahan.
Hal ini dikarenakan banyaknya unsur-unsur yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Misalnya memandang pasangan yang bukan mahrom, ikhtilat (bercampur baurnya laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom),
khalwat (menyendiri dengan pasangannya di tempat yang sepi), mencium atau berciuman, bergandengan tangan, meraba atau memegang lawan jenisnya, dan perkara-perkara lain yang dilarang oleh syariat Islam.
Mengapa Islam melarang pacaran semacam ini ? Tidak lain kecuali untuk menjaga kemaslahatan ummat manusia itu sendiri. Karena islam adalah agama fithrah yang senantiasa menjaga dan memellihara kemaslahatan manusia sesuai dengan aturan Allah. Allah berfirman,
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam (Qs. al-Anbiya : 107)
Demikianlah bahwa Islam hendak menjaga manusia tetap di atas kebaikan dan lurus di atas fithrahnya serta melindungi mereka dari kehinaan dan kehancuran. Islam pun telah menyediakan model dan bentuk jalinan asmara yang jauh lebih indah dan menyenangkan dibandingkan jenis pacaran yang hina.
Maka barang siapa yang mengindahkan nilai-nilai Islam dan batasan-batasan syariat yang telah dijelaskan oleh Rasulullah, niscaya ia akan mendapatkan keindahan dan kebahagiaan yang diidamkannya.
Rasulullah-صلى الله عليه وسلم- bersabda,
ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
“Ada tiga perkara yang apabila dilakukan oleh seseorang ia akan merasakan lezatnya iman ; seseorang yang menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya, dan seorang yang mencintai orang lain karena Allah, dan seseorang yang benci untuk kembali kepada kekafiran setelah diselamatkan oleh Allah darinya sebagaimana ia benci untuk dilempar ke dalam api neraka”. (HR. al-Bukhari (21), an-Nasai (4988), Ahmad (13617), dan Ibnu Hibban dalam Shahihnya (237)
Wallahu A’lam
Sumber:
Dosa-dosa Pacaran yang Dianggap Biasa, Saed As-Saedy, hal.15-16
Amar Abdullah bin Syakir
Untuk Pacaran yang Dibolehkan, baca disini :
Artikel : www.hisbah.net
Ikuti update artikel di Fans Page Hisbah.net
Youtube HisbahTv,
Follow Instagram Kami Hisbahnet dan alhisbahbogor
Akhlak
Pacaran yang Dibolehkan
Adapun pacaran yang dibolehkan yaitu apabila hubungan khusus dua insan berlainan jenis yang bukan mahram yang terjalin atas dasar cinta dan kasih sayang telah diikat dengan akad pernikahan. Inilah hakekat pacaran dalam Islam. Jadi pacaran islami, atau pacaran ala islam ialah hubungan setelah terjadinya akad ijab qabul.
Dalam arti kemesraan dan keterikatan batin terhadap pasangannya berjalan di atas rel yang lurus dan jalur yang dibenarkan oleh syariat serta telah dihalalkan oleh syariat lewat akad suci pernikahan.
Dengan ikatan inilah perkara-perkara yang sebelumnya haram menjadi halal. Bahkan keduanya lebih leluasa dan bebas untuk melakukan apa saja dari apa yang sekedar dilakukan oleh mereka yang tenggelam dalam kubangan pacaran terlarang.
Namun, apabila istilah ‘pacaran islami’ sebagaimana yang dipahami oleh sebagian pemuda pemudi yang katanya hendak tampil beda dengan pacaran orang-orang awam bahwa pacaran yang islami adalah pacaran sebelum pernikahan yang tidak disertai bersentuhan, tidak berciuman dan yang lainnya. Intinya tidak ada kontak fisik antara dua pasangan. Masing-masing saling menjaga diri. Kalaupun harus bertemu dan berbincang, yang menjadi pembicaraan hanyalah tentang tema-tema Islami, tentang dakwah, saling mengingatkan untuk beramal, dan berdzikir kepada Allah serta saling mengingatkan tentang akhirat, Surga dan Neraka.
Pacaran yang diembel-embeli Islam ala mereka tak ubahnya omong kosong belaka. Itu hanyalah makar tipuan setan untuk menjebak agar mangsanya jatuh ke dalam dosa.
Adakah mereka dapat menjaga pandangan mata dari melihat yang haram, yakni memandang wanita atau laki-laki yang bukan mahramnya ? Siapakah yang bisa menjamin bahwa mereka akan selamat dari godaan setan ketika menjalin komunikasi dengan sang pacar yang notabene adalah lawan jenis yang tidak halal baginya ?
Jika mereka mengatakan hal itu adalah pacaran Islami, namun intensitas hubungan mereka dengan lawan jenisnya sangat sering baik melalui telepon, sms, chatting, twitter, facebook, line, whatsapp, email dan lain sebagainya yang demikian itu sama saja dengan pacaran orang-orang awam. Hanya saja dikemas dalam bentuk yang berbeda, lebih halus, dan sepintas lebih Islami.
Secara pribadi penulis tidaklah setuju mengenai kesimpulan penggunaan istilah pacaran yang halal atau dibolehkan, meskipun ia dimaksudkan untuk mereka yang telah mengikat cinta kasihnya dengan tali suci pernikahan.
Atau pacaran yang halal ialah hakekat dari pernikahan itu sendiri. Demikian juga penggunaan istilah pacaran islami yang dimaksudkan sebagai model pacaran yang tidak mengandung unsur-unsur keharaman di dalamnya, seperti khalwat, bergandengan tangan, atau yang semisalnya.
Penggunaan kata pacaran itu sendiri sudah identik dengan aktivitas yang mengandung perkara-perkara haram dan terlarang dalam Islam. Pacaran juga merupakan istilah yang sedari awalnya terbentuk untuk menggambarkan hubungan cinta kasih antara dua lawan jenis sebelum pernikahan. Lihatlah definisi kata pacaran dalam beberapa Kamus Besar Bahasa Indonesia, semuanya dimaksudkan sebagai hubungan cinta kasih antara dua lawan jenis sebelum pernikahan.
Jadi, dari mana kesimpulan bahwa pacaran ialah hakikat dari pernikahan itu sendiri. Ini adalah kesimpulan yang tidak berdasar sama sekali, baik secara bahasa maupun syariat. Demikian juga, Islam tidak pernah mengatakan bahwa pacaran adalah hakikat dari sebuah pernikahan. Bahkan, kalau kita telisik lebih mendalam, dalam Islam tidaklah pernah mengenal istilah kata pacaran. Padahal syariat Islam telah sempurna semenjak wafatnya Rasulullah yang tidak butuh tambahan maupun pengurangan di dalamnya. Oleh karena itu, istilah pacaran bukanlah bersumber dari Islam.
Demikian pula istilah pacaran Islami, dari mana mereka bisa menyimpulkan istilah ini dan menisbatkannya sebagai bagian dari Islam. Membuat konsep tersendiri yang sejatinya masih banyak hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Bahkan menghukumi sebagai sesuatu yang halal. Kalau demikian berarti mereka telah membuat syariat baru dalam Islam, padahal Allah telah berfirman,
وَلَا تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلَالٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِتَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لَا يُفْلِحُونَ
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung (Qs. An-Nahl : 116)
Itulah posisi ‘pacaran islami’ dalam Islam. Semua itu dimaksudkan agar tidak tercampur antara kebaikan dan keburukan, atau yang hak dan yang batil akibat penggunaan istilah yang kurang tepat. Juga agar tidak menjadi hujjah maupun tameng bagi sebagian orang untuk menghalalkan pacaran atau berlindung dibalik istilah ‘pacaran islami’ agar tetap bisa melakukan pacaran dengan lawan jenis yang disukainya.
Demikian juga, dikhawatirkan akan bermunculan istilah-istilah yang kurang tepat yang semula istilah-istilah itu identik dengan keburukan maupun perbuatan haram, seperti munculnya istilah musik islami, joged islami, nasyid islami, khamr islami, lagu islami, atau istilah-istilah lain yang sejenisnya yang dinisbatkan pada Islam yang akhirnya akan membuat kerancuan di tengah-tengah umat islam dan menjadi sebab tercampurnya antara yang hak dengan yang batil.
Kalau diperhatikan lebih mendalam, mereka yang terjerumus dalam apa yang disebut ‘pacaran islami’ belum sepenuhnya mengindahkan batasan-batasan syar’i yang telah ditetapkan syariat Islam. Seperti hubungan yang akrab dan dekat di antara mereka yang sejatinya bukanlah mahramnya, kerap melakukan komunikasi walaupun tanpa adanya kontak fisik di dalamnya. Kasus ini tetap tidak dibenarkan dalam syariat karena mereka belum terikat oleh tali suci pernikahan dan mereka masih berstatus orang asing antara yang satu dengan yang lainnya.
Islam juga tidak pernah mengakui pacaran sebagai tahapan yang sah/halal untuk menuju jenjang pernikahan. Karena Islam telah memiliki konsep sendiri yang suci untuk memandu dan mengantarkan asmara mereka ke jenjang tali suci pernikahan. Di mana konsep itu adalah aturan yang selaras dengan fithrah manusia itu sendiri.
Islam tidaklah pernah melegalkan semua jenis hubungan cinta kasih antara dua insan berlainan jenis yang bukan mahramnya yang dikemas dalam kata pacaran ataupun istilah lain yang substansinya sama dengan pacaran, kecuali sekedar mencintai mereka atas dasar saudara seiman dan seislam yang terikat oleh kecintaan karena Allah dengan tetap mengindahkan pilar-pilar syariat yang mulia tersebut.
Rasulullah-صلى الله عليه وسلم- bersabda,
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ …وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ
Tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan dari Allah pada hari di mana tidak ada naungan melainkan naungan dari-Nya…dua orang yang saling mencintai karena Allah. Keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah … (HR. Al-Bukhari (660), Muslim, (2427), at-Tirmidzi, (2391), an-Nasai (5380) dan Ahmad (9663).
Adapun dilarangnya pacaran sebelum pernikahan, dikarenakan pacaran yang bertentangan dengan syariat Islam, dan banyaknya mudharat yang bisa merusak kehidupan dan masa depan remaja, keluarga, lingkungan, umat, bangsa dan agama. Semua ini tidak sejalan dengan prinsip dasar islam di mana ia datang demi mewujudkan kemaslahatan umat manusia dan sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Oleh karena itu, ajaran Islam bersifat universal (menyeluruh) dan konprehensip (utuh) agar pilar-pilar kehidupan tetap tegak dan kokoh demi terwujudnya kebaikan yang semuanya kembali kepada kepentingan umat manusia itu sendiri, baik di dunia maupun akhirat.
Wallahu A’lam
Sumber :
Dosa-dosa Pacaran yang Dianggap Biasa, Saed As-Saedy, hal.17-21
Amar Abdullah bin Syakir
Artikel : www.hisbah.net
Ikuti update artikel di Fans Page Hisbah.net
Youtube HisbahTv,
Follow Instagram Kami Hisbahnet dan alhisbahbogor
baru
Hukuman Pezina Di Awal Islam
Hukuman Pezina Di Awal Islam
Allah azza wa jalla berfirman,
وَاللَّاتِي يَأْتِينَ الْفَاحِشَةَ مِنْ نِسَائِكُمْ فَاسْتَشْهِدُوا عَلَيْهِنَّ أَرْبَعَةً مِنْكُمْ فَإِنْ شَهِدُوا فَأَمْسِكُوهُنَّ فِي الْبُيُوتِ حَتَّى يَتَوَفَّاهُنَّ الْمَوْتُ أَوْ يَجْعَلَ اللَّهُ لَهُنَّ سَبِيلًا
“Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat saksi di antara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah member persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah member jalan lain kepadanya”. (Qs. an-Nisa : 15).
Firman-Nya, الْفَاحِشَةَ perbuatan keji.
Menurut jumhur mufassirin (mayoritas kalangan ahli tafsir) yang dimaksud perbuatan keji ialah perbuatan zina, sedang menurut pendapat yang lain ialah segala perbuatan mesum seperti : zina, homoseks dan sejenisnya.
Maka, menurut pendapat yang mengatakan bahwa yang dimaksud perbuatan keji dalam ayat ini adalah ‘perbuatan zina’, maka makna ayat ini, yakni,
“Wanita-wanita yang berzina dari istri-istri kalian, tetapkanlah wahai para hakim dan pemimpin dengan empat orang saksi laki-laki yang adil dari kaum muslimin. Bila para saksi menetapkannya atas mereka, maka tahanlah mereka di dalam rumah sampai kehidupan mereka selesai dengan kematian, atau Allah akan meletakkan jalan keluar dalam hal ini.” (at-Tafsir al-Muyassar,2/15)
Kemudian, Allah –سبحانه وتعالى- berfirman,
وَاللَّذَانِ يَأْتِيَانِهَا مِنْكُمْ فَآذُوهُمَا فَإِنْ تَابَا وَأَصْلَحَا فَأَعْرِضُوا عَنْهُمَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ تَوَّابًا رَحِيمًا
“Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, maka berilah hukuman kepada keduanya, kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang” (Qs. an-Nisa : 16)
Yakni, dua orang yang terjatuh ke dalam perbuatan buruk zina, hukumlah mereka berdua dengan pukulan dan pengucilan. Bila keduanya bertaubat dari perbuatan tersebut dan melakukan perbaikan dengan amal-amal shaleh maka hentikanlah hukuman dari mereka.
Dari ayat ini dan sebelumnya bisa disimpulkan bahwa bila kaum laki-laki berzina, maka mereka dihukum yang berakhir dengan taubat dan perbaikan pelaku. Sedangkan kaum wanita dihukum dan dipenjara yang berakhir sampai dengan kematian.
Hal ini berlaku di awal Islam kemudian dinasakh (dihapus) dengan apa yang Allah dan Rasul-Nya syariatkan, yaitu rajam bagi pezina Muhshon baik laki-laki maupun wanita.
Muhshon adalah laki-laki atau wanita dewasa, merdeka, berakal dan pernah melakukan hubungan suami istri dalam pernikahan yang sah. Dan dicambuk seratus kali plus pengasingan selama satu tahun bagi yang belum muhshon. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat dari hamba-hamba-Nya dan Maha Penyayang kepada mereka. (at-Tafsir al-Muyassar, 2/16)
Wallahu A’lam
Amar Abdullah bin Syakir
Artikel : www.hisbah.net
Ikuti update artikel di Fans Page Hisbah.net
Youtube HisbahTv,
Follow Instagram Kami Hisbahnet dan alhisbahbogor
Klik iklan yang ada di website.
Dengan mengklik iklan yang ada diwebsite, berarti anda telah membantu oprasional dakwah kami. Jazakallahukhoiron.
-
Akhlak4 tahun ago
Pencuri dan Hukumannya di Dunia serta Azabnya di Akhirat
-
Khutbah9 tahun ago
Waspadailah Sarana yang Mendekatkan pada Zina
-
Fatwa9 tahun ago
Serial Soal Jawab Seputar Tauhid (1)
-
Fiqih Hisbah8 tahun ago
Diantara Do’a Nabi Ibrahim ‘Alaihissalaam
-
Nasihat8 tahun ago
“Setiap Daging yang Tumbuh dari sesuatu yang haram maka neraka lebih berhak baginya.”
-
safinatun najah6 tahun ago
Manfaat Amar Maruf Nahi Munkar
-
Tarikh9 tahun ago
Kisah Tawakal dan Keberanian Abdullah bin Mas’ud
-
Akhlak7 tahun ago
Riya & Sum’ah: Pamer Ibadah