Connect with us

baru

Klasifikasi Pembunuhan dan Akibat Hukumnya

Published

on

Klasifikasi Pembunuhan

Pembunuhan terbagi tiga : (1) pembunuhan dengan sengaja, (2) pembunuhan yang mirip dengan sengaja, dan (3) pembunuhan karena keliru.

Yang dimaksud pembunuhan dengan sengaja ialah seorang mukallaf secara sengaja (dan terencana) membunuh orang yang terlindungi darahnya (tak bersalah), dengan dasar dugaan kuat bahwa dia harus dibunuh olehnya.

Adapun yang dimaksud syibhul ‘amdi (pembunuhan yang mirip dengan sengaja) ialah seorang mukallaf bermaksud hendak memukulnya, yang secara kebiasaan tidak dimaksudkan hendak membunuhnya, namun ternyata oknum yang jadi korban meninggal dunia.

Sedangkan yang dimaksud pembunuhan karena keliru ialah seorang mukallaf melakukan perbuatan yang mubah baginya, seperti memanah binatang buruan atau semisalnya, ternyata anak panahnya nyasar mengenai orang hingga meninggal dunia.

 

Akibat Hukum yang Mesti Ditanggung oleh Pelaku Pembunuhan

Untuk jenis pembunuhan yang kedua dan ketiga (yakni, pembunuhan yang mirip dengan sengaja, dan  pembunuhan karena keliru-pen), maka pelakunya dikenakan hukuman harus membayar kafarat dan membayar diyat untuk keluarga si terbunuh. Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَنْ يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلَّا خَطَأً وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ إِلَّا أَنْ يَصَّدَّقُوا فَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ عَدُوٍّ لَكُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ فَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِنَ اللَّهِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا [النساء : 92]

Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Qs. an-Nisa : 92)

 

Adapun untuk pembunuhan yang disengaja dan terencana, maka pihak wali dari si terbunuh diberi dua alternatif, yaitu menuntut hukum qishash, atau memaafkan dengan mendapat imbalan diyat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْأُنْثَى بِالْأُنْثَى فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ذَلِكَ تَخْفِيفٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ  [البقرة : 178]

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema’afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema’afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma’af) membayar (diyat) kepada yang memberi ma’af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih (Qs. al-Baqarah : 178)

 

Dari Abu Hurairah-semoga Allah meridhainya- dari Nabi-shallallahu ‘alaihi wasallam-, beliau bersabda,

وَمَنْ قُتِلَ لَهُ قَتِيلٌ فَهُوَ بِخَيْرِ النَّظَرَيْنِ إِمَّا أَنْ يُعْطَى – يَعْنِى الدِّيَةَ – وَإِمَّا أَنْ يُقَادَ أَهْلُ الْقَتِيلِ

Dan barang siapa yang dibunuh dan ia mempunyai keluarga, maka (pihak keluarganya) memiliki dua alternatif : boleh menuntut diyat, atau boleh menuntut qishash (Muttafaqun ‘Alaih : Fathul Bari XII : 205 no : 6880 dan Muslim II : 988 no : 1355)

Diyat wajib ini sebagai ganti dari qishash. Oleh sebab itu, pihak keluarga terbunuh boleh berdamai dengan si pembunuh dengan jalan menuntut selain diyat, walau pun nilainya lebih besar daripada diyat. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

مَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا دُفِعَ إِلَى أَوْلِيَاءِ الْمَقْتُوْلِ فَإِنْ شَاءُوْا قَتَلُوْا وَإِنْ شَاءُوْا أَخَذُوْا الدِّيَةَ وَهِيَ ثَلَاثُوْنَ حِقَّةً وَثَلَاثُوْنَ جَذَعَةً وَأَرْبَعُوْنَ خَلِفَةً وَمَا صَالَحُوْا عَلَيْهِ فَهُوَ لَهُمْ وَذَلِكَ لِتَشْدِيْدِ الْعَقْلِ

Barangsiapa yang membunuh (orang yang tak bersalah) secara sengaja (dan terencana), maka urusannya diserahkan kepada pihak keluarga si terbunuh. Jika mereka mau, menuntut hukum balas membunuh ; dan jika mau, mereka menuntut diyat, yaitu (membayar) tiga puluh hiqqah (unta betina berusia tiga tahun yang masuk tahun keempat) dan tiga puluh jadza’ah (unta yang masuk tahun kelima) serta empat puluh khalifah (unta yang sedang bunting) dan apa saja yang mereka tuntut kepada si pembunuh sebagai imbalan perdamaian, maka ia (imbalan itu) untuk mereka, dan yang demikian itu untuk penekanan pada diyat. (Hasan : Shahih at-Tirmidzi no : 1121 dan Tirmidzi II : 423 no : 1406 dan Ibnu Majah II : 877 no: 2626)

Namun memaafkan secara cuma-cuma, tanpa menuntut apa-apa kepada si pembunuh adalah sikap yang sangat utama lagi mulia. Firman-Nya,

وَأَنْ تَعْفُوا أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى

Dan apabila kamu memaafkannya itu lebih dekat kepada takwa (Qs. Al-Baqarah : 237)

Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,

وَمَا زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلَّا عِزًّا

Dan, Allah tidak menambah pada seseorang karena pemaafannya, melainkan kemuliaan (Shahih : Shahih at-Tirmidzi no : 1894, Muslim IV : 2001 no : 2588 dan Tirmidzi III: 254 no : 2098)

 

 

Wallahu A’lam

 

Sumber :

 

Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil Aziz, Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi, e.i. hal 860-862

 

Amar Abdullah bin Syakir

About Author

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

baru

Jangan Sia-siakan Sepuluh Akhir Ramadhan

Published

on

By

Khutbah Pertama :

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي فَضَّلَ رَمَضَانَ عَلَى غَيِرِهِ مِنَ الشُّهُوْرِ

واَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذَي جَعَلَ فِيْهِ لَيْلَةَ الْقَدْرِ خَيْرَا مِنْ أَلْفِ شَهْر

وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَيركَ لَهُ  لَهُ الْمُلْكُ  وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْر

وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ وَلَدِ الْبَشَر

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ  [آل عمران : 102]

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا [النساء : 1]

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا (70) يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا (71) [الأحزاب : 70 ، 71]

Ibadallah !

Bertakwalah kepada Allah. Bekalilah diri dengan bertakwa kepada Allah, kapan saja dan di mana saja kita tengah berada. Sesungguhnya ketakwaan kepada Allah merupakan bekal terbaik kita dalam mengarungi samudera kehidupan dunia nan fana, menuju kehidupan akhirat yang kekal abadi. Allah azza wa jalla berfirman,

 

وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ [البقرة : 197]

Berbekallah, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal (al-Baqarah : 197).

Ibadallah !

Bertakwalah kepada Allah, dengan mengerjakan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-larangan-Nya.

Bertakwalah kepada Allah, dengan senantiasa mengingat-Nya, tidak melupakan-Nya.

Bertakwalah kepada Allah, dengan mensyukuri segala bentuk nikmat-Nya, janganlah kita mengkufuri-Nya. Dan, janganlah pula kita menyia-nyiakan waktu dan kesempatan yang berharga dengan melakukan hal-hal yang tidak berguna untuk urusan dunia dan akhirat kita. Manfaatkanlah dengan sebaik-baiknya setiap kesempatan yang Allah berikan kepada kita untuk melakukan berbagai bentuk kebaikan dan ketaatan.

Ibadallah !

Terlebih, ketika kesempatan itu merupakan peluang yang sangat besar untuk meraih sebanyak-banyaknya pahala dari Allah azza wa jalla.

Ibadallah !

Ketahuilah bahwa disampaikannya seorang hamba ke sepuluh terakhir dari bulan Ramadhan ini, merupakan kesempatan yang istimewa dan peluang yang sangat berharga untuk meraih pahala yang sangat banyak dari Allah azza wa jalla. Terkhusus adalah di malam-malamnya. Nabi-ضَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersabda,

فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرُهَا فَقَدْ حُرِمَ

Pada bulan Ramadhan itu ada satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Barang siapa terhalangi dari kebaikannya, sungguh ia telah terhalangi (dari mendapatkan kebaikan yang banyak) (HR. an-Nasai)

Ibadallah !

Oleh karena itu, dulu Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-dan para sahabatnya mengagungkan sepuluh akhir ini dan mereka bersungguh-sungguh di dalam mengisinya lebih dari kesungguhan mereka dalam mengisi hari-hari lainnya.

Imam Ahmad di dalam Musnadnya dan imam Muslim di dalam shahihnya meriwayatkan dari Aisyah- رَضِيَ اللهُ عَنْهَا-, ia berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْتَهِدُ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مَا لَا يَجْتَهِدُ فِي غَيْرِهِ

Rasulullah- صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-biasa bersungguh-sungguh pada sepuluh akhir (dari bulan Ramadhan) tidak sebagaimana beliau bersungguh-sungguh pada selainnya.

Dan, asy-Syaikhan (Bukhari dan Muslim) meriwayatkan juga dari Aisyah- رَضِيَ اللهُ عَنْهَا-ia berkata,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ

Apabila sepuluh akhir (dari bulan Ramadhan) telah masuk, Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-mengencangkan ikat pinggangnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya.

Ibadallah !

Makna ((شَدَّ مِئْزَرَهُ)) (mengencangkan ikat pinggangnya) yakni beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersungguh-sungguh dan mengerahkan segenap kesungguhan untuk beribadah dan menjauhkan diri dari istri ; maka pada malam-malam itu beliau tidak bernikmat-nikmat melainkan dengan bermunajat kepada Rabbnya dan mendekatkan diri kepada-Nya. Maka, apa yang diperbolehkan oleh Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-bagi beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-berupa melakukan hubungan intim suami istri pada malam-malam Ramadhan menjadi tersibukkan oleh selainnya berupa ibadah dan ketaatan karena sangat mendambakan untuk mendapatkan pahala sepuluh malam ini dan diberi taufik untuk mendapatkan lailatul qadar.

Ibadallah !

Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- menghidupkan malamnya, yakni, beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bergadang menyibukkan diri dengan melakukan ketaatan. Maka, beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-menghidupkannya dengan hal tersebut. Dan, beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-menghidupkan diri dan jiwanya pada malam itu dengan mendekatkan diri dan merendahkan diri dan beribadah kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. Karena tidur itu adalah saudara kematian, dan tidak akan hidup ruh, tidak pula badan, tidak pula waktu, dan tidak pula umur melainkan dengan ketaatan kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. Inilah dia kehidupan yang sejatinya. Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

{ أَوَمَنْ كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَنْ مَثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِنْهَا } [الأنعام:122]

Apakah orang yang sudah mati lalu Kami hidupkan dan beri dia cahaya yang membuatnya dapat berjalan di tengah-tengah orang banyak, seperti orang yang berada dalam kegelapan sehingga dia tidak dapat keluar dari sana? (al-An’am : 122) ?

Ibadallah !

Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-menamakan jasad-jasad ini sebagai ‘mayat’ padahal ia bergerak di atas muka bumi, makan dan minum. Hal demikian itu karena jauhnya jasad-jasad tersebut dari iman dan ketaatan kepada Dzat yang Maha Penyayang (Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-) dan kesibukannya dengan kesesataan, kefasikan, dan kedurhakaan serta kezhaliman.

Ibadallah !

Selain bahwa Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- menghidupkan malamnya, Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- juga (( أَيْقَظَ أَهْلَهُ ))  (membangunkan keluarganya), yakni, membangunkan mereka untuk menunaikan shalat dan ibadah pada malam-malam ini.

Ibadallah !

Hal ini-wahai hamba-hamba Allah- sesungguhnya termasuk kesempurnaan kesungguhan beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-terhadap keluarganya agar mendapatkan kebaikan dan juga kesempurnaan perhatian beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- terhadap mereka sebagai bentuk penunaian kewajiban memperhatikan hal-hal yang Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- wajibkan kepada beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-untuk diperhatikan.

Ibadallah !

Hal ini juga menunjukkan kesemangatan dari beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-untuk menunjukkan mereka kepada kebaikan. Dan, orang yang menunjukkan kepada kebaikan adalah seperti pelakunya. Ditambah lagi dengan pahalanya yang diusahakannya karena kesungguhanya dengan dirinya sendiri.

Ibadallah !

Dalam tindakan beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-ini juga sebagai pensyariatan untuk umatnya agar mereka mengambil langkahnya dan meneladani beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-dalam hal tersebut.

Ibadallah !

Di dalamnya juga terdapat arahan bagi para ayah dan ibu dan motivasi bagi mereka agar perhatian dengan pendidikan anak-anak mereka dan agar benar-benar memperhatikan keadaan mereka, terkhusus pada bulan nan mulia ini, memantau keadaan mereka dan mengawasi mereka dalam hal ibadah mereka, dan sungguh-sungguh dalam upaya menjaga mereka, mendorong dan memotivasi mereka untuk berlomba dalam melakukan ketaatan dan menjauhi perkara yang terlarang, dan mendayagunakan sarana yang dapat digunakan untuk menakut-nakuti dan memberikan motivasi kepada mereka.

Ibadallah !

Aisyah- رَضِيَ اللهُ عَنْهَا-mengatakan,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ

Apabila sepuluh akhir (dari bulan Ramadhan) telah masuk, Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-mengencangkan ikat pinggangnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya.

Ibadallah !

Ibnu Hajar-رَحِمَهُ اللهُ-berkata, ‘Di dalam hadis ini terdapat anjuran untuk bersemangat dalam mendawamkan atau merutinkan shalat malam pada sepuluh akhir ini sebagai sebuah isyarat kepada dorongan untuk memperbagus penutupan. Semoga Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-menutup amal dan kehidupan kita dengan kebaikan.’ Amin

أَقُوْلُ مَا تَسْمَعُوْن وَأَسْتَغْفِرَاللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْن وَالمُؤْمِنِيْن اَلمُوَحِّدِيْن مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْم

Khutbah kedua :

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ

وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَيركَ لَهُ

وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Ibadallah !

Di antara ibadah yang agung, yang Allah pertintahkan kepada kita, hamba-hamba-Nya yang beriman adalah bershalawat kepada Nabi kita Muhammad-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-. Di dalam al-Qur’an, Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا  [الأحزاب : 56]

Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman ! Bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya (al-Ahzab :  56)

Sementara Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-telah bersabda, mengkhabarkan kepada kita salah satu di antara sekian banyak keutamaan bersalawat kepadanya, dalam sabdanya,

مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا

Barang siapa bershalawat kepadaku satu kali, nicaya Allah bershalawat kepadanya 10 kali.

Oleh karena itu, hendaknya kita perbanyak ibadah ini, yaitu, bershalawat kepadanya di hari ini, hari Jum’at, sebagaimana yang diperintahkan oleh Nabi kita Nabi Muhammad-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- dalam sabdanya,

إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَأَكْثِرُوا عَلَىَّ مِنَ الصَّلاَةِ فِيهِ

Sesungguhnya hari Jum’at termasuk hari-hari kalian yang sangat utama. Maka, berbanyaklah oleh kalian bershalawat kepadaku di hari tersebut…(HR. Abu Dawud)

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْم وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْم إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْد ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْم وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْم إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْد .

وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْن اَلْأَئِمَّةِ الْمَهْدِيِّيْن ؛ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيْق ، وَعُمَرَ الْفَارُوْق ، وَعُثْمَانَ ذِي النُّوْرَيْن ، وَأَبِي السِّبْطَيْن عَلِيٍّ . وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ وَعَنِ التَّابِعِيْن وَمَنْ اتَّبَعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْن ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرِمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الْأَكْرَمِيْن .

اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْن ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْن ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْن, وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْن ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْن,

اَللَّهُمَّ احْمِ حَوْزَةَ الدِّيْن يَا رَبَّ الْعَالَمِيْن ,

اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ  وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْن ،

اَللَّهُمَّ انْصُرْ دِيْنَكَ وَكِتَابَكَ وَسُنَّةَ نَبِيِّكَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعِبَادَكَ الْمُؤْمِنِيْن ،

اَللَّهُمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الدِّيْن ،

اَللَّهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنَا الْمُسْلِمِيْنَ فِي كُلِّ مَكَانٍ يَا حَيُّ يَا قَيُّوْم يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَام ،

اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وِلِيَّ أَمْرِنَا لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى ، اَللَّهُمَّ وَأَعِنْهُ عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَسَدِّدْهُ فِي أَقْوَالِهِ وَأَعْمَالِهِ وَأَلْبِسْهُ ثَوْبَ الصِّحَّةِ وَالْعَافِيَةِ .

اَللَّهُمَّ يَا ذَا الْجَلَالِ وَاْلِإكْرَامِ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا ،

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ ، وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَ الشَّرِّ كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ.

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ .

اَللَّهُمَّ أَجِرْنَا مِنَ النَّارِ ، اَللَّهُمَّ أَجِرْنَا مِنَ النَّارِ ، اَللَّهُمَّ أَجِرْنَا مِنَ النَّارِ ،

اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا اَلَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا ، وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتِي فِيْهَا مَعَاشُنَا ، وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا اَلَّتِي إِلَيْهَا مَعَادُنَا ، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ وَالْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ ،

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالسَّدَادَ ،

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعِفَّةَ وَالْغِنَى ،

رَبَّنَا إِنَّناَ ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخاسِرِيْن ،

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرِةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار .

عِبَادَ اللهِ : اُذْكُرْوا اللهَ يَذْكُرْكُمْ ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ ، ( وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ )

Wahai hamba-hamba Allah ! Ingatlah Allah, niscaya Allah mengingat kalian. Bersyukurlah kepada-Nya atas nikmat-nikmatNya, niscaya Dia menambahkan nikmat-Nya kepada kalian. Sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lainnya). Dan Allah mengetahui apa yang kalian kerjakan.

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: Hisbahtv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

About Author

Continue Reading

baru

Membangunkan Keluarga Pada 10 Malam Terakhir Bulan Puasa

Published

on

By

عَنْ عَائِشَةَ – رَضِىَ اللهُ عَنْهَا – قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ أَحْيَا اللَّيْلَ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ وَجَدَّ وَشَدَّ الْمِئْزَرَ

Dari ‘Aisyah-رَضِيَ اللهُ عَنْهَا-, ia berkata :

Adalah Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- apabila sepuluh (hari terakhir bulan Ramadhan) telah masuk, beliau menghidupkan malam, membangunkan keluarganya, bersungguh-sungguh dan mengencangkan ikat pinggang (HR. Muslim)

***

Di antara kebiasaan Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- pada sepuluh malam terakhir pada bulan Ramadhan adalah membangunkan keluarganya (istri-istrinya). Kebiasaan seperti ini tidaklah beliau lakukan pada kesempatan-kesempatan lain.

Dalam hadis Abu Dzar-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-diriwayatkan bahwa Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- shalat mengimami mereka pada malam kedua puluh tiga, kedua puluh lima dan kedua puluh tujuh. Lalu disebutkan bahwa beliau mengajak serta istri-istrinya untuk beribadah khusus pada malam kedua puluh tujuh.

Keterangan ini memberi penegasan bahwa sangat diprioritaskan membangunkan keluarga untuk beribadah pada malam-malam ganjil. Karena besar kemungkinan malam-malam tersebut adalah saat terjadinya Lailatul Qadar.

Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dari hadis Ali bahwa Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- biasa membangunkan keluarganya (untuk beribadah) pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan. Dan semua orang, baik kecil maupun besar, mampu melaksanakan shalat.

Sufyan ats-Tsauri-رَحِمَهُ اللهُ–berkata, “Aku sangat menyukai bagi seseorang jika telah masuk sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan hendaknya ia sungguh-sungguh beribadah pada waktu malam, dan hendaklah ia membangunkan istri dan anak-anaknya agar turut beribadah jika mereka mampu melakukan hal itu.”

Telah diriwayatkan secara shahih dari Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ –bahwa biasanya beliau mengetuk pintu rumah Fathimah dan Ali pada waktu malam. Beliau berkata kepada keduanya, “Tidakkah kalian berdua bangun lalu melaksanakan shalat ?”

Demikian pula beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ –biasa membangunkan ‘Aisyah pada waktu malam jika telah selesai tahajjud dan hendak melaksanakan shalat Witir.

Dalam kitab al-Muwatho’ diriwayatkan bahwa Umar bin Khathob-رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا-biasa shalat pada waktu malam sebagaimana yang dikehendaki Allah. Hingga apabila telah sampai tengah malam, ia membangunkan keluarganya untuk shalat. Ia berkata kepada mereka, “Tunaikan shalat…tunaikan shalat.” Lalu beliau membaca firman Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-,

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا  [طه : 132]

“Dan perintahkanlah kepada keluargamu untuk mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.“ (Thaha : 132)

Diceritakan bahwa istri Habib Abu Muhammad-رَحِمَهُ اللهُ-biasa berkata kepada suaminya pada malam hari, “Malam telah berlalu, di depan kita terbentang jarak yang demikian jauh, rombongan para shalihin telah berangkat lebih dulu sementara kita tertinggal jauh.”

Wahai orang yang lelap, betapa lama engkau tertidur

Berdirilah kekasihku, waktu itu telah dekat.

Pergunakanlah sedikit waktu malam untuk berdzikir.

Pada saat orang-orang asyik terlelap

Barangsiapa yang tidur hingga malam berlalu

Ia tak akan sampai tujuan dan tidak pula berusaha

Katakan kepada orang yang berakal para ahli takwa

Pahala yang besar sedang menantimu

Wallahu A’lam

Amar Abdullah bin Syakir

Sumber :

Bughyatu al-Insan Fii Wadha-if Ramadhan, Ibnu Rajab al-Hanbali, ei, hal. 98-100.

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: Hisbahtv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

About Author

Continue Reading

baru

Jangan Sia-siakan 10 Hari Terakhir Ramadhan

Published

on

By

Bulan Ramadhan adalah bulan terbaik dalam satu tahun, karena padanya berkumpul amal-amal saleh, dari puasa, terawih, sedekah, malam lailatul qadar, itikaf dan lainnya.

Bukan hanya itu, padanya juga Allah Ta’ala membukakan pintu ampunan selebar-lebarnya.

Dan semakin bertambah lagi keutamaannya di sepuluh malam terakhir.

Maka, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun juga memaksimalkannya, sebagaimana yang diriwayatkan:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: – كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ اَلْعَشْرُ -أَيْ: اَلْعَشْرُ اَلْأَخِيرُ مِنْ رَمَضَانَ- شَدَّ مِئْزَرَهُ, وَأَحْيَا لَيْلَهُ, وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa ketika memasuki 10 Ramadhan terakhir, beliau mengencangkan ikatan pinggangnya, menghidupkan malam-malam tersebut dengan ibadah, dan membangunkan istri-istrinya untuk beribadah.” (HR. Bukhari dan Muslim ).

Dan pada riwayat lainnya:

كَانَ رَسُوْلُ اللهً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْتَهِدُ فِيْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مَا لَا يَجْتَهِدُ فِيْ غَيْرِهِ

Artinya, “Pada malam sepuluh terakhir, Rasulullah bersungguh-sungguh (untuk beribadah), melebihi kesungguhan pada malam yang lain.” (HR. Muslim).

Ini adalah gambaran Rasulullah, maka umatnya hendaklah meneladani beliau.

Maka, adalah keadaan yang menyedihkan jika masjid-masjid malah semakin sepi ketika semakin hampir ke penghujung Ramadhan.

Bukan maksudnya terlarang untuk sibuk mengurus persiapan hari raya, namun tentu meraih pahala dan ampunan Allah Ta’ala juga seharusnya diletakkan di prioritas utama di atas perkara lainnya apalagi yang sifatnya dunia semata.

Untuk itu, mari di hari-hari yang tersisa ini, kita hidupkan ramadhan karena tahun depan belum tentu kita masih hidup.

Karena, perjalanan kehidupan setelah kematian ditentukan oleh bekal yang persiapannya hanya bisa dilakukan selama hidup di dunia yang singkat ini.

Semoga Allah Ta’ala senantiasa menaungi kita dengan taufik dan hidayah-Nya.

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: Hisbahtv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

About Author

Continue Reading

Trending