Hidup di zaman ini membuat kita semakin tamak terhadap dunia. Keadaan dan budaya telah banyak menarik kita untuk hidup dengan standar diatas kemampuan diri kita.
Bagaimana kita lihat, setiap orang berlomba-lomba mendapatkan bagian dunianya yang paling banyak.
Berharap punya rumah mewah meski harus dengan cara kredit puluhan tahun, belum lagi kendaraan, pakaian, asuransi pendidikan, kesehatan, dll.
Jiwa yang seakan tak pernah merasa puas dengan dunia dan hasrat mendapatkan kepuasan yang tak berkurang, akhirnya menimbulkan keresahan dan kegalauan dalam hati yang tak pernah putus.
Manusia memang memiliki sifat tamak, jika setetes nikmat dunia ia dapatkan, pasti akan mencari yang lebih, jika ia memiliki satu lembah harta, pasti akan mencari yang kedua, ketiga dan seterusnya, tak akan pernah berhenti kecuali jika maut telah datang menghampiri.
لَوْ كَانَ لاِبْنِ آدَمَ وَادِيَانِ مِنْ مَالٍ لاَبْتَغَى ثَالِثًا ، وَلاَ يَمْلأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ
“Seandainya anak Adam memiliki dua lembah harta maka dia akan mencari lembah yang ke-3 dan dia tidak akan berhenti kecuali kalau pasir sudah dimasukkan dalam mulutnya.” (HR. Bukhari no. 6436).
Sifat tamak terhadap dunia menjadikan kita jauh dari syukur kepada-Nya, membuat hati terus merasa merana, terhimpit, rasa sesak, dan menyesal seakan selalu bernasib buruk.
Padahal, jika kita lihat hal yang sangat kecil saja, nikmat makan contohnya, sampai hari ini, kita masih bisa menikmati semua jenis makanan tanpa terkecuali, juga minum minuman yang kita gemari, tak ada satupun halangan untuk memakan dan meminumnya. Sedangkan, disana, di sudut rumah sakit sana, jangankan untuk makan, minumpun harus di jatah dalam beberapa jam hanya beberapa mili liter.
Subhanallah, kita memang terlalau sering lupa dengan begitu banyaknya nikmat yang Allah berikan kepada kita, selalu melihat kelebihan yang ada pada saudara kita, sedangkan kita tidak tahu nikmat apa yang telah Allah ambil darinya.
Kita selalu membanding-bandingkan apa yang kita miliki dengan apa yang teman kita punya, sedangkan kita tidak tahu bahwa di luar sana sangat banyak orang yang berharap dengan apa yang sudah kita miliki sekarang.
Maka, menjadi seorang hamba yang selalu bersyukur dengan pemberian-Nya adalah hal yang tidak mudah, karena ridha dengan apa yang kita punya dan miliki bukan perkara ringan, sebab kebanyakan kita selalu memandang bahwa rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau dan segar.
وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ
“Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih.” (QS. Saba’ :13)
Maka lihatlah keadaan saudara kita yang lebih memprihatinkan dari kita, perhatikan bagaimana mereka menjalani kehidupannya, sehingga kita tidak akan selalu merasa kurang dan tidak puas dengan apa yang sekarang ada di sekitar kita.
@Abu Usamah A. Rabbany