Salah satu sifat yang dimiliki para Rasul adalah ‘Fathanah’ yaitu kecerdasan yang luar biasa yang Allah subhanahu wa ta’ala anugerahkan kepada mereka sehingga bisa mengalahkan lawan ketika beradu mulut dan mematahkan argumen mereka ketika berdebat, karena berdebat adalah salah satu cara untuk menyampaikan kebenaran dengan cara logis dan realistis. Dalam Al-Qur’an Allah memerintahkan kita untuk berdakwah dengan baik, bijaksana dan dengan berdebat dengan cara cara yang baik. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
ادع إلى سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهمه بالتي هي أحسن
Nabi shallallahu alaihi wa sallam begitu cerdas dalam berdakwah, beliau mampu untuk mengambil hati orang yang beliau ajak bicara hanya dengan sekali pertemuan!
Suatu hari seorang bernama Dhimam bin Tsa’labah datang menemui Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, ketika sampai didepan masjid nabawi ia turun dari tunggangannya dan mengikatnya di suatu batang pohon lalu masuk kedalam masjid yang didalamnya terdapat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersama para sahabat. Dengan polos ia bertanya, “siapakah Ibnu Abdul Mutthalib (Muhammad) diantara kalian?”
Rasulullah menjawab, “saya Ibnu Abdul Mutthalib”
Ia bertanya, “kamu Muhammad?”
Rasulullah menjawab, “ia saya Muhammad”
Kemudian Dhimam berkata, “wahai Ibnu Abdul Mutthalib (Muhammad), saya akan bertanya kepadamu dengan pertanyaan yang serius, jadi jangan engkau termakan oleh hatimu jika mendengar pertanyaanku.”
Rasul menjawab, “saya tidak akan memasukkannya kedalam hati, tanyalah apa yang kau ingin tanyakan!”
Dhimam berkata, “saya bertanya kepadamu atas nama Allah yang merupakan tuhanmu, tuhan orang-orang sebelummu, dan tuhan orang-orang setelahmu, Allah kah yang mengutusmu sebagai rasul kepada kami.?
Rasul menjawab, “iya.”
“saya bertanya kepadamu lagi atas nama Allah yang merupakan tuhanmu, tuhan orang-orang sebelummu, dan tuhan orang-orang setelahmu, Allahkah yang memerintahkanmu untuk memerintah kami menyembahnya sebagai satu-satunya tuhan dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun, serta meninggalkan penyembahan kami terhadap tuhan-tuhan yang lain yang dahulu kakek-kakek kami menyembahnya?.”
“iya.”
“saya bertanya kepadamu lagi atas nama Allah yang merupakan tuhanmu, tuhan orang-orang sebelummu, dan tuhan orang-orang setelahmu, Allahkah yang memerintahkanmu agar kita shalat lima waktu?”
“iya”
Dhimam terus menanyakan kewajiban-kewajiban dalam islam seperti puasa, zakat, haji dan kewajiban-kewajiban yang lainnya dengan pertanya semacam diatas, dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam terus menjawabnya dengan sabar. Setelah semuanya diatanya, Dhimam berkata, “Aku bersakasi bahwa tiada tuhan (yang berhak untuk disembah) selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad rasulullah, dan aku akan menunaikan semua kewajiban-kewajiban ini dan menjauhi semua yang engkau larang dan aku tidak akan menambah atau menguranginya.”
Maka setelah Dhimam pergi Nabi bersabda, “jika Dzul ‘Ashiqatain jujur dalam perkataannya, niscaya ia akan masuk surga.”
Setelah itu Dhimam pulang ke kaumnya lalu memanggil mereka semua, setelah mereka berkumpul ia memulai perkataannya dengan mencaci maki lata dan uzza sesembahan mereka. Keteika mendengar perkataan Dhimam mereka semua tersentak dan terkagetkan, karena sebelumnya Dhimam adalah orang yang mengagungkan berhala-berhala tersebut tiba-tiba sekarang menghina dan mencaci berhala sesembahan tersebut.
Mereka berkata, “hati-hati engkau Dhimam, engkau bisa terkena sopak dan gila.” Saat itu mereka berkeyakinan bahwa orang yang mencaci sesembahan tersebut akan terkena penyakit-penyakit itu.
Maka dengan santai Dhimam menjawab, “mereka berdua sama sekali tidak akan bisa mendatangkan madharat ataupun manfaat. Sesungguhnya Allah telah mengutus seorang rasul, dan menunurunkan kepadanya kitab untuk menyelamatkan kalian dari keadaan kalian sekarang (penyembahan terhadap berhala), sesungguhnya aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah satu-satunya tuhan tiada sekutu baginya, dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad adalah hamba dan rasulnya, aku datang kepada kalian dengan membawa perintah dan larangannya.”
Kisah ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu. Imam ahmad berkata, “Demi Allah tidaklah datang waktu sore pada hari itu kecuali semua orang lelaki dan perempuan di kampung itu telah menjadi muslim.”
Ibnu Abbas berkata, “kami tidak mendengar seseorang mendatangi kaumnya lebih baik dari Dhimam bin Tsa’labah.”
Kisah ini disebutkan dalam kitab ‘Al-musnad’ yang dihimpun Imam Ahmad bin hanbal pada hadits No.2380.
Oleh: Arinal Haq
Artikel : www.hisbah.net
Ikuti update artikel di Fans Page Hisbah.net
Twitter @Hisbahnet,