Keluarga
Suami Yang Meremehkan Kedudukan Istri
Di antara suami ada yang sangat merendahkan kedudukan istri. Ia menganggap istri sebagai pemimpin dan hiburan. Tidak menghiraukan perkataannya, tidak meminta pendapatnya terkait urusan pribadinya, dan tidak mengambil pendapatnya jika ia menyampaikan pendapat. Barangkali ia berhujjah atas sikap buruknya itu bahwa kepemimpinan ada di tangan laki-laki, dan bahwa akal dan agama perempuan itu kurang sempurna !
Di antara bentuk pelecehan terhadap istri adalah menghinanya di depan anak-anak, menyebutnya sebagai orang bodoh, tidak cakap mengatur rumah, lemah akalnya, atau tidak mengetahui model-model pendidikan.
Bentuk pelecehan yang lain adalah menghina keluarga istri langsung di hadapan si istri, baik mereka adalah orang tua, saudara, paman atau pun kaum kerabat yang lain. Anda bisa melihat sebagian suami mencaci mereka, mencela kesalahan yang dilakukan sebagian mereka, dan barangkali mencela tindakan yang sama sekali tidak mereka lakukan, serta berbagai pelecehan lain yang –insya Allah– akan disebutkan pada pembahasan berikutnya.
Ini adalah tindakan yang sangat salah. Istri adalah makhluk yang mulia. Ia mempunyai akal. Ia memiliki pendapat. Dan, ia memiliki kedudukan. Bahkan, kecerdasan akal perempuan banyak yang mengungguli akal laki-laki, disebabkan kecermelangan pendapat dan kepiwaian pengelolaannya.
Sifat perempuan untuk matahari bukanlah aib
Sama seperti bulan tsabit yang tidak bangga akan sifat laki-lakinya [1]
Belum hilang dari ingatan kita kisah Ummul Mukminin, Ummu Salamah –semoga Allah meridhainya-, pada peristiwa Hudaibiyah. Yakni ketika Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam– bersabda kepada para sahabatnya, “ Berdirilah, lalu sembelihlah hewan kurban dan cukur gundullah rambut kalian. “ Akan tetapi, tidak seorang pun dari mereka yang bangkit berdiri, hingga beliau mengulanginya tiga kali. Ketika tidak ada juga seorang pun yang berdiri, beliau masuk menemui Ummu Salamah dan menceritakan masalah yang beliau hadapi dengan orang-orang.
Ummu Salamah berkata, “Wahai Nabi Allah, apakah engkau menyukai kondisi ini ?! Keluarlah dan jangan berbicara sepatah katapun kepada salah seorang dari mereka, hingga engkau sembelih untamu dan engkau panggil tukang cukur untuk mencukurmu.” Ketika mereka melihat perbuatan Nabi-shallallahu ‘alaihi wasallam-, mereka pun bangkit dan menyembelih hewan kurban, kemudian sebagian mereka mencukur rambut sebagian yang lain, hingga di antara mereka ada yang saling pukul sebagai candaan (Diriwayatkan oleh Bukhari dalam hadits Hudaibiah yang panjang no. 2731, 2732 dan Ahmad, IV : 326)
Perhatikanlah kecemerlangan pendapat Ummu Salamah –semoga Allah meridhainya-. Perhatikan juga bagaimana Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam- mengambil pendapatnya. Seorang suami yang berakal dan bijak, tentu menaruh perhatian terhadap istrinya, meninggikan kedudukannya dan meminta pendapatnya, baik terkait masalah umum maupun masalah rumah tangga, seperti perabotan dan sejenisnya. Memang, suami tidak mesti mengambil semua pendapat yang dikemukakannya.
Kemudian, kepribadian mulia dan agama menghendaki agar suami tidak menghina keluarga istrinya, karena hinaan tersebut akan menyakiti istri. Dan, salah satu bentuk memuliakan istri adalah memuliakan keluarganya. Hak mereka yang paling ringan atas diri Anda-wahai suami- adalah menjaga diri dari mencela mereka dan agar Anda tidak melupakan kebaikan mereka. Mereka telah baik sangka kepada Anda. Mereka titipkan jantung hati mereka kepada Anda. Bukankah balasan suatu kebaikan adalah kebaikan pula ? Maka, menghina keluarga istri merupakan tindakan mengingkari kebaikan dan menutup mata atas keutamaan.
Jika pun ada cacat atau kekurangan pada sebagian anggota keluarga, maka yang wajib adalah segera memberi nasehat dan memperbaiki, bukannya malah menghina dan mengolok-olok. Nabi-shallallahu ‘alaihi wasallam– bersabda,
“Saling berwasiatlah untuk berbuat baik kepada kaum wanita. Sebab, wanita itu tercipta dari tulang rusuk yang bengkok. Dan, bagian tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas. Jika kamu ingin meluruskannya, kamu pasti membuatnya patah. Namun, jika kamu membiarkannya, ia akan tetap bengkok. Jadi, saling berwasiatlah untuk berbuat baik kepada kaum wanita” (Diriwayatkan oleh Bukhari, no. 3331 dan Muslim, no. 1468)
Sumber :
Dinukil dari “ Min Akhtha’il Azwaj “, Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, (Edisi Bahasa Indonesai), hal. 34-37
[1] Bait syair ini milik Abu Thayyib al-Mutanabbi. Lihat, Diwanul Mutanabbi dengan syarah oleh al-‘Akbari, III : 18. Kata “syams” (matahari) adalah kata mu’annats (menunjukkan perempuan). Sedangkan kata “hilal” (bulan sabit) adalah kata mudzakkar (kata yang menunjukkan laki-laki), penerj.
Keluarga
Lembutkan Suaramu
Apakah kamu wahai istri, mengangkat suaramu di depan suamimu ?
Di antara kecantikan wanita adalah kelembutan dan kerendahan suaranya. Sesuatu yang telah menghilangkan sifat lembutnya berarti telah menghilangkan kecantikannya, karena itu Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى berfirman,
فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ [الأحزاب : 32]
Maka janganlah kamu merendahkan suara (dengan lemah lembut yang dibuat-buat) sehingga bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya …(al-Ahzab : 32)
Namun sangat disayangkan, tidak sedikit wanita malah berkata lembut kepada orang yang dia tidak boleh berkata lembut kepadanya, dan berkata kasar di hadapan orang yang bila dia melembutkan kata-katanya, maka dia akan meraih kebahagiaan dunia dan keberuntungan akhirat, dengan izin Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى.
Aku berharap suami tidak merasa perlu menyumbat telinganya dengan kapas.
Sebagian suami tidak mengetahui kelembutan kata-kata istrinya, susunannya yang indah, seni berbicara dan dialognya kecuali ketika dia berbicara dengan kerabat atau temannya saja.
Kamu wahai suami, aku berkata kepadamu apa yang aku katakan kepada istrimu, aku mengajakmu untuk berkata yang halus dan lembut kepada semua orang apalagi kepada orang yang paling dekat denganmu.
Wallahu A’lam
Amar Abdullah bin Syakir
Sumber :
Az-Zaujan Fi Khaimah as-Sa’adah Maharat wa Wasa’il, Abdurrahman al-Qar’awi, ei, hal. 134
Keluarga
Hanya Dengan Senyum, Kamu Bisa Menundukkan Hatinya
Ia tidak membutuhkan usaha besar, tidak perlu capek dan bersusah payah, tetapi ia melakukan layaknya sihir terhadap hati, ia masuk ke dalam hati melalui gerbang paling luas, pasangan akan merasakan cinta, kasih sayang, dan perhatian, tidak memerlukan banyak kata-kata cinta, tidak membutuhkan banyak untaian sanjungan. Di samping itu, ia menambah kewibawaan dan keceriaan bagi pemiliknya.
Ia adalah senyuman dan wajah berseri. Betapa indahnya bibir yang tersungging senyuman.
Dari Jarir رَضِيَ اللهُ عَنْهُ , dia berkata,
مَا حَجَبَنِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُنْذُ أَسْلَمْتُ وَلَا رَآنِي إِلَّا تَبَسَّمَ فِي وَجْهِي
“Nabi صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tidak mencegahku berkunjung padanya sejak aku masuk Islam, dan tidaklah beliau melihat aku melainkan beliau tersenyum kepadaku.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari.
Dari Abu Dzar رَضِيَ اللهُ عَنْهُ dia berkata, Rasulullah صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda,
لاَ تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ
“Jangan sekali-kali kamu meremehkan kebaikan sedikit pun walaupun (hanya berupa) kamu menjumpai saudaramu (yang Muslim) dengan wajah berseri-seri.” Diriwayatkan oleh Muslim.
Iklan
Dari Abu Dzar رَضِيَ اللهُ عَنْهُ dia berkata, Rasulullah صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda,
تَبَسُّمُكَ فِي وَجْهِ أَخِيْكَ لَكَ صَدَقَةٌ
“Senyummu di depan saudaramu adalah sedekah bagimu.” Dariwayatkan oleh at-Tirmidzi, dan dihasankan oleh al-Albani.
Ini untuk saudaramu yang Muslim walau dia jauh (kekerabatannya), lalu bagaimana bila senyummu di depan suami atau istrimu ?
Rasulullah صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengajak kita demikian karena ia mendekatkan hati dan menyatukannya, serta mengakrabkan pemiliknya. Hendaknya wajah kita selalu tersenyum, tetapi bukan senyum penjilat. Sebagian suami atau istri tersenyum, tetapi kapan ? Saat mereka menginginkan sesuatu !
***
إِذَا كَانَ الْكَرِيْمُ عَبُوْسُ الْوَجْهِ
قَمَا أَحْلَى الْبَشَاشَةَ فِي الْبَخِيْلِ
Bila orang dermawan berwajah masam
Betapa manisnya senyuman pada (wajah) orang kikir.
***
Wallahu A’lam
Amar Abdullah bin Syakir
Sumber :
Az-Zaujan Fi Khaimah as-Sa’adah Maharat wa Wasa’il, Abdurrahman al-Qar’awi, ei, hal. 117-118
Keluarga
Libatkan Orang yang Teguh Beragama dalam Masalah Kalian Berdua
Manakala kita berselisih, kita patut berusaha menyelesaikannya di antara kita, lalu bila memang harus meminta penengah kepada orang ketiga dan meminta sarannya, maka hendaknya kita memilih orang yang beragama, berilmu dan berakal, karena bila suami atau istri meminta pendapat sembarang orang, maka biasanya dia malah membuat benang masalah semakin kusut, persoalannya semakin melebar, orang-orang pun mengetahuinya, keduanya tidak menemukan solusi dari persoalan mereka. Kriteria agama semata tidak cukup bagi seseorang untuk dimintai nasehatnya, dan sangat disayangkan bila sebuah nasehat dimintakan kepada orang-orang di mana mereka hanya sekedar teman, atau kerabat, atau penulis di perkumpulan ini dan itu.
Hari ini, alhamdulillah, sudah banyak pusat-pusat penyuluhan sosial yang bisa dimintai bantuannya setelah Allah.
Ada sisi lain yang patut diperhatikan, bahwa berbicara kepada orang yang tidak bisa diharapkan memberikan solusi, atau nasehat, atau saran yang tepat oleh suami atau istri mengenai pasangannya, bisa masuk ke dalam ghibah yang diharamkan. Hendaknya diwaspadai.
Iklan
Betapa indahnya sebuah rumah yang terjaga aman problemnya di ruang lingkup temboknya. Bila penghuni rumah memang perlu meminta bantuan kepada pihak ketiga sesudah Allah, maka hendaknya orang tersebut adalah orang yang dipercaya akal dan agamanya.
Aku tidak menganjurkan untuk membiarkan masalah di dalam rumah, kecuali bila suami-istri berharap dan berusaha bisa menyelesaikannya di anatara mereka berdua. Adapun bila keduanya atau salah satu dari keduanya melihat bahwa masalah semakin meruncing, maka sangat perlu meminta bantuan pihak lain mendamaikan.
**
Al-A’masy pernah berselisih dengan istrinya, lalu dia meminta temannya untuk membujuk istrinya dan mendamaikan keduanya, maka si teman datang dan berkata kepada istri al-A’masy, “Sesungguhnya Abu Muhammad (al-A’masy) adalah laki-laki tua, jangan membencinya hanya karena kedua matanya rabun, kedua kakinya ringkih, kedua lututnya lemah, kedua ketiaknya bau, kedua tangannya kaku, dan mulutnya yang tidak sedap.” Maka al-A’masy menghardiknya, “Pergilah, semoga Allah memburukkanmu, kamu malah hanya membuka aib-aibku yang tidak dia ketahui sebelumnya.”
Wallahu A’lam
Amar Abdullah bin Syakir
Sumber :
Az-Zaujan Fi Khaimah as-Sa’adah Maharat wa Wasa’il, Abdurrahman al-Qar’awi, ei, hal. 79-80
-
Akhlak4 tahun ago
Pencuri dan Hukumannya di Dunia serta Azabnya di Akhirat
-
Fatwa9 tahun ago
Serial Soal Jawab Seputar Tauhid (1)
-
Khutbah8 tahun ago
Waspadailah Sarana yang Mendekatkan pada Zina
-
Nasihat8 tahun ago
“Setiap Daging yang Tumbuh dari sesuatu yang haram maka neraka lebih berhak baginya.”
-
Fiqih Hisbah8 tahun ago
Diantara Do’a Nabi Ibrahim ‘Alaihissalaam
-
safinatun najah6 tahun ago
Manfaat Amar Maruf Nahi Munkar
-
Tarikh9 tahun ago
Kisah Tawakal dan Keberanian Abdullah bin Mas’ud
-
Akhlak7 tahun ago
Riya & Sum’ah: Pamer Ibadah