Connect with us

Keluarga

Meneropong Dosa-dosa Suami (bagian 8)

Published

on

Banyak Bersengketa dengan Istri

Ada tipe suami yang sering membuat sengketa dengan istri. Ia suka sekali bertengkar. Anda melihatnya selalu siap untuk berdebat dengan istri untuk perselisihan sederhana sekalipun.

Seringkali pertengkaran itu disebabkan permasalahan sepele, yang mana bisa selesai dengan sedikit kelapangan akal dan kebesaran jiwa seseorang untuk mengoreksi kembali permasalahan tersebut dan mentolelir keberadaannya. Kehidupan-secara umum- dan kehidupan pernikahan –secara khusus- tidak pernah sepi dari tindakan yang terkadang memicu emosi dan mengeruhkan pikiran. Jika seseorang berlarut-larut dalam rasa sakit akibat tindakan kecil tersebut, maka kondisi ini adalah produk dari sempitnya jiwa dan dangkalnya pemikiran, lalu kehadiarannya dipercepat oleh perasaan resah dan gelisah.

Bila anda berangan-angan seandainya semua orang berjalan sesuai kehendak Anda, dan segala sesuatu terjadi sesuai keinginan Anda, maka sebaiknya Anda tidak menunggu lama-lama, sebab Anda menginginkan sesuatu yang mustahil. Lebih baik Anda memposisikan orang-orang –terlebih mereka yang harus Anda pergauli- sebagaimana adanya- Hendaknya Anda menghindar dari orang-orang yang pandai memutarbalikkan kata-kata dan suka mencela. Anda berjiwa lapang dan berpikiran mendalam. Anda menerima perbuatan-perbuatan ringan dengan hati yang lapang dan jiwa yang tenang. Anda berusaha mencari solusi problematika dengan bijak dan tenang, serta melihat permasalah dengan pandangan jauh ke depan, tanpa meremehkan, atau membesar-besarkan.

Jadi, tidak baik bila suami menjadikan rumahnya sebagai lapangan tempat menumpahkan sumpah-sumpah. Atau berusaha memaksakan setiap pendapatnya kepada istri, baik pendat benar maupun salah. Sebaliknya, suami mesti menghormati pendapat istri, “ Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf “. Hendaknya dialog antara keduanya dibasahi oleh kasih sayang, wewangian cinta dan hasrat untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya jiwa itu bisa menjadi tunduk karena perkataan jujur dan argumen yang kuat.

Ada baiknya bagi pasangan suami istri tidak memperpanjang diskusi antara keduanya, dan hendaknya diskusi tidak mencapai tingkatan debat dan cekcok. Juga ada baiknya masing-masing keduanya membuang pendapatnya bila terlihat pendapat yang lain lebih kuat, selama pendapat-pendapat tersebut bisa diterima dan ditolak. Bila perdebatan mulai tersulut, maka jalan terbaik untuk memadamkannya adalah meninggalkannya, atau mengalihkan pembicaraan kepada masalah lain. Tidak bijak bila menjerumuskan kehidupan pernikahan kepada kehancuran hanya karena berlarut-larut dalam permasalahan yang tidak ada ujung pangkalnya.

Sikap saling menghormati antara pasangan suami istri menjadikan keinginan mengembangkan cinta lebih berharga daripada membela pendapat sederhana dalam masalah apapun. Mengganti perabot rumah, atau memilih warna kasur tidak layak menjadi pemicu perselisihan yang mengancam banngunan rumah tangga (lihat, Ahmad Amin, Faidhul Khathir, V : 187 dan Nazharat Fil Usrah al-Muslimah, hal. 87)

Sumber :

Dinukil dari “Min Akhthaa-il Az-Waaj“, Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, (Edisi Bahasa Indonesia), hal. 74-75

Amar Abdullah bin Syakir

Artikel : www.hisbah.net

Ikuti update artikel di Fans Page Hisbah.net
Twitter @Hisbahnet,

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Keluarga

Lembutkan Suaramu

Published

on

Apakah kamu wahai istri, mengangkat suaramu di depan suamimu ?

Di antara kecantikan wanita adalah kelembutan dan kerendahan suaranya. Sesuatu yang telah menghilangkan sifat lembutnya berarti telah menghilangkan kecantikannya, karena itu Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى berfirman,

فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ  [الأحزاب : 32]

Maka janganlah kamu merendahkan suara (dengan lemah lembut yang dibuat-buat) sehingga bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya …(al-Ahzab : 32)



Namun sangat disayangkan, tidak sedikit wanita malah berkata lembut kepada orang yang dia tidak boleh berkata lembut kepadanya, dan berkata kasar di hadapan orang yang bila dia melembutkan kata-katanya, maka dia akan meraih kebahagiaan dunia dan keberuntungan akhirat, dengan izin Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى.

Aku berharap suami tidak merasa perlu menyumbat telinganya dengan kapas.

Sebagian suami tidak mengetahui kelembutan kata-kata istrinya, susunannya yang indah, seni berbicara dan dialognya kecuali ketika dia berbicara dengan kerabat atau temannya saja.

Kamu wahai suami, aku berkata kepadamu apa yang aku katakan kepada istrimu, aku mengajakmu untuk berkata yang halus dan lembut kepada semua orang apalagi kepada orang yang paling dekat denganmu.

Wallahu A’lam

Amar Abdullah bin Syakir

Sumber :

Az-Zaujan Fi Khaimah as-Sa’adah Maharat wa Wasa’il, Abdurrahman al-Qar’awi, ei, hal. 134

 

Continue Reading

Keluarga

Hanya Dengan Senyum, Kamu Bisa Menundukkan Hatinya

Published

on

Ia tidak membutuhkan usaha besar, tidak perlu capek dan bersusah payah, tetapi ia melakukan layaknya sihir terhadap hati, ia masuk ke dalam hati melalui gerbang paling luas, pasangan akan merasakan cinta, kasih sayang, dan perhatian, tidak memerlukan banyak kata-kata cinta, tidak membutuhkan banyak untaian sanjungan. Di samping itu, ia menambah kewibawaan dan keceriaan bagi pemiliknya.

Ia adalah senyuman dan wajah berseri. Betapa indahnya bibir yang tersungging senyuman.

Dari Jarir رَضِيَ اللهُ عَنْهُ , dia berkata,

مَا حَجَبَنِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُنْذُ أَسْلَمْتُ وَلَا رَآنِي إِلَّا تَبَسَّمَ فِي وَجْهِي

“Nabi صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tidak mencegahku berkunjung padanya sejak aku masuk Islam, dan tidaklah beliau melihat aku melainkan beliau tersenyum kepadaku.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari.

Dari Abu Dzar رَضِيَ اللهُ عَنْهُ dia berkata, Rasulullah صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda,

لاَ تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ

“Jangan sekali-kali kamu meremehkan kebaikan sedikit pun walaupun (hanya berupa) kamu menjumpai saudaramu (yang Muslim) dengan wajah berseri-seri.” Diriwayatkan oleh Muslim.
Iklan




Dari Abu Dzar رَضِيَ اللهُ عَنْهُ dia berkata, Rasulullah صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda,

تَبَسُّمُكَ فِي وَجْهِ أَخِيْكَ لَكَ صَدَقَةٌ

“Senyummu di depan saudaramu adalah sedekah bagimu.” Dariwayatkan oleh at-Tirmidzi, dan dihasankan oleh al-Albani.

Ini untuk saudaramu yang Muslim walau dia jauh (kekerabatannya), lalu bagaimana bila senyummu di depan suami atau istrimu ?

Rasulullah صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  mengajak kita demikian karena ia mendekatkan hati dan menyatukannya, serta mengakrabkan pemiliknya. Hendaknya wajah kita selalu tersenyum, tetapi bukan senyum penjilat. Sebagian suami atau istri tersenyum, tetapi kapan ? Saat mereka menginginkan sesuatu !

***

إِذَا كَانَ الْكَرِيْمُ عَبُوْسُ الْوَجْهِ

قَمَا أَحْلَى الْبَشَاشَةَ فِي الْبَخِيْلِ

 Bila orang dermawan berwajah masam

Betapa manisnya senyuman pada (wajah) orang kikir.

***

Wallahu A’lam

Amar Abdullah bin Syakir

Sumber :

Az-Zaujan Fi Khaimah as-Sa’adah Maharat wa Wasa’il, Abdurrahman al-Qar’awi, ei, hal. 117-118

 

 

 

Continue Reading

Keluarga

Libatkan Orang yang Teguh Beragama dalam Masalah Kalian Berdua

Published

on

Manakala kita berselisih, kita patut berusaha menyelesaikannya di antara kita, lalu bila memang harus meminta penengah kepada orang ketiga dan meminta sarannya, maka hendaknya kita memilih orang yang beragama, berilmu dan berakal, karena bila suami atau istri meminta pendapat sembarang orang, maka biasanya dia malah membuat benang masalah semakin kusut, persoalannya semakin melebar, orang-orang pun mengetahuinya, keduanya tidak menemukan solusi dari persoalan mereka. Kriteria agama semata tidak cukup bagi seseorang untuk dimintai nasehatnya, dan sangat disayangkan bila sebuah nasehat dimintakan kepada orang-orang di mana mereka hanya sekedar teman, atau kerabat, atau penulis di perkumpulan ini dan itu.

Hari ini, alhamdulillah, sudah banyak pusat-pusat penyuluhan sosial yang bisa dimintai bantuannya setelah Allah.

Ada sisi lain yang patut diperhatikan, bahwa berbicara kepada orang yang tidak bisa diharapkan memberikan solusi, atau nasehat, atau saran yang tepat oleh suami atau istri mengenai pasangannya, bisa masuk ke dalam ghibah yang diharamkan. Hendaknya diwaspadai.
Iklan


Betapa indahnya sebuah rumah yang terjaga aman problemnya di ruang lingkup temboknya. Bila penghuni rumah memang perlu meminta bantuan kepada pihak ketiga sesudah Allah, maka   hendaknya orang tersebut adalah orang yang dipercaya akal dan agamanya.

Aku tidak menganjurkan untuk membiarkan masalah di dalam rumah, kecuali bila suami-istri berharap dan berusaha bisa menyelesaikannya di anatara mereka berdua. Adapun bila keduanya atau salah satu dari keduanya melihat bahwa masalah semakin meruncing, maka sangat perlu meminta bantuan pihak lain mendamaikan.

**

Al-A’masy pernah berselisih dengan istrinya, lalu dia meminta temannya untuk membujuk istrinya dan mendamaikan keduanya, maka si teman datang dan berkata kepada istri al-A’masy, “Sesungguhnya Abu Muhammad (al-A’masy) adalah laki-laki tua, jangan membencinya hanya karena kedua matanya rabun, kedua kakinya ringkih, kedua lututnya lemah, kedua ketiaknya bau, kedua tangannya kaku, dan mulutnya yang tidak sedap.” Maka al-A’masy menghardiknya, “Pergilah, semoga Allah memburukkanmu, kamu malah hanya membuka aib-aibku yang tidak dia ketahui sebelumnya.”

Wallahu A’lam

Amar Abdullah bin Syakir

Sumber :

Az-Zaujan Fi Khaimah as-Sa’adah Maharat wa Wasa’il, Abdurrahman al-Qar’awi, ei, hal. 79-80

 

Continue Reading

Trending