Tazkiyatun Nufus
Mengenal Hakikat Allah
Alhamdulillah segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala, shalawat dan salam kepada nabi kita muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, Kepada keluarga dan para sahabatnya juga orang-orang yang mengikuti dan mencintai ajarannya hingga yaumul qiyamah.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
قد أفلح من تزكى وذكراسم ربه فصلى
sungguh telah beruntung orang yang تزكى.
تزكى itu artinya mensucikan diri, ketika Allah Subhanahu Wa Ta’ala memilih nabi muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menjadi nabi, salah satu ayat yang Allah turunkan kepada nabi muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah
وثيا بك فطهروالرجز فاهجر
termasuk wahyu yang pertama turun adalah وثيا بك فطهر “pakaianmu sucikanlah”.
sebagian mufassirin (ahli tafsir) pakaianmu adalah akidahmu atau keyakinanmu, maka dari ayat ini, yang diinginkan pertama kali adalah mensucikan diri kita dari kesalahan akidah, kemudian mensucikan hati kita dari perangai-perangai yang jahat, dan yang menjadi tujuannya adalah mensucikan diri dari keyakinan yang salah, karena kalau kita fokus kepada perangai-perangai tapi tidak membersihkan dari akidah yang salah kita bagaikan menulis diatas air artinya orang yang beramal tanpa akidah yang benar bagaikan debu yang berterbangan, sebaik apapun dia, sebesar apapun amalanya, tapi kalau tidak dibangun diatas akidah yang benar bagaikan debu yang berterbangangan bahkan Rasulullah bersabda dalam hadits qudsi :
عن أبى هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول لله صلى الله عليه وسلم: قال الله تبارك وتعلى: أنا أغنى شركاء عن الشرك؛ من عمل عملا أشرك فيه معي غيري, تركته وشركه. رواه مسلم (وكذالك ابن ماجه)
“Telah bersabda Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam: telah berfirman Allah Tabaroka Wa Ta’ala: “Aku adalah dzat yang paling tidak membutuhkan dari persekutuan; barang siapa berbuat suatu amal (ibadah) sembari menyukutukan Aku dari amalan itu), maka pasti Aku akan meninggalkannya dan sekutunya” (hadist riwayat muslim dan ibnu majah)
Allah tidak membutuhkan apapun dan siapapun juga, Apakah Allah butuh shalat kita? Apakah Allah butuh dzikir kita? Tanpa kita shalatpun Allah tetap maha agung, tanpa kita berdzikirpun Allah tetap maha mulya, akan tetapi kitalah yang butuh kepada Allah, mengapa? karena kita hanyalah mahkluk butuh kepada الخالق, karena kita lemah butuh kepada yang maha kuat, kita tidak punya apa apa الفقيرkita butuh kepada yang maha kaya الغني ,kitalah yang butuh kepada Allah bukan Allah yang butuh kepada kita.
Dalam keterangan diatas maka kita dapat menyimpulkan bahwa pertama kali yang harus kita bersihkan adalah keyakinan keyakinan yang tidak sesuai dengan al-quran, diantaranya keyakinan yang perlu kita luruskan adalah mengenal Allah, Apa dan siapakah Allah ?
ketika kita berbicara الرزاق“maha pemberi rizki” ketika kita berbicara الغني “maha kaya” ketika kita berbicara الرحمن“maha pengasih”الرحيم“maha penyayang”, lantas timbullah satu pertanyaan, apa itu Allah? Dan setiap Orang akan menjawab sesuai dengan ilmunya. Dan ketika seseorang bertanya kepada kita apa arti الرحمن? mungkin kita jawab maha pengasih الرحيم artinya yang maha penyayangالغني yang maha kaya, siapakah Allah apa arti Allah? pentingnya kita mengenal Allah siapakah Allah dan apa itu Allah,inilah yang seharusnya ditanamkan dalam diri seorang mu’min, Mengartikan Allah itu adalah pencipta, pengatur, pemilik. maka ketika seorang ditanya apa makna لااله إلا اللهdia menjawab tiada yang menciptakan selain Allah, apakah kallimat ini tepat?Tentu saja tidak, mengapa? Karena yang menciptakan yang mengaturkan yang membagikan, yang memiliki, yang maha kaya itu adalah Allah dan kalimat Allah itu bukan sekedar yang menciptakan. kita tidak mengatakan Allah tidak menciptakan, akan tetapi Allah yang menciptakan, Allah yang mengatur, Allah yang memberikan, Allah yang membagi, Allah yang merajai, tapi kalimat Allah lebih dari kalimat pencipta, Mengapa demikian? Karena mengakui Allah pencipta belum tentu mau beribadah kepada Allah, sebagaimana Allah berfirman ketika Allah memerintahkan nabi muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ ۚ قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ ۚ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” Tentu mereka akan menjawab: “Allah”. Katakanlah: “Segala puji bagi Allah”; tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.
seandainya engkau tanya (muhammad) kepada mereka siapakah yang menciptakan langit dan bumi mereka akan mengatakan Allah bahkan dalam ayat ini dikatakan bukan hanya dengan lafadz Allah, mereka menjawab dengan lam taukid dibelakang nun taukid tsaqilah ada tiga penekanan, pasti demi Allah mereka akan menjawab Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam ayat yang lain Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
قل من يرزقكم من السماء والأرض أمن يملك السمع والأبصر ومن يخرج الحي من الميت ويخرج الميت من الحي ومن يدبر الأمر فسيقولون الله فقل أفلا تتقون
“Katakanlah: siapakah yang memberi rizki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?” maka mereka akan menjawab: “Allah” . maka katakanlah mengapa kamu tidak bertakwa kepadanya)?” . (QS.yunus 31).
Di akhir ayat Allah mengatakan “mengapa kamu tidak bertakwa?” artinya mereka mengakui Allah yang menciptakan bahkan iblispun yang tidak ada seorangpun mengatakan bahwa dia akan masuk surga mengakui bahwa Allah yang menciptakan.”Ya Allah engkau ciptakan aku dari api sedangkan engkau ciptakan adam dari tanah”. artinya dia mengakui bahwa Allah yang menciptakan dirinya dari api, namun ketika iblis mengakui dia diciptakan dari api apakah dia masuk islam? Jawabnya tidak, iblis tidak masuk islam karena dia mengakui Allah itu yang menciptakan,dan ironisnya bukan hanya mengakui bahwa Allah yang menciptakan dia juga memanggil manggil nama Allah yang maha mulya, iblis berkata kepada Allah قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ “Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya”,
Sifat yang dia sebutkan yaitu sifat عِزَةّ artinya mengakui Allah memiliki sifat mulya apakah iblis muslim? Yang menjadi pelajaran bagi kita bahwa ketika kita mengatakan “Allah” berarti bukan sebatas mengakui bahwa Allah yang menciptakan, karena pengakuan bahwa Allah yang menciptakan tapi tidak mau beribadah murni kepada Allah tidak lebih bagaikan ibadah ibadah orang dizaman rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. mereka mengakui bahwa Allah yang menciptakan, bahkan iblis mengakui Allah yang menciptakan tapi iblis kekal dineraka, berapa banyak orang yang mengatakan Allah pencipta akan tetapi tidak mau beribadah kepadanya, tidak mau meninggalkan larangan larangannya, tidak mau tunduk dan patuh terhadap perintah perintahnya. Dan keyakinan yang seperti ini adalah keyakinan yang perlu diperbaiki,karena keyakinan hanya Allah yang menciptan tapi tidak mau beribadah kepada Allah dengan murni, ini tidak mengeluarkan seseorang dari lingkaran syaiton.
ketika mereka telah beriman kepada Allah dan meyakini bahwa Allah yang menciptakan mengapa mereka bisa beribadah kepada selain Allah? Jawabannya telah Allah sebutkan didalam alquran ketika Allah memerintahkan mereka untuk beribadah kepada Allah mereka jawab “tidak kami beribadah kepada patung patung ini kepada perantara perantara ini kecuali mendekatkan diri kami kepada Allah”, mengapa mereka mengambil perantara ketika ingin mendekatkan diri kepada Allah, mereka yakin Allah pencipta, mereka tahu Allah yang mengatur, mereka tahu Allah pemberi rizki tapi ketika mereka ingin mendekatkan diri kepada Allah mereka jadikan perantara perantara dalam ayat lain dikatakan “perantara perantara kami ini akan memberi syafaat disisi Allah” inilah kesalahan dalam memaknai tauhid.
Sebagian mereka berdalil dengan akal, mereka mengatakan: “kalau kamu ingin bertemu raja tidak langsung berbicara dengan raja pasti kamu akan bertemu dengan ajudannya dulu, kalau kamu mengantar lamaran kerja harus kepada orang orang yang dekat dengan managernya dulu, seperti itulah kami”. ini adalah cara berfikir, bukan dengan cara berdalil, dan cara berfikir seperti ini adalah cara berfikir yang salah mengapa salah?
Yang pertama Allah berbeda dengan mahkluk. dan raja itu mahkluk, jadi ketika ada orang yang ingin bertemu raja, dia tidak tahu siapakah yang akan datang,apa tujuannya? apakah ingin membunuhnya? ataukah mau memberikan dia kebaikan?dia tidak mengetahuinya, dikarenakan ketidak tauan dia, kelemahan dia, dia butuh kepada pengawal dia butuh dengan bodygard agar dia mengetahui. Pertanyaanya apakah Allah butuh pengawal? Apakah Allah butuh bodygar? Apakah Allah tidak tahu bagaimana hambanya datang kepada Allah?
Tidak mungkin karena Allah maha tahu, bahkan Allah mengatakan dalam alqur’an mintalah kepadaku, pernahkah Allah mengatakan mintalah kepada pengawal pengawalku, ini hakekat dari tauhid. ketika kita melihat firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala,
“tidakkah kalian memmperhatikan lata dan uzza dan manaf tiga nama ini adalah nama sesembahan”.
para ulama menafsirkan yang diinginkan dari kata latta itu adalah لات يلوت karena dahulu dia suka membuat kue untuk dibagi-bagikan kepada setiap orang yang haji di baitullah jadi setiap ada jemaah haji yang datang dia bagi-bagikan kue gratis sebagai bentuk pelayanan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala, seiring berjalannya waktu silatta meninggal ketika latta ini meninggal orang-orang yang haji merasa kehilangan akhirnya mereka berinisiatif untuk membuat monumen latta, kemudian dibikinkan monumen latta disamping ka’bah dengan alasan mengenang kebaikannya memberikan semangat dalam beribadah, kemudian orang orang yang membuat monnumen ini meninggal tersisalah anak anak mereka, anak anak mereka menyangka bahwa patung latta ini adalah monumen yang disembah oleh ayah mereka padahal bapak mereka membuat itu sebagai monumen, maka ketika Allah memerintahkan untuk menyingkirkan patung- patung ini mereka berkata “tidaklah kami beribadah kepada latta kecuali untuk mendekatkan diri kepada Allah karena latta ini orang soleh”.
Inilah hakikat dari kalimat Allah hanya Dia yang di ibadahi hanya Dia tempat kita meminta hanya Dia tempat kita bergantung hanya Dia tempat kita mengeluh hanya Dia tempat kita kembali hanya Dia tempat kita bertawakkal, karena setiap nama pasti punya arti, sembilan puluh sembilan nama Allah mempunya arti,dan arti dari “Allah” adalah Dialah yang diibadahi.
sebelum kita membersihkan diri kita dari perbuatan dosa dosa yang lain, bersihkan akidah kita dari kesalahan yang diharamkan agar kita menjadi muslim yang sempurna.
Wabillahi taufiq
Disarikan dari kajian Ustadz Abdul Jabbar dimasjid Al-Hisbah bogor.
Artikel : www.hisbah.net
Ikuti update artikel di Fans Page Hisbah.net
Twitter @Hisbahnet,
baru
Sikap Seorang Muslim Ketika Terjadi Bencana Gempa Dan Musibah Lainnya
Dunia diciptakan oleh Allah Ta’ala sebagai tempat ujian, sehingga kebahagiaan yang hakiki tidak ada di dunia ini, melainkan di surga kelak.
Maka dari itu, Allah Ta’ala selain memerintahkan para hamba-Nya untuk senantiasa beribadah kepada-Nya sebagai bekal ke surga, juga Allah Ta’ala adakan di dunia ini musibah-musibah, apakah itu sebagai ujian dan cobaan yang dengan-Nya Allah Ta’ala mengangkat derajat seorang mukmin atau menghapuskan dosanya, atau bisa jadi adalah hukuman bagi para pelanggar larangan Allah Ta’ala dari maksiat dan lainnya.
Oleh karena itu, hendaklah setiap insan yang tertimpa musibah kembali mengingat dan menguatkan keimanannya akan takdir Allah Ta’ala, baik dan buruk-Nya, dan semua yang terjadi padanya atas kehendak Allah Ta’ala.
Sebagaimana firman-Nya:
قُل لَّن يُصِيبَنَآ إِلَّا مَا كَتَبَ ٱللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلَىٰنَا ۚ وَعَلَى ٱللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ ٱلْمُؤْمِنُونَ
Artinya: Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal”. (Surat At-Taubah Ayat 51)
Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
لَا يُؤْمِنُ المَرْءُ حَتَّى يُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ
‘Seseorang tidak beriman sampai ia mengimani takdir yang baik dan yang buruk,’” (HR Ahmad).
Dan berikut beberapa sikap seorang mukmin terhadap musibah yang menimpanya:
- Sabar Dan Rela
Sabar menghadapi kenyataan dan merelakan segala kehilangan, karena semua yang kita miliki, sejatinya milik Allah Ta’ala.
Sebagaimana firman-Nya:
إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
“Sesungguhnya kita milik Allah dan kita akan kembali kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah[2]: 156)
- Doakan Para Korban
Mati karena tertimpa bangunan termasuk yang dikatakan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai syahid, sebagaimana sabdanya:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ قَدْ أَوْقَعَ أَجْرَهُ عَلَيْهِ عَلَى قَدْرِ نِيَّتِهِ وَمَا تَعُدُّونَ الشَّهَادَةَ قَالُوا الْقَتْلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الشَّهَادَةُ سَبْعٌ سِوَى الْقَتْلِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ الْمَطْعُونُ شَهِيدٌ وَالْمَبْطُونُ شَهِيدٌ وَالْغَرِيقُ شَهِيدٌ وَصَاحِبُ الْهَدَمِ شَهِيدٌ وَصَاحِبُ ذَاتِ الْجَنْبِ شَهِيدٌ وَصَاحِبُ الْحَرَقِ شَهِيدٌ وَالْمَرْأَةُ تَمُوتُ بِجُمْعٍ شَهِيدَةٌ (رواه ابي داود)
Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah telah memberikan pahala kepadanya sesuai dengan niatnya. Apa yang kalian ketahui tentang mati Syahid?!” Mereka berkata, “Berperang di jalan Allah Maha Perkasa” Rasulullah Saw bersabda: “Mati syahid ada tujuh macam selain berperang di jalan Allah Maha Perkasa: Orang yang mati karena wabah pes adalah syahid, orang yang mati karena sakit (dalam) perut (nya) adalah syahid, orang yang mati tenggelam adalah syahid, orang yang mati tertimpa benda keras adalah syahid, orang yang mati karena penyakit lepra adalah syahid, orang yang mati terbakar adalah syahid dan seorang wanita yang mati karena hamil adalah syahidah” (HR. Abu Dawud)
Maka, doakanlah para korban semoga diterima di sisi Allah Ta’ala sebagai syuhada.
- Muhasabah
Namun perlu juga disadari untuk menghilangkan rasa tidak terima terhadap takdir dan kenyataan, bahwa bisa jadi musibah adalah teguran dan hukuman dari Allah Ta’ala akan kelalaian dan kemaksiatan, Allah Ta’ala berfirman:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ ﴿٤١﴾قُلْ سِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِن قَبْلُ ۚ كَانَ أَكْثَرُهُم مُّشْرِكِينَ ﴿٤٢﴾
“Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan dengan sebab tangan-tangan manusia, agar Allah merasakan akibat dari perbuatan mereka, agar mereka kembali kepada Allah. Katakanlah: ‘Berjalanlah kalian di muka bumi, lihatlah akibat orang-orang yang terdaulu, kebanyakan mereka berbuat syirik.’” (QS. Ar-Rum[30]: 41-42)
- Bertaubat Sebelum Tidak Sempat
Kemudian, bencana yang datang tiba-tiba haruslah dijadikan pengingat bahwa kematian tidak menunggu taubat, namun bertaubatlah untuk persiapan kematian yang bisa datang kapan saja.
Allah Ta’ala berfirman:
وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّىٰ إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْآنَ وَلَا الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ ۚ أُولَٰئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا
Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan “Sesungguhnya saya bertaubat sekarang “. Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih. [An Nisaa’ : 18].
- Jangan Lalai Lagi
Selamat dari bencana berarti Allah Ta’ala masih memberikan kesempatan untuk bertaubat dan berubah lebih baik ke depannya.
Maka jangan sampai lalai kembali dengan tidak menunaikan kewajiban dan melanggar larangan-Nya.
Janganlah pernah merasa aman, karena hukuman Allah Ta’ala bisa diturunkan kapan saja.
Allah Ta’ala berfirman:
فَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَىٰ أَن يَأْتِيَهُم بَأْسُنَا بَيَاتًا وَهُمْ نَائِمُونَ ﴿٩٧﴾ أَوَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَىٰ أَن يَأْتِيَهُم بَأْسُنَا ضُحًى وَهُمْ يَلْعَبُونَ ﴿٩٨﴾ أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّـهِ ۚ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّـهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ ﴿٩٩﴾
“Apakah penduduk desa/kota aman merasa aman akan datang adzab Kami kepada mereka di waktu malam di saat mereka sedang tidur? Apakah penduduk desa/kota itu merasa aman akan datang ekpada mereka adzab Kami kepada mereka di waktu dhuha disaat mereka sedang bermain? Apakah mereka merasa aman dengan makarnya Allah? Dan tidak merasa aman dengan adzab Allah kecuali orang -orang yang merugi.” (QS. Al-A’raf[7]: 97-99)
Terakhir, semoga Allah Ta’ala memberikan kesabaran kepada saudara-saudara kita yang sedang tertimpa musibah dan mendapatkan ganti yang lebih baik dan menerima para korban sebagai syuhada dan mendapatkan tempat terbaik di surga-Nya kelak, Aaamiin.
Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: HisbahTv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor
baru
Kemudian Istiqamahlah !
Segala puji bagi Allah, Dzat yang memerintahkan hamba-Nya agar beristiqamah, seraya berfirman,
سجي فَٱسۡتَقِمۡ كَمَآ أُمِرۡتَﵞ
Maka istiqamahlah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu … (Qs. Hud : 112)
Istiqamah adalah seseorang tetap berada di atas syariat Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى – sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى –. Jadi, istiqamah itu adalah sikap konsisten dalam menaati Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى –.
Dalam ayat ini, perintah agar beristiqamah itu ditujukan kepada Nabi kita Muhammmad-صَلَّى اللَّه ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ-. Perintah yang ditunjukkan kepada beliau-صَلَّى اللَّه ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ-itu berlaku pula untuk beliau dan ummatnya semuanya. Kecuali, bila mana ada dalil yang menunjukkan bahwa hal tersebut khusus hanya untuk Nabi-صَلَّى اللَّه ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ-saja. Maka, ketika itu, hal tersebut hanya berlaku untuk beliau saja. Adapun bila tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa hal tersebut khusus untuk Nabi -صَلَّى اللَّه ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ-maka, hal itu berlaku untuk Nabi dan ummatnya.
Atas dasar kaedah ini, maka firman Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى – berlaku umum, untuk beliau-صَلَّى اللَّه ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ- dan untuk ummatnya. Setiap individu wajib untuk beristiqamah sebagaimana diperintahkan. Maka, tidak melakukan penggantian dalam agama Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى –, tidak pula menambah-nambahinya, tidak pula menguranginya. Oleh karena itu, Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى –berfirman di ayat lain,
ﵟوَٱسۡتَقِمۡ كَمَآ أُمِرۡتَۖ وَلَا تَتَّبِعۡ أَهۡوَآءَهُمۡۖ ﵞ
Maka istiqamahlah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu, dan janganlah kamu mengikui keinginan mereka … (Qs. Asy-Syura : 15)
***
Sebagaimana Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى –perintahkan kepada hamba-Nya agar beristiqamah, demikian pula Rasul-Nya Muhammad-صَلَّى اللَّه ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ-memerintahkan para pengikutnya untuk beristiqamah. Sebagaimana ditunjukkan dalam hadis berikut ini.
Dari Abu Amr, dikatakan juga, Abu ‘Amrah Sufyan bin Abdillah-semoga Allah meridhainya- ia berkata, ‘Aku pernah mengatakan (kepada Rasulullah), ‘Wahai Rasulullah ! Katakanlah kepadaku satu perkataan yang aku tidak akan menanyakannya kepada siapa pun selain Anda.’ Beliau pun menjawab,
قُلْ آمَنْتُ بِاللَّهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ)
‘Ucapkanlah, ‘Aku beriman kepada Allah.’ Kemudian beristiqamahlah’. “ (HR. Muslim)
Sabda beliau,
قُلْ آمَنْتُ
‘Ucapkanlah, ‘Aku beriman.
Yang dimaksud dengan hal tersebut bukanlah sekedar perkataan dengan lisan. Karena, ada sebagian orang yang mengatakan, ‘saya beriman kepada Allah dan hari akhir’ padahal mereka itu tidaklah beriman.
Tetapi, yang dimaksud adalah ucapan hati dan begitu juga ucapan lisan. Yakni, hendaknya seseorang mengucapkanya dengan lisannya setelah ia menetapkan hal tersebut di dalam hatinya, dan menyakininya dengan keyakinan yang pasti, tidak ada keraguan di dalamnya. Karena, tidak cukup keimanan itu dengan hati saja, tidak cukup keimanan itu dengan ucapan lisan saja. Keimanan itu haruslah dengan keyakinan hati dan ucapan lisan. Oleh karena itu, Nabi-صَلَّى اللَّه ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ-mengatakan saat menyeru manusia kepada Islam,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ، قُولُوا: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ تُفْلِحُوْا
Wahai manusia ! ucapkanlah oleh kalian ‘لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ’ (tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah), niscaya kalian beruntung (HR. Ibnu Khuzaemah, al-Baihaqi dan al-Hakim)
Beliau mengatakan,
قُولُوا
ucapkanlah oleh kalian.
Yakni, ucapkanlah dengan lisan kalian. Sebagaimana pula harus ada ucapan hati.
Perkataan beliau,
‘ آمَنْتُ بِاللَّهِ ‘
‘Aku beriman kepada Allah.’
Ini mencakup iman akan keberadaan Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى –, rububiyah-Nya, uluhiyah-Nya, nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya, hukum-hukum-Nya, berita-berita-Nya dan segala hal yang datang dari sisi-Nya, Anda harus mengimaninya.
Lalu, apabila kamu telah beriman dengan hal-hal tersebut, maka beristiqamahlah dalam agama Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى –, dan janganlah kamu melampoi batas itu, jangan melenceng ke kanan, jangan pula melenceng ke kiri.
Maka, istiqamahlah di atas agama, dan beristiqamahlah di atas persaksian bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى –dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى –. Dan, yang demikian itu dengan mengikhlashkan, memurnikan ketaatan hanya untuk Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى – dan mengikuti Rasulullah-صَلَّى اللَّه ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ-. Istiqamahlah mengerjakan shalat, istiqamahlah menunaikan zakat, puasa, haji dan seluruh syariat Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى –.
Sabda beliau,
قُلْ آمَنْتُ بِاللَّهِ ثُمَّ
‘Ucapkanlah, ‘Aku beriman kepada Allah.’ Kemudian
Ini merupakan dalil yang menunjukkan bahwa istiqamah itu tidak akan ada kecuali setelah adanya keimanan, bahwa termasuk syarat amal shaleh, yaikni, termasuk syarat keabsahan amal shaleh dan penerimaannya adalah dibangun di atas iman. Maka, apabila seseorang melakukan amal shaleh yang zhahirnya sesuai dengan apa yang semestinya dilakukan, namun batinnya runtuh, penuh dengan keraguan, atau dalam kegoncangan, atau mengingkari dan mendustakan, maka hal yang demikian itu tidak akan memberikan manfaat kepada pelakunya.
Oleh karena ini, para ulama-رَحِمَهُمُ اللَّهُ -sepakat bahwa termasuk syarat sah dan diterimanya ibadah adalah agar orang yang melakukan amal shaleh tersebut beriman kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى –, yakni, mengakui-Nya dan semua yang datang dari sisi-Nya, تَبَارَكَ وَتَعَالَى.
Faedah Hadis
Diambil faedah dari hadis ini bahwa hendaknya seseorang -ketika melakukan suatu amal shaleh- merasa bahwasanya ia tengah melakukannya semata-mata untuk Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى –, ia pun dapat melakukannya dengan pertolongan Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى –, dan hendaknya ia melakukannya dengan mengikuti syariat Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى –. Karena, seseorang tidak akan dapat istiqamah di atas agama Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى –, kecuali setelah beriman kepada Allah, تَبَارَكَ وَتَعَالَى. Dan, hal ini diambil faedah dari firman-Nya, تَبَارَكَ وَتَعَالَى,
ﵟإِيَّاكَ نَعۡبُدُ وَإِيَّاكَ نَسۡتَعِينُ ٥ ٱهۡدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلۡمُسۡتَقِيمَ ٦ﵞ
Hanya kepada Engkaulah Kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus. (al-Fatihah : 5-6)
Yang pertama adalah melakukan amal hanya untuk Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى – semata.
Yang kedua adalah melakukan amal dengan pertolongan Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى –.
Yang ketiga adalah melakukannya sesuai dengan tuntunan syariat-Nya-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى –.
Oleh karena itu, kita katakan bahwa yang dimaksud dengan ٱلصِّرَٰطَ ٱلۡمُسۡتَقِيمَ (jalan yang lurus) di dalam ayat yang mulia ini adalah syariat Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى –yang akan menyampaikan kepada-Nya.
Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى –lah yang memberikan taufiq
Wallahu A’lam
Amar Abdullah bin Syakir
Sumber :
Banyak mengambil faedah dari Syarh Riyadhushsholihin, Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin-رَحِمَهُ اللَّهُ- 1/568, 571-572
Tazkiyatun Nufus
Melestarikan Amal Ramadhan Pasca Ramadhan
Istiqamah dalam ketaatan kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعاَلَى -merupakan perkara yang sangat ditekankan dalam syariat Islam. Hal ini terisyartakan dalam firman-Nya.
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
Dan sembahlah tuhanmu sampai yakin (ajal) datang kepadamu (Qs. Al Hijr : 99)
Alhamdulillah, dengan taufiq Allah- kita dapat melakukan banyak amal ketaatan selama bulan Ramadhan, maka hendaklah kita berupaya dengan sungguh-sungguh melestarikan amal-amal tersebut pasca Ramadhan. Di antara amal ketaatan tersebut yaitu puasa, qiyamullail dan mencari kebaikan.
- Puasa
Alhamdulillah, kewajiban puasa telah usai kita laksanakan, dan kita mohon kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- agar menerimanya. Usainya puasa Ramadhan ini, tidak berarti usai pula ibadah puasa yang sangat mulia ini. Ibadah yang mulia ini masih terus disyariatkan sepanjang tahun.
- Puasa Syawwal
Bila ternyata Anda masih mempunyai tanggungan puasa Ramadhan, bersegeralah Anda mengqadhanya, agar Anda segera terbebas dari tanggungan, dan agar Anda dapat segera berpuasa di bulan Syawal sebanyak 6 hari lamanya. Nabi-shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian ia mengikutinya dengan puasa 6 hari dari bulan Syawwal, maka itu bagaikan puasa satu tahun.
- Puasa Sehari Berbuka Sehari
Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
“…Puasa yang paling disukai di sisi Allah adalah puasa Daud. Beliau biasa tidur di pertengahan malam dan bangun pada sepertiga malam terakhir dan beliau tidur lagi pada seperenam malam terakhir. Sedangkan beliau biasa berpuasa sehari dan buka sehari.” (HR. Bukhari)
- Puasa Senin-Kamis
Bila Anda tidak mampu melakukan puasa sehari dan buka sehari, maka puasa di hari senin dan kamis, mungkin dapat Anda lakukan.
Abu Hurairah-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – meriwayatkan bahwa Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda, “Amal-amal itu diangkat pada hari senin dan kamis, maka aku suka bila amalku diangkat sementara aku tengah berpuasa (HR. at-Tirmidzi)
- Puasa Tiga Hari Setiap Bulan
Bila Anda tidak mampu melakukan puasa pada hari senin dan kamis, yang berarti Anda berpuasa dua kali dalam seminggu atau delapan kali dalam sebulannya, maka, mungkin Anda dapat berpuasa tiga hari setiap bulannya.
Abu Hurairah-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ –mengatakan :
Kekasihku berwasiat tiga hal kepadaku agar aku tidak meninggalkannya hingga aku meninggal dunia, yaitu (1) puasa tiga hari setiap bulan, (2) shalat Dhuha, dan (3) shalat witir sebelum tidur (HR. al-Bukhari)
Anda dapat melakukan puasa tiga hari setiap bulannya ini pada hari-hari yang mudah bagi Anda untuk melakukannya.
Mu’adzah-رَضِيَ اللهُ عَنْهَا-mengatakan, “Aku pernah bertanya kepada ‘Aisyah, ‘Apakah Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم-berpuasa tiga hari tiap bulannya ? ‘Aisyah menjawab : ‘Iya’. Lalu, aku bertanya lagi, ‘di hari apa saja beliau melakukannya ? ‘Aisyah menjawab, ‘Beliau tidak peduli pada hari apa saja beliau melakukannya.” (HR. at-Tirmidzi)
- Puasa pada hari Arafah
Yaitu, puasa yang dilakukan pada tanggal 9 Dzulhijjah.
Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersabda, “Puasa hari Arafah aku berharap kepada Allah akan menghapus dosa-dosa setahun sebelumnya dan setahun yang setelahnya.” (HR. Muslim)
- Puasa ‘Asyura
Yaitu, puasa yang dilakukan pada tanggal 10 Muharram.
Abu Qatadah al-Anshariy-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- meriwayatkan bahwa Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-pernah ditanya tentang puasa pada hari ‘Asyura, maka beliau pun menjawab, ‘Menghapus dosa satu tahun yang telah lalu. ‘ (HR. Muslim)
- Puasa Muharram
Selain puasa di tanggal 10 di bulan ini, bulan Muharam, yang disebut dengan puasa ‘Asyura juga disyariatkan puasa di hari-hari yang lainnya dari bulan ini.
Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersabda, “Sebaik-baik puasa setelah Ramadhan ialah puasa pada bulan Allah, yaitu bulan Muharram.” (HR. Muslim)
Semoga Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى memberikan taufiq pula kepada kita untuk melakukan puasa-puasa sunnah tersebut. amin
- Qiyamullail
Alhamdulillah, selama bulan Ramadhan, kita dapat melakukan amal ini, yakni, Qiyamullail (shalat tarawih dan shalat witirnya) bersama imam. Amal ini sepatutnya pula dilestarikan sepanjang tahun, meskipun hanya 2 rakaat saja di tambah dengan 3 atau 1 rakaat untuk shalat witirnya.
Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersabda,
يَا عَبْدَ اللهِ لَا تَكُنْ مِثْلَ فُلَانٍ كَانَ يَقُوْمُ اللَّيْلِ فَتَرَكَ قِيَامَ اللَّيْلِ
Wahai Abdullah (hamba Allah) ! Jangan menjadi seperti si fulan. Dulu, ia biasa mengerjakan shalat malam, namun kemudian ia meninggalkan qiyamullail (shalat Malam) (HR. al-Bukhari)
- Mencari Kebaikan
Di sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan ada peristiwa agung yang disebut dengan ‘Lailalatul Qadar’, di mana Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى -berfirman tentang malam ini,
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan (Qs. Al-Qadar : 3)
Kita sangat dianjurkan untuk mencarinya dengan maksud untuk mendapatkan kebaikannya yang sangat banyak. Kita khawatir terhalang dari mendapatkan kebaikannya,
Kata Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-,
لِلَّهِ فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ
Pada bulan tersebut, Allah memiliki satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa terhalang dari kebaikannya, sungguh ia orang yang terhalang (dari seluruh kebaikan)”(HR. an-Nasai dan Ahmad)
Kini, malam itu telah kita lewati, namun tidak berarti bahwa kita berhenti mencari kebaikan itu. Tidak, tidak sama sekali. Karena, kebaikan-kebaikan masih banyak tersebar di banyak lini kehidupan kita, dan kesempatan untuk mencari dan mendapatkannya masih akan tetap ada selagi ajal belum menjemput kita. Karenanya, sepatutnya, kita terus melestarikan amal nan mulia ini. Kita manfaatkan sisa umur kita yang masih ada untuk terus mencari kebaikan dan mendapatkannya. Bahkan, hendaknya kita berlomba untuk mencari dan mendapatkannya.
فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرٰتِۗ اِلَى اللّٰهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيْعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيْهِ تَخْتَلِفُوْنَۙ
maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan (Qs. Al-Maidah : 48)
Akhirnya, kita memohon kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- semoga mengaruniakan kepada kita keistiqamahan dalam ketaatan, diberikan taufiq oleh-Nya untuk dapat berlomba-lomba dalam berbuat kebajikan. Amin
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad, beserta segenap keluarganya dan para sahabatnya.
Wallahu A’lam
Amar Abdullah bin Syakir
Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: HisbahTv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor
-
Akhlak4 tahun ago
Pencuri dan Hukumannya di Dunia serta Azabnya di Akhirat
-
Khutbah9 tahun ago
Waspadailah Sarana yang Mendekatkan pada Zina
-
Fatwa9 tahun ago
Serial Soal Jawab Seputar Tauhid (1)
-
Fiqih Hisbah8 tahun ago
Diantara Do’a Nabi Ibrahim ‘Alaihissalaam
-
Nasihat8 tahun ago
“Setiap Daging yang Tumbuh dari sesuatu yang haram maka neraka lebih berhak baginya.”
-
safinatun najah6 tahun ago
Manfaat Amar Maruf Nahi Munkar
-
Tarikh9 tahun ago
Kisah Tawakal dan Keberanian Abdullah bin Mas’ud
-
Akhlak7 tahun ago
Riya & Sum’ah: Pamer Ibadah