Connect with us

Aqidah

Mengucapkan Kalimat Tauhid Tanpa Keikhlasan

Published

on

Pertanyaan :

Seorang penanya mengatakan,

“Apakah orang yang mengucapkan لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ  tanpa melakukan amal apapun, ia akan masuk Surga ? yakni, orang tersebut mengucapkan kalimat tersebut dengan lisannya (saja), karena ada hadis (qudsi)  yang maknanya, Dia berfirman, ‘Demi kemuliaan-Ku dan keagungan-Ku, sungguh Aku akan mengeluarkan dari Neraka setiap orang yang  mengatakan,  لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ  .” Wallahu A’lam

Terima kasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada Anda.

Jawaban :

Syaikh –رَحِمَهُ اللهُ-menjawab,

“Kalimat لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ merupakan kalimat yang agung, andai kata kalimat tersebut ditimbang dengan langit dan bumi niscaya kalimat tersebut lebih berat.


Adapun makna kalimat tersebut adalah ‘tidak ada sesembahan yang hak selain Allah’ maka, segala sesuatu yang disembah selain Allah maka sesuatu tersebut adalah batil. Berdasarkan firman Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى -,

ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ [الحج : 62]

Hal itu (kekuasaan Allah berlaku) karena Allah, Dialah (Tuhan) Yang Mahabenar dan apa saja yang mereka seru selain Dia itulah yang batil. Sesungguhnya Allah, Dialah Yang Mahatinggi lagi Mahabesar. (al-Hajj : 62)

Dan, ibadah itu tidaklah khusus dilakukan dengan rukuk atau sujud, yakni, bahwa seseorang boleh jadi beribadah kepada selain Allah tanpa melakukan rukuk dan sujud kepadanya, tetapi ia lebih mengedepankan kecintaan kepadanya atas kecintaan kepada Allah, mengagungkannya di atas pengagungan kepada Allah, perkataanya lebih agung di dalam hatinya daripada perkataan Allah. Oleh karena itu, Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ –bersabda,

تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ وَعَبْدُ الدِّرْهَمِ وَعَبْدُ الْخَمِيصَةِ إِنْ أُعْطِيَ رَضِيَ وَإِنْ لَمْ يُعْطَ سَخِطَ

Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba khamishah jika diberi ia senang, tetapi jika tidak diberi ia marah…” (HR. al-Bukhari)

Beliau menyebut ‘hamba’ bagi dinar, ‘hamba’ bagi dirham, ‘hamba’ bagi khamishah. Khamishah yaitu pakaian. Padahal mereka ini tidak menyembah dirham dan dinar. Mereka tidak rukuk dan tidak pula sujud kepadanya. Akan tetapi, mereka mengagungkannya lebih banyak daripada mengagungkan Allah-عَزَّ وَجَلَّ-, dan kepada hal ini firman-Nya mengisyaratkan,

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ [البقرة : 165]

Di antara manusia ada yang menjadikan (sesuatu) selain Allah sebagai tandingan-tandingan (bagi-Nya) yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat kuat cinta mereka kepada Allah. (al-Baqarah : 165)

Maka, kalimat ini merupakan kalimat yang agung, di dalam kalimat ini terkandung unsur berlepas diri dari segala bentuk kesyirikan dan pemurnian sifat keilahiyahan dan peribadatan kepada Allah-عَزَّ وَجَلَّ-. Maka, kalau seseorang mengucapkan kalimat tersebut dengan lisannnya dan hatinya, maka dialah orang yang mengucapkannya dengan sebenar-benarnya. Oleh karena itu, Abu Hurairah-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – mengatakan (kepada Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-)

مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Siapakah orang yang paling berbahagia dengan mendapatkan syafaatmu pada hari Kiamat ? …beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- menjawab,

مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ

Barang siapa mengucapkan لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ  dengan ikhlas dari hatinya..(HR. al-Bukhari)

Di dalam hadis ‘Itban bin Malik, Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersabda,

إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَبْتَغِي بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ

Sesungguhnya Allah mengharamkan atas neraka orang yang  mengatakan لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ  di mana ia mencari wajah Allah dengan hal itu. (HR. al-Bukhari)



Karena itu, haruslah disertai dengan keikhlasan.

Adapun orang yang mengucapkan kalimat tersebut dengan lisannya tanpa meyakininya di dalam hatinya, maka sesungguhnya kalimat tersebut tidak bermanfaat baginya, karena orang-orang munafik saja mereka mengingat Allah dan mengucapkan لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ , seperti firman Allah,

وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا [النساء : 142]

Apabila berdiri untuk salat, mereka melakukannya dengan malas dan bermaksud riya di hadapan manusia. Mereka pun tidak mengingat Allah, kecuali sedikit sekali. (an-Nisa : 142)

Dan, mereka pun bersaksi akan kerasulan Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- sebagaimana firman Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-,

إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ [المنافقون : 1]

Apabila orang-orang munafik datang kepadamu (Nabi Muhammad), mereka berkata, “Kami bersaksi bahwa engkau adalah benar-benar utusan Allah.” Allah mengetahui bahwa engkau benar-benar utusan-Nya. Allah pun bersaksi bahwa orang-orang munafik itu benar-benar para pendusta. (al-Munafiqun : 1)

Namun, persaksian mereka bahwa tidak ada sesembahan yang hak kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah tidak akan sama sekali memberikan manfaat kepada mereka. Hal demikian itu karena mereka mengatakan hal itu tidak dari hati dan keiskhlasan. Maka, barang siapa mengucapkan kalimat ini tanpa keiskhlasan, niscaya kalimat tersebut tidak akan memberikan kemanfaatan kepadanya, dan tidak pula menambah dirinya melainkan semakin jauh dari Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-,.

Kita memohon kepada Allah -untuk diri kita sendiri dan untuk saudara-saudara kita kaum Muslimin- keyakinan terhadap kalimat tersebut, dan mengamalkan apa yang menjadi konsekwensinya. Sesungguhnya Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.

Wallahu A’lam

Sumber :

(Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin, Fatawa Nur ‘Ala ad-Darb, 1/76-77 (Soal No. 42)

Amar Abdullah bin Syakir

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Aqidah

Menghindari Kemungkaran yang Lebih Besar

Published

on

(اجتناب المفسدة العظمى)
قال الشيخ محمد الأمين الشنقيطي رحمه الله:
“يشترط في جواز الأمر بالمعروف ألا يؤدي إلى مفسدة أعظم من ذلك المنكر؛ لإجماع المسلمين على ارتكاب أخف الضررين”. (أضواء البيان ص ٤٦٤)

(Menghindari Kemungkaran yang Lebih Besar)

Berkata Syaikh Muhammad Al Amin Al Syinqithy -Rahimahullah-:



“Amar Makruf dibolehkan dengan syarat tidak menimbulkan kemungkaran yang lebih besar dari kemungkaran sebelumnya, demikian berdasarkan Ijma’ Kaum Muslimin bahwasanya diperkenankan (dalam keadaan terpaksa) memilih hal yang lebih ringan mafsadatnya”. (Adwaul Bayan Hlm 464)

Continue Reading

Aqidah

Dulunya… Manusia Mentauhidkan Allah-

Published

on

وَمَا كَانَ النَّاسُ إِلاَّ أُمَّةً وَاحِدَةً فَاخْتَلَفُواْ وَلَوْلاَ كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِن رَّبِّكَ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ فِيمَا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ(19)

وَيَقُولُونَ لَوْلاَ أُنزِلَ عَلَيْهِ آيَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَقُلْ إِنَّمَا الْغَيْبُ لِلّهِ فَانْتَظِرُواْ إِنِّي مَعَكُم مِّنَ الْمُنتَظِرِينَ(20)

Manusia dahulunya hanyalah satu umat, kemudian mereka berselisih. Kalau tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dari Tuhanmu dahulu, pastilah telah diberi keputusan di antara mereka, tentang apa yang mereka perselisihkan itu.

Dan mereka berkata: “Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) suatu keterangan (mukjizat) dari Tuhannya?” Maka katakanlah: “Sesungguhnya yang ghaib itu kepunyaan Allah, sebab itu tunggu (sajalah) olehmu, sesungguhnya aku bersama kamu termasuk orang-orang yang manunggu. (Yunus : 19-20)

**

Penjelasan kata-kata :

أمة واحدة (Satu umat) : yakni, (mereka) berada di atas satu agama, yaitu Islam.

فاختلفوا: (kemudian mereka berselisih) :  yakni, mereka berpecah belah di mana sebagian mereka ada yang tetap berada di atas tauhid, dan sebagian mereka yang lainnya berada di atas syirik.



كلمة سبقت (suatu ketetapan yang telah ada) : dengan ditetapkannya mereka sampai (datangnya) ajal-ajal mereka dan pemberian balasan kepada mereka pada hari Kiamat.

آية (Suatu keterangan (mukjizat)) : yang mengherankan, seperti unta Nabi Shaleh-عَلَيْهِ السَّلَامُ-.

إنما الغيب لله (Sesungguhnya yang ghaib itu kepunyaan Allah) : yakni, pengetahuan tentang ayat tersebut kapan datang berupa perkara ghaib, dan yang ghaib itu kepunyaan Allah semata, maka aku dan kalian tidaklah mengetahui. Jika demikian, maka tunggulah, sesungguhnya aku bersama kalian termasuk orang-orang yang menunggu.

Makna Dua Ayat :

Allah- تَعَالَىtengah mengkhabarkan kepada Rasul-Nya tentang hakikat kebenaran sejarah di mana dengan mengetahuinya akan dapat membantunya untuk bersabar dan memikul beban, seraya berfirman,

وَمَا كَانَ النَّاسُ إِلاَّ أُمَّةً وَاحِدَةً

Manusia dahulunya hanyalah satu umat

Yakni, di zaman dahulu, mereka adalah satu umat di atas agama tauhid, agama fithrah, kemudian terjadi perubahan yang disebabkan oleh karena ulah setan dari bangsa jin dan manusia, kebidahan dan hawa nafsu, serta kesyirikan, sehingga mereka berselisih. Maka, di antara mereka ada yang tetap di atas iman dan tauhid dan di antara mereka ada yang kafir dengan melakukan kesyirikan dan kesesatan.

Dan firman-Nya,

وَلَوْلاَ كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِن رَّبِّكَ

kalau tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dari Tuhanmu dahulu

yaitu, bahwa Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-tidak menyegerakan siksaan bagi umat-umat tersebut dan tiap-tiap individu mereka karena kekufuran mereka, akan tetapi Dia memberikan tangguh kepada mereka hingga batas ajal-ajal mereka, agar Dia memberikan balasan kepada mereka di negeri pembalasan berupa siksa neraka pada hari Kiamat. Kalaulah bukan karena suatu ketetapan-Nya, yaitu,

لَأَمْلَأَنَّ جَهَنَّمَ مِنْكَ وَمِمَّنْ تَبِعَكَ مِنْهُمْ أَجْمَعِينَ  [ص : 85]

Sesungguhnya Aku pasti akan memenuhi neraka Jahannam dengan jenis kamu dan dengan orang-orang yang mengikuti kamu di antara mereka kesemuanya. (Shad : 85)



Niscaya Dia menyegerakan bagi mereka siksaan. Maka, Dia memberikan keputusan di antara mereka dengan bahwa Dia pasti akan membinasakan orang kafir dan Dia pasti akan menyelamatkan orang yang beriman.

Inilah yang ditunjukkan oleh ayat yang pertama (ayat 19). Adapun ayat yang kedua (ayat 20), maka Allah mengkhabarkan tentang orang-orang musyrik bahwa mereka mengatakan :

لَوْلاَ أُنزِلَ عَلَيْهِ آيَةٌ مِّن رَّبِّهِ

Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) suatu keterangan (mukjizat) dari Tuhannya ?

Yakni, mengapa tidak diturunkan ayat yang mengherankan kepada Muhammad dari tuhannya, agar kami mengetahui dan menjadikannya petunjuk bahwa dia itu adalah seorang utusan Allah.

Dan, boleh jadi yang mereka maksudkan dengan ‘ayat’ adalah ‘sebuah siksaan.’ Oleh kerena itu Allah perintahkan rasul-Nya agar menanggapi pertanyaan mereka itu dengan perkataannya,

إِنَّمَا الْغَيْبُ لِلّهِ

Sesungguhnya yang ghaib itu kepunyaan Allah

Maka, Dialah semata yang mengetahui kapan akan datangnya azab/siksa kepada kalian. Atas dasar tersebut, maka tunggu (sajalah) olehmu, Sesungguhnya aku bersama kamu Termasuk orang-orang yang manunggu.

Belum saja melewati masa menunggu, tiba-tiba saja turun azab/siksaan kepada mereka di Badar, maka para pemimpin mereka dan para pembesar orang-orang yang gemar mengolok-olok dan menghina binasa.

Di antara petunjuk Ayat :

1-Asalnya adalah tauhid, sedangkan syirik adalah sesuatu yang muncul kemudian.

2-Keburukan dan kesyirikan, keduanyalah yang menyebabkan munculnya perselisihan dan perpecahan di tubuh ummat ini. Adapun tauhid dan kebaikan, tidaklah akan menimbulkan perselisihan, tidak pula peperangan, dan tidak pula perpecahan.

3-Penjelasan tetang alasan tetap adanya orang-orang yang berbuat zhalim dan kesyirikan, mereka akan terus melakukan tindak kezhaliman (dengan berbagai bentuknya) dan mereka juga akan melakukan kerusakan (di muka bumi) sampai datang ajal-ajal mereka.

4-Perkara ghaib seluruhnya adalah kepunyaan Allah. Maka, tak seorang pun mengetahui perkara ghaib kecuali Allah dan siapa yang diberitahukan kepadanya sesuatu dari perkara ghaib tersebut. dan, hal ini khusus untuk para rasul, untuk menegakkan hujjah atas umat-umat mereka.

Wallahu A’lam

Amar Abdullah bin Syakir

Sumber :

Aisir at-Tafasir Li Kalami al-‘Aliyyi al-Kabir, Jabir bin Musa al-Jaza-iriy, 2/458-459.

Continue Reading

Aqidah

Syiar Ahli Tauhid

Published

on

Talbiyah merupakan syi’ar para jama’ah haji semenjak Nabi-عَلَيْهِ السَّلَامُ-berseru di tengah-tengah manusia agar menunaikan haji sebagai bentuk dari melaksanakan firman Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-,

وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ [الحج : 27]

Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai setiap unta yang kurus, mereka datang dari segenap penjuru yang jauh (al-Hajj : 27)
Dulu, orang-orang Arab di zaman Jahiliyah, mereka berhaji dan bertalbiyah. Akan tetapi, mereka memoles haji mereka dan talbiyah mereka dengan sesuatu yang biasa mereka lakukan berupa kesyirikan terhadap Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, seraya mengatakan :

«لَيَّبْكَ اَللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لَا شَرِيْكَ لَكَ، إِلَّا شَرِيْكًا هُوَ لَكَ تَمْلِكُهُ وَمَا مَلَكَ»

Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu. Aku penuhi panggilan-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu, kecuali sekutu yang merupakan milik-Mu, Engkau menguasainya dan apa yang dia kuasai.
Datanglah Nabi penutup-صَلَّى اللهُ عَلَيْه وَسَلَّمَ –untuk menampakkan tauhid dengan terang-terangan dan menghancurkan bangunan-bangunan kesyirikan. Beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْه وَسَلَّمَ –bertalbiyah dengan tauhid :

«لَبَّيْكَ اَللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لَا شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمًلْكَ لَا شَرِيْكَ لَكَ»

Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu. Aku penuhi panggilan-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu, aku penuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya pujian dan kenikmatan adalah milik-Mu, dan, kerajaan itu (juga milik-Mu), tidak ada sekutu bagi-Mu.
Dan dulu, manusia (yakni, sebagian kalangan sahabat Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-) , menambahkan atas talbiyah Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-namun beliau tidak mengingkari tindakan mereka tersebut selagi mereka berada di atas tauhid. Akan tetapi, beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- melazimi talbiyah yang dibacanya tersebut, tidak menambahkan redaksinya. Maka, di dalam talbiyah tersebut terdapat pentauhidan/pengesaan terhadap Allah- عَزَّ وَجَلَّ-dan penafian adanya kesyirikan terhadap-Nya. Juga, penetapan pujian, kenikmatan dan kerajaan adalah milik Allah- عَزَّ وَجَلَّ- semata tidak ada sekutu bagi-Nya.
Telah valid riwayat dari Ibnu Umar- رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا-bahwa ia bertalbiyah dengan talbiyah yang dibaca Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- dan ia menambahkan ungkapan ini :

«لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ، وَالْخَيْرُ بِيَدَيْكَ، وَالرَّغْبَاءُ إِلَيْكَ وَالْعَمَلُ» رواه مسلم

«لَبَّيْكَ مَرْغُوْبًا وَمَرْهُوْبًا إِلَيْكَ، ذَا النَّعْمَاءِ وَالْفَضْلِ الْحَسَنِ» ابن أبي شيبة،

Seperti disebutkan oleh Ibnu Hajar di dalam Fathul Baari.
Dan diriwayatkan dari Anas (bahwa ia menambahkan talbiyahnya dengan ungkapan :

«لَبَّيْكَ حَجًّا حَقًا تَعَبُّدًا ورقًا»

Talbiyah dimulai semenjak telah berihram dan terus berlanjut hingga seorang yang umrah melihat Ka’bah. Ketika itu, ia menghentikan talbiyah dan memulai tawaf. Sedangkan orang yang menunaikan haji, talbiyah dimulai semenjak telah berihram dan terus berlanjut hingga ia melempar Jumrah Aqabah pada hari Nahar (hari penyembelihan, tanggal 10 Dzulhijjah)
Disunnahkan mengeraskan suara untuk bertalbiyah. Karena, haji yang paling utama adalah al-‘Ajju dan ats-Tsajju. al-‘Ajju, yaitu, mengeraskan suara dengan talbiyah. Sedangkan ats-Tsajju adalah menumpahkan darah pada hari Nahar, yakni, menyembelih hadyu dan kurban (pada tanggal 10 Dzulhijjah)
Dan di dalam hadis, Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ –bersabda,

«أتاني جبريل فقال يا محمد، مُر أصحابك أن يرفعوا أصواتهم بالتلبية فإنها من شعائر الحج»

Jibril pernah mendatangiku, lalu ia mengatakan, ‘Wahai Muhammad ! Perintahkanlah sahabat-sahabat-Mu agar mereka mengeraskan suara mereka ketika bertalbiyah. Karena sesungguhnya talbiyah itu termasuk syiar haji. (HR. al-Hakim, dan dia menshahihkannya, dan adz-Dzahabi menyetujuinya.)
Dan, pengulangan talbiyah dan pengulangan lafazh ‘Labbaika’ (Aku penuhi panggilan-Mu) memberikan faedah berkelanjutannya pemenuhan panggilan, yakni, panggilan-Nya dipenuhi setelah panggilan-Nya dipenuhi. Ada yang mengatakan, kata tabliyah berasal dari kata ‘al-Luzum’ dan ‘al-Iqomah’, maknanya, ‘Aku berdiri di depan pintu-Mu, setelah (sebelumnya) aku berdiri di depan pintu-Mu dan aku penuhi panggilan-Mu berulang-ulang. Dan aku melazimi berdiri di atas ketaatan terhadap-Mu.
Dulu, para sahabat, mereka memenuhi seruan ketika Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ –memanggil mereka. Maka, salah seorang di antara mereka mengatakan : لبيك رسول الله وسعديك (Aku penuhi panggilanmu ya Rasulullah…). talbiyah (memenuhi seruan) terhadap seruan Rasulullah maknanya mengikuti petunjukkannya dan sunnahnya. Adapun talbiyah (memenuhi seruan) terhadap seruan Allah adalah mentauhidkan-Nya dan mentaati-Nya. Dan, seorang muslim tak akan terlepaskan dirinya dari talbiyah dan pemenuhan seruan sampai ia berjumpa Allah- عَزَّ وَجَلَّ – , dan barang siapa suka bertemu Allah niscaya Allah suka untuk bertemu dengannya, dan para Malaikat pun memberikan kabar gembira kepadanya dengan keridhaan-Nya, maka bergembiralah !. Namun, barang siapa tidak suka untuk berjumpa Allah, niscaya Allah (pun) tidak suka berjumpa dengannya.
Dan, balasan bagi orang-orang yang memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya adalah Surga. Allah- سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

لِلَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمُ الْحُسْنَى وَالَّذِينَ لَمْ يَسْتَجِيبُوا لَهُ لَوْ أَنَّ لَهُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا وَمِثْلَهُ مَعَهُ لَافْتَدَوْا بِهِ أُولَئِكَ لَهُمْ سُوءُ الْحِسَابِ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمِهَادُ [الرعد : 18]

Bagi orang-orang yang memenuhi seruan Tuhan, mereka (disediakan) balasan yang baik. Dan orang-orang yang tidak memenuhi seruan-Nya, sekiranya mereka memiliki semua yang ada di bumi dan (ditambah) sebanyak itu lagi, niscaya mereka akan menebus dirinya dengan itu. Orang-orang itu mendapat hisab (perhitungan) yang buruk dan tempat kediaman mereka Jahannam, dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman (ar-Ra’d : 18)
Wallahu A’lam

Amar Abdullah bin Syakir

Sumber :
At-Talbiyah Syi’ar al-Mukminin al-Muwahhidin, Dr. Jamal al-Murakibiy

Continue Reading

Trending