Connect with us

Aqidah

Menjual Diri dengan Sihir

Published

on

وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ (102) وَلَوْ أَنَّهُمْ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَمَثُوبَةٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ خَيْرٌ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ (103)

Dan mereka mengikuti[1] apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman. Sulaiman itu tidak kafir tetapi setan-setan itulah yang kafir, mereka mengajarkan sihir[2] kepada manusia dan apa yang diturunkan[3] kepada dua malaikat di negeri Babilonia yaitu Harut dan Marut. Padahal keduanya tidak mengajarkan sesuatu kepada seseorang sebelum mengatakan, “Sesungguhnya kami hanyalah cobaan bagi (bagimu), sebab itu janganlah kafir.” Maka mereka mempelajari dari keduanya (malaikat itu) apa yang (dapat) memisahkan antara seorang (suami) dengan istrinya. Mereka tidak akan dapat mencelakakan seseorang dengan sihirnya kecuali dengan izin Allah. Mereka mempelajari sesuatu yang mencelakakan, dan tidak memberi manfaat kepada mereka. Dan sungguh, mereka sudah tahu, barangsiapa membeli (menggunakan sihir) itu, niscaya tidak akan mendapat keuntungan di akhirat. Dan sungguh, sangatlah buruk pebuatan mereka yang menjual dirinya dengan sihir, sekiranya mereka tahu.
Dan jika mereka beriman dan bertakwa, pahala dari Allah pasti lebih baik, sekiranya mereka tahu.
(Qs. al-Baqarah : 102-103)

Penjelasan kata-kata :

{مَا تَتْلُوا الشَّيَاطِينُ}      : Yang diikuti dan dikatakan oleh setan-setan itu berupa ungkapan kata-kata sihir.

{عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ}    : Pada masa Sulaiman dan waktu kekuasaannya

{الشَّيَاطِينَ}              : Bentuk jama’ dari kata شَيْطَانٌ , ia adalah mahkluk yang buruk dan selalu menentang, tidak tersisa padanya celah sedikitpun untuk menerima kebaikan.

{السِّحْرَ }                : (Sihir[4]) Yaitu setiap hal yang sumbernya lembut dan sebabnya tersembunyi yang memiliki pengaruh terhadap pandangan mata manusia atau jiwa mereka atau badan mereka.

{فَلا تَكْفُرْ}               : Janganlah kamu belajar sihir dari kami untuk menimbulkan bahaya sehingga kamu menjadi kufur karenanya.

{بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ}       : antara seorang lelaki (suami) dengan perempuannya (istrinya)

{اشْتَرَاهُ}                  : Membeli sihir dengan cara mempelajarinya dan mempraktekkannya.

اَلْخَلَاقُ                    : Bagian [5] dan jatah

{مَا شَرَوْا}                : Mereka yang menjual dirinya dengan sihir

{لَمَثُوبَةٌ}                  : Pahala dan balasan

digunakan Sulaiman untuk mengendalikan manusia dan jin. Klaim mereka ini  berkonsekwensi pada bahwa Sulaiman bukanlah seorang Rasul dan bukan pula seorang Nabi, beliau hanya sebagai seorang tukang sihir lagi kafir. (Klaim ini tentunya tidaklah benar). Karenanya, Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- menafikan klaim mereka tersebut dengan firman-Nya,

{وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ}

Sulaiman itu tidak kafir

Dan Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- menetapkan kekafiran itu untuk setan-setan itu, seraya berfirman,

وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ

Tetapi setan-setan itulah yang kafir, mereka mengarjakan sihir kepada manusia.

 

Seperti mereka mengajari manusia apa yang diilhamkan oleh dua malaikat yaitu Harut dan Marut di negeri Babilonia, Iraq, berupa beragam bentuk sihir. Dan, di sini Allah mengkhabarkan kepada kita tentang dua malaikat sebagai cobaan, di mana kedua malaikat tersebut mengatakan kepada orang yang datang kepada keduanya yang ingin mempelajari sihir, ‘Kami hanyalah sebagai fitnah, karena itu janganlah kamu kafir’ dengan sebab belajar sihir. Perkataan keduanya ini, dapat difahami darinya dengan jelas bahwa perkataan-perkataan tukang sihir dan perbuatan-perbuatannya yang dapat mempengaruhi manusia, diantaranya ada yang dipastikan merupakan kekufuran dalam ketentuan hukum Allah dan syariat-Nya.

 

Sebagaimana Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- juga mengkhabarkan di dalam ayat ini bahwa sesuatu yang dipelajari manusia dari dua malaikat ini mereka mempelajarinya untuk memisahkan antara seorang lelaki (suami) dan perempuannya (istrinya), dan bahwa apa yang terjadi berupa dampak membahayakan hal tersebut terjadi dengan izin Allah sesuai dengan sunnah-sunnahnya terkait dengan sebab dan akibat, Andai Allah menghendaki untuk mengadakan penghalang yang mencegah dari terjadinya akibat yang membahayakan itu, niscaya Dia dapat melakukannya, karena Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dengan ini, jelaslah bahwa orang-orang yang mempelajari sihir dengan segala macamnya, sejatinya mereka hanya mempelajari sesuatu yang akan membahayakan mereka dan tidak memberikan manfaat kepada mereka.

Dan, di akhir ayat, Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- menetapkan pengetahuan orang-orang Yahudi akan kafirnya tukang sihir dan (kafirnya) orang yang mempelajari sihir serta (kafirnya) orang yang berinteraksi dengannya, di mana Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- mengkhabarkan bahwa orang-orang tersebut tidak akan memiliki jatah di akhirat berupa kenikmatan yang tetap di dalamnya. Karenanya, dipastikan bahwa mereka itu adalah orang-orang kafir.

Dan akhirnya, Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- mencela tindakan mereka orang-orang Yahudi yang menjual dirinya dengan sihir, dan kebodohan pun disematkan kepada mereka dengan dinafikannya ilmu dari mereka, seraya berfirman,

{وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ} .

Dan sungguh, sangatlah buruk pebuatan mereka yang menjual dirinya dengan sihir, sekiranya mereka tahu.

 

Pada ayat kedua (103), Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-membuka pintu taubat kepada orang-orang Yahudi, menawarkan kepada mereka iman dan takwa, seraya berfirman,

{وَلَوْ أَنَّهُمْ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَمَثُوبَةٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ خَيْرٌ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ}

Dan jika mereka beriman dan bertakwa, pahala dari Allah pasti lebih baik, sekiranya mereka tahu.

 

Petunjuk dua ayat :

Di antara petunjuk dua ayat ini adalah :

1-Bahwa berpaling dari kitab dan sunnah hanya karena keduanya mengharamkan keburukan dan kerusakan serta kezhaliman, akan membuka pintu-pintu kebatilan di hadapan orang-orang yang berpaling itu, berupa undang-undang buatan manusia yang rusak, perkara-perkara baru dalam agama, dan kesesatan-kesesatan pemikiran. Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ (36) وَإِنَّهُمْ لَيَصُدُّونَهُمْ عَنِ السَّبِيلِ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ مُهْتَدُونَ (37) [الزخرف : 36 ، 37]

Dan barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Allah Yang Maha Pengasih (Al-Qur’an), Kami biarkan setan (menyesatkannya) dan menjadi teman karibnya. Dan sungguh, mereka (setan-setan itu) benar-benar menghalang-halangi mereka dari jalan yang benar, sedang mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk (Qs. az-Zukhruf : 36-37)

2-Kafirnya tukang sihir, haramnya mempelajari sihir, dan haramnya menggunakanya.

3-Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى–lah pencipta kebaikan dan kerusakan, tidak akan terjadi kerusakan tidak pula kemanfaatan melainkan dengan izinNya, karena itu wajib kembali kepadaNya dalam upaya meraih kemanfaatan dan menolak hal yang membahayakan dengan cara berdoa dan mengiba kepadaNya.

 

Wallahu A’lam

 

Sumber :

Aisar at-Tafasir Li-kalami al-‘Aliyyi al-Kabir, Jabir bin Musa bin Abdul Qadir bin Jabir Abu Bakar al-Jazairiy, 1/90-93

 

Amar Abdullah bin Syakir

 

Catatan :

[1] Telah masyhur di kalangan ulama salaf bahwa apa yang dibaca oleh setan-setan pada  masa kerajaan Sulaiman, sebabnya adalah bahwa sejumlah dedengkot setan mereka menulis sebuah kitab yang isinya adalah beragam bentuk sihir dan tipu muslihat serta perkara-perkara batil, dan mereka menisbatkannya bahwa penulisnya adalah Sulaiman…Mereka memendamnya di bawah kursi Sulaiman ketika beliau dicoba dengan dicabutnya kekuasaannya. Ketika Sulaiman meninggal, maka kitab tersebut dikeluarkan oleh setan-setan dari bangsa jin dengan bekerjasama dengan setan-setan dari bangsa manusia, lalu mereka mengumumkan di tengah-tengah masyarakat bahwasanya Sulaiman adalah seorang penyihir, dan tidaklah ia dapat mengendalikan jin dan manusia kecuali dengan sihir. Maka, sebagian orang ada yang membenarkan desas desus yang ditebarkan mereka tersebut, dan sebagian yang lainnya mendustakannya. Dan ketika Muhammad-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-diutus sementara orang-orang Yahudi menolaknya dan mereka juga mengingkari taurat karena kecocokannya dengan alQur’an, Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-menurunkan firman-Nya,

وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ

Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan…

Maka, Sulaiman-عَلَيْهِ السَّلَامُ-bebas (dari tuduhan mereka) dan kafirlah orang-orang Yahudi itu.

[2] Ada yang mengtakan : kata اَلسِّحْرُ diambil dari perkataan mereka سَحَرْتُ الصَّبِيَّ, aku menyihir anak kecil itu, apabila aku mengelabuinya dan menyakitinya dengan sesuatu.  Dan di antaranya adalah perkataan penyair ini,

أرانا موضعين لأمر غيب … ونسحر بالطعام والشراب

Memperlihatkan kepada kami dua tempat untuk perkara ghaib

dan kami menyihirnya dengan makanan dan minuman

Sang penyair menghendaki (dengan ucapannya tersebut) bahwa manusia itu cepat menuju kepada kematian sementara mereka terpedaya oleh makanan dan minuman.

[3]Penurunan di sini tidak bermakna wahyu Ilahi, tetapi sebuah ilham kepada keduanya, lalu mereka menguasainya dan mengungguli yang lainnya.

[4] Sebagian mereka (para ulama) membatasi pokok-pokok sihir itu pada tiga hal, yaitu :

1-Penekanan jiwa melalui sarana-sarana yang bersifat ilusi dan teror (yang menimbulkan rasa takut) dengan sesuatu yang biasa dilakukan oleh tukang sihir berupa hal-hal yang mempengaruhi kejiwaan orang yang disihir yang lemah secara rohani yang siap untuk menerima pengaruh. Dalil hal ini adalah firman-Nya,

سَحَرُوا أَعْيُنَ النَّاسِ وَاسْتَرْهَبُوهُمْ [الأعراف : 116]

Mereka menyihir mata orang banyak dan menjadikan orang banyak itu takut (Qs. al-A’raf : 116)

2-Menggunakan sarana untuk mempengaruhi berupa bagian-bagian tertentu dari tubuh binatang dan logam, seperti tali, dan semua bentuk obat-obatan yang memberikan pengaruh. Hal ini seperti ditunjukkan dalam firman-Nya,

إِنَّمَا صَنَعُوا كَيْدُ سَاحِرٍ [طه : 69]

Apa yang mereka buat itu hanyalah tipu daya penyihir (belaka) (Qs. Thaha : 69)

3- Tipu daya dengan menggunakan gerakan yang tersembunyi lagi cepat ketika membayangkan bahwa benda itu bergerak. Hal ini ditunjukkan oleh firman-Nya,

يُخَيَّلُ إِلَيْهِ مِنْ سِحْرِهِمْ أَنَّهَا تَسْعَى [طه : 66]

Maka tiba-tiba tali-tali dan tongkat-tongkat mereka mereka terbayang olehnya (Musa) seakan-akan ia merayap cepat, karena sihir mereka. (Qs. Thaha : 66)

[5] Jatah dan bagian dari kebaikan secara khusus, berdasarkan sabda beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-,

“إِنَّمَا يَلْبَسُ هَذَا مَنْ لَاخَلَاقَ لَهُ” .

Yang mengenakan ini hanyalah orang yang tidak memiliki khalaq (bagian di akhirat)

Penulis ustadz Ammar

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: HisbahTv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Aqidah

Mengucapkan Kalimat Tauhid Tanpa Keikhlasan

Published

on

Pertanyaan :

Seorang penanya mengatakan,

“Apakah orang yang mengucapkan لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ  tanpa melakukan amal apapun, ia akan masuk Surga ? yakni, orang tersebut mengucapkan kalimat tersebut dengan lisannya (saja), karena ada hadis (qudsi)  yang maknanya, Dia berfirman, ‘Demi kemuliaan-Ku dan keagungan-Ku, sungguh Aku akan mengeluarkan dari Neraka setiap orang yang  mengatakan,  لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ  .” Wallahu A’lam

Terima kasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada Anda.

Jawaban :

Syaikh –رَحِمَهُ اللهُ-menjawab,

“Kalimat لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ merupakan kalimat yang agung, andai kata kalimat tersebut ditimbang dengan langit dan bumi niscaya kalimat tersebut lebih berat.


Adapun makna kalimat tersebut adalah ‘tidak ada sesembahan yang hak selain Allah’ maka, segala sesuatu yang disembah selain Allah maka sesuatu tersebut adalah batil. Berdasarkan firman Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى -,

ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ [الحج : 62]

Hal itu (kekuasaan Allah berlaku) karena Allah, Dialah (Tuhan) Yang Mahabenar dan apa saja yang mereka seru selain Dia itulah yang batil. Sesungguhnya Allah, Dialah Yang Mahatinggi lagi Mahabesar. (al-Hajj : 62)

Dan, ibadah itu tidaklah khusus dilakukan dengan rukuk atau sujud, yakni, bahwa seseorang boleh jadi beribadah kepada selain Allah tanpa melakukan rukuk dan sujud kepadanya, tetapi ia lebih mengedepankan kecintaan kepadanya atas kecintaan kepada Allah, mengagungkannya di atas pengagungan kepada Allah, perkataanya lebih agung di dalam hatinya daripada perkataan Allah. Oleh karena itu, Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ –bersabda,

تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ وَعَبْدُ الدِّرْهَمِ وَعَبْدُ الْخَمِيصَةِ إِنْ أُعْطِيَ رَضِيَ وَإِنْ لَمْ يُعْطَ سَخِطَ

Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba khamishah jika diberi ia senang, tetapi jika tidak diberi ia marah…” (HR. al-Bukhari)

Beliau menyebut ‘hamba’ bagi dinar, ‘hamba’ bagi dirham, ‘hamba’ bagi khamishah. Khamishah yaitu pakaian. Padahal mereka ini tidak menyembah dirham dan dinar. Mereka tidak rukuk dan tidak pula sujud kepadanya. Akan tetapi, mereka mengagungkannya lebih banyak daripada mengagungkan Allah-عَزَّ وَجَلَّ-, dan kepada hal ini firman-Nya mengisyaratkan,

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ [البقرة : 165]

Di antara manusia ada yang menjadikan (sesuatu) selain Allah sebagai tandingan-tandingan (bagi-Nya) yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat kuat cinta mereka kepada Allah. (al-Baqarah : 165)

Maka, kalimat ini merupakan kalimat yang agung, di dalam kalimat ini terkandung unsur berlepas diri dari segala bentuk kesyirikan dan pemurnian sifat keilahiyahan dan peribadatan kepada Allah-عَزَّ وَجَلَّ-. Maka, kalau seseorang mengucapkan kalimat tersebut dengan lisannnya dan hatinya, maka dialah orang yang mengucapkannya dengan sebenar-benarnya. Oleh karena itu, Abu Hurairah-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – mengatakan (kepada Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-)

مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Siapakah orang yang paling berbahagia dengan mendapatkan syafaatmu pada hari Kiamat ? …beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- menjawab,

مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ

Barang siapa mengucapkan لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ  dengan ikhlas dari hatinya..(HR. al-Bukhari)

Di dalam hadis ‘Itban bin Malik, Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersabda,

إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَبْتَغِي بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ

Sesungguhnya Allah mengharamkan atas neraka orang yang  mengatakan لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ  di mana ia mencari wajah Allah dengan hal itu. (HR. al-Bukhari)



Karena itu, haruslah disertai dengan keikhlasan.

Adapun orang yang mengucapkan kalimat tersebut dengan lisannya tanpa meyakininya di dalam hatinya, maka sesungguhnya kalimat tersebut tidak bermanfaat baginya, karena orang-orang munafik saja mereka mengingat Allah dan mengucapkan لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ , seperti firman Allah,

وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا [النساء : 142]

Apabila berdiri untuk salat, mereka melakukannya dengan malas dan bermaksud riya di hadapan manusia. Mereka pun tidak mengingat Allah, kecuali sedikit sekali. (an-Nisa : 142)

Dan, mereka pun bersaksi akan kerasulan Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- sebagaimana firman Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-,

إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ [المنافقون : 1]

Apabila orang-orang munafik datang kepadamu (Nabi Muhammad), mereka berkata, “Kami bersaksi bahwa engkau adalah benar-benar utusan Allah.” Allah mengetahui bahwa engkau benar-benar utusan-Nya. Allah pun bersaksi bahwa orang-orang munafik itu benar-benar para pendusta. (al-Munafiqun : 1)

Namun, persaksian mereka bahwa tidak ada sesembahan yang hak kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah tidak akan sama sekali memberikan manfaat kepada mereka. Hal demikian itu karena mereka mengatakan hal itu tidak dari hati dan keiskhlasan. Maka, barang siapa mengucapkan kalimat ini tanpa keiskhlasan, niscaya kalimat tersebut tidak akan memberikan kemanfaatan kepadanya, dan tidak pula menambah dirinya melainkan semakin jauh dari Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-,.

Kita memohon kepada Allah -untuk diri kita sendiri dan untuk saudara-saudara kita kaum Muslimin- keyakinan terhadap kalimat tersebut, dan mengamalkan apa yang menjadi konsekwensinya. Sesungguhnya Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.

Wallahu A’lam

Sumber :

(Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin, Fatawa Nur ‘Ala ad-Darb, 1/76-77 (Soal No. 42)

Amar Abdullah bin Syakir

Continue Reading

Aqidah

Menghindari Kemungkaran yang Lebih Besar

Published

on

(اجتناب المفسدة العظمى)
قال الشيخ محمد الأمين الشنقيطي رحمه الله:
“يشترط في جواز الأمر بالمعروف ألا يؤدي إلى مفسدة أعظم من ذلك المنكر؛ لإجماع المسلمين على ارتكاب أخف الضررين”. (أضواء البيان ص ٤٦٤)

(Menghindari Kemungkaran yang Lebih Besar)

Berkata Syaikh Muhammad Al Amin Al Syinqithy -Rahimahullah-:



“Amar Makruf dibolehkan dengan syarat tidak menimbulkan kemungkaran yang lebih besar dari kemungkaran sebelumnya, demikian berdasarkan Ijma’ Kaum Muslimin bahwasanya diperkenankan (dalam keadaan terpaksa) memilih hal yang lebih ringan mafsadatnya”. (Adwaul Bayan Hlm 464)

Continue Reading

Aqidah

Dulunya… Manusia Mentauhidkan Allah-

Published

on

وَمَا كَانَ النَّاسُ إِلاَّ أُمَّةً وَاحِدَةً فَاخْتَلَفُواْ وَلَوْلاَ كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِن رَّبِّكَ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ فِيمَا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ(19)

وَيَقُولُونَ لَوْلاَ أُنزِلَ عَلَيْهِ آيَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَقُلْ إِنَّمَا الْغَيْبُ لِلّهِ فَانْتَظِرُواْ إِنِّي مَعَكُم مِّنَ الْمُنتَظِرِينَ(20)

Manusia dahulunya hanyalah satu umat, kemudian mereka berselisih. Kalau tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dari Tuhanmu dahulu, pastilah telah diberi keputusan di antara mereka, tentang apa yang mereka perselisihkan itu.

Dan mereka berkata: “Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) suatu keterangan (mukjizat) dari Tuhannya?” Maka katakanlah: “Sesungguhnya yang ghaib itu kepunyaan Allah, sebab itu tunggu (sajalah) olehmu, sesungguhnya aku bersama kamu termasuk orang-orang yang manunggu. (Yunus : 19-20)

**

Penjelasan kata-kata :

أمة واحدة (Satu umat) : yakni, (mereka) berada di atas satu agama, yaitu Islam.

فاختلفوا: (kemudian mereka berselisih) :  yakni, mereka berpecah belah di mana sebagian mereka ada yang tetap berada di atas tauhid, dan sebagian mereka yang lainnya berada di atas syirik.



كلمة سبقت (suatu ketetapan yang telah ada) : dengan ditetapkannya mereka sampai (datangnya) ajal-ajal mereka dan pemberian balasan kepada mereka pada hari Kiamat.

آية (Suatu keterangan (mukjizat)) : yang mengherankan, seperti unta Nabi Shaleh-عَلَيْهِ السَّلَامُ-.

إنما الغيب لله (Sesungguhnya yang ghaib itu kepunyaan Allah) : yakni, pengetahuan tentang ayat tersebut kapan datang berupa perkara ghaib, dan yang ghaib itu kepunyaan Allah semata, maka aku dan kalian tidaklah mengetahui. Jika demikian, maka tunggulah, sesungguhnya aku bersama kalian termasuk orang-orang yang menunggu.

Makna Dua Ayat :

Allah- تَعَالَىtengah mengkhabarkan kepada Rasul-Nya tentang hakikat kebenaran sejarah di mana dengan mengetahuinya akan dapat membantunya untuk bersabar dan memikul beban, seraya berfirman,

وَمَا كَانَ النَّاسُ إِلاَّ أُمَّةً وَاحِدَةً

Manusia dahulunya hanyalah satu umat

Yakni, di zaman dahulu, mereka adalah satu umat di atas agama tauhid, agama fithrah, kemudian terjadi perubahan yang disebabkan oleh karena ulah setan dari bangsa jin dan manusia, kebidahan dan hawa nafsu, serta kesyirikan, sehingga mereka berselisih. Maka, di antara mereka ada yang tetap di atas iman dan tauhid dan di antara mereka ada yang kafir dengan melakukan kesyirikan dan kesesatan.

Dan firman-Nya,

وَلَوْلاَ كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِن رَّبِّكَ

kalau tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dari Tuhanmu dahulu

yaitu, bahwa Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-tidak menyegerakan siksaan bagi umat-umat tersebut dan tiap-tiap individu mereka karena kekufuran mereka, akan tetapi Dia memberikan tangguh kepada mereka hingga batas ajal-ajal mereka, agar Dia memberikan balasan kepada mereka di negeri pembalasan berupa siksa neraka pada hari Kiamat. Kalaulah bukan karena suatu ketetapan-Nya, yaitu,

لَأَمْلَأَنَّ جَهَنَّمَ مِنْكَ وَمِمَّنْ تَبِعَكَ مِنْهُمْ أَجْمَعِينَ  [ص : 85]

Sesungguhnya Aku pasti akan memenuhi neraka Jahannam dengan jenis kamu dan dengan orang-orang yang mengikuti kamu di antara mereka kesemuanya. (Shad : 85)



Niscaya Dia menyegerakan bagi mereka siksaan. Maka, Dia memberikan keputusan di antara mereka dengan bahwa Dia pasti akan membinasakan orang kafir dan Dia pasti akan menyelamatkan orang yang beriman.

Inilah yang ditunjukkan oleh ayat yang pertama (ayat 19). Adapun ayat yang kedua (ayat 20), maka Allah mengkhabarkan tentang orang-orang musyrik bahwa mereka mengatakan :

لَوْلاَ أُنزِلَ عَلَيْهِ آيَةٌ مِّن رَّبِّهِ

Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) suatu keterangan (mukjizat) dari Tuhannya ?

Yakni, mengapa tidak diturunkan ayat yang mengherankan kepada Muhammad dari tuhannya, agar kami mengetahui dan menjadikannya petunjuk bahwa dia itu adalah seorang utusan Allah.

Dan, boleh jadi yang mereka maksudkan dengan ‘ayat’ adalah ‘sebuah siksaan.’ Oleh kerena itu Allah perintahkan rasul-Nya agar menanggapi pertanyaan mereka itu dengan perkataannya,

إِنَّمَا الْغَيْبُ لِلّهِ

Sesungguhnya yang ghaib itu kepunyaan Allah

Maka, Dialah semata yang mengetahui kapan akan datangnya azab/siksa kepada kalian. Atas dasar tersebut, maka tunggu (sajalah) olehmu, Sesungguhnya aku bersama kamu Termasuk orang-orang yang manunggu.

Belum saja melewati masa menunggu, tiba-tiba saja turun azab/siksaan kepada mereka di Badar, maka para pemimpin mereka dan para pembesar orang-orang yang gemar mengolok-olok dan menghina binasa.

Di antara petunjuk Ayat :

1-Asalnya adalah tauhid, sedangkan syirik adalah sesuatu yang muncul kemudian.

2-Keburukan dan kesyirikan, keduanyalah yang menyebabkan munculnya perselisihan dan perpecahan di tubuh ummat ini. Adapun tauhid dan kebaikan, tidaklah akan menimbulkan perselisihan, tidak pula peperangan, dan tidak pula perpecahan.

3-Penjelasan tetang alasan tetap adanya orang-orang yang berbuat zhalim dan kesyirikan, mereka akan terus melakukan tindak kezhaliman (dengan berbagai bentuknya) dan mereka juga akan melakukan kerusakan (di muka bumi) sampai datang ajal-ajal mereka.

4-Perkara ghaib seluruhnya adalah kepunyaan Allah. Maka, tak seorang pun mengetahui perkara ghaib kecuali Allah dan siapa yang diberitahukan kepadanya sesuatu dari perkara ghaib tersebut. dan, hal ini khusus untuk para rasul, untuk menegakkan hujjah atas umat-umat mereka.

Wallahu A’lam

Amar Abdullah bin Syakir

Sumber :

Aisir at-Tafasir Li Kalami al-‘Aliyyi al-Kabir, Jabir bin Musa al-Jaza-iriy, 2/458-459.

Continue Reading

Trending