Merasa Biasa Saja Setelah Berbuat Dosa

Hati yang hidup adalah hati yang merasa tenang karena berbuat kebaikan, dan perasaannya terguncang ketika melakukan keburukan. Maka sebaliknya, hati yang mati adalah hati yang tidak tertarik untuk melakukan kebaikan, dan malah biasa saja bahkan merasakan senang telah melampiaskan keinginannya padahal merupakan sebuah dosa.
Detektor terhadap dosa ini, tersirat didalam hadits berikut:

“الْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي صَدْرِكَ وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ” رواه مسلم

“Kebaikan adalah akhlak yang terpuji, dan dosa adalah apa-apa yang bergemuruh dihatimu, dan engkau tidak ingin ada orang yang melihatnya“. (HR Muslim)

Jadi, ketika hati telah mati, maka ia tidak akan bekerja secara normal untuk menyukai kebaikan dan membenci keburukan.
Kemudian diperparah lagi, ketika seseorang terus menerus melakukan dosanya, tanpa pernah merasa bersalah sehingga bertaubat, namun semakin menjadi-jadi dan ketagihan, ditambah lagi jika kehidupan dunianya secara zahir baik-baik saja, seperti ekonomi yang berkecukupan, maka hatinya merasa aman, bahwa dosa yang ia lakukan selama ini tidak berdampak apa-apa terhadap kehidupannya, bahkan terhitung semakin sejahtera dan sukses, maka ketahuilah bahwa yang demikian adalah istidraj atau tipu daya dari Yang Maha Kuasa atas perbuatan si hamba kerdil yang meremehkan peringatan dan ancaman-Nya bagi siapa yang melanggarnya larangan-Nya.
Sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut:

قال صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ: (إذا رأَيتَ اللهَ يُعطي العبدَ من الدُّنيا على مَعاصيهِ ما يُحِبُّ، فإنما هوَ استِدْرَاجٌ، ثُمَّ تَلا رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ: ﴿ فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ ﴾ [الأنعام: 44]) رواه الإمام أحمد وحسنه الحافظ العراقي.

Rasulullah Shalallahu’Alaihi Wa Sallam bersabda:
Apabila engkau melihat Allah memberi seorang hamba apa yang ia inginkan padahal maksiatnya banyak, maka ketahuilah hal tersebut adalah istidraj”, kemudian Rasulullah Shalallahu’Alaihi Wa Sallam membacakan sepotong ayat:
“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS Al An’aam 44)
(HR Ahmad dan dihasankan oleh Al Hafizh Al ‘Iraqi)

Maka jelaslah perkaranya, bahwa merasa tenang-tenang saja dengan perbuatan dosa dapat mengakibatkan hal yang lebih berbahaya, karena ketika Allah Ta’ala mengazab secara tiba-tiba berarti tidak diberikan waktu lagi untuk mengucapkan kata taubat, wal ‘iyadzubillah.
Allah Ta’ala berfirman:

أَفَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا بَيَاتًا وَهُمْ نَائِمُونَ * أَوَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا ضُحًى وَهُمْ يَلْعَبُونَ * أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ ﴾ [الأعراف: 97 – 99]

Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain? Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.” (QS Al A’raf 97-99)

Terakhir, faktanya memang tidak ada satupun dari kita yang dapat mengklaim tidak pernah berbuat dosa, namun bukan itu akhir dari perkaranya, namun apakah setelah segera bertaubat atau merasa biasa saja yang mana disebutkan oleh ulama perasaan tenang itu lebih parah dari dosa yang dilakukan itu sendiri, karena bermakna pelakunya meremehkan kekuasaan Allah Ta’ala.
Rasulullah Shalallahu’Alaihi Wa Sallam bersabda:

‏”‏ كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ‏”‏‏

Seluruh anak adam banyak berbuat salah, namun sebaik-baik orang yang berbuat salah, adalah mereka yang bertaubat“. (HR Ahmad, Ibnu Majah dan Tirmidzi)

Penulis : Ustadz Muhammad Hadrami
Artikel : www.hisbah.net

Ikuti update artikel di Fans Page Hisbah.net
Instagram @hisbahnet,
Chanel Youtube Hisbah Tv

About Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *