Connect with us

baru

Perjalanan Setelah Kematian

Published

on


Kematian terjadi tatkala telah datang malaikat maut yang mencabut nyawa seseorang. Adapun pencabutan nyawa dari diri seseorang bisa terjadi secara keras sebagaimana cara pencabutan nyawa orang kafir, atau dengan cara yang lembut sebagaimana cara pencabutan nyawa orang beriman. Allah جل جلاله berfirman,

وَٱلنَّٰزِعَٰتِ غَرۡقٗا ١ وَٱلنَّٰشِطَٰتِ نَشۡطٗا ٢

1. Demi (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras, 2. dan (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah-lembut, (QS. An-Nazi’at : 1-2)

Bagi orang-orang kafir nyawanya dicabut seperti besi berduriyang jatuh pada kain wol yang basah, kemudian ditarik dengankeras meskipun sulit, sehingga merobek kain wol tersebut. Sebagaimana sabda Nabi shalallahu alaihi wassalam
“Sesungguhnya hamba yang kafir jika akan berpisah dengan dunia, menyongsong akhirat, maka malaikat-malaikat yang kasar akan dari langit dengan wajah yang buruk dengan membawa dari neraka. Mereka duduk sepanjang mata memandang. Kemudian malaikat maut hadir dan duduk di atas kepalanya dan berkata: “Wahai jiwa yang keji keluarlah engkau menuju kemurkaan Allah dan kemarahan-Nya”. Maka ia mencabut (ruhnya) layaknya mencabut saffud (penggerek yang) banyak mata besinya dari bulu wol yang basah. Jika malaikat telah mencabutnya, ia tidak membiarkannya sekejap matapun hingga ia bungkus dengan kain hitam kelam dari rambut. Dan ruh tersebut pergi dengan bau busuk yang paling menyengat di muka bumi.” (HR. Ahmad 4/287 no. 18557)
Oleh karenanya Allah جل جلاله juga berfirman,

وَلَوۡ تَرَىٰٓ إِذۡ يَتَوَفَّى ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ يَضۡرِبُونَ وُجُوهَهُمۡ وَأَدۡبَٰرَهُمۡ وَذُوقُواْ عَذَابَ ٱلۡحَرِيقِ ٥٠

Kalau kamu melihat ketika para malaikat mencabut jiwa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka (dan berkata): “Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar”, (tentulah kamu akan merasa ngeri). (QS. Al-Anfal : 50)

Maka bisa jadi kita melihat orang kafir meninggal dengan tenang, akan tetapi sesungguhnya nyawa mereka disiksa oleh para malaikat. Oleh karenanya hal ini adalah perkara yang ghaib. Adapun orang yang beriman, nyawanya keluar dari tubuhnya dengan lembut dan begitu mudahnya sebagaimana air yang keluar dari cerek. Nabi صلى الله عليه وسلم mengatakan,
“Seorang hamba mukmin, jika telah berpisah dengan dunia, menyongsong akhirat, maka malaikat akan mendatanginya dari langit, dengan wajah yang putih. Rona muka mereka layaknya sinar matahari. Mereka membawa kafan dari syurga, serta hanuth (wewangian) dari syurga. Mereka duduk di sampingnya sejauh mata memandang. Berikutnya, malaikat maut hadir dan duduk di dekat kepalanya sembari berkata: “Wahai jiwa yang baik (jiwa yang tenang) keluarlah menuju ampunan Allah dan keridhaannya”. Ruhnya keluar bagaikan aliran cucuran air dari mulut kantong kulit. Setelah keluar ruhnya, maka setiap malaikat maut mengambilnya. Jika telah diambil, para malaikat lainnya tidak membiarkannya di tangannya (malaikat maut) sejenak saja, untuk mereka ambil dan diletakkan di kafan dan hanuth tadi. Dari jenazah, semerbak aroma misk terwangi yang ada di bumi.” (HR. Ahmad 4/287 no. 18557)
Oleh karena itu kita berharap semoga Allah mencabut nyawa kita dalam keadaan husnul khatimah, yaitu nyawa kita dicabut saat kita sedang melakukan ketaatan. Dan jangan sampai nyawa kita dicabut oleh Allah dalam keadaan bermaksiat kepada Allah جل جلاله .Berhati-hati dan mintalah perlindungan kepada Allah dari kematian yang su’ul khatimah.

*Alam Barzakh (Alam Kubur)*
Setelah seseorang meninggal dunia, maka seseorang akan masuk pada alam barzakh. Dalam bahasa Arab, barzakh artinya perantara. Yaitu perantara antara alam dunia dengan alam akhirat. Alam barzakh termasuk bagian dari alam akhirat, sehingga maksud yang benar adalah alam barzakh merupakan alam di antara alam dunia dengan alam setelah hari kebangkitan.
Fase ini sering disebut sebagai alam kubur karena kebanyakan orang dikubur setelah meninggal dunia. Padahal asalnya seseorang yang meninggal dunia telah masuk ke alam barzakh meskipun dia tidak dikubur. Dan dalil yang paling kuat yang menunjukkan akan hal ini adalah kisah fir’aun. Sebagaimana kita ketahui bahwa Fir’aun dan bala tentaranya yang meninggal di laut merah, banyak dari mereka jasadnya tidak dikubur. Bahkan jasad Fir’aun diselamatkan oleh Allah sebagaimana disebutkan dalam firmanNya,

فَٱلۡيَوۡمَ نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُونَ لِمَنۡ خَلۡفَكَ ءَايَةٗۚ وَإِنَّ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلنَّاسِ عَنۡ ءَايَٰتِنَا لَغَٰفِلُونَ ٩٢

Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami. (QS. Yunus : 92)
Maka meskipun jasad Fir’aun dan bala tentaranya diselamatkan dan tidak dikubur, namun mereka saat ini sedang disiksa oleh Allah جل جلاله dengan siksa kubur. Allah جل جلاله berfirman,

ٱلنَّارُ يُعۡرَضُونَ عَلَيۡهَا غُدُوّٗا وَعَشِيّٗاۚ وَيَوۡمَ تَقُومُ ٱلسَّاعَةُ أَدۡخِلُوٓاْ ءَالَ فِرۡعَوۡنَ أَشَدَّ ٱلۡعَذَابِ ٤٦

Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya Kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): “Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras”. (QS. Ghafir : 46)
Dalam ayat ini dsiebutkan bahwa Fir’aun dan kaumnya akan diberikan siksa yang lebih pedih. Maka saat ini mereka sedang diadzab di alam barzakh, meskipun jasad mereka tidak dikubur. Oleh karenanya siapapun yang meninggal dunia dan dalam model apapun, maka dia akan masuk dalam suatu alam bernama alam barzakh. Sehingga tidak ada dalam islam istilah ruh yang bergentayangan. Ketika berada di alam barzakh, seseorang akan mengalami fitnah kubur. Dari fitnah kubur tersebut, jika seseorang selamat darinya, maka dia akan merasakan nikmat kubur. Akan tetapi jika seseorang gagal dalam fitnah kubur tersebut, maka dia akan merasakan azab kubur. Yang dimaksud dengan fitnah kubur adalah pertanyaan-pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir. Semua orang yang meninggal akan ditanya oleh malaikat, kecuali orang yang mati syahid. Sebagaimana disebutkan dalam hadits bahwa ada seseorang bertanya kepada Rasulullah
“Wahai Rasulullah, mengapa kaum mukminin diuji di dalamkuburan mereka kecuali orang yang mati syahid?” Rasulullahmenjawab, “Cukuplah kilatan pedang di atas kepalanya (ketika berjihad) sebagai ujian baginya.” (HR. An-Nasa’i 4/99 no. 2053)

Maka adapun orang mukminin secara umum akan ditanyaoleh malaikat Munkar dan Nakir. Adapun pertanyaan tersebutadalah tentang siapa tuhanmu, apa agamamu, dan siapa nabimu. Dan ketika itu seseorang tidak menjawab pertanyaan tersebut dengan hafalan, melainkan dengan keimanan. Oleh karena itu hendaknya seseorang meminta kepada Allah agar dimudahkan dalam menjawab pertanyaan para malaikat kelak di alam barzakh. Karena Allah جل جلاله telah berfirman,

يُثَبِّتُ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ بِٱلۡقَوۡلِ ٱلثَّابِتِ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَفِي ٱلۡأٓخِرَةِۖ وَيُضِلُّ ٱللَّهُ ٱلظَّٰلِمِينَۚ وَيَفۡعَلُ ٱللَّهُ مَا يَشَآءُ ٢٧

Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki. (QS. Ibrahim : 27)
Di antara ucapan yang Allah kokohkan dari orang-orangberiman dalam ayat ini adalah ucapan tatkala menjawab pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir. Allah akan mengokohkan orang beriman untuk menjawab dengan jawaban bahwa Tuhanku adalah Allah, agamaku adalah Islam, dan nabiku adalah Muhammad صلى الله عليه وسلم .Oleh karenanya jawaban yang akan diberikan kepada malaikat kelak bukan berdasarkan hafalan. Jika pertanyaan tersebut bisa dijawab dengan hafalan, maka semua orang akan bisa menjawab pertanyaan malaikat dengan jawaban yang sesuai, bahkan orang kafir sekalipun.
Akan tetapi seseorang di alam barzakh hanya mampu menjawab pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir keimanan karena dahsyat dan mengerikannya malaikat Munkar dan Nakir. Sehingga mereka ketakutan dan tidak bisa menjawab dengan hafalan-hafalan mereka. Bahkan disebutkan dalam hadits bahwa tatkala malaikat telah bertanya kepada orang- orang kafir dan orang-orang munafik dengan tiga pertanyaan, mereka tidak bisa menjawab. Dalam hadits disebutkan,
“Dan saat itu datanglah kedua malaikat seraya mendudukkannya. Kedua malaikat itu bertanya, “Siapa Rabbmu?” ia menjawab, “Hah, hah, hah, aku tidak tahu.” Maka malaikat bertanya lagi, “Apa agamamu?” ia menjawab, “Hah, hah, aku tidak tahu.” Malaikat bertanya lagi, “Siapa laki-laki yang diutus kepada kalian?” ia menjawab, “Hah, hah, saya tidak tahu.” (HR. Abu Daud 4/240 no. 4753)

Oleh karenanya yang menjawab pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir adalah keimanan. Maka jika keimanan seseorang bisa menawab pertanyaan malaikat, maka dia akan mendapatkan nikmat kubur. Akan tetapi sebaliknya jika seseorang tidak mampu menjawab pertanyaan malaikat, maka akan mendapatkan azab kubur. Alam kubur adalah alam khusus yang tersendiri dan tidak bisa kita qiyaskan dengan alam lainnya. Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam hidup ini ada yang namanya alam tidur, alam nyata yang saat ini kita rasakan, alam barzakh, dan alam akhirat.
Maka dari setiap alam tersebut tidak bisa diqiyaskan dengan alam lainnya karena memiliki spesifik dan ciri yang berbeda dari masing-masin alam lainnya. Tidak perlu kita jauh menjelaskan tentang alam kubur, sampai saat ini belum ada seorang pun yang mampu menjelaskan secara ilmiah tentang alam tidur. Akan tetapi ternyata seseorang terkadang bisa merasakan hal-hal yang luar biasa tatkala dia tidur. Terkadang seseorang bangun dalam keadaan ketakutan, terkadang bangun dengan wajah berseri-seri, terkadang mimpi indah, dan terkadang mimpi buruk. Hal-hal seperti itu sering dilalui seseorang tatkala tidur, sampai-sampai sebagian mengira bahwa itu adalah alam nyata, padahal yang mereka alami hanya di alam tidur.

Oleh karenanya banyak seseorang salah dalam memahami alam barzakh karena mencoba menqiyaskan antara alam barzakh dan alam nyata. Dan tentunya hal tersebut adalah kesalahan yang fatal karena alam yang satu dengan alam yang lainnya tidak dapat diqiyaskan. Sebagai contoh, Nabi صلى الله عليه وسلم menjelaskan siksaan bagi sebagian orang di alam barzakh. Dalam sebuah hadits yang panjang Nabi صلى الله عليه وسلم menceritakan bahwa beliau bermimpi dan dihampiri oleh dua orang laki- laki. Beliau kemudian di bawa ke sebuah tempat yang disana ada seorang laki-laki yang sedang berdiri, dan yang satunya lagi sedang duduk, yang ditangannya ada besi yang tajam.
Kemudian besi tersebut dimasukkan kedalam salah satu sisi mulut orang tersebut hingga menembus lehernya. Jika telah selesai dan sembuh di sisi mulut tersebut, maka pindah lagi pada sisi mulut yang lainnya dengan melakukan hal yang sama.
Dan itu terus mereka lakukan sampai hari kiamat.

About Author

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

baru

Jangan Lewatkan Pahala Puasa Setahun Penuh

Published

on

By

Pada bulan Syawwal ini terdapat sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang pahalanya dapat menyempurnakan puasa bulan Ramadhan sehingga bernilai pahala puasa setahun penuh. Puasa sunnah yang dimaksud adalah puasa 6 hari di bulan syawwal.
Keutamaannya berdasarkan hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعُهُ بِسِتٍّ مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

Artinya: Barang siapa berpuasa Ramadhan kemudian dilanjutkan dengan enam hari dari Syawal, maka seperti pahala berpuasa setahun (HR Muslim).

Bagaimana bisa puasa ramadan dan syawal bernilai pahala puasa setahun?
Jawabannya adalah karena setiap kebaikan bernilai pahala sepuluh kali lipat, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

مَن جَآءَ بِٱلْحَسَنَةِ فَلَهُۥ عَشْرُ أَمْثَالِهَا ۖ وَمَن جَآءَ بِٱلسَّيِّئَةِ فَلَا يُجْزَىٰٓ إِلَّا مِثْلَهَا وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ

Artinya: “Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).” (QS Al An’am: 160)

Kemudian, dalam pelaksanaannya juga terdapat kemudahan, yaitu boleh berpuasa sunnah 6 hari syawal secara acak jika tidak mampu melaksanakannya 6 hari berturut-turut, namun lebih utama jika bisa berurutan, sebagaimana yang difatwakan oleh para ulama, seperti Al Khatib Al Syirbiny dalam kitabnya Tuhfatul Muhtaj 184/2.

Maka, ini adalah kesempatan emas yang sangat disayangkan jika terlewatkan. Karena perjalanan kita di dunia ini adalah untuk mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya untuk akhirat.

Semoga Allah Ta’ala senantiasa menaungi kita dengan taufik dan hidayah-Nya.

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: Hisbahtv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

About Author

Continue Reading

baru

Jangan Sia-siakan Sepuluh Akhir Ramadhan

Published

on

By

Khutbah Pertama :

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي فَضَّلَ رَمَضَانَ عَلَى غَيِرِهِ مِنَ الشُّهُوْرِ

واَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذَي جَعَلَ فِيْهِ لَيْلَةَ الْقَدْرِ خَيْرَا مِنْ أَلْفِ شَهْر

وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَيركَ لَهُ  لَهُ الْمُلْكُ  وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْر

وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ وَلَدِ الْبَشَر

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ  [آل عمران : 102]

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا [النساء : 1]

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا (70) يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا (71) [الأحزاب : 70 ، 71]

Ibadallah !

Bertakwalah kepada Allah. Bekalilah diri dengan bertakwa kepada Allah, kapan saja dan di mana saja kita tengah berada. Sesungguhnya ketakwaan kepada Allah merupakan bekal terbaik kita dalam mengarungi samudera kehidupan dunia nan fana, menuju kehidupan akhirat yang kekal abadi. Allah azza wa jalla berfirman,

 

وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ [البقرة : 197]

Berbekallah, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal (al-Baqarah : 197).

Ibadallah !

Bertakwalah kepada Allah, dengan mengerjakan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-larangan-Nya.

Bertakwalah kepada Allah, dengan senantiasa mengingat-Nya, tidak melupakan-Nya.

Bertakwalah kepada Allah, dengan mensyukuri segala bentuk nikmat-Nya, janganlah kita mengkufuri-Nya. Dan, janganlah pula kita menyia-nyiakan waktu dan kesempatan yang berharga dengan melakukan hal-hal yang tidak berguna untuk urusan dunia dan akhirat kita. Manfaatkanlah dengan sebaik-baiknya setiap kesempatan yang Allah berikan kepada kita untuk melakukan berbagai bentuk kebaikan dan ketaatan.

Ibadallah !

Terlebih, ketika kesempatan itu merupakan peluang yang sangat besar untuk meraih sebanyak-banyaknya pahala dari Allah azza wa jalla.

Ibadallah !

Ketahuilah bahwa disampaikannya seorang hamba ke sepuluh terakhir dari bulan Ramadhan ini, merupakan kesempatan yang istimewa dan peluang yang sangat berharga untuk meraih pahala yang sangat banyak dari Allah azza wa jalla. Terkhusus adalah di malam-malamnya. Nabi-ضَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersabda,

فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرُهَا فَقَدْ حُرِمَ

Pada bulan Ramadhan itu ada satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Barang siapa terhalangi dari kebaikannya, sungguh ia telah terhalangi (dari mendapatkan kebaikan yang banyak) (HR. an-Nasai)

Ibadallah !

Oleh karena itu, dulu Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-dan para sahabatnya mengagungkan sepuluh akhir ini dan mereka bersungguh-sungguh di dalam mengisinya lebih dari kesungguhan mereka dalam mengisi hari-hari lainnya.

Imam Ahmad di dalam Musnadnya dan imam Muslim di dalam shahihnya meriwayatkan dari Aisyah- رَضِيَ اللهُ عَنْهَا-, ia berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْتَهِدُ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مَا لَا يَجْتَهِدُ فِي غَيْرِهِ

Rasulullah- صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-biasa bersungguh-sungguh pada sepuluh akhir (dari bulan Ramadhan) tidak sebagaimana beliau bersungguh-sungguh pada selainnya.

Dan, asy-Syaikhan (Bukhari dan Muslim) meriwayatkan juga dari Aisyah- رَضِيَ اللهُ عَنْهَا-ia berkata,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ

Apabila sepuluh akhir (dari bulan Ramadhan) telah masuk, Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-mengencangkan ikat pinggangnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya.

Ibadallah !

Makna ((شَدَّ مِئْزَرَهُ)) (mengencangkan ikat pinggangnya) yakni beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersungguh-sungguh dan mengerahkan segenap kesungguhan untuk beribadah dan menjauhkan diri dari istri ; maka pada malam-malam itu beliau tidak bernikmat-nikmat melainkan dengan bermunajat kepada Rabbnya dan mendekatkan diri kepada-Nya. Maka, apa yang diperbolehkan oleh Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-bagi beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-berupa melakukan hubungan intim suami istri pada malam-malam Ramadhan menjadi tersibukkan oleh selainnya berupa ibadah dan ketaatan karena sangat mendambakan untuk mendapatkan pahala sepuluh malam ini dan diberi taufik untuk mendapatkan lailatul qadar.

Ibadallah !

Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- menghidupkan malamnya, yakni, beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bergadang menyibukkan diri dengan melakukan ketaatan. Maka, beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-menghidupkannya dengan hal tersebut. Dan, beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-menghidupkan diri dan jiwanya pada malam itu dengan mendekatkan diri dan merendahkan diri dan beribadah kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. Karena tidur itu adalah saudara kematian, dan tidak akan hidup ruh, tidak pula badan, tidak pula waktu, dan tidak pula umur melainkan dengan ketaatan kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. Inilah dia kehidupan yang sejatinya. Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

{ أَوَمَنْ كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَنْ مَثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِنْهَا } [الأنعام:122]

Apakah orang yang sudah mati lalu Kami hidupkan dan beri dia cahaya yang membuatnya dapat berjalan di tengah-tengah orang banyak, seperti orang yang berada dalam kegelapan sehingga dia tidak dapat keluar dari sana? (al-An’am : 122) ?

Ibadallah !

Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-menamakan jasad-jasad ini sebagai ‘mayat’ padahal ia bergerak di atas muka bumi, makan dan minum. Hal demikian itu karena jauhnya jasad-jasad tersebut dari iman dan ketaatan kepada Dzat yang Maha Penyayang (Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-) dan kesibukannya dengan kesesataan, kefasikan, dan kedurhakaan serta kezhaliman.

Ibadallah !

Selain bahwa Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- menghidupkan malamnya, Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- juga (( أَيْقَظَ أَهْلَهُ ))  (membangunkan keluarganya), yakni, membangunkan mereka untuk menunaikan shalat dan ibadah pada malam-malam ini.

Ibadallah !

Hal ini-wahai hamba-hamba Allah- sesungguhnya termasuk kesempurnaan kesungguhan beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-terhadap keluarganya agar mendapatkan kebaikan dan juga kesempurnaan perhatian beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- terhadap mereka sebagai bentuk penunaian kewajiban memperhatikan hal-hal yang Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- wajibkan kepada beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-untuk diperhatikan.

Ibadallah !

Hal ini juga menunjukkan kesemangatan dari beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-untuk menunjukkan mereka kepada kebaikan. Dan, orang yang menunjukkan kepada kebaikan adalah seperti pelakunya. Ditambah lagi dengan pahalanya yang diusahakannya karena kesungguhanya dengan dirinya sendiri.

Ibadallah !

Dalam tindakan beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-ini juga sebagai pensyariatan untuk umatnya agar mereka mengambil langkahnya dan meneladani beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-dalam hal tersebut.

Ibadallah !

Di dalamnya juga terdapat arahan bagi para ayah dan ibu dan motivasi bagi mereka agar perhatian dengan pendidikan anak-anak mereka dan agar benar-benar memperhatikan keadaan mereka, terkhusus pada bulan nan mulia ini, memantau keadaan mereka dan mengawasi mereka dalam hal ibadah mereka, dan sungguh-sungguh dalam upaya menjaga mereka, mendorong dan memotivasi mereka untuk berlomba dalam melakukan ketaatan dan menjauhi perkara yang terlarang, dan mendayagunakan sarana yang dapat digunakan untuk menakut-nakuti dan memberikan motivasi kepada mereka.

Ibadallah !

Aisyah- رَضِيَ اللهُ عَنْهَا-mengatakan,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ

Apabila sepuluh akhir (dari bulan Ramadhan) telah masuk, Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-mengencangkan ikat pinggangnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya.

Ibadallah !

Ibnu Hajar-رَحِمَهُ اللهُ-berkata, ‘Di dalam hadis ini terdapat anjuran untuk bersemangat dalam mendawamkan atau merutinkan shalat malam pada sepuluh akhir ini sebagai sebuah isyarat kepada dorongan untuk memperbagus penutupan. Semoga Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-menutup amal dan kehidupan kita dengan kebaikan.’ Amin

أَقُوْلُ مَا تَسْمَعُوْن وَأَسْتَغْفِرَاللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْن وَالمُؤْمِنِيْن اَلمُوَحِّدِيْن مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْم

Khutbah kedua :

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ

وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَيركَ لَهُ

وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Ibadallah !

Di antara ibadah yang agung, yang Allah pertintahkan kepada kita, hamba-hamba-Nya yang beriman adalah bershalawat kepada Nabi kita Muhammad-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-. Di dalam al-Qur’an, Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا  [الأحزاب : 56]

Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman ! Bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya (al-Ahzab :  56)

Sementara Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-telah bersabda, mengkhabarkan kepada kita salah satu di antara sekian banyak keutamaan bersalawat kepadanya, dalam sabdanya,

مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا

Barang siapa bershalawat kepadaku satu kali, nicaya Allah bershalawat kepadanya 10 kali.

Oleh karena itu, hendaknya kita perbanyak ibadah ini, yaitu, bershalawat kepadanya di hari ini, hari Jum’at, sebagaimana yang diperintahkan oleh Nabi kita Nabi Muhammad-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- dalam sabdanya,

إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَأَكْثِرُوا عَلَىَّ مِنَ الصَّلاَةِ فِيهِ

Sesungguhnya hari Jum’at termasuk hari-hari kalian yang sangat utama. Maka, berbanyaklah oleh kalian bershalawat kepadaku di hari tersebut…(HR. Abu Dawud)

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْم وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْم إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْد ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْم وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْم إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْد .

وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْن اَلْأَئِمَّةِ الْمَهْدِيِّيْن ؛ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيْق ، وَعُمَرَ الْفَارُوْق ، وَعُثْمَانَ ذِي النُّوْرَيْن ، وَأَبِي السِّبْطَيْن عَلِيٍّ . وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ وَعَنِ التَّابِعِيْن وَمَنْ اتَّبَعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْن ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرِمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الْأَكْرَمِيْن .

اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْن ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْن ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْن, وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْن ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْن,

اَللَّهُمَّ احْمِ حَوْزَةَ الدِّيْن يَا رَبَّ الْعَالَمِيْن ,

اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ  وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْن ،

اَللَّهُمَّ انْصُرْ دِيْنَكَ وَكِتَابَكَ وَسُنَّةَ نَبِيِّكَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعِبَادَكَ الْمُؤْمِنِيْن ،

اَللَّهُمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الدِّيْن ،

اَللَّهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنَا الْمُسْلِمِيْنَ فِي كُلِّ مَكَانٍ يَا حَيُّ يَا قَيُّوْم يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَام ،

اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وِلِيَّ أَمْرِنَا لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى ، اَللَّهُمَّ وَأَعِنْهُ عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَسَدِّدْهُ فِي أَقْوَالِهِ وَأَعْمَالِهِ وَأَلْبِسْهُ ثَوْبَ الصِّحَّةِ وَالْعَافِيَةِ .

اَللَّهُمَّ يَا ذَا الْجَلَالِ وَاْلِإكْرَامِ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا ،

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ ، وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَ الشَّرِّ كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ.

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ .

اَللَّهُمَّ أَجِرْنَا مِنَ النَّارِ ، اَللَّهُمَّ أَجِرْنَا مِنَ النَّارِ ، اَللَّهُمَّ أَجِرْنَا مِنَ النَّارِ ،

اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا اَلَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا ، وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتِي فِيْهَا مَعَاشُنَا ، وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا اَلَّتِي إِلَيْهَا مَعَادُنَا ، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ وَالْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ ،

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالسَّدَادَ ،

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعِفَّةَ وَالْغِنَى ،

رَبَّنَا إِنَّناَ ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخاسِرِيْن ،

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرِةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار .

عِبَادَ اللهِ : اُذْكُرْوا اللهَ يَذْكُرْكُمْ ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ ، ( وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ )

Wahai hamba-hamba Allah ! Ingatlah Allah, niscaya Allah mengingat kalian. Bersyukurlah kepada-Nya atas nikmat-nikmatNya, niscaya Dia menambahkan nikmat-Nya kepada kalian. Sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lainnya). Dan Allah mengetahui apa yang kalian kerjakan.

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: Hisbahtv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

About Author

Continue Reading

baru

Membangunkan Keluarga Pada 10 Malam Terakhir Bulan Puasa

Published

on

By

عَنْ عَائِشَةَ – رَضِىَ اللهُ عَنْهَا – قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ أَحْيَا اللَّيْلَ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ وَجَدَّ وَشَدَّ الْمِئْزَرَ

Dari ‘Aisyah-رَضِيَ اللهُ عَنْهَا-, ia berkata :

Adalah Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- apabila sepuluh (hari terakhir bulan Ramadhan) telah masuk, beliau menghidupkan malam, membangunkan keluarganya, bersungguh-sungguh dan mengencangkan ikat pinggang (HR. Muslim)

***

Di antara kebiasaan Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- pada sepuluh malam terakhir pada bulan Ramadhan adalah membangunkan keluarganya (istri-istrinya). Kebiasaan seperti ini tidaklah beliau lakukan pada kesempatan-kesempatan lain.

Dalam hadis Abu Dzar-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-diriwayatkan bahwa Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- shalat mengimami mereka pada malam kedua puluh tiga, kedua puluh lima dan kedua puluh tujuh. Lalu disebutkan bahwa beliau mengajak serta istri-istrinya untuk beribadah khusus pada malam kedua puluh tujuh.

Keterangan ini memberi penegasan bahwa sangat diprioritaskan membangunkan keluarga untuk beribadah pada malam-malam ganjil. Karena besar kemungkinan malam-malam tersebut adalah saat terjadinya Lailatul Qadar.

Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dari hadis Ali bahwa Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- biasa membangunkan keluarganya (untuk beribadah) pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan. Dan semua orang, baik kecil maupun besar, mampu melaksanakan shalat.

Sufyan ats-Tsauri-رَحِمَهُ اللهُ–berkata, “Aku sangat menyukai bagi seseorang jika telah masuk sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan hendaknya ia sungguh-sungguh beribadah pada waktu malam, dan hendaklah ia membangunkan istri dan anak-anaknya agar turut beribadah jika mereka mampu melakukan hal itu.”

Telah diriwayatkan secara shahih dari Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ –bahwa biasanya beliau mengetuk pintu rumah Fathimah dan Ali pada waktu malam. Beliau berkata kepada keduanya, “Tidakkah kalian berdua bangun lalu melaksanakan shalat ?”

Demikian pula beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ –biasa membangunkan ‘Aisyah pada waktu malam jika telah selesai tahajjud dan hendak melaksanakan shalat Witir.

Dalam kitab al-Muwatho’ diriwayatkan bahwa Umar bin Khathob-رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا-biasa shalat pada waktu malam sebagaimana yang dikehendaki Allah. Hingga apabila telah sampai tengah malam, ia membangunkan keluarganya untuk shalat. Ia berkata kepada mereka, “Tunaikan shalat…tunaikan shalat.” Lalu beliau membaca firman Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-,

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا  [طه : 132]

“Dan perintahkanlah kepada keluargamu untuk mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.“ (Thaha : 132)

Diceritakan bahwa istri Habib Abu Muhammad-رَحِمَهُ اللهُ-biasa berkata kepada suaminya pada malam hari, “Malam telah berlalu, di depan kita terbentang jarak yang demikian jauh, rombongan para shalihin telah berangkat lebih dulu sementara kita tertinggal jauh.”

Wahai orang yang lelap, betapa lama engkau tertidur

Berdirilah kekasihku, waktu itu telah dekat.

Pergunakanlah sedikit waktu malam untuk berdzikir.

Pada saat orang-orang asyik terlelap

Barangsiapa yang tidur hingga malam berlalu

Ia tak akan sampai tujuan dan tidak pula berusaha

Katakan kepada orang yang berakal para ahli takwa

Pahala yang besar sedang menantimu

Wallahu A’lam

Amar Abdullah bin Syakir

Sumber :

Bughyatu al-Insan Fii Wadha-if Ramadhan, Ibnu Rajab al-Hanbali, ei, hal. 98-100.

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: Hisbahtv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

About Author

Continue Reading

Trending