Connect with us

Sirah

Permulaan Wahyu Diturunkan (1)

Published

on

Pembaca budiman, Setelah Nabi sampai pada usia matang, mendekati usia ke-40 tahun; dan tatkala kekuatan intelektual dan jasmaninya telah sempurna, maka beliau menerima wahyu yang dimulai dengan mimpi-mimpi baik (shalih). Setiap kali bermimpi baik, mimpi itu tampak seperti fajar subuh dengan sempurna sebagaimana ia lihat di dalam mimpinya.
Setelah itu ia senang menyendiri dan itu ia lakukan di dalam gua Hira di Mekkah; di sana ia beribadah kepada Allah selama beberapa malam, lalu kembali kepada istrinya Khadijah dan kembali ke gua dengan perbekalan makanan dan minuman. Hal ini terus belanjut beberapa waktu hingga datang kepadanya al-haq (kebenaran) dengan turunnya Al-Qur’an kepadanya pada bulan Ramadhan, yaitu dengan datangnya Jibril kepadanya. Lalu Jibril mentalqinkan (membacakan) wahyu pertama yang diturunkan, seraya berkata: “Iqra” (Bacalah!). Maka Nabi menjawab: “Aku tidak dapat membaca!”. Lalu Jibril berkata kepadanya: “Iqra” (Bacalah!). Maka nabi menjawab: “Aku tidak dapat membaca!”. Jibril berkata lagi: “Iqra” (Bacalah!). Nabi pun menjawab: “Aku tidak dapat membaca”. Setiap kali Nabi menjawab Jibril merangkul dan memeluk Nabi sekuat-kuatnya hingga beliau merasa lesu.

Setelah Jibril melepasnya pada jawaban ketiga dibacakanlah kepadanya ayat pertama yang diturunkan dari ayat-ayat Al-Qur’an, yaitu:

  اقرأ باسم رَبِّكَ الذى خَلَقَ . خَلَقَ الإنسان مِنْ عَلَقٍ . اقرأ وَرَبُّكَ الأكرم . الذى عَلَّمَ بالقلم . عَلَّمَ الإنسان مَا لَمْ يَعْلَمْ

“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Dan Tuhanmu Yang Maha Pemurah, yang telah mengajarkan dengan pena. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang belum diketahuinya”. (al-“alaq: 1-5).

Dengan beberapa ayat suci yang memerintah supaya belajar ini, dan yang menjelaskan awal penciptaan manusia dimulailah penurunan wahyu kepada Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam. Setelah itu Nabi pulang menuju istrinya Khadijah dengan hati bergetar, namun tetap dalam keadaan sadar sambil berkata: “Zammiluni. Zammiluni”. Maksudnya selimutilah aku dengan kain. Mereka pun melakukannya, hingga setelah rasa takut hilang Nabi pun menceritakan apa yang telah terjadi kepada Khadijah. Dan beliau berkata: “Sungguh, aku khawatir akan diriku”.

Khadijah radhiyallahu ‘anha pun menjawab: “Tidak! Demi Allah, engkau tidak akan dihinakan oleh Allah, karena engkau suka bersilaturrahim, membantu orang-orang yang lemah, membelanjai orang yang tak berdaya, engkau memperkuat orang yang lemah dan selalu membela sendi-sendi kebenaran”.

Demikanlah wanita cerdas ini berargumen bahwa orang yang mempunyai kepribadian mulia seperti itu (suaminya) dalam mencintai kebaikan bagi orang lain, niscaya Allah tidak akan membiarkannya begitu saja, sebab sunnatullah tetap berlaku bahwa sesungguhnya balasan itu sejenis dengan perbuatan.

Kemudian Khadijah membawa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada sepupunya Waraqah bin Naufal. Dia adalah seorang yang telah beragama Nasrani di masa Jahiliyah. Dia sedang menulis kitab Injil dengan bahasa Ibrani. Pada saat itu ia sudah lanjut usia dan sudah tidak dapat melihat. Khadijah berkata kepadanya: Dengarkanlah apa yang akan dikatakan oleh Muhammad. Lalu Waraqah bertanya: “Wahai anak saudaraku, apa yang kamu lihat? Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memberitakan kepadanya apa yang telah ia lihat. Setelah itu Waraqah berkata: “Inilah Namus yang pernah diturunkan kepada Nabi Musa; Aduhai, sungguh kiranya aku masih muda; aduhai, sekiranya aku masih hidup di saat engkau diusir oleh kaummu”. Lalu Nabi shallallahu ‘alahi wasallam bertanya: “Apakah mereka pasti mengusirku?” Waraqah menjawab: Ya, karena tidak seorangpun yang datang dengan ajaran yang engkau bawa melainkan ia dimusuhi, dan jika kelak aku masih hidup niscaya aku akan membelamu dengan pembelaan yang sesungguhnya. Tak berapa lama kemudian Waraqah wafat dan wahyu pun sementara waktu tidak turun (terhenti). Bersambung, insyaa Alloh.


Artikel : www.hisbah.net

Gabung Juga Menjadi Fans Kami Di Facebook Hisbah.net

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

baru

Pentauhidan Awal Kewajiban

Published

on

Abdullah bin Abbas-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- meriwayatkan bahwa Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-ketika mengutus Muadz ke Yaman, beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-berkata kepadanya, ‘Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari kalangan Ahli Kitab. Maka, hendaklah hal pertama dari apa yang kamu serukan kepada mereka adalah persaksian bahwa tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah kecuali Allah. –dalam satu riwayat : sampai mereka mengesakan Allah-lalu, jika mereka menaatimu terhadap hal itu maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka untuk mengerjakan shalat lima waktu dalam sehari semalam. Lalu, jika mereka menaatimu terhadap hal itu, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan sedekah (zakat) atas mereka yang diambil dari orang-orang kaya di kalangan mereka lalu dikembalikan (diberikan) kepada orang-orang fakir di kalangan mereka.

Lalu, jika mereka menaatimu terhadap hal itu, maka hindarilah olehmu mengambil harta mereka yang terbaik, dan takutilah doa yang dipanjatkan oleh orang yang terzhalimi, karena sesungguhnya tidak ada penghalang antara doa itu dan Allah (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim)

Petunjuk dalam hadis :

Hadis ini menunjukkan kepada beberapa faedah, antara lain, yaitu,

1-Keutamaan (kalimat Tauhid)  لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ, dan bahwa tauhid merupakan awal kewajiban.

2-Penjelasan tentang hal pertama yang wajib dilakukan oleh seorang dai, yaitu, hendaknya ia memulai seruan dakwahnya dengan mendakwahkan tauhid, yaitu persaksian bahwa tidak ada sesembahan yang hak selain Allah.

3-Penjelasan tentang makna kalimat Tuhid, yaitu mentauhidkan Allah (mengesakan Allah) dengan hanya beribadah kepada-Nya saja.

4-Bahwa penetapkan dan pengikraran kalimat Tauhid  لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ merupakan syarat untuk diterimanya semua bentuk-bentuk amal perbuatan.

5-Keutamaan shalat lima waktu

6-Keutamaan zakat, di mana perintah berzakat digandengkan dengan perintah menunaikan shalat, dan digandengkan pula dengan perintah mentauhidkan Allah di banyak tempat dari nash-nash syariat.

7-Penyebutan sebagian kalangan yang berhak untuk mendapatkan bagian dari zakat, yaitu, kalangan orang-orang fakir.

8-Isyarat bahwa orang-orang fakir yang tinggal di daerah orang-orang yang berkewajiban mengeluarkan zakat, mereka adalah orang-orang yang menjadi sasaran prioritas menerima zakat, hendaknya mereka lebih diprioritaskan atas orang-orang fakir lainnya yang tinggal di luar daerah tersebut.

9-Keadilan syariat Islam dalam hal menjauhkan diri dari kezhaliman dan dari mengambil harta yang terbaik yang dimiliki seseorang.

10-Warning (ancaman) dari melakukan tindak kezhaliman dan berhati-hati terhadap doa yang dipanjatkan oleh orang yang terzhalimi.

Wallahu A’lam

Sumber :

Arba’una Haditsan Fii Fadhli Laa Ilaaha Illallah, Muhammad bin Marzuq ad-Da’janiy, 1/9

Amar Abdullah bin Syakir

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: Hisbahtv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

Continue Reading

baru

Penyihir Tak Akan Menang

Published

on

Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

{وَلَا يُفْلِحُ السَّاحِرُ حَيْثُ أَتَى} [طه:69[

Dan tidak akan menang penyihir itu, dari manapun ia datang (Qs. Thaha : 69)

 

Berikut ini adalah 10 faidah yang dapat diambil dari firman Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- di atas :

Pertama, Bahwa penyihir itu sebagaimana Allah  تبارك وتعالى  kabarkan, ia tak bakal beruntung selamanya ; Dan selayaknya kita tahu bahwa keberuntungan itu adalah memiliki kebaikan di dunia dan akhirat, maka peniadaan hal tersebut dari diri penyihir berarti penafian seorang penyihir untuk mendapatkan kebaikan di (kehidupan) dunianya dan akhiratnya. Maka, ia adalah orang yang rugi dan bangkrut di dunia dan akhirat.

Kedua, Bahwa sihir itu tidak hanya satu cara saja. Namun, sihir itu dilakukan dengan jalan yang cukup banyak dan bentuknya sangat beragam. Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-menyebutkan dalam ayat ini,  { حَيْثُ أَتَى}  dari manapun ia datang, yakni, apa saja caranya dan apa pun metodenya dalam melakukan sihir, dan di mana pun sihir itu dipelajari. Maka, sihir itu, apa pun caranya dan metodenya serta bentuknya, kesudahannya adalah bahwa pelakunya tidak akan beruntung secara mutlak, di dunia maupun di akhirat.

Ketiga, bahwa penyihir itu bila mana perkaranya sebagaimana yang Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-kabarkan ‘tidak akan beruntung dari mana pun ia datang. Maka, sesungguhnya orang yang datang kepada tukang sihir di mana ia mencari dari sisinya sebuah kemanfaatan dan kebaikan atau faedah, niscaya tentunya ia lebih-lebih lagi tidak akan beruntung.

Keempat, batilnya nusyrah, yaitu, tindakan membatalkan sihir dengan sihir. Telah datang dalam hadis yang shahih bahwa Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-pernah ditanya tentang Nusrah, beliau pun menjawab,

((هِيَ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ))

Nusrah itu termasuk perbuatan setan.



Karena itu, tindakan membatalkan sihir dengan sihir pula, ini merupakan perkara yang tidak dibolehkan. Maka, diharamkan atas seorang Muslim untuk pergi ke tukang sihir bagaimana pun jika yang menjadi tujuan dari kepergiannya kepada tukang sihir tersebut adalah untuk melepaskan sebuah sihir yang tengah mengenai dirinya. Maka, ia termasuk ke dalam keumumam firman-Nya تبارك وتعالى  { حَيْثُ أَتَى}  dari manapun ia datang. Maka, tidaklah mungkin diperoleh dari sisi penyihir itu keberuntungan apa pun juga, walau hal tersebut adalah untuk melepaskan sihir.

Kelima, Bahwa penyihir itu, bila diketahui bahwasanya ia tidak akan beruntung-yakni, tidak akan mendapatkan kebaikan apa pun, tidak di dunia tidak pula di akhirat- maka sesungguhnya orang yang mendatanginya meskipun tujuannya adalah melepaskan sihir juga akan mendapatkan apa yang didapatkan oleh si penyihir berupa kerugian dan ketidak beruntungan. Oleh karena itu, sesungguhnya para tukang sihir itu ketika didatangi oleh seseorang walaupun tujuannya adalah melepaskan sihir yang mengenai orang yang datang tersebut, mereka tidak akan menerapinya kecuali dengan mendekatkan diri kepada setan-setan. Bisa jadi mereka menerapi penyakit ringan pada orang tersebut dan mereka menjatuhkannya pada sebuah bala (musibah) yang besar, yaitu, kekufuran kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, terjatuh kedalam tindakan menyekutukan Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, bergantung kepada setan-setan dan mendekatkan diri kepada mereka, dan lain sebagainya.



Keenam, Bahwa ayat ini menguatkan hati orang yang beriman berupa rasa ketawakkalan kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-dan percaya sepenuhnya kepada-Nya. Karena Allah azza wa jalla mengabarkan bahwa penyihir itu tidak akan beruntung. Dan, Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-telah berfirman,

{ وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ} [البقرة:102]

Mereka tidak akan dapat mencelakakan seseorang dengan sihirnya kecuali dengan izin Allah…(al-Baqarah : 102)

Maka, ini menguatkan ketawakkalan kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-dalam diri seorang hamba, dan percaya penuh kepada-Nya, tidak memalingkan hati kepada para tukang sihir dan para antek-anteknya karena takut kepada mereka atau yang lainnya. Bahkan, ia percaya penuh kepada Rabbnya dan bertawakkal kepada pelindungnya (yaitu, Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-), menambahkan keimanan dan kepercayaan penuh kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, serta ketawakkalan kepadaNya semata. Karena keimanan bahwasanya tidak ada sesuatu yang dapat membahayakan dirinya kecuali dengan izin Allah تبارك وتعالى : Maka, orang ini hanya bersandar kepadaNya semata, ia hanya bertawakkal kepadaNya semata, dan ia hanya memohon pertolongan kepadanya semata.

Ketujuh, Bahwa keberuntungan dan ketinggian hanyalah bagi orang-orang yang memiliki iman. Dan telah lewat dalam rangkain ayat terkait dengan masalah ini bahwa para tukang sihir itu mereka mengatakan,

{ وَقَدْ أَفْلَحَ الْيَوْمَ مَنِ اسْتَعْلَى }  [طه:64]

“Dan sungguh beruntung orang yang menang pada hari ini.” (Qs. Thaha : 64)

Maka Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-menolak keuntungan itu kecuali bagi orang-orang beriman. Oleh karena itu, Allah-جَلَّ وَعَلَا-berfirman dalam rangkaian persoalan ini,

{وَلَا يُفْلِحُ السَّاحِرُ حَيْثُ أَتَى}

Dan tidak akan menang penyihir itu, dari manapun ia datang (Qs. Thaha : 69)

Setelah Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-memerintahkan NabiNya dan RasulNya Musa- عَلَيْهِ السَّلَامُ- agar melemparkan tongkat yang kecil itu yang berada di tangannya, dalam menghadapi sekumpulan sihir yang cukup banyak,

وَأَلْقِ مَا فِي يَمِينِكَ تَلْقَفْ مَا صَنَعُوا إِنَّمَا صَنَعُوا كَيْدُ سَاحِرٍ وَلَا يُفْلِحُ السَّاحِرُ حَيْثُ أَتَى [طه : 69]

Dan lemparkan apa yang ada di tangan kananmu, niscaya ia akan menelan apa yang mereka buat. Apa yang mereka buat itu hanyalah tipu daya penyihir (belaka). Dan tidak akan menang penyihir itu, dari mana pun ia datang.” (Thaha : 69)

Kedelapan, Bahwa ketentuan hukum ini yang disebutkan oleh Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- di dalam ayat ini,

{وَلَا يُفْلِحُ السَّاحِرُ حَيْثُ أَتَى}

Dan tidak akan menang penyihir itu, dari manapun ia datang (Qs. Thaha : 69)

Merupakan ketentuan hukum yang berlaku untuk setiap penyihir di setiap zaman; hal ini kita mengetahuinya melalui al-Qur’an, di mana ungkapan yang disebutkan dalam ayat ini perihal para tukang sihir yang menghadapi Musa-عَلَيْهِ السَّلَامُ-, Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- tidak berfirman,

وَلَا يُفْلٍحُ هَؤُلَاءِ السَّحَرَةُ

Dan tidak akan menang mereka para penyihir itu.

Namun, Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

{وَلَا يُفْلِحُ السَّاحِرُ حَيْثُ أَتَى}

Dan tidak akan menang penyihir itu.

Maka, metode al-Qur’an itu, bila mana hukum tersebut tidak mengkhususkan pada perkara yang disebutkan secara langsung dalam rangkaian ayat untuk membatalkan perkara yang dilakukan namun mencakup setiap orang yang memiliki sifat yang sama, maka hukum tersebut berlaku umum, seperti dalam ayat ini, Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

{وَلَا يُفْلِحُ السَّاحِرُ حَيْثُ أَتَى}

Dan tidak akan menang penyihir itu.

Maka, ‘السَّاحِرُ , penyihir’ di sini, yakni, setiap penyihir di setiap zaman atau tempat. Maka huruf ال (alif dan lam) (dalam kata ini) untuk menunjukan jenis.

Kesembilan,  Pentingnya mempelajari sirah para Nabi-semoga shalawat dan salam Allah tercurah kepada mereka- ; bahwanya sirah mereka tersebut merupakan perjalanan hidup yang penuh dengan ibrah, nasehat, dan pelajaran yang sangat mendalam, di dalamnya terdapat unsur yang dapat menguatkan keimanan, mengikat hati orang yang beriman, menguatkan hubungannya dengan Rabbnya dan ketawakkalannya kepada-Nya ; maka barang siapa membaca kisah ini dan kisah-kisah yang semisalnya di dalam kitab Allah niscaya ia mendapati di dalamnya ibrah,  pengajaran dan pelajaran yang sangat mendalam, sebagaimana Allah تبارك وتعالى  berfirman,

[  {لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ } [يوسف:111

Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal…(Qs. Yusuf : 111)

Kesepuluh, Dalam ayat ini terdapat penguat untuk firman Allah تبارك وتعالى ,

{وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ} [الطلاق:3]

Dan barang siapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya…(Qs. ath-Thalaq : 3)

Dan firman Allah تبارك وتعالى ,

{أَلَيْسَ اللَّهُ بِكَافٍ عَبْدَهُ } [الزمر:36]

Bukankah Allah yang mencukupi hamba-Nya…(az-Zumar : 36)

Musa-عَلَيْهِ السَّلَامُ-kala itu berada di hadapan kerasnya para tukang sihir, di mana mereka berjumlah kurang lebih 30.000 orang, sebagaimana yang disebutkan oleh para ahli tafsir, di mana semua yang mereka datangkan berupa sihir dan apa yang mereka himpun berupa tipu daya dan mereka pun bersatu padu melawan Musa , -عَلَيْهِ السَّلَامُ- , kesemuanya ini Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-batalkan,

مَا جِئْتُمْ بِهِ السِّحْرُ إِنَّ اللَّهَ سَيُبْطِلُهُ [يونس : 81]

Apa yang kalian lakukan itu, itulah sihir, sesungguhnya Allah akan menampakkan kepalsuan sihir itu…(Qs. Yunus : 81)

Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-membatalkannya, dan kesudahan mereka adalah kerugian dan tidak menang.

 

Wallahu A’lam

 

Sumber :

Fawaid Min Qaulihi  وَلَا يُفْلِحُ السَّاحِرُ حَيْثُ أَتَى , Abdurrazzaq bin Abdil Muhsin al-Badr. https://al-badr.net/muqolat/2595

Amar Abdullah bin Syakir

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: HisbahTv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

Continue Reading

baru

Serial Kisah Pertaubatan – Bagian 8

Published

on

Umar bin Qais pernah mengungkapkan

“Bila engkau mendapatkan kesempatan berbuat baik, lakukanlah kebaikan itu meski sekali, niscaya engkau akan menjadi ahlinya”

Aku telah menyelesaikan studiku di sebuah sekolah kesehatan dengan susah payah. Aku sama sekali tidak fokus pada pelajaran. Namun Allah memudahkan juga jalanku untuk menyelesaikan kuliahku.

Lalu aku ditempatkan di sebuah rumah sakit yang dekat dengan kotaku. Alhamdulillah, segala urusanku berjalan lancar, dan aku pun masih tetap bisa tinggal bersama kedua orangtuaku.

Aku berniat mengumpulkan harta mahar untuk calon istriku kelak. Dan itulah yang selalu ditekankan oleh ibuku setiap hari. Pekerjaanku berjalan mudah, karena kulakukan dengan sungguh-sungguh dan telaten, terutama karena pekerjaanku itu adalah di rumah sakit tentara.

Aku senang beraktivitas, itu sebabnya secara medis, aku mendapatkan sukses besar dalam pekerjaanku tersebut. Bila dibandingkan dengan pelajaran teori yang membosankan yang pernah ku pelajari.

Rumah sakit tersebut mengumpulkan berbagai tenaga medis dari berbagai bangsa. Demikian kira-kira. Hubunganku dengan mereka, sebatas hubungan kerja saja. Sebagaimana mereka juga mengambil manfaat dari kehadiranku, sebagai penduduk asli negeri ini. Saya sering menjadi guide mereka mengunjungi berbagai tempat bersejarah dan pasar-pasar. Sebagaimana aku juga sering mengantarkan mereka ke kebun-kebun kami. Hubunganku dengan mereka sangat erat. Dan seperti biasa, di akhir hubungan kerja, kami mengadakan pesta perpisahan.

Pada suatu hari, salah seorang dokter dari Inggris berniat melakukan perjalanan pulang ke negerinya, karena masa kerjanya sudah habis. Kami bermusyawarah untuk mengadakan pesta perpisahan baginya. Tempat yang kami tentukan adalah kebun kami, kemudian didekorasi seperti biasanya. Namun yang menguras pikiranku adalah, hadiah apa yang akan kuberikan kepadanya ? Terutama karena aku sudah bekerja bersamanya dalam waktu yang lama.

Akhirnya aku temukan sebuah hadiah berharga dan sesuai untuk saat itu. Dokter yang satu ini dikenal suka mengumpulkan barang-barang tradisional. Tanpa bersusah payah, kebetulan ayahku menyimpan banyak barang-barang semacam ini, maka aku pun memintanya kepada beliau. Aku memilih sebuah benda tradisional hasil karya daerahku si masa lampau. Seorang di antara saudara sepupuku turut hadir untuk kuajak berdiskusi tentang hal itu.

Saudaraku itu menyela, “Kenapa tidak engkau beri hadiah buku tentang Islam?” Aku lebih memilih barang tradisional itu. Tak kuindahkan pendapat saudaraku tersebut dengan anggapan bahwa sulit untuk mendapatkan buku yang cocok untuknya. Namun Allah memudahkan diriku untuk mendapatkan barang tersebut tanpa bersusah payah. Esok harinya, aku pergi ke toko buku. Ternyata aku dapatkan sebuah buku tentang Islam berbahasa Inggris.

Kembali kata-kata sepupuku itu terngiang di telingaku. Pikiran untuk membeli buku itu menjadi pertimbangan khusus bagiku saat itu, karena kebetulan harganya murah sekali. Aku pun membeli buku tersebut.

Datanglah saat pesta perpisahan dengan sahabatku itu. Aku meletakkan buku tersebut di tengah barang tradisional tersebut. Seolah-olah aku menyembunyikannya. Aku pun menyerahkan hadiahku tersebut. Sungguh itu merupakan perpisahan yang amat berkesan. Dokter itu memang amat disukai oleh rekan-rekan kerjanya.

Sahabat kami pun pergi meninggalkan kami. Hari demi hari berlalu demikian cepat. Aku pun menikah dan dianugerahi seorang putra.

Suatu hari, datanglah surat dari Inggris. Aku segera membacanya dengan perlahan. Surat itu ditulis dalam bahasa Inggris. Pada mulanya, aku memahami sebagian isinya. Namun aku tidak bisa memahami sebagian kata-katanya. Aku tahu bahwa surat itu berasal dari teman lama yang beberapa saat bekerja bersama kami. Namun kuingat-ingat, baru kali ini kudengar namanya. Bahkan nama itu terdengar aneh di telingaku. Dhaifullah, demikian namanya.

Kututup surat tersebut. Aku berusaha mengingat-ingat sahabat bernama Dhaifullah. Namun aku tidak berhasil mengingat seorang pun dengan nama itu. Kubuka lagi surat itu, dan kembali kubaca isinya dengan tenang. Huruf demi huruf mengalir dengan mudah dan lancar. Berikut sebagian isi surat tersebut.

Saudara yang mulia, Dhaifullah

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Allah telah memudahkan diriku memahami Islam dan memberiku petunjuk melalui kedua belah tanganmu. Tak pernah kulupakan persahabatanku denganmu. Aku selalu mendoakanmu. Aku teringat dengan buku yang pernah engkau hadiahkan kepadaku di hari kepergianku. Suatu hari kubaca buku itu, sehingga bertambah kesungguhanku untuk lebih banyak mengenal Islam. Termasuk di antara taufik Allah kepadaku, di sampul buku tersebut aku mendapatkan nama penerbit buku itu.

Aku pun mengirim surat kepada mereka untuk meminta tambahan buku. Mereka segera mengirimkan buku yang kuminta. Segala puji bagi Allah yang telah menyalakan cahaya Islam dalam dadaku. Aku pun pergi menuju Islamic Center dan mengumumkan keislamanku. Aku ubah namaku dari Jhon menjadi Dhaifullah. Yakni seperti namamu, karena engkau adalah orang yang memiliki keutamaan dari Allah. Aku juga melampirkan surat resmi ketika aku mengumumkan syahadatku. Aku akan mengusahakan pergi ke Makkah al-Mukarramah untuk menunaikan haji.

Dari saudaramu seiman, Dhaifullah.

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Aku pun menutup surat tersebut. Namun dengan cepat kubuka kembali. Aku membacanya untuk kesekian kali.

Surat itu demikian menggetarkan. Karena aku merasakan ikatan persahabatan pada setiap huruf-hurufnya. Aku pun menangis terus. Bagaimana tidak ? Allah telah memberikan hidayah kepada seseorang menuju Islam melalui kedua belah tanganku, padahal selama ini aku lalai dalam memenuhi haknya. Hanya dengan sebuah buku yang tidak sampai lima Riyal harganya, Allah memberi hidayah kepada seseorang. Aku sedih sekaligus bahagia.

Bahagia karena tanpa usaha yang keras dariku, Allah menunjukkannya kepada Islam, namun aku juga merasa sedih, karena penasaran terhadap diriku sendiri, kemana saja aku selama ini ketika masih bersama para pekerja tersebut? Aku belum pernah mengajaknya kepada Islam? Bahkan belum pernah mengenalkannya dengan Islam? Tak ada satu kata pun tentang Islam yang akan menjadi saksi buat diriku pada Hari Kiamat nanti.

Aku banyak mengobrol bersama mereka dan sering bercanda dengan mereka, namun tidak pernah membicarakan Islam, banyak maupun sedikit.

Allah telah memberikan hidayah kepada Dhaifullah untuk masuk Islam, dan juga memberiku petunjuk untuk berintrospeksi diri akan keteledoranku dalam menaati Allah. Aku tidak akan meremehkan kebajikan sedikitpun, meski hanya dengan sebuah buku berharga satu Riyal saja.

Aku berpikir sejenak : Seandainya setiap Muslim menghadiahkan sebuah buku saja kepada orang-orang yang ada di sekelilingnya, apa yang akan terjadi?

Namun aku tertegun karena hal yang aku takuti dari berita yang kubaca, dari benua Afrika

Beberapa kenyataan itu menyebutkan

  • Telah berhasil dikumpulkan dana sebesar satu juta dolar Amerika untuk diberikan kepada gereja.
  • Berhasil di kaderisasi 3.968.100 penginjil dalam kurun satu tahun.
  • Telah berhasil dibagi-bagikan Injil secara gratis sebanyak 112.564.400 eksemplar
  • Jumlah stasiun radio dan televisi Nasrani telah mencapai 1.620 buah.

Aku bertanya-tanya, “Di manakah kita berada, dalam kondisi seperti ini? Berapa banyak supir di negeri kita ini (Arab Saudi, pent) yang bukan Muslim? Dan berapa banyak pembantu di negeri kita ini yang juga bukan Muslimah? Berapa, berapa dan berapa? “ Sungguh rasa sakit yang didahului linangan air mata. Namun tetap bergelayut satu pertanyaan, Mana usaha kita? Mana usaha kita?”

Wallahu A’lam

 

Sumber :

Az-Zaman al-Qaadim”, karya : Abdul Malik bin Muhammad al-Qasim (ei, hal. 11-15).

 

Amar Abdullah bin Syakir

 

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: HisbahTv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

❇️ Yuk Donasi Paket Berbuka Puasa Bersama ❇️
Ramadhan 1442 H / 2021 M

📈 TARGET 5000 PORSI
💵 ANGGARAN 1 Porsi Rp 20.000

🔁 Salurkan Donasi Terbaik Anda Melalui

➡ Bank Mandiri Syariah
➡ Kode Bank 451
➡ No Rek 711-330-720-4
➡ A.N : Yayasan Al-Hisbah Bogor
Konfirmasi Transfer via Whatsapp : wa.me/6285798104136

Info Lebih Lanjut 👉 Klik Disini

Continue Reading

Trending