Connect with us

Nasihat

Puasa Agar Mereka Memperoleh Kebenaran **

Published

on

Puasa Agar Mereka Memperoleh Kebenaran

**

Ar-Rusyd adalah menemukan kebenaran dan mengamalkannya.”

**

Ar-Rusyd adalah tujuan ketiga di antara tujuan-tujuan disyariatkannya puasa, dan salah satu rahasia diwajibkannya puasa. Allah ta’ala berfirman di akhir ayat-ayat puasa :

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ  [البقرة : 186]

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran.” (al-Baqarah : 186)

Kebenaran yang merupakan salah satu buah puasa, dinilai sebagai sifat positif dan penting bagi kepribadian seorang muslim, yang memberinya keseimbangan jiwa, pikiran, perasaan, dan emosi, serta membebaskannya dari segala fenomena yang memperburuk kepribadian insan modern yang tidak tumbuh berkembang di sela-sela al-Qur’an dan tidak mengikuti hukum-hukumnya, sehingga kepribadiannya terserang kelemahan, kepolosan, kelalaian, egoisme, atau kesedihan, seperti yang dituturkan oleh Dr. Shalah al-Khalidi.



Ayat ini mengandung penjelasan tentang jalan yang mengantarkan kepada kebenaran, yaitu beriman kepada Allah Ta’ala, berdoa kepada Allah ta’ala, dan memenuhi perintah-Nya, termasuk di antaranya berpuasa Ramadhan.

Ada yang mengatakan, ar-Rusyd adalah istiqamah di dalam agama.

Fenomena-fenomena Kebenaran yang Diwujudkan Puasa

Di antara fenomena-fenomena kebenaran adalah istiqamah di dalam agama dan tetap berada di atas agama. Dan di antara fenomena-fenomena kebenaran yang diwujudkan puasa bagi seorang muslim adalah :

Pertama, kebenaran penglihatan. Kebenaran ini terwujud dengan menundukkan dan menahan penglihatan untuk leluasa memandang segala hal yang tercela atau terlarang, dan juga hal-hal yang dapat menyibukkan dan melenakan hati dari mengingat Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-.

Kebenaran ini terwujud dengan berlama-lama menatap al-Qur’an dengan membaca dan merenungkannya, serta menahan penglihatan dari memandang apa yang Allah haramkan, agar tidak menciderai puasa.

Seseorang bertanya kepada al-Junaid, “Dengan apakah aku bisa menundukkan pandangan dengan mudah ?’ Al-Junaid menjawab, ‘Dengan kau mengetahui bahwa Allah melihatmu, di mana penglihatan-Nya kepadamu lebih cepat dari penglihatanmu kepada objek yang engkau lihat.”

“Menundukkan penglihatan dari apa yang diharamkan Allah, akan mendatangkan cinta Allah.” (al-Hasan bin Mujahid)

Kedua, kebenaran lisan. Kebenaran ini terwujud dengan menjaga lisan dari kata-kata ngelantur tidak jelas, dusta, adu domba, ghibah, tutur kata kotor, kasar, permusuhan, dan perdebatan, tetap diam, menyibukkannya dengan dzikir menyebut Allah ta’ala dan membaca al-Qur’an. Ini merupakan puasanya lisan.



Kebenaran ini muncul sebagai dampak alami yang didapatkan siapa yang selalu membasahkan lisannya dengan mengingat Allah, membiasakannya jauh dari segala kata dan ucapan-ucapan yang dapat melukai puasanya. Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersabda,

وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ

Pada hari ketika seseorang di antara kalian berpuasa, janganlah ia berkata kotor, dan janganlah (pula) berteriak-teriak (HR. al-Bukhari)

“Puasa itu tidak hanya menahan diri dari makan dan minum saja, akan tetapi juga menahan diri dari dusta, kebatilan, kata-kata sia-sia, dan sumpah.” (Umar bin Khaththab- رًضِيَ اللهُ عَنْهُ)

Ketiga, kebenaran telinga. Kebenaran ini terwujud dengan mencegah telinga dari mendengar apa saja yang dibenci Allah karena apa saja yang diharamkan diucapkan, haram pula didengarkan. Kebenaran ini muncul sebagai buah baik bagi siapa yang terbiasa mendengarkan al-Qur’an dan nasihat-nasihat di bulan Ramadhan, serta mendengarkan segala yang membawa manfaat dari kebaikan, juga menutup telinga dari segala yang diharamkan dan dimakruhkan oleh syariat.

“Apabila engkau berpuasa, maka hendaklah berpuasa pula pendengaranmu, penglihatanmu, dan lisanmu dari berkata dusta dan dosa.” (Jabir bin Abdillah-رًضِيَ اللهُ عَنْهُمَا)

Ketiga, kebenaran otak. Kebenaran ini terwujud dengan meraih ilmu dan pengetahuan, serta menyibukkan otak dengan ibadah merenungkan nikmat-nikmat dan makhluk-makhluk Allah, serta menggunakannya untuk hal-hal yang membawa manfaat bagi seorang mukmin, baik di dunia maupun di akhirat. Kebenaran ini muncul sebagai buah baik mendalami perkara-perkara agama, khususnya puasa, semangat mendengarkan ceramah dan pelajaran. Juga sebagai buah baik menggunakan akal dalam merenungkan ayat-ayat Allah yang dibaca dalam kitab-Nya, dan merenungkan ayat-ayat yang nampak nyata di alam semesta-Nya.

Ummu Darda’ ditanya, ‘Apakah amalan terbaik Abu Ad-Darda’ ?” Ia menjawab, “Berpikir dan memetik pelajaran.”

“Berpikir itu cahaya, lalai itu kegelapan, kebodohan itu kesesatan, dan ilmu itu kehidupan.” (Orang bijak)

Keempat, kebenaran tubuh. Kebenaran ini terwujud dengan tidak memperbanyak makan meski halal sekalipun, dan menahan diri dari segala syubhat yang mubah manakala Allah memerintahkannya, karena tujuan dari puasa adalah mengosongkan perut dan mematahkan syahwat hawa nafsu, sehingga jiwa menjadi kuat untuk bertakwa.

Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersabda,

حَسْبُ ابْنِ آدَمَ أُكُلَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ كَانَ لَا مَحَالَةَ فَثُلُثُ طَعَامٍ وَثُلُثُ شَرَابٍ وَثُلُثٌ لِنَفْسِهِ

Cukuplah beberapa suap makan bagi anak Adam untuk sekedar menegakkan tulang punggungnya. Jika pun harus menambah, maka sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk  minuman, dan sepertiga untuk bernafas.” (HR. Imam Ahmad)

Wallahu A’lam

Amar Abdullah bin Syakir

Sumber :

Asrar Ash-Shiyam Wa Ahkamuhu ‘Ala al-Madzahib al-Arba’ah, Dr. Thariq as-Suwaidan, ei.hal.42-45.

 

 

 

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Nasihat

Jangan Kotori Nama Baik Islam

Published

on

قال يحيى بن معاذ رحمه الله:
“الليل طويل فلا تقصره بمنامك، والإسلام نقي فلا تدنسه بآثامك”.
(لطائف المعارف لابن رجب ص 327)

(Jangan Kotori Nama Baik Islam)



Berkata Yahya bin Muadz Rahimahullah Ta’ala:
“Malam itu panjang, maka janganlah jadikan ia pendek dengan tidurmu.
Dan Islam itu suci, maka janganlah kau kotori ia dengan kesalahanmu”.
(Lathaiful Maarif Ibnu Rajab hlm 327)

Continue Reading

Nasihat

Demikianlah Kesengsaraan bagi Para Pezina **

Published

on

Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersabda :

لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ

Seorang pezina tidak akan berzina ketika dia berzina sedangkan dia beriman. [1]

Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-berkhutbah dalam shalat Khusuf :

يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ مَا أَحَدٌ أَغْيَرَ مِنْ اللَّهِ أَنْ يَرَى عَبْدَهُ أَوْ أَمَتَهُ تَزْنِي

“Wahai umat Muhammad, tidak ada seorang pun yang lebih cemburu daripada Allah ketika Dia melihat hamba-Nya yang laki-laki atau perempuan sedang berzina. [2]

Mahasuci Allah, Mahasuci Engkau wahai Rabb kami, betapa Engkau Maha Penyabar dan Maha Pengasih.

Sungguh lelaki pencemburu itu jika melihat lelaki lain bersama wanita yang tidak halal baginya, lelaki itu dilihatnya berbicara tidak wajar dengan wanita tersebut, pembicaraan yang isinya ada nuansa mesum serta jerat-jerat rayuan, dia tidak dapat menahan emosinya demi melihat keduanya dan mendengar pembicaraan tersebut.



Inilah dia, salah satu contoh seorang lelaki yang relung jiwanya telah dipenuhi dengan api kecemburuan [3], suatu kali dia berkata, “Jika aku melihat seorang lelaki sedang berduan bersama istriku, tentu aku segera menebasnya dengan pedang, tidak dengan bagian tumpulnya (tetapi dengan matanya yang tajam).” Sampailah perkataannya ini kepada Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-, maka beliau pun bersabda, “Apakah kalian heran dengan kecemburuan Sa’ad ?! Sesungguhnya aku lebih cemburu dari dia dan Allah lebih cemburu daripada aku.” [4]

Tidak sadarkah setiap lelaki yang gemar berbicara dan bertutur manis dengan kaum wanita, tidak sadarkah dia bahwa kebiasaannya itu mendekatkan pada perzinaan ?!!

Tidak berakalkah dia, padahal dia tahu bahwa Allah senantiasa mengawasinya ?!!

Tidakkah dia tahu bahwa Allah cemburu kepadanya ?!!

Tidakkah dia tahu bahwa Allah sangat keras siksanya ?!!

Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-pernah bermimpi, kemudian beliau menuturkan “Suatu malam aku bermimpi, ada dua orang yang mendatangiku, lalu keduanya mengajakku pergi, ‘Ayo kita berangkat,’ Aku pun pergi bersama keduanya.”

Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-melanjutkan kisahnya, “Kami terus berjalan hingga sampai pada sebuah rumah yang dibangun seperti tungku”



Perawi berkata (Samurah bin Jundub), “Kira-kira Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda, ‘Ternyata di dalamnya ada suara gaduh dan hiruk pikuk. Lalu kami menengok ke arah tungku itu dan ternyata di sana ada kaum laki-laki dan perempuan yang telanjang. Tiba-tiba dari bawah mereka menyambar api yang menyala-nyala. Ketika api itu muncul mereka pun gaduh’.” Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersabda, “Aku bertanya kepada keduanya, siapakah mereka ?” Maka perawi melanjutkan pembicaraannya hingga sampailah pada jawaban keduanya, (yang  membawa Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-), keduanya menjawab terus, “Adapun laki-laki dan perempuan yang telanjang di bangunan semisal tungku itu adalah para pezina perempuan dan laki-laki.” [5]

Kita berlindung kepada Allah dari perzinaan.

Maha suci Allah, demikianlah Allah memberi balasan sesuai dengan apa yang dikerjakan. Kemaluan yang bayak digunakan untuk menikmati yang haram akan disiksa dengan nyala api yang datang dari bawahnya sampai membakarnya.

Alangkah rugi dan celaka para pemilik kemaluan seperti itu !!

Alangkah sedikit ilmu mereka dan alangkah parah kebodohan mereka !!

Kenikmatan sesaat yang mereka reguk, ternyata mendatangkan kesedihan dan kesusahan seperti ini. Demikianlah kesengsaraan bagi para pezina. Kiranya benar apa yang disampaikan oleh Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-, “Neraka itu dikelilingi dengan syahwat.”

Mahasuci Allah, sekali kaki ini tergelincir, ekornya adalah segala macam kerugian dan penyesalan !! Jika syahwatnya dilampiaskan di jalan yang haram, buntutnya adalah kehinaan dan kerendahan, siksa yang pedih dan api yang menyala-nyala. Tidak ada kebaikan sedikitpun untuk kesenangan sesaat yang berujung pada api neraka sebagaimana  yang telah dikabarkan.

Sebagian ahli ilmu [6] telah menshahihkan hadis dari Ibnu Umar-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ –yang di dalamnya ada sabda Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- sebagai berikut :

يَا مَعْشَرَ الْمُهَاجِرِينَ ، خَمْسٌ إِذَا ابْتُلِيتُمْ بِهِنَّ ، وَأَعُوذُ بِاللَّهِ أَنْ تُدْرِكُوهُنَّ ، لَمْ تَظْهَرِ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ ، حَتَّى يُعْلِنُوا ، بِهَا إِلَّا فَشَا فِيهِمُ الطَّاعُونُ وَالْأَوْجَاعُ ، الَّتِي لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِي أَسْلَافِهِمُ الَّذِينَ مَضَوْا…

Wahai sahabat Muhajirin, ada lima perkara apabila kalian diuji dengannya maka kalian akan menerima cobaan dan berbagai siksaan. Aku berlindung kepada Allah semoga kalian tidak mengalaminya : Tidaklah perbuatan keji (zina) nampak pada suatu kaum sehingga mereka mengumbarnya secara terang-terangan, kecuali penyakit kolera, demam, dan berbagai penyakit yang tidak pernah menimpa umat terdahulu akan mewabah…



Dalam kitab Shahihain [7] terdapat satu hadis dari Ibnu Mas’ud, dia berkata, “Aku bertanya kepada Nabi, ‘Dosa apakah yang paling besar di sisi Allah ta’ala ? Beliau menjawab, ‘Yaitu kamu menjadikan sekutu bagi Allah padahal Dia-lah yang menciptakanmu.’ Aku berkata, ‘Sungguh itu sangatlah besar. lalu apa lagi ?” Beliau menjawab, ‘Yaitu kamu membunuh anakmu karena takut jika kelak ia makan bersamamu.’ ‘Lalu apa lagi ?’ tanyaku lagi. Beliau menjawab, ‘Yaitu kamu berzina dengan kekasih (maksudnya istri) tetanggamu’.”

Wallahu A’lam

Amar Abdullah bin Syakir

Sumber :

Bahtsu fi Qaulihi Ta’ala : Walaa Taqrabuz Zina, Musthafa al-Adawi, ei, hal.21-24

 

Catatan :

[1] HR. al-Bukhari, no. 2475; Muslim, no. 75, dari jalur Abu Hurairah secara marfu’.

[2] HR. Bukhari, no. 1044, Muslim, hal.901

[3] Dia adalah Sa’ad bin Ubadah.

[4] HR. Bukhari, no. 6846; Muslim, no. 1499

[5] HR. al-Bukhari, no. 6846; Muslim, no. 1499.

[6] Di antara yang menshahihkannya adalah Syaikh Nashiruddin al-Albani-semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya yang luas kepada beliau- di dalam kitabnya Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah dengan no. 106. Dalam hal ini saya (penulis) tidak sependapat dengan beliau. Hadis ini diriwayatkan dari jalur Atha bin Abi Rabah dari Ibnu Umar. Para ulama berbeda pendapat tentang keshahihan riwayat Atha dari Ibnu Umar. Menurut saya, pendapat yang kuat adalah Atha tidak pernah mendengar hadis ini dari Ibnu Abbas. Kemudian syaikh al-Albani  menghadirkan hadis lain sebagai penguat, yaitu hadis :

وَمَا ظَهَرَتِ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ إِلَّا سَلَطَ اللهُ عَلَيْهِمُ الْمَوْتُ

Tidaklah perbuatan zina tampak pada suatu kaum, melainkan kematian akan menguasai mereka.

Tapi sayang, sanadnya tidak sama. Hadis ini diriwayatkan dari Abdullah bin Buraidah-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ -.

[7] Shahih Bukhari, no. 4477, dan Shahih Muslim, no. 86.

Continue Reading

baru

Sejumlah Ancaman Bagi Pelaku Zina **

Published

on

Sejumlah Ancaman Bagi Pelaku Zina

**

Khusus untuk perbuatan zina, maka ada sejumlah nash yang memberikan ancaman bagi pelakunya.

Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا  [الإسراء : 32]

Dan janganlah kalian mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk (al-Isra : 32)

Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ  [النور : 3]

Laki-laki pezina tidak menikah kecuali dengan perempuan pezina atau perempuan musyrik, dan perempuan pezina tidak dinikahi kecuali oleh laki-laki pezina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin. (an-Nur : 3)

Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (5) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (6) فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (7)  [المؤمنون : 5 – 7]

Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampoi batas (al-Mukminun : 5-7)

Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا (68) يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا (69) إِلَّا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا (70) [الفرقان : 68 – 70]

Dan orang-orang yang tidak menyembah ilah yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina. Barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakin) akan dilipatgandakan adzab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu dalam keadaan terhina. Kecuali orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal shalih ; maka dari itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebaikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (al-Furqan : 68-70)

Wallahu A’lam

Amar Abdullah bin Syakir

Sumber :

Bahtsu fi Qaulihi Ta’ala : Walaa Taqrabuz Zina, Musthafa al-Adawi, ei, hal. 19-20

 

 

 

Continue Reading

Trending