baru

Pujian untuk Penegak Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Published

on

Celaan untuk Yang Meninggalkannya

Sesungguhnya syariat amar makruf nahi munkar merupakan syariat Islam yang mulia, Allah memuji dan menyanjung para penegak syariat ini dan Allah mencela orang-orang yang meninggalkannya.

Tentang pujian-Nya terhadap para penegak syariat ini, misalnya, Allah azza wa jalla berfirman di dalam kitab-Nya,

لَيْسُوْا سَوَاۤءً ۗ مِنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ اُمَّةٌ قَاۤىِٕمَةٌ يَّتْلُوْنَ اٰيٰتِ اللّٰهِ اٰنَاۤءَ الَّيْلِ وَهُمْ يَسْجُدُوْنَ

Mereka itu tidak (seluruhnya) sama. Di antara Ahli Kitab ada golongan yang jujur, mereka membaca ayat-ayat Allah pada malam hari, dan mereka (juga) bersujud (salat).

يُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُسَارِعُوْنَ فِى الْخَيْرٰتِۗ وَاُولٰۤىِٕكَ مِنَ الصّٰلِحِيْنَ

Mereka beriman kepada Allah dan hari akhir, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar dan bersegera (mengerjakan) berbagai kebajikan. Mereka termasuk orang-orang saleh. (Qs. Ali Imran : 113-114)

Adapun tentang celaan Allah terhadap orang-orang yang meninggalkan syariat ini, misalnya, Allah azza wa jalla berfirman,

لَوْلَا يَنْهٰىهُمُ الرَّبَّانِيُّوْنَ وَالْاَحْبَارُ عَنْ قَوْلِهِمُ الْاِثْمَ وَاَكْلِهِمُ السُّحْتَۗ لَبِئْسَ مَا كَانُوْا يَصْنَعُوْنَ

Mengapa para ulama dan para pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? Sungguh, sangat buruk apa yang mereka perbuat. (Qs. Al-Maidah : 63)

Sayyid Qutub –semoga Allah merahmatinya- ketika memberikan komentar terhadap ayat ini dan mensifati keadaan masyarakat yang melalaikan syariat amar makruf nahi munkar yang mulia ini, mengatakan :

Perbuatan dosa dan pelanggaran merupakan tabiat masyarakat ketika mereka telah rusak. Dan besegeranya mereka melakukan kedua hal tersebut merupakan tindakan yang selalu saja mereka lakukan. Dan, demikian pula halnya masyarakat Yahudi tempo dulu. Demikian pula tindakan mereka mengonsumsi sesuatu yang haram. Itu pun menjadi watak dan karakter mereka hingga sekarang. Sungguh, amat buruklah apa yang mereka lakukan. Ayat ini juga menunjukkan watak dan karakter lain dari masyarakat yang rusak, yaitu diamnya orang-orang yang mengetahui ajaran syariat terhadap tindakan yang dilakukan oleh orang-orang yang melakukan perbuatan dosa dan pelanggaran serta tindakan mereka mengonsumsi sesuatu yang haram. Keengganan mereka untuk melarang tindakan-tindakan buruk tersebut yang mana mereka telah saling berlomba dalam melakukannya.

Mengapa para ulama dan para pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? Sungguh, sangat buruk apa yang mereka perbuat

Ini adalah ciri dan watak orang-orang yang mengetahui syariat di kalangan mereka, mereka diam, tidak mempedulikan perbuatan dosa dan pelanggaran yang dilakukan di tengah-tengah masyarakat yang telah rusak dan rela terjatuh ke dalam kehancuran. Bani Israil, mereka tidak saling mencegah kemungkaran yang dilakukan oleh mereka, sebagaimana dihikayatkan tentang mereka oleh al-Qur’an.

Berbeda halnya dengan karakteristik masyarakat yang baik, yang utama, yang hidup, yang kuat, yang berpegang teguh (dengan prinsip-prinsip syariat), di tengah-tengah mereka senantiasa ditegakkan amar makruf nahi munkar, ada di tengah-tengah mereka orang yang menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, di tengah-tengah mereka ada orang-orang yang senang mendengarkan ajakan kepada yang makruf dan pencegahan dari kemungkaran, tradisi amar makruf nahi mungkar di tengah-tengah masyarakat kuat, di mana orang-orang yang menyimpang di tengah-tengah masyarakat tersebut segera saja mendapatkan penegakan amar makruf nahi munkar, mereka tidak menyakiti orang-orang yang menegakkan hal itu, dan demikianlah Allah mensifati ummat Islam, ummat yang selamat,

كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ

Kamu (Ummat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah… (Qs. Ali Imran : 110)

Sedangkan Allah menyifati kalangan Bani Israil, seraya berfirman,

كَانُوْا لَا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُّنْكَرٍ فَعَلُوْهُۗ لَبِئْسَ مَا كَانُوْا يَفْعَلُوْنَ

Mereka tidak saling mencegah perbuatan mungkar yang selalu mereka perbuat. Sungguh, sangat buruk apa yang mereka perbuat (Qs. Al-Maidah : 79)

Maka, hal itu (amar makruf nahi mungkar) menjadi pemisah antara dua kelompok masyarakat.

Adapun di sini (yakni, di Surat Al-Maidah ayat  63) Allah menyebutkan celaan terhadap para ulama dan para pendeta mereka yang diam atas tindakan bersegeranya masyarakatnya melakukan dosa dan pelanggaran dan mengonsumsi sesuatu yang haram. Mereka tidak menunaikan hak yang semestinya mereka jaga yang dituntunkan oleh kitab Allah. Sesunggunya hal itu merupakan suara peringatan bagi para ahli agama, karena kebaikan atau kerusakan masyarakat tergadaikan dengan penegakan syariat yang dilakukan oleh para penjaga syariat dan menerapan ilmu di dalamnya tentang kewajiban mereka untuk beramar makruf nahi munkar… (Fii Zhilali al-Qur’an, 2/392)

Wallahu A’lam

Sumber :

Banyak mengambil faedah dariWaqafaat Ma-‘a Aayaati al-Hisbah Fii al-Qur’an al-Karim”, karya : Abu Abdirrahman Shadiq bin Muhammad al-Hadiy, hal. 65-66

Amar Abdullah bin Syakir

 

 

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Trending

Exit mobile version