Connect with us

Lain-lain

Ragam Wasiat Nabi Saat Haji Wada’

Published

on

Segala puji bagi Allah yang menyampaikan kita ke bulan-bulan haji (yakni, Syawwal, Dzulqo’dah dan Dzulhijjah), dan kini kita tengah berada di 10 hari pertama bulan Dzuhijjah. Itu berarti puncak ibadah haji telah semakin dekat pelaksanaanya. Ini mengingatkan kita kepada peristiwa yang bersejarah yaitu haji wada’ Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Tidak kalah pentingnya adalah adanya catatan wasiat-wasiat nabi dalam momentum tersebut yang dapat kita baca.

Peringatan dari Mengikuti Hawa Nafsu

Wasiat beliau dalam kesempatan tersebut sangat beragam. Diantara perkara yang beliau wasiatkan adalah penekanan tentang kewajiban untuk konsisten dalam mengikuti sunnah dan petunjuk beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, meniti jalannya dan berhati-hati dari tindakan bid’ah dan tunduk kepada hawa nafsu, berkata tanpa berlandaskan ilmu, atau menyengaja berdusta atas nabi dan menyelisihi petunjuk beliau.

Imam Ahmad di dalam Musnadnya meriwayatkan dari ‘Amru bin Murrah, ia berkata, aku pernah mendengar Murrah berkata, seorang dari kalangan sahabat nabi pernah menceritakan kepadaku, ia mengatakan, (ketika haji wada’) Rasulullah shallalahu ‘alaihi wasallam menunggangi untanya berceramah di tengah-tengah kami, beliau mengatakan, Tahukah kalian hari apakah hari di mana kalian berada pada saat ini? (di dalamnya disebutkan), “Aku akan mendahului kalian di al-haudh (telaga). Lalu ditampakkan di hadapanku beberapa orang di antara kalian. Ketika aku akan mengambilkan (minuman) untuk mereka dari al-haudh, mereka dijauhkan dariku. Aku lantas berkata, ‘Wahai Rabbku, ini adalah umatku’. Allah berfirman, ‘Engkau tidak tahu (bid’ah) yang mereka ada-adakan sepeninggalmu’.

Wasiat ini merupakan peringatan beliau yang sedemikian luar biasa memperingatkan akan bid’ah dan hawa nafsu, membuat perkara-perkara baru dalam agama, peringatan juga tentang dusta atas nabi, berkata tanpa ilmu sesungguhnya hal tersebut merupakan bagian dari dosa besar yang mewajibkan pelakunaya masuk ke dalam Neraka.

Birrul Walidain, Silaturrahim, dan Menjaga Hak

Termasuk wasiat nabi kala itu adalah anjuran untuk berbuat baik kepada kedua orang tua, menyambung tali silaturahim, dan peringatan beliau dari merampas hak-hak orang lain, atau menodai kehormatan orang lain.

Imam ath-Thabrani di dalam al-Mu’jam al-Kabir meriwayatkan dari Usamah bin Syarik -semoga Allah meridhainya-, ia berkata, aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saat haji wada, beliau bersabda, “Ibumu, bapakmu, saudarimu, saudaramu, kemudian orang-orang yang lebih dekat hubungan kerabatnya denganmu”. Usamah bin Syarik berkata, lalu sekelompok orang datang dan mengatakan, ya Rasulullah, Bani Yarbu’ memerangai kami. (mendengar hal itu) Rasulullah bersabda,

لَا تَجْنِي نَفْسٌ عَلَى أُخْرَى

Tidak boleh suatu jiwa berbuat kejahatan kepada jiwa yang lain.

Kemudian ada seorang lelaki bertanya kpeada beliau karena ia pula belum melempar jumroh (apa yang hendaknya dilakukan). Beliau pun  menjawab, “Melemparlah!, tidak masalah”. Kemudian yang lain datang kepada beliau seraya mengatakan, “Wahai Rasulullah, saya lupa belum melakukan thawaf”. Beliau bersabda, Berthawaflah, tidak masalah. Kemudian beliau didatangi oleh yang lainnya yang telah mengurisi rambut kepala sebelum ia meyembelih (hadyu-nya). Beliau bersabda, “Sembelihlah (hadyumu), tidak masalah”. Perowi berkata, “Tidaklah nabi ditanya pada hari itu (yakni, hari ied, 10 Dzulhijjah-pen) melainkan beliau mengatakan, “Tidak masalah, tidak masalah”. Sampai akhir hadits.

Warisan, Status Anak Hasil Zina, Penisbatan kepada selain Ayahnya

Termasuk wasiat yang dijelaskan nabi saat itu adalah bahwa Allah telah menentukan bagian ahli waris di dalam kitabnya, memberikan jatah masing-masih ahli waris, beliau juga menetapkan penisbatan anak hasil zina itu dinasabkan kepada ibunya bukan kepada bapak biologisnya, pelaku zina yang berlum berpasangan hidup yang sah dikenai sangsi rajam dengan dilempari batu hingga meninggal dunia.

Beliau juga memberikan peringatan tidak bolehnya seseorang mengaku-aku sebagai anak kepada bapak orang lain selain bapaknyanya. Sebagaimana di sebutlan dalam musnad imam Ahmad dari ‘Amru bin Khorijah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkhutbah kepada kami saat berada di Mina dalam keadaan mengendari tunggangannya, “Sesungguhnya Allah telah membagi untuk setiap orang bagiannya dari harta waris. Oleh karena itu, tidak boleh wasit untuk ahli waris, anak itu menjadi hak pemilik firasy (suami), dan bagi pezina dia mendapatkan batu. Ketahuilah bahwa barang siapa mengaku-aku bapak kepada selain ayahnya, maka baginya laknat Allah dan para malaikat serta keluruh manusia semunya… sampai akhir hadits.”         

Sifat Dunia

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga menyampaikan penjelasan mengenai karakteristik kehidupan di dunia, bahwa kehidupan dunia itu sangat pendek waktunya dan sangat cepat hilangnya.

Beliau juga memperingatkan manusia agar tidak terpedaya oleh hiruk-pikuk kehidupan dan kenikmatan-kenikmatan dunia, di mana beliau mengatakan kepada khalayak sebelum tenggelamnya matahati sementara itu beliau tengah wuquf di Arafah,

أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّهُ لَمْ يَبْقَ مِنْ دُنْيَاكُمْ فِيمَا مَضَى مِنْهَا إِلا كَمَا بَقِيَ مِنْ يَوْمِكُمْ هَذَا فِيمَا مَضَى مِنْهُ

Wahai manusia, sesungguhnya tidak tersisa (waktu kehidupan) dunia kalian melainkan seperti waktu yang tersisa dari hari-hari kalian ini. (HR. Ahmad)

Demikian beberapa wasiat atau pesan beliau ketika haji wada yang ingin penulis sebutkan dalam tulisan ini. Masih ada ragam wasiat beliau yang lainnya. Mudah-mudahan apa yang telah penulis sebutkan kita dapat mengambil faedahnya. Aamiin. Wallahu a’lam.

Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad, beserta keluarga dan para sahabatnya.

Penulis : Amar Abdullah bin Syakir

Artikel : www.hisbah.net

Ikuti update artikel Hisbah di Fans Page Hisbah.net
Twitter @Hisbahnet, Google+ Hisbahnet

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Aqidah

Dulunya… Manusia Mentauhidkan Allah-

Published

on

وَمَا كَانَ النَّاسُ إِلاَّ أُمَّةً وَاحِدَةً فَاخْتَلَفُواْ وَلَوْلاَ كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِن رَّبِّكَ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ فِيمَا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ(19)

وَيَقُولُونَ لَوْلاَ أُنزِلَ عَلَيْهِ آيَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَقُلْ إِنَّمَا الْغَيْبُ لِلّهِ فَانْتَظِرُواْ إِنِّي مَعَكُم مِّنَ الْمُنتَظِرِينَ(20)

Manusia dahulunya hanyalah satu umat, kemudian mereka berselisih. Kalau tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dari Tuhanmu dahulu, pastilah telah diberi keputusan di antara mereka, tentang apa yang mereka perselisihkan itu.

Dan mereka berkata: “Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) suatu keterangan (mukjizat) dari Tuhannya?” Maka katakanlah: “Sesungguhnya yang ghaib itu kepunyaan Allah, sebab itu tunggu (sajalah) olehmu, sesungguhnya aku bersama kamu termasuk orang-orang yang manunggu. (Yunus : 19-20)

**

Penjelasan kata-kata :

أمة واحدة (Satu umat) : yakni, (mereka) berada di atas satu agama, yaitu Islam.

فاختلفوا: (kemudian mereka berselisih) :  yakni, mereka berpecah belah di mana sebagian mereka ada yang tetap berada di atas tauhid, dan sebagian mereka yang lainnya berada di atas syirik.



كلمة سبقت (suatu ketetapan yang telah ada) : dengan ditetapkannya mereka sampai (datangnya) ajal-ajal mereka dan pemberian balasan kepada mereka pada hari Kiamat.

آية (Suatu keterangan (mukjizat)) : yang mengherankan, seperti unta Nabi Shaleh-عَلَيْهِ السَّلَامُ-.

إنما الغيب لله (Sesungguhnya yang ghaib itu kepunyaan Allah) : yakni, pengetahuan tentang ayat tersebut kapan datang berupa perkara ghaib, dan yang ghaib itu kepunyaan Allah semata, maka aku dan kalian tidaklah mengetahui. Jika demikian, maka tunggulah, sesungguhnya aku bersama kalian termasuk orang-orang yang menunggu.

Makna Dua Ayat :

Allah- تَعَالَىtengah mengkhabarkan kepada Rasul-Nya tentang hakikat kebenaran sejarah di mana dengan mengetahuinya akan dapat membantunya untuk bersabar dan memikul beban, seraya berfirman,

وَمَا كَانَ النَّاسُ إِلاَّ أُمَّةً وَاحِدَةً

Manusia dahulunya hanyalah satu umat

Yakni, di zaman dahulu, mereka adalah satu umat di atas agama tauhid, agama fithrah, kemudian terjadi perubahan yang disebabkan oleh karena ulah setan dari bangsa jin dan manusia, kebidahan dan hawa nafsu, serta kesyirikan, sehingga mereka berselisih. Maka, di antara mereka ada yang tetap di atas iman dan tauhid dan di antara mereka ada yang kafir dengan melakukan kesyirikan dan kesesatan.

Dan firman-Nya,

وَلَوْلاَ كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِن رَّبِّكَ

kalau tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dari Tuhanmu dahulu

yaitu, bahwa Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-tidak menyegerakan siksaan bagi umat-umat tersebut dan tiap-tiap individu mereka karena kekufuran mereka, akan tetapi Dia memberikan tangguh kepada mereka hingga batas ajal-ajal mereka, agar Dia memberikan balasan kepada mereka di negeri pembalasan berupa siksa neraka pada hari Kiamat. Kalaulah bukan karena suatu ketetapan-Nya, yaitu,

لَأَمْلَأَنَّ جَهَنَّمَ مِنْكَ وَمِمَّنْ تَبِعَكَ مِنْهُمْ أَجْمَعِينَ  [ص : 85]

Sesungguhnya Aku pasti akan memenuhi neraka Jahannam dengan jenis kamu dan dengan orang-orang yang mengikuti kamu di antara mereka kesemuanya. (Shad : 85)



Niscaya Dia menyegerakan bagi mereka siksaan. Maka, Dia memberikan keputusan di antara mereka dengan bahwa Dia pasti akan membinasakan orang kafir dan Dia pasti akan menyelamatkan orang yang beriman.

Inilah yang ditunjukkan oleh ayat yang pertama (ayat 19). Adapun ayat yang kedua (ayat 20), maka Allah mengkhabarkan tentang orang-orang musyrik bahwa mereka mengatakan :

لَوْلاَ أُنزِلَ عَلَيْهِ آيَةٌ مِّن رَّبِّهِ

Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) suatu keterangan (mukjizat) dari Tuhannya ?

Yakni, mengapa tidak diturunkan ayat yang mengherankan kepada Muhammad dari tuhannya, agar kami mengetahui dan menjadikannya petunjuk bahwa dia itu adalah seorang utusan Allah.

Dan, boleh jadi yang mereka maksudkan dengan ‘ayat’ adalah ‘sebuah siksaan.’ Oleh kerena itu Allah perintahkan rasul-Nya agar menanggapi pertanyaan mereka itu dengan perkataannya,

إِنَّمَا الْغَيْبُ لِلّهِ

Sesungguhnya yang ghaib itu kepunyaan Allah

Maka, Dialah semata yang mengetahui kapan akan datangnya azab/siksa kepada kalian. Atas dasar tersebut, maka tunggu (sajalah) olehmu, Sesungguhnya aku bersama kamu Termasuk orang-orang yang manunggu.

Belum saja melewati masa menunggu, tiba-tiba saja turun azab/siksaan kepada mereka di Badar, maka para pemimpin mereka dan para pembesar orang-orang yang gemar mengolok-olok dan menghina binasa.

Di antara petunjuk Ayat :

1-Asalnya adalah tauhid, sedangkan syirik adalah sesuatu yang muncul kemudian.

2-Keburukan dan kesyirikan, keduanyalah yang menyebabkan munculnya perselisihan dan perpecahan di tubuh ummat ini. Adapun tauhid dan kebaikan, tidaklah akan menimbulkan perselisihan, tidak pula peperangan, dan tidak pula perpecahan.

3-Penjelasan tetang alasan tetap adanya orang-orang yang berbuat zhalim dan kesyirikan, mereka akan terus melakukan tindak kezhaliman (dengan berbagai bentuknya) dan mereka juga akan melakukan kerusakan (di muka bumi) sampai datang ajal-ajal mereka.

4-Perkara ghaib seluruhnya adalah kepunyaan Allah. Maka, tak seorang pun mengetahui perkara ghaib kecuali Allah dan siapa yang diberitahukan kepadanya sesuatu dari perkara ghaib tersebut. dan, hal ini khusus untuk para rasul, untuk menegakkan hujjah atas umat-umat mereka.

Wallahu A’lam

Amar Abdullah bin Syakir

Sumber :

Aisir at-Tafasir Li Kalami al-‘Aliyyi al-Kabir, Jabir bin Musa al-Jaza-iriy, 2/458-459.

Continue Reading

Keluarga

Tidak Adil Di Antara Anak

Published

on

Sebagian orang tua ada yang sengaja memberikan perlakuan khusus dan istimewa kepada sebagian anaknya. Anak-anak itu diberikan berbagai macam pemberian, sedang anak yang lainnya tidak mendapatkan pemberian.

Menurut pendapat yang kuat, tindakan semacam itu hukumnya haram, jika tidak ada alasan yang membolehkannya. Misalnya, anak tersebut memang dalam kondisi yang berbeda dengan anak-anak yang lain. Seperti sedang sakit, dililit banyak utang sehingga tak mampu membayar, tidak mendapat pekerjaan, memiliki keluarga besar, sedang menuntut ilmu atau karena ia hafal Al-Qur’an sehingga diberikan hadiah khusus oleh sang ayah.((Secara umum, hal ini dibolehkan manakala masih dalam hal memberi nafkah kepada anak yang lemah, sedang sang ayah mampu, Ibnu Baz).)







Sesungguhnya ungkapan, “Tidak ada terima kasih untuk menunaikan tugas wajib”, diperuntukkan bagi orang yang menyerahkan tugas wajibnya yang sebenarnya tidak perlu dilakukan. Justru sebaliknya, berterima kasih pada orang yang telah melaksanakan kewajibannya, adalah lebih baik.

Dari Abu Hurairah-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- ia berkata, Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersabda,

مَنْ لَا يَشْكُرُ النَّاسَ لَا يَشْكُرُ اللهَ

Siapa tidak berterima kasih kepada manusia, dia tidak bersyukur kepada Allah.” (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, dan dishahihkan oleh al-Albani.)

**

“Bila tangan Anda tidak sanggup membalas (suatu kebaikan), maka hendaklah lisanmu mengulang-ulang ucapan terima kasih.”

**

Wallahu A’lam

Amar Abdullah bin Syakir

Sumber :

Az-Zaujan Fi Khaimah as-Sa’adah Maharat wa Wasa-il, Abdurrahman bin Abdullah al-Qar’awi, hal. 76-77

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: Hisbahtv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

Continue Reading

Trending