Connect with us

Lain-lain

Ramadhan, Bukan Bulan Makan-Tidur

Published

on

Penampilan islami di bulan ramadhan haruslah berangkat dari niat yang tulus .

Bulan Ramadhan, even Islam yang berulang setiap tahun, yang sarat akan kebaikan dan berkah.

Dialah satu-satunya bulan yang secara khusus namanya disebut didalam Al Qur’an, karena ia merupakan bulan yang mana Al Qur’an diturunkan padanya.

Dan dia pula bulan yang terjadi padanya peperangan pertama didalam islam, Perang Badar. Perang yang menjadi pembeda antara kebenaran dan kebathilan kala itu.

Keutamaan Berpuasa di Bulan Ramadhan.

Bersabda Rasulullah shalallahu alaihi wasallam:

يقول الرسول -صلى الله عليه وسلم-: «لو علمتم ما في رمضان من الخير لتمنيتم أن يكون رمضان الدهر كله».

“Sekiranya kalian mengetahui hakekat bulan Ramadhan daripada kebaikan-kebaikannya, maka kalian akan berangan-angan seandainya bulan Ramadhan itu sepanjang tahun

Maka berpuasa dibulan ini, menunjukkan satu bentuk keimanan yang bersih dari sifat riya’ dan nifaq (munafik); karena ia merupakan ibadah yang hanya Allah sajalah yang mengetahuinya, sedangkan manusia tidak dapat mendeteksinya, berbeda dari shalat, zakat, haji dan jihad yang memiliki bentuk khusus yang tampak. Maka dari itulah Allah Ta’ala berfirman didalam hadits qudsi:

هنا قال الله تعالى في الحديث القدسي: «كل عمل ابن آدم له إلا الصوم فإنه لي وأنا أجزي به، يدع طعامه وشرابه وشهوته من أجلي».

Setiap amalan Bani Adam adalah untuknya, kecuali puasa, karena ia adalah untukku, maka aku sendiri yang akan membalasnya, sebab ia rela meninggalkan makanan, minuman dan hawa nafsunya untuk-Ku”.

Semua hal yang spesial ini disebabkan oleh puasa yang tulus itu, ia merupakan amalan rahasia antara seorang hamba dengan Rabb-Nya. Ditambah lagi bahwa puasa ini sangat unik, karena ia tidak menyita waktu dari amalan lain, bahkan dapat dikerjakan berbarengan.

Hikmah Puasa

Hikmah dan faedah terbesar yang bisa kita dapatkan dibulan puasa adalah melatih diri untuk lebih bersabar dari sisi menahan nafsu makan dan minum.

Dan juga keadaan ini dapat mendidik seorang muslim untuk mampu merasakan penderitaan kaum fakir yang kesehariannya kekurangan bahan makanan dan minuman.

Begitu juga, berpuasa dengan adanya waktu bersahur dan berbuka melatih kita agar dapat tepat waktu dan menghargainya, dengan tidak telat sahur dan mencuri waktu berbuka.

Maka sungguh jika hal-hal diatas benar-benar dirasakan kehadirannya oleh seorang muslim, maka hasilnya ia akan keluar dari bulan Ramadhan menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.

Kita dan Bulan Ramadhan

Apa yang kita ceritakan diatas merupakan keadaan generasi awal Islam dibulan puasa ini, namun ceritanya berbeda dengan kita saat ini, yang mana bulan puasa bukan lagi bulan latihan dan pendulang pahala, akan tetapi berubah menjadi bulan even baru, yaitu bulan kuliner dan Bulan bermalas-malasan.

Maka sangat jarang kita dapati saat ini orang-orang yang berdiri di malam hari dan bertilawah disiang harinya, yang kita lihat hanyalah orang-orang yang begadang sepanjang malam menonton tontonan tak bermutu, dan disiang harinya mereka orang-orang yang melalaikan shalat dengan tidur dari selepas sahur sampai menjelang berbuka. Maka kita tanyakan kepada diri kita masing-masing, puasa macam apa ini?

Bagaimana mereka bisa mendapatkan pembelajaran kesabaran dari puasa sedangkan mereka tidak merasakan lapar disiang harinya karena menghabiskannya dengan tidur. Dan bagaimana mereka dapat turut merasakan dan prihatin dengan keadaan kaum fakir jika diwaktu berbuka mereka bertindak mubazir dengan menyediakan seluruh jenis makanan dan minuman yang kemudian berakhir di tong sampah.

Kemudian ketika datang hari raya, mereka menampakkan kegembiraan seakan mereka adalah orang-orang yang meraih kemenangan itu?.

Inilah sedikit yang bisa kami paparkan, semoga dapat diambil menjadi nasehat oleh pembaca yang budiman.

Disadur ulang dari artikel berbahasa Arab yang berjudul: Ramadhan laisa Syahrul akl wan naum.

Sumber: www. AlMohtasb.com

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Aqidah

Dulunya… Manusia Mentauhidkan Allah-

Published

on

وَمَا كَانَ النَّاسُ إِلاَّ أُمَّةً وَاحِدَةً فَاخْتَلَفُواْ وَلَوْلاَ كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِن رَّبِّكَ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ فِيمَا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ(19)

وَيَقُولُونَ لَوْلاَ أُنزِلَ عَلَيْهِ آيَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَقُلْ إِنَّمَا الْغَيْبُ لِلّهِ فَانْتَظِرُواْ إِنِّي مَعَكُم مِّنَ الْمُنتَظِرِينَ(20)

Manusia dahulunya hanyalah satu umat, kemudian mereka berselisih. Kalau tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dari Tuhanmu dahulu, pastilah telah diberi keputusan di antara mereka, tentang apa yang mereka perselisihkan itu.

Dan mereka berkata: “Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) suatu keterangan (mukjizat) dari Tuhannya?” Maka katakanlah: “Sesungguhnya yang ghaib itu kepunyaan Allah, sebab itu tunggu (sajalah) olehmu, sesungguhnya aku bersama kamu termasuk orang-orang yang manunggu. (Yunus : 19-20)

**

Penjelasan kata-kata :

أمة واحدة (Satu umat) : yakni, (mereka) berada di atas satu agama, yaitu Islam.

فاختلفوا: (kemudian mereka berselisih) :  yakni, mereka berpecah belah di mana sebagian mereka ada yang tetap berada di atas tauhid, dan sebagian mereka yang lainnya berada di atas syirik.



كلمة سبقت (suatu ketetapan yang telah ada) : dengan ditetapkannya mereka sampai (datangnya) ajal-ajal mereka dan pemberian balasan kepada mereka pada hari Kiamat.

آية (Suatu keterangan (mukjizat)) : yang mengherankan, seperti unta Nabi Shaleh-عَلَيْهِ السَّلَامُ-.

إنما الغيب لله (Sesungguhnya yang ghaib itu kepunyaan Allah) : yakni, pengetahuan tentang ayat tersebut kapan datang berupa perkara ghaib, dan yang ghaib itu kepunyaan Allah semata, maka aku dan kalian tidaklah mengetahui. Jika demikian, maka tunggulah, sesungguhnya aku bersama kalian termasuk orang-orang yang menunggu.

Makna Dua Ayat :

Allah- تَعَالَىtengah mengkhabarkan kepada Rasul-Nya tentang hakikat kebenaran sejarah di mana dengan mengetahuinya akan dapat membantunya untuk bersabar dan memikul beban, seraya berfirman,

وَمَا كَانَ النَّاسُ إِلاَّ أُمَّةً وَاحِدَةً

Manusia dahulunya hanyalah satu umat

Yakni, di zaman dahulu, mereka adalah satu umat di atas agama tauhid, agama fithrah, kemudian terjadi perubahan yang disebabkan oleh karena ulah setan dari bangsa jin dan manusia, kebidahan dan hawa nafsu, serta kesyirikan, sehingga mereka berselisih. Maka, di antara mereka ada yang tetap di atas iman dan tauhid dan di antara mereka ada yang kafir dengan melakukan kesyirikan dan kesesatan.

Dan firman-Nya,

وَلَوْلاَ كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِن رَّبِّكَ

kalau tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dari Tuhanmu dahulu

yaitu, bahwa Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-tidak menyegerakan siksaan bagi umat-umat tersebut dan tiap-tiap individu mereka karena kekufuran mereka, akan tetapi Dia memberikan tangguh kepada mereka hingga batas ajal-ajal mereka, agar Dia memberikan balasan kepada mereka di negeri pembalasan berupa siksa neraka pada hari Kiamat. Kalaulah bukan karena suatu ketetapan-Nya, yaitu,

لَأَمْلَأَنَّ جَهَنَّمَ مِنْكَ وَمِمَّنْ تَبِعَكَ مِنْهُمْ أَجْمَعِينَ  [ص : 85]

Sesungguhnya Aku pasti akan memenuhi neraka Jahannam dengan jenis kamu dan dengan orang-orang yang mengikuti kamu di antara mereka kesemuanya. (Shad : 85)



Niscaya Dia menyegerakan bagi mereka siksaan. Maka, Dia memberikan keputusan di antara mereka dengan bahwa Dia pasti akan membinasakan orang kafir dan Dia pasti akan menyelamatkan orang yang beriman.

Inilah yang ditunjukkan oleh ayat yang pertama (ayat 19). Adapun ayat yang kedua (ayat 20), maka Allah mengkhabarkan tentang orang-orang musyrik bahwa mereka mengatakan :

لَوْلاَ أُنزِلَ عَلَيْهِ آيَةٌ مِّن رَّبِّهِ

Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) suatu keterangan (mukjizat) dari Tuhannya ?

Yakni, mengapa tidak diturunkan ayat yang mengherankan kepada Muhammad dari tuhannya, agar kami mengetahui dan menjadikannya petunjuk bahwa dia itu adalah seorang utusan Allah.

Dan, boleh jadi yang mereka maksudkan dengan ‘ayat’ adalah ‘sebuah siksaan.’ Oleh kerena itu Allah perintahkan rasul-Nya agar menanggapi pertanyaan mereka itu dengan perkataannya,

إِنَّمَا الْغَيْبُ لِلّهِ

Sesungguhnya yang ghaib itu kepunyaan Allah

Maka, Dialah semata yang mengetahui kapan akan datangnya azab/siksa kepada kalian. Atas dasar tersebut, maka tunggu (sajalah) olehmu, Sesungguhnya aku bersama kamu Termasuk orang-orang yang manunggu.

Belum saja melewati masa menunggu, tiba-tiba saja turun azab/siksaan kepada mereka di Badar, maka para pemimpin mereka dan para pembesar orang-orang yang gemar mengolok-olok dan menghina binasa.

Di antara petunjuk Ayat :

1-Asalnya adalah tauhid, sedangkan syirik adalah sesuatu yang muncul kemudian.

2-Keburukan dan kesyirikan, keduanyalah yang menyebabkan munculnya perselisihan dan perpecahan di tubuh ummat ini. Adapun tauhid dan kebaikan, tidaklah akan menimbulkan perselisihan, tidak pula peperangan, dan tidak pula perpecahan.

3-Penjelasan tetang alasan tetap adanya orang-orang yang berbuat zhalim dan kesyirikan, mereka akan terus melakukan tindak kezhaliman (dengan berbagai bentuknya) dan mereka juga akan melakukan kerusakan (di muka bumi) sampai datang ajal-ajal mereka.

4-Perkara ghaib seluruhnya adalah kepunyaan Allah. Maka, tak seorang pun mengetahui perkara ghaib kecuali Allah dan siapa yang diberitahukan kepadanya sesuatu dari perkara ghaib tersebut. dan, hal ini khusus untuk para rasul, untuk menegakkan hujjah atas umat-umat mereka.

Wallahu A’lam

Amar Abdullah bin Syakir

Sumber :

Aisir at-Tafasir Li Kalami al-‘Aliyyi al-Kabir, Jabir bin Musa al-Jaza-iriy, 2/458-459.

Continue Reading

Keluarga

Tidak Adil Di Antara Anak

Published

on

Sebagian orang tua ada yang sengaja memberikan perlakuan khusus dan istimewa kepada sebagian anaknya. Anak-anak itu diberikan berbagai macam pemberian, sedang anak yang lainnya tidak mendapatkan pemberian.

Menurut pendapat yang kuat, tindakan semacam itu hukumnya haram, jika tidak ada alasan yang membolehkannya. Misalnya, anak tersebut memang dalam kondisi yang berbeda dengan anak-anak yang lain. Seperti sedang sakit, dililit banyak utang sehingga tak mampu membayar, tidak mendapat pekerjaan, memiliki keluarga besar, sedang menuntut ilmu atau karena ia hafal Al-Qur’an sehingga diberikan hadiah khusus oleh sang ayah.((Secara umum, hal ini dibolehkan manakala masih dalam hal memberi nafkah kepada anak yang lemah, sedang sang ayah mampu, Ibnu Baz).)







Sesungguhnya ungkapan, “Tidak ada terima kasih untuk menunaikan tugas wajib”, diperuntukkan bagi orang yang menyerahkan tugas wajibnya yang sebenarnya tidak perlu dilakukan. Justru sebaliknya, berterima kasih pada orang yang telah melaksanakan kewajibannya, adalah lebih baik.

Dari Abu Hurairah-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- ia berkata, Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersabda,

مَنْ لَا يَشْكُرُ النَّاسَ لَا يَشْكُرُ اللهَ

Siapa tidak berterima kasih kepada manusia, dia tidak bersyukur kepada Allah.” (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, dan dishahihkan oleh al-Albani.)

**

“Bila tangan Anda tidak sanggup membalas (suatu kebaikan), maka hendaklah lisanmu mengulang-ulang ucapan terima kasih.”

**

Wallahu A’lam

Amar Abdullah bin Syakir

Sumber :

Az-Zaujan Fi Khaimah as-Sa’adah Maharat wa Wasa-il, Abdurrahman bin Abdullah al-Qar’awi, hal. 76-77

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: Hisbahtv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

Continue Reading

Trending