Sekarang Anda Sudah Menikah
Wanita pada zaman ini mengingkari kodrat kewanitaannya dan mengubur hidup-hidup naluri keibuannya demi mengejar jabatan publik dan untuk mengukuhkan dirinya. Ia keluar begelut di medan karir, terjun ke berbagai lapangan ilmu pengetahuan, dan bergelantungan dengan tirai-tirai status sosial. Ia berambisi turut memberi andil di setiap tempat dengan melupakan tugas utamanya, yakni sebagai ibu rumah tangga.
Sebelum menikah, sah-sah saja wanita aktif berperan serta di setiap bidang yang ia inginkan untuk mengisi waktunya dengan hal-hal yang berguna dan bermanfaat. Dalam keadaan seperti ini, tugas pertama dan terakhirnya adalah mempergunakan waktu-waktu untuk mengerjakan suatu yang bermanfaat positif untuk diri dan masyarakatnya. Sedangkan bila telah menikah, ia harus sadar bahwa episode kehidupan pertamanya telah berakhir dan tugas utamanya berganti menjadi mengurus rumah dan anak-anak, walaupun setinggi apa pun ijazah yang ia miliki.
Tetapi sangat disayangkan, kini wanita ingin memperoleh segalanya. Ia ingin belajar dan meraih gelar akademisi paling tinggi. Pada waktu yang sama, ia ingin bekerja dan menduduki jabatan tertinggi. Ingin menikah dan mendapatkan suami yang paling diidam-idamkan. Ingin melahirkan agar memperoleh jumlah anak yang banyak. Pun ingin terjun ke masyarakat untuk meraih status sosial paling terhormat dan paling berpengaruh !
Akhirnya, setelah lari terengah-egah, ia mendapati dirinya hanya mengejar fatamorgana. Semua cita-citanya tersebut hancur, sebab ia membangunnya di atas pondasi yang lemah dan rapuh.
Jadi, wanita mesti bertindak penuh perhitungan dan rasional. Merencanakan dengan matang langkah-langkah kehidupannya dan menentukan urusan-urusan primer agar ia dapat memberinya perhatian secara sempurna. Kemudian baru melihat urusan-urusan sekunder dan menempuhnya sebatas kemampuan dirinya, tanpa perlu melampaui batas maupun mengalahkan unsur-unsur primer.
Bila telah menikah, hendaknya ia menjadikan rumah dan anak serbagai perhatian pertama dan akhirnya. Bila ia telah menunaikan semua hak dan kewajiban kepada rumah tangga dan suaminya-betapa banyak hak ini-, ia mesti melakukan sedikit saja perkara-perkara yang terbilang sekunder tanpa mempengaruhi urusan-urusan primer. Namun, jika setelah menjalani urusan-urusan sekunder ini, seperti mengajar, bekerja dan aktivitas-aktivitas sosial lainnya, ia melihat rumah tangganya akan terpengaruh, hendaknya ia meninggalkan aktivitas-aktivitas tersebut dengan penuh kemantapan, tanpa kebimbangan maupun menyalahkan diri sendiri.
Sumber :
Ya Ma’syaran Nisa Rifqan bir Rijal, Dr. Najah binti Ahmad Zhihar, ei, hal. 21-23
Amar Abdullah bin Syakir