Connect with us

zina

Selingkuh Dengan Tetangga Adalah Seburuk-buruknya Zina

Published

on

Pada dasarnya seluruh perbuatan zina hukumnya haram, baik sekali apalagi sering dan dengan siapa saja, meskipun atas dasar suka sama suka, demikian berdasarkan dalil-dalil dari Al Qur’an dan Hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, di antaranya firman Allah Ta’ala:

وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ يَلْقَ أَثَامًا ﴿٦٨﴾ يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا ﴿٦٩﴾ إِلَّا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَٰئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

“Dan orang orang yang tidak mempersekutukan Allâh dengan sembahan lain dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allâh kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina dan barangsiapa melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat hukuman yang berat, (yakni) akan dilipat gandakan adzab untuknya pada hari Kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, dan beriman dan mengerjakan kebajikan; maka kejahatan mereka diganti oleh Allâh dengan kebaikan. Allâh Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS Al Furqan: 68-70)

Namun, ada satu jenis perzinahan yang paling buruk, yaitu berselingkuh dengan tetangga dan berzina dengannya.
Suatu kali Abdullâh bin Mas’ûd Radhiyallahu anhu berkata :

سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَيُّ الذَّنْبِ أَعْظَـمُ ؟ قَالَ : أَنْ تَـجْعَلَ لِلّٰـهِ نِـدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ ، قَالَ : قُلْتُ لَهُ : إِنَّ ذَلِكَ لَعَظِيْمٌ. قَالَ : قُلْتُ : ثُمَّ أَيٌّ ؟ قَالَ: أَنْ تَـقْـتُـلَ وَلَـدَكَ مَخَافَةَ أَنْ يَـطْعَـمَ مَعَكَ. قَالَ : قُلْتُ: ثُمَّ أَيٌّ ؟ قَالَ : أَنْ تُـزَانِـيَ حَـلِـيْـلَـةَ جَارِكَ

Aku bertanya kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , “Dosa apakah yang paling besar?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Engkau menyekutukan Allâh padahal Dia-lah yang telah menciptakanmu.” Aku katakan kepada beliau, “Itu dosa yang sangat besar.” Kemudian aku bertanya kembali, “Kemudian dosa apa lagi?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Engkau membunuh anakmu karena takut ia makan bersamamu.” Aku bertanya kembali, “Kemudian dosa apa lagi?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Engkau berzina dengan istri tetanggamu.” (HR Al Bukhari dan Muslim)



Dan di dalam hadit lain, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :

لَأَنْ يَزْنِـيَ الرَّجُلُ بِعَشْـرَةِ نِسْوَةٍ أَيْسَرُ عَلَيْـهِ مِنْ أَنْ يَـزْنِـيَ بِامْرَأَةِ جَارِهِ

Sekiranya seorang laki-laki berzina dengan sepuluh orang wanita itu lebih ringan daripada ia berzina dengan istri tetangganya”. (HR Al Bukhari dan Ahmad)
Demikian karena seharusnya antar sesama tetangga adalah berbuat baik dan saling menjaga, buka justru menyakiti mereka dan berkhianat.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

عَن أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم: (مَنْ كَانَ يُؤمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أَو لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤمِنُ بِاللهِ وَاْليَومِ الآخِرِ فَلاَ يُؤْذِ جَارَهُ، ومَنْ كَانَ يُؤمِنُ بِاللهِ واليَومِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ) رَوَاهُ اْلبُخَارِي وَمُسْلِمٌ.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ”Barangsiapa yang beriman kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan hari akhir maka hendaknya dia berbicara yang baik atau (kalau tidak bisa hendaknya) dia diam. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah ia menyakiti tetangganya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia memuliakan tamunya.” (HR Al Bukhari dan Muslim)

Maka hendaklah seorang muslim bertakwa kepada Allah Ta’ala dengan berbuat baik kepada tetangga dan tidak menyakitinya, serta saling melindungi dan menjaga keamanan lingkungan.

Semoga Allah Ta’ala menjauhkan kita dari hal-hal buruk akibat godaan syaitan yang terkutuk.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

zina

Ingat Azab, Jiwa Menolak Zina

Published

on

Ar-Rabi’ bin Khaitsam رَحِمَهُ اللهُ termasuk tabi’in generasi awal, salah satu murid Ibnu Mas’ud رَضيَ اللهُ عَنْهُ, hidup bersamanya dalam waktu yang lama, hingga ketika Ibnu Mas’ud رَضيَ اللهُ عَنْهُ melihat kebersihan hati dan ketakwaannya. Ibnu Mas’ud رَضيَ اللهُ عَنْهُ berkata, “Abu Yazid, seandainya Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ melihatmu, niscaya beliau mencintaimu.” Ini adalah sekelumit tentang seorang tabi’in, ar-Rabi’ bin Khaitsam رَحِمَهُ اللهُ.
Sekarang kita mulai kisah ini. Di kota tabi’in mulia ini, hidup orang-orang yang tidak seperti manusia pada umumnya, akan tetapi mereka adalah setan dari kalangan manusia. Mereka merencanakan sebuah makar jahat terhadap ar-Rabi’ رَحِمَهُ اللهُ dan ingin menjalankannya. Apa makar jahat tersebut ? Orang-orang busuk itu menemui seorang wanita yang kesohor dengan kecantikan dan kemolekannya. Mereka memintanya merayu ar-Rabi’ رَحِمَهُ اللهُ dan menciumnya. Wanita tersebut menyanggupi dengan penuh suka cita. Dia menjanjikan, “Kalian akan mendapatkan lebih dari ciuman.”
Wanita penggoda ini pun mengenakan pakaiannya yang paling indah, paling terbuka dan menggoda, dia juga memakai wewangian dan parfum paling bagus yang dia punya.
Saat ar-Rabi’ رَحِمَهُ اللهُ keluar dari masjid, wanita penggoda itu sudah menunggu di salah satu sudut jalannya. Dia memperlihatkan tubuhnya, sehingga terlihatlah keindahan dan kecantikan tubuhnya yang meracuni otak dan menawan hati. Pada saat itu, ar-Rabi’ رَحِمَهُ اللهُ mengingat azab Allah bagi siapa yang melakukan dosa besar ini. Maka jiwanya yang suci dan pribadinya yang bersih menolak melakukan perbuatan kotor itu.
Wanita itu mendekat agar ar-Rabi’ رَحِمَهُ اللهُ bisa melihat kecantikannya yang menggoda dan mencium aroma tubuhnya yang harum. Dia mendekat dan membuka sebagian pakaiannya. Maka ar-Rabi’ رَحِمَهُ اللهُ berkata dengan penuh kemuliaan dan memelihara kehormatan diri,
“Bagaimana dirimu bila kamu diserang demam yang merubah warna kulit dan kecantikanmu ?
Bagaimana dirimu bila Malaikat Maut datang kepadamu lalu dia memutuskan urat lehermu ?
Bagaimana kamu manakala Malaikat Munkar dan Nakir bertanya kepadamu ?
Bagaimana dirimu dan bagaimana dirimu ?
Sesudah nasehat yang mendalam ini, setelah kalimat-kalimat Rabbani yang mengguncang gunung-gunung dan memecahkan batu karang ini, apa yang terjadi ?



Apa yang wanita cantik itu lakukan ?
Apakah dia semakin berani membuka pakaiannya untuk menggoda ar-Rabi’ رَحِمَهُ اللهُ dan mendapatkan 1000 dirham ?
Atau apa yang terjadi ?
Para pembaca sekalian…
Mungkin Anda tidak percaya, tetapi ini benar adanya, wanita tersebut berteriak sekuat-kuatnya lalu jatuh pingsan. Setelah sadar, dia pun bertaubat kepada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى dengan taubat nasuha, dia mulai beribadah kepada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى dengan sebenar-benarnya, shalat malam dan berpuasa untuk melebur kesalahan-kesalahannya, hingga saat dia meninggal, orang-orang berkata bahwa dia seperti pangkal pohon yang terbakar, karena bersungguh-sungguhnya dia dalam ibadah dan puasanya. Semoga Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى merahmatinya dengan rahmat yang luas. Barangsiapa yang bertaubat, maka Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى mengampuninya. Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى berfirman,

إِلَّا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا [الفرقان : 70]

“Kecuali orang-orang yang bertaubat dan beriman dan mengerjakan kebajikan; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebaikan. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (al-Furqan : 70)
Pembaca yang mulia…
Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى dengan rahmatNya yang luas dan ampunanNya yang besar, tidak hanya mengampuni dosa saja, akan tetapi Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى menambahkan dari karuniaNya, keburukan sebelum taubat Dia سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى ganti dengan kebaikan, dan satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kali lipatnya. Semoga Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى merahmati seorang tabi’in yang mulia, ar-Rabi’ bin Khaitsam, ikon kebersihan hati dan kesucian jiwa. (Kitab at-Tawwabin)
Wallahu A’lam
Amar Abdullah bin Syakir
Sumber :
Suwar Min al-Iffah, Muhammad bin Abdurrahman al-Ajmi, ei, hal. 52-56

Continue Reading

zina

Menutup Mata Menepis Keinginan Berzina

Published

on

(Kisah Tentang Sikap Memelihara Kehormatan Diri yang Dilakukan Oleh Leluhur Kita)

Dulu sebelum ada minyak, mata pencaharian penduduk Kuwait adalah bekerja di laut, baik itu menyelam atau berniaga dengan mengarungi laut. Sudah dikenal di timur dan barat bahwa penduduk Kuwait adalah orang-orang yang amanah, memelihara kehormatan diri, dan jujur.

Agar kami bisa membuktikan kata-kata ini, maka kami mengajak pembaca kembali ke zaman penuh berkah tersebut. Zaman miskin, tetapi kaya di bidang amanah dan kesucian hati. Sebagian saudagar Kuwait berangkat dalam sebuah perjalanan niaga ke Mozambik. Nahkoda perjalanan ini adalah Haji Isa al-Utsman.

Sang nahkoda berkisah,

“Kami tiba di Mozambik, kami diterima sebagai tamu pada seorang laki-laki Oman yang tinggal di sana. Dia tinggal di sana sebagai duta untuk Inggris yang menangani urusan-urusan perdagangan di sana, seperti ekspor impor teh, gula, kayu dan lainnya. Kami tinggal padanya beberapa hari. Saat kami hendak pulang, laki-laki Oman berkata kepadaku, ‘Nahkoda Isa, aku punya amanat yang ingin aku kirimkan ke Muskat.’[1] Aku menjawab, ‘Apa amanat tersebut ?’ Dia menjawab, ‘Saudara perempuanku. Dia datang dari Muskat ke sini beberapa bulan yang lalu, dia tinggal bersamaku, dan saat ini dia ingin pulang ke Oman.’ Aku menjwab, ‘Amanat yang sangat berat, seperti memikul gunung. Bagaimana sementara aku mengepalai 50 orang pelaut, perjalananku ke sana memakan waktu kurang lebih sebulan. Maaf, aku tidak mampu.’ Dia berkata, ‘Demi Allah, aku sudah menimbang masak-masak, aku tidak mendapatkan orang yang aku merasa tenang menyerahkan amanatku ini kepadanya kecuali kalian wahai orang-orang Kuwait.’ Aku menjawab, ‘Boleh aku tahu alasannya. Mengapa engkau begitu yakin dan percaya kepada kami ?’ Dia menjawab, ‘Kalian memiliki kepribadian yang baik, yang bersumber dari agama kalian. Kalian adalah ahli agama. Kalian berpegang teguh kepada agama kalian. Agama itulah yang menjaga kalian sehigga kalian tidak berbuat mungkar.’ Aku berkata sambil menepukkan salah satu tanganku ke lainnya, ‘Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah’.” Nahkoda itu bertawakal kepada Allah.

Dia menulis surat kesepahaman yang isinya tentang nama gadis tersebut dan umurnya, dan bahwa dia adalah gadis perawan. Nahkoda itu menorehkan tanda tangan, demikian juga laki-laki Oman itu. Tak lupa para saksi ikut bertanda tangan.

Tak lama setelah itu, kapal laut bergerak membawa orang-orang Kuwait menuju negeri mereka. Mereka singgah di Muskat dan mengantarkan gadis tersebut ke keluarganya di sana.

Sepanjang perjalanan, atap mereka adalah langit, dan bumi mereka adalah laut. Terjadilah apa yang diduga oleh laki-laki Oman, yaitu sikap memelihara kesucian diri dan amanah orang-orang Kuwait. Nahkoda Utsman berkata tentang para awak kapalnya, bahwa tidak seorang pun dari mereka yang mendekat ke tempat di mana gadis tersebut berada. Bila seseorang dari mereka memerlukan sesuatu yang penting yang ada di sana, maka mereka menemui Nahkoda.  Mereka meminta sang nahkoda mengambil apa yang mereka butuhkan yang ada di dekat si gadis. Gadis itu berada di salah satu sudut kapal. Saat awak kapal harus lewat, dia lewat sejauh mungkin dari gadis dan meletakkan telapak tangannya di wajahnya agar tidak melihat di gadis. Hingga akhirnya tibalah kapal mereka di Muskat. Mereka menyerahkannya kepada keluarganya. Sebuah amanat yang sangat berat. Mereka menandatangani surat penyerahan, begitu juga dengan saksi-saksinya.

Nahkoda Utsman berkata, “Setelah aku menyerahkannya kepada keluarganya, seolah-olah gunung diangkat dari punggungku.”

Para awak kapal yang laki-laki, seorang gadis di tengah-tengah mereka selama sebulan penuh. Mereka sama sekali tidak  melihat kepadanya, tidak dengan kebaikan, tidak pula dengan keburukan, apalagi berbicara dengannya dengan keburukan atau mengganggunya.

Betapa mulia para leluhur kita tersebut, yang agama mereka mengajari mereka tentang sikap memelihara kesucian diri, amanah dan  menundukkan pandangan. Semoga Allah menjadikan kita semuanya, anak-anak yang meniti jalan hidup para leluhur kita dalam segala sifat-sifat kebaikan. Amin

Kisah nyata di atas, yang terjadi pada orang-orang Kuwait ini, mengingatkan saya pada sebuah kejadian di zaman manusia terbaik, Muhammad bin Abdullah. Saat Muqaiqis menghadiahi Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ seorang tabib, seekor keledai dan seorang hamba sahaya, Mariyah al-Qibtiyah yang setelah itu menjadi Ummul Mukminin setelah Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang mulia menikahinya [2]

Tahukah kalian para pembaca yang budiman, bagaimana Mariyah masuk Islam ? dia berkisah,

“Aku berangkat dari Mesir ke Madinah Munawwarah dengan berjalan kaki.” Sebuah perjalanan yang panjang. Dalam perjalanan, dia bersama beberapa orang sahabat. Mereka adalah orang-orang yang Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ kirim kepada al-Muqauqis. Para sahabat meminta Mariyah berjalan di belakang mereka. Mariyah berkata, “Tak seorang pun dari mereka melihatku dengan pandangan yang mencurigakan…pandangan syahwat-para sahabt memang  tidak mungkin berbuat demikian-. Mereka benar-benar menjagaku lebih dari saudara-saudaraku menjagaku. Maka aku sadar bahwa sebuah agama yang mengajari amanat dan memelihara kesucian diri seperti ini adalah agama akhlak dan agama yang benar. Maka aku pun masuk Islam.”

Semoga Allah meridhai para sahabat, dan semoga Allah merahmati para leluhur kita dari orang-orang Kuwait, orang-orang yang senantiasa memelihara kesucian diri dan kebersihan hati.

Amin

 

Wallahu A’lam

 

Amar Abdullah bin Syakir

 

Sumber :

Suwar Min al-Iffah, Muhammad bin Abdurrahman al-Ajmi, ei, hal. 57-63

 

Catatan :

[1] (Muskat adalah ibukota Oman dan kota terbesar di sana. Ed.T)

[2] Pendapat yang masyhur dan rajih, Mariyah bukan termasuk Ummahatul Mukminin, Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tidak menikahinya, hanya mengambilnya sebagai hamba sahaya yang beliau gauli dengan akad milkul yamin. Wallahu A’lam. Pent.

Continue Reading

Trending