Sya’ban, Bulan Terakhir untuk Qadha Puasa Ramadhan

Ketahuilah, wahai kaum Muslimin-semoga ALLAH menunjuki kita dalam memahami agama-bahwa mengqadha puasa Ramadhan tidak harus dilakukan secara langsung.

Dan kewajiban ini bersifat Fleksibel dan penuh keleluasaan. Namun, demikian, kewajiban ini memiliki batas waktunya, yaitu, sampai akhir bulan Sya’ban sebelum masuknya bulan Ramadhan tahun berikutnya.

Hal ini didasarkan pada riwayat ‘Aisyah-رَضِيَ اللهُ عَنْهَا-di mana ia mengatakan,

كَانَ يَكُونُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَ إِلَّا فِي شَعْبَانَ

Aku pernah mempunyai hutang puasa Ramadhan, namun aku beru bisa menggantinya pada bulan Sya’ban. (Shahih al-Bukhari, no.1950 dan Shahih Muslim, no. 2743)

Al-Hafizh Ibnu Hajar-رَحِمَهُ اللهُ-berkata, “Dalam hadis tersebut terkadung dalil yang menunjukkan bolehnya menunda qadha puasa Ramadhan secara mutlak, baik karena suatu alasan maupun tidak.” (Fathul Baari, IV/191)

 

Segera Lebih Utama

Sebagaimana diketahui bersama bahwa menyegerakan qadha puasa itu lebih utama, apalagi ketika telah tiba saat-saat terakhir dibolehkan mengqadhanya, yaitu, di bulan Sya’ban. Sangat dikhawatirkan jika tidak segera melakukannya akan kehabisan waktu untuk melakukannya. Sehingga ia harus tetap menanggung beban puasa Ramadhan sebelumnya yang belum dibayarnya.

 

Segera Sangat Ditekankan

Bersegera mengerjakan amal kebaikan dan tidak menundanya, termasuk di dalamnya adalah mengqadha puasa, merupakan perkara yang sangat ditekankan oleh syariat agama kita, Islam. Hal ini sebagaimana diisyaratkan dalam firman ALLAH subhanahu wa ta’ala,

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِي [آل عمران : 133]

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa (Qs. Ali Imran : 133)

ALLAH-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-pun memuji mereka orang-orang yang bersegera dalam melakukan kebaikan-kebaikan yang disyariatkan, Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ  [المؤمنون : 61]

mereka itu bersegera dalam kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang lebih dulu memperolehnya (Qs. al-Mukminun : 61)

 

Bisa Berurutan, Bisa Terpisah

Ketika mengqadha puasa Ramadhan, tidaklah wajib bagi kita untuk melakukannya secara berurutan dan berkesinambungan. Karena, ALLAH-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ [البقرة : 185]

Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. ALLAH menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.(Qs.al-Baqarah : 185)

Jadi, tidak masalah jika mengqadha puasa dilakukan secara terpisah, tidak berurutan dan tidak berkesinambungan.

Ibnu Abbas-semoga ALLAH meridhainya- berkata, “Tidak ada masalah untuk mengqadha puasa secara terpisah-pisah.”

Abu Hurairah –semoga ALLAH meridhainya-berkata, “Jika mau, dia boleh mengqadha secara berselang-selang.”

Demikian pula yang dikemukakan oleh imam Ahlus Sunnah, Ahmad bin Hanbal-semoga ALLAH merahmatinya-. Abu Dawud di dalam Masaa-ilnya (hal.95) berkata : “Aku pernah mendengar Ahmad (bin Hanbal) ditanya tentang qadha’ puasa Ramadhan, maka dia menjawab, ‘Jika mau, boleh diqadha secara terpisah; jika mau, dia boleh diqadha berurutan.” Walllahu A’lam

Tentunya, pilihan ini dilakukan selama waktu mengqadha puasa Ramadhan masih lapang. Namun, jika waktu yang tersedia untuk mengqadhanya mengharuskan kita melakukan puasa qadha secara berurutan dan berkesinambungan maka kita harus melakukannya secara berurutan dan berkesinambungan. Misalnya, di bulan Ramadhan tahun lalu Anda mempunyai hutang puasa 6 hari, misalnya, sementara waktu yang tersedia untuk mengqadhanya di bulan Sya’ban ini tinggal 6 hari saja, maka Anda harus melakukan qadha puasa Anda secara berurutan dan berkesinambungan. Karena, jika Anda tidak melakukannya dengan cara demikian itu, niscaya Anda akan menyisakan sebagian dari kewajiban Anda. Anda masih menanggung hutang puasa. Berbeda ketika Anda melakukan qadha dengan cara berurutan dan berkesinambungan. Niscaya, begitu Anda memasuki bulan Ramadhan berikutnya, Anda tidak lagi memikul hutang puasa Ramadhan sebelumnya.

 

Jika Meninggal Belum Mengqadha Puasa

Kedatangan kematian menjemput seseorang tak seorang pun yang mengetahuinya. Maka, bisa saja ia datang menjemput seseorang secara tiba-tiba sementara ia masih memiliki tanggungan puasa qadha meski sehari saja. Yakni, ia meninggal dunia belum mengqadha puasa. Ia meninggal dunia sedang ia mempunyai tanggungan puasa. Apa yang hendaknya dilakukan dalam kondisi ini ?

Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersabda,

مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ

Barang siapa meninggal dunia sedang dia mempunyai tanggungan puasa, maka walinya yang harus membayar puasanya. (HR.al-Bukhari dan Muslim)

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّي مَاتَتْ وَعَلَيْهَا صَوْمُ شَهْرٍ أَفَأَقْضِيهِ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ قَالَ فَدَيْنُ اللَّهِ أَحَقُّ أَنْ يُقْضَى

Dari Ibnu Abbas-semoga ALLAH meridhainya-, ia berkata, ‘Ada seorang datang kepada Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- lalu berkata : ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia sedang dia mempunyai hutang puasa satu bulan, apakah aku harus membayarnya ?’ Beliau menjawab : ‘Ya, karena hutang kepada ALLAH itu lebih berhak (wajib) dibayar. (HR.al-Bukhari dan Muslim)

Dua hadis yang bersifat umum di atas secara terang menjelaskan disyariatkannya puasa oleh wali sebagai ganti puasa orang yang sudah meninggal dari segala macam puasa. Demikian pula yang menjadi pendapat sebagian penganut madzhab Syafi’I dan juga pendapat Ibnu Hazm.

 

WALLAHU A’LAM

 

Amar Abdullah bin Syakir

 

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: HisbahTv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *