Connect with us

Fiqih Hisbah

Tetap Berpuasa Meski Junub

Published

on

‘Aisyah -semoga Allah meridhainya- meriwayatkan bahwa ada seorang lelaki datang kepada Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam- meminta fatwa kepada beliau, sedangkan ia (‘Aisyah) mendengarkan dari balik pintu. Lelaki itu mengatakan : wahai Rasulullah, (Waktu) Shalat (Shubuh) telah masuk, sementaraa aku masih dalam keadaan junub, apakah aku boleh berpuasa ? maka Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam- menjawab : aku pun pernah mendapati waktu shalat (subuh) telah masuk sementara aku masih dalam keaadaan junub, lalu aku berpuasa). Lelaki itu berkata : ya Rasullullah, Anda tidaklah seperti kami, Allah telah mengampuni dosa Anda yang telah lalu dan yang akan datang. Lalu Nabi bersabda : Demi Allah, Sungguh  aku berharap menjadi orang yang paling takut kepada Allah di antara kalian dan orang yang paling mengetahui tentang sesuatu bagaimana aku bertakwa (kepada-Nya) [1]

  • Ihtisab di dalam Hadis

Dalam hadis ini terdapat banyak faedah dan pelajaran yang dapat dipetik yang terkait dengan masalah amar ma’ruf nahi munkar, di antaranya yang terangkum dalam  poin berikut ini :

 Pertama, kesemangatan seorang muhtasib untuk meruju’ kepada para ulama dalam hal yang belum jelas baginya.

Kedua,   berihtisab, amar ma’ruf nahi munkar terhadap orang yang berlebihan atau memberatkan diri ketika bertanya.

Ketiga, Seorang muhtasib hendaknya bertaqarrub (mendekaatkan diri) kepada Allah dengan  melakukan ketaatan sesuai dengan apa  yangg diperintahkan oleh pembuat syariat.

 & Penjelasan :

  • Kesemangatan seorang muhtasib untuk meruju’ kepada para ulama dalam hal yang belum jelas baginya.

Hadis ini menunjukkan bahwa para sahabata sering kali bertanya kepada Nabi-shallallahu ‘alaihi wasallam- tentang berbagai hal yang belum jelas bagi mereka. Hal demikian itu mereka  lakukan agar mereka beribadah kepada Allah berlandaskan ilmu.

 Oleh kerena itu, para dai dan orang yang beramar  ma’ruf nahi munkar hendaknya merujuk kepada para  ulama syariat yang  terpercaya tentang beragam masalah yang belum jelas bagi mereka, baik yang terkait dengan persoalan dakwah  maupun ihtisab (amar ma’ruf nahi munkar), atau pun masalah-masalah syariat yang lainnya. Hal itu agar mereka mendapatkan ilmu mereka, tersinari dengan pendapat-pendapat dan arahan-arahan mereka.

 Dan hendaknya mereka juga memotivasi manusia agar bertanya kepada para ahli ilmu yang terpercaya tentang beragam maasalah yang belum jelas bagi mereka, menasehati para  pemuda khususnya untuk menghadiri majlis ilmu para ulama, karena mana kala para pemuda membentengi diri dengan cahaya ilmu niscaya mereka akan sanggup menghadapi perkara-perkara yang sulit, mampu memikul beban yang berat, dan niscaya pula akhlak mereka terdidik, akan hilang kedengkian dari  hati  mereka, hati mereka akan lembut dan mereka menjadi seperti hujan, di  mana saja turun akan memberikan manfaat.

  • Berihtisab, amar ma’ruf nahi munkar terhadap orang yang berlebihan atau memberatkan diri ketika bertanya

Hadis  ini  juga menunjukkan buruknya tindakan berlebihan dan memberat-beratkan diri dalam bertanya, disyariatkannya meninggalkan pertanyaan-pertanyaan yang tidak penting, atau yang tidak ada kaitannya dengan  pembebanan syariat, karena tindakan banyak bertanya tentang hal-hal yang didiamkan oleh syariat atau dibolehkan boleh  jadi akan menjadi sebab diharamkannya sesuatu atas kaum  muslimin,  sehingga akan berakibat memberatkan, atau boleh jadi dalam jawaban yang diberikaan kepada penannya terdapat sesuaattu yang tidak disukai oleh dirinya seehingga hal tersebut berakibat buruk bagginya. [2] Allah azza wajalla berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ وَإِنْ تَسْأَلُوا عَنْهَا حِينَ يُنَزَّلُ الْقُرْآنُ تُبْدَ لَكُمْ عَفَا اللَّهُ عَنْهَا وَاللَّهُ غَفُورٌ حَلِيمٌ (101) قَدْ سَأَلَهَا قَوْمٌ مِنْ قَبْلِكُمْ ثُمَّ أَصْبَحُوا بِهَا كَافِرِينَ (102)

Hai orang-orangn yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu al-Qur’an itu sedang turun, niscaya akan diterangkan kepadamu. Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun

Sesungguhnya telah ada segolongan manusia sebelum kamu menanyakan hal-hal yang serupa itu (kepada Nabi  mereka), kemudian mereka  tidak percaya kepadanya [3]

Ibnu Katsir berkata : ini merupakan pengajaaran  adab dari Allah terhadap para hamba-Nya yang beriman dan sekaligus larangan bagi mereka dari tindakan menanyakan sesuatu yang tidak ada faedahnya bagi mereka dalaam pertanyaan tersebut.  Hal itu karena, bila mana dinampakkan kepada mereka perkara-perkara  tersebut boleh jadi akan menjadikan buruk terhadap mereka dan terasa berat mendengarnya. [4]

Sungguh, Nabi  -shallallaahuu ‘alaihhi wasallam-telah memberikan keringanan kepada lelaki tersebut untuk menyempurnakan puasanya  bila mana waktu shalat fajar (Subuh) telah  masuk sementara ia masih dalam keadaan junub, seraya  mengatakan : aku pun pernah mendapati waktu shalat (subuh) telah masuk sementara aku masih dalam keadaan junub, lalu aku berpuasa. Hanya saja lelaki  tersebut  melanjutkan pertanyaannya, “ya Rasullullah, Anda tidaklah seperti kami, Allah telah mengampuni dosa Anda yang telah lalu dan yang akan datang.” Di sinilah kemudian beliau -shallallahu ‘alaihi wasaallam marah [5] lalu beliau bersabda, “Demi Allah, Sungguh  aku berharap menjadi orang yang paling takut kepada Allah di antara kalian dan orang yang paling mengetahui tentang sesuatu bagaimana aku bertakwa (kepada-Nya)”

Ibnu Khhuzaemah  telah meriwayatkan dari ‘Aisyah, ia berkata : Rasulullah pernah memberikan rukhshah (keringanan) dalam beberapa masalah,  namaun ada  sejumlah orang yang enggan untuk menerima keringanan yang diberikan Rasulullah  -shallallahu ‘alaihi wasallam- tersebut. Maka, beliau bersabda,  ‘bagaimanakah gerangan orang-orang yang telah aku perintahkan  mereka  dengan suatu perintah namun mereka enggan melakukannya,  demi Allah sesungguhnya akulah orang yang paling mengetahui  Allah  di antara mereka, dan  akulah pulaorang yang paling  takut kepada-Nya[6]

Imam an-Nawawi berkata : di dalam hadis tersebut terdapat dorongan untuk meneladaani Nabi-shallallahu ‘alaihi wassallam- , larangan berelebihan dalam beribadah dan buruknya tindakan  menjauhkan diri dari perkara  yang mubah karena meraagukan akan kemubahannya.  [7]

  • Seorang muhtasib hendaknya bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah dengan melakukan ketaatan sesuai dengan apa  yang diperintahkan oleh pembuat syariat.   

Seorang muhtasib harus mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan ketaatan-ketaatan, namun haruslah pendekatan diri kepada Allah dan ketaatan tersebut sesuai dengan yang disyariatkan Allah azza wajalla dengan mengikuti sunnah Nabi –shallallahu ‘alaihhi wasallam-. Sessungguhnya setiap kali bertaqarub kepada Allah, hal tersebut menjadi  sebab akan bertambahnya pengetahuan tentang  Allah subhanahu wata’ala. Semakin juga  menambah rasa takut kepada-Nya.

Imam an-Nawawi berkata : Sesungguhnya bertaqarrub (mendekatkan diri kepada Allah) dan  takut kepada-Nya  haruslah berdasarkan apa yang diperintahkan oleh  pembuat syaariat, bukan berdasarkan hayalan-hayalan  jiwa dan pembebanan diri  untuk beramal yang tidak diperintahkan [8]

Sungguh Nabi-shallallahu ‘alaihii  wassallam telah bersabda, “’ Demi Allah, Sungguh  aku berharap menjadi orang yang paling takut kepada Allah di antara kalian dan orang yang paling mengetahui tentang sesuatu bagaimana aku bertakwa (kepada-Nya). Beliau juga telah bersabda : Demi Allah, sesungguhnya akulah orang  yang paling mengetahui Allah di antara mereka dan juga orang  yang paling takut kepada-Nya. Ini menunjukkan bahwa orang yang paling mengenal Allah dialah orangnya yang  paling takut kepada-Nya [9], dan tidaklah diragukan bahwa Nabi-shallallahu ‘alaihi  wasallam adalah manusia yang paling mengenal Allah dan  orang yang paling takut kepada-Nya.

Wallahu a’lam

 

Penulis : Amar Abdullah bin Syakir

 

Sumber :

Al-Ihtisab Fii Shahih Ibni Khuzaaemah, Abdul Wahhab bin Muhammad bsin Fa-yi’ ‘Usairiy (hal.190-192)

[1]  Diriwayatkan oleh Imam Muslim, 7/223-224, hadis no. 2588

 

[2]  Lihat, Syarh Muslim, karya : Imam an-Nawawi,  15/109

[3] Qs. Al-Maidah : 101-102

[4]  Tafsir al-Qur’an al-Azhim, 2/108

 

[5] Sebagaimana  terdapat pada beberapa riwayat al-Bukhari dan Muslim dan yang lainnya di dalam kitab-kitab  sunan

[6] Shahih Ibnu Khuzaaemah 3/253, hadis No. 2015. Dan diriwayatkan imam Muslim, 15/106, hadis no. 6064

[7] Shahih Muslim, 15/106; al-Mufhim, karya : al-Qurthubiy, 6/152

[8]  Syarh Muslim, 15/106

[9] Al-Mufhim, karya : al-Qurthubsiy, 6/152

 

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

baru

Pengharaman Zina Secara Khusus

Published

on

Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-telah mengharamkan perbuatan keji secara umum, dan zina secara khusus. Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-telah mengingatkan manusia tentang dosa zina dengan begitu tegas dan menjelaskannya dengan sejelas mungkin.

Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

وَإِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً قَالُوا وَجَدْنَا عَلَيْهَا آبَاءَنَا وَاللَّهُ أَمَرَنَا بِهَا قُلْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ أَتَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ (28) قُلْ أَمَرَ رَبِّي بِالْقِسْطِ [الأعراف : 28 ، 29]

Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata, “Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya.” Katakanlah, “Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji. Mengapa kalian mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kalian ketahui ?” Katakanlah, “Rabb-ku menyuruh menjalankan keadilan..” (al-A’raf : 28-29)



Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ  [الأعراف : 33]

Katakanlah, “Rabb-ku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak atau pun yang tersembunyi…” (al-A’raf : 33)

Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

وَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ  [الأنعام : 151]

Dan janganlah kalian mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi…(al-An’am : 151)

Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ  [النحل : 90]

Sesungguhnya Allah memerintahkan (kepada kalian) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada kalian agar kalian dapat mengambil pelajaran (al-Nahl : 90)

Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- memberikan ancaman yang sangat keras kepada orang-orang yang suka menyiarkan dan menyebarluaskan perbuatan keji di tengah-tengah kaum muslimin.

Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ  [النور : 19]

Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita bohong) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalang orang-orang yang beriman, bagi mereka adzab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang kalian tidak mengetahui (an-Nur : 19)

Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-menerangkan bahwa para penyeru dan penghias perbuatan keji ini sebagai setan.



Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلًا وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ  [البقرة : 268]

Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kalian dengan kemiskinan dan menyuruh kalian berbuat kekejian, sedang Allah menjadikan untuk kalian ampunan dari-Nya dan karunia … (al-Baqarah : 268)

Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-juga menjelaskan bahwa hobi para pengekor syahwat ini adalah memalingkan dan menyesatkan manusia, kemudian menyeret mereka ke dalam perbuatan keji ini. Tentang mereka Allah berfirman :

وَاللَّهُ يُرِيدُ أَنْ يَتُوبَ عَلَيْكُمْ وَيُرِيدُ الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الشَّهَوَاتِ أَنْ تَمِيلُوا مَيْلًا عَظِيمًا  [النساء : 27]

Dan Allah hendak menerima taubat kalian, sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kalian berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran) (an-Nisa : 27)

**

Wallahu A’lam

Amar Abdullah bin Syakir

Sumber :

Bahtsu fi Qaulihi Ta’ala : Walaa Taqrabuz Zina, Musthafa al-Adawi, ei, hal. 15-18

Continue Reading

baru

Jangan Hanya Menjadi Jembatan Kebaikan

Published

on

Berdakwah adalah kewajiban kedua setelah berilmu, sedangkan kewajiban pertamanya adalah mengamalkan ilmu tersebut.

Sehingga, pihak pertama yang seharusnya mendapatkan manfaat dari ilmu itu adalah diri sendiri sebelum orang lain.

Namun, ketika seseorang mendakwah suatu ilmu kepada orang lain, tentang perintah ibadah atau larangan dari suatu maksiat, namun ternyata orang yang mendakwahi itu melupakan dirinya sehingga melakukan apa yang bertentangan dari yang disampaikannya, maka sungguh dia berada di atas bahaya yang besar.

Allah Ta’ala berfirman:

أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ  أَفَلَا تَعْقِلُونَ

Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab? Maka tidaklah kamu berpikir? (QS Al Baqarah: 44)



Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

يُؤْتَى بِالرَّجُلِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُلْقَى فِي النَّارِ فَتَنْدَلِقُ أَقْتَابُ بَطْنِهِ فَيَدُورُ كَمَا يَدُورُ الْحِمَارُ بِالرَّحَى فَيَجْتَمِعُ إِلَيْهِ أَهْلُ النَّارِ فَيَقُولُونَ يَافُلَانُ مَالَكَ أَلَمْ تَكُنْ تَأْمُرُ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَى عَنِ الْمُنْكَرِ فَيَقُوْلُ بَلَى قَدْ كُنْتُ آمُرُ بِالْمَعْرُوْفِ وَلاَ آتِيْهِ وَأَنْهَى عَنِ الْمُنْكَرِ وَآتِيْهِ

 

Seorang laki-laki didatangkan pada hari kiamat lalu dilemparkan ke dalam neraka, sehingga isi perutnya terurai, lalu ia berputar-putar seperti keledai berputar-putar mengelilingi alat giling (tepung). Para penghuni neraka mengerumuninya seraya bertanya, ‘Wahai Fulan! Ada apa denganmu? Bukankah engkau dahulu menyuruh orang melakukan perbuatan ma’ruf dan mencegah perbuatan munkar?’ Ia menjawab, ‘Benar. Aku dahulu biasa menyuruh orang melakukan perbuatan ma’ruf tapi aku tidak melakukannya. Aku mencegah kemunkaran, tetapi justru aku melakukannya. (HR Bukhari dan Muslim)



Maka, hendaklah setiap orang yang menyebarkan kebaikan juga melaksanakan kebaikan itu, jangan sampai dia menjadi layaknya lilin yang menyinari sekitarnya namun dirinya sendiri terbakar tak tersisa, atau sekedar menjadi jembatan, sebagaimana yang dikatakan oleh Al Fudhail bin Iyadh –Rahimahullah- berikut:

إياك أن تدل الناس على الله ثم تفقد أنت الطريق، واستعذ بالله دائما أن تكون جسرا يعبر عليه إلى الجنة، ثم يرمي في النار

(سير أعلام النبلاء 291/6)

“Jangan sampai engkau menuntun manusia kepada Allah Ta’ala kemudian engkau sendiri malah kehilangan jalan itu.

Maka teruslah meminta perlindungan kepada Allah Ta’ala agar engkau tidak menjadi layaknya sekedar jembatan yang mengantarkan orang-orang menuju surga, namun engkau sendiri  kemudian terlempar ke neraka”.

(Siyar A’lam Annubalaa’ hlm 291/6)



Semoga Allah Ta’ala senantiasa memberikan taufik-Nya kepada kita semua dan menjauhkan kita dari ilmu yang tidak bermanfaat.

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: HisbahTv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

Continue Reading

baru

Kufur dan Besarnya Dosa Sihir

Published

on

Sihir adalah salah satu alat syaitan yang digunakan oleh pengikutnya untuk menghancurkan kehidupan orang lain,seperti dengan mengirim sihir penyakit, pemisah, pencelaka, dan lain sebagainya.

Maka pertama, mempelajarinya adalah haram karena mengantarkan kepada kekufuran. Sebagaimana di dalam firman Allah Ta’ala:

وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الْآَخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ [البقرة: 102

Artinya: “Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir.” Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.” [QS. al-Baqarah (2): 102]
Dan yang dimaksud dari ayat di atas, bahwa kedua malaikat (Harut dan Marut) itu mengajarkan kepada manusia tentang peringatan terhadap sihir dan cara melawan ilmu sihir syaitan bukan mengajarkan untuk mengajak mereka melakukan sihir. (al–Jami’ li Ahkamil–Qur’an, Juz II, hal. 472).



Dan begitu juga, peringatan tersebut juga berlaku kepada mereka yang minta pertolongan dukun untuk menyihir orang lain, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:


عن عمران بن الحصين رضي الله عنه قال: قال رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَطَيَّرَ أَوْ تُطُيِّرَ لَهُ أَوْ تَكَهَّنَ أَوْ تُكُهِّنَ لَهُ أَوْ سَحَرَ أَوْ سُحِرَ لَهُ وَمَنْ أَتَى كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  – رواه البزّار بإسناد جيد

Dari Imran bin Hushain Radhiyallahu anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,” bukan dari golongan kami orang yang menentukan nasib sial dan untung berdasarkan burung dan lainnya, yang bertanya dan yang menyampaikannya, atau yang melakukan praktek perdukunan dan yang meminta untuk didukuni atau yang menyihir atau yang meminta dibuatkan sihir, dan barang siapa yang mendatangi dukun dan membenarkan apa yang ia katakan, maka sesungguhnya ia telah kafir pada apa yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam “. [HR Bazzar dengan sanad Jayyid].
Oleh karenanya, maka sihir adalah salah satu dosa besar dan bahkan urutan kedua setelah kesyirikan,  sehingga termasuk yang paling mencelakakan nasib seorang hamba di  dunia apalagi di akhirat. Maka harus dijauhi sejauh mungkin.

Nabi bersabda:

اِجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوْبِقَاتِ اَلشِّرْكُ بِاللهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِىْ حَرَّمَ اللهُ اِلاَّ بِالْحَقِّ وَاٰكِلُ الرِّبَا وَاٰكِلُ مَالِ الْيَتِيْمِ وَالتَّوَلِّى يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفَ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلاَتِ الْمُؤْمِنَاتِ [رواه البخارى ومسلم]

Artinya: Jauhilah tujuh perkara yang merusak (dosa besar). Para shahabat bertanya, “Apa saja ketujuh perkara itu wahai Rasulullah?” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Syirik kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, sihir, membunuh seseorang yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala kecuali dengan jalan yang benar, memakan harta riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang dan menuduh zina terhadap perempuan-perempuan mukmin.” [HR. al-Bukhari dan Muslim]


Maka, selayaknya dan sepatutnya seorang muslim tidak dekat-dekat meski sejengkalpun dari sihir dan semua yang berkaitan dengannya, karena Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk mengesakannya saja dalam ibadah dan aqidah, bukan meminta pertolongan ke selain-Nya.

 

Dan semoga Allah Ta’ala menjaga kita dan kaum muslimin dari kejahatan sihir dan pelakunya.

Ustadz Muhammad Hadromi, Lc Hafizhahullahu Ta’ala

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: HisbahTv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

Continue Reading

Trending