Connect with us

Keluarga

Tidak Adil Di Antara Anak

Published

on

Sebagian orang tua ada yang sengaja memberikan perlakuan khusus dan istimewa kepada sebagian anaknya. Anak-anak itu diberikan berbagai macam pemberian, sedang anak yang lainnya tidak mendapatkan pemberian.

Menurut pendapat yang kuat, tindakan semacam itu hukumnya haram, jika tidak ada alasan yang membolehkannya. Misalnya, anak tersebut memang dalam kondisi yang berbeda dengan anak-anak yang lain. Seperti sedang sakit, dililit banyak utang sehingga tak mampu membayar, tidak mendapat pekerjaan, memiliki keluarga besar, sedang menuntut ilmu atau karena ia hafal Al-Qur’an sehingga diberikan hadiah khusus oleh sang ayah.((Secara umum, hal ini dibolehkan manakala masih dalam hal memberi nafkah kepada anak yang lemah, sedang sang ayah mampu, Ibnu Baz).)





Keluarga

Cinta Adalah Kunci Pembuka Hati

Published

on

Apakah arti cinta di dalam kehidupan berumah tangga ?
Itulah keikhlasan, ketaatan, sikap saling memberi, saling mendahulukan. Cinta berarti mendahulukan hak sebelum hakmu. Ia berarti bahwa engkau harus melepaskan egomu saat pertengkaran agar rasa cinta dan saling memahami dapat kembali hadir menggantikan pertikaian dan perselisihan.
Salah seorang sahabat yang mulia, Abu Darda’, pernah berkata kepada istrinya, “Hai istriku, ambillah maaf dariku agar engkau senantiasa meraih cintaku. Jangan ucapkan sepatah kata yang melawan ketika aku marah. Dan janganlah engkau mematukku sebagaimana memukul tamborin. Karena sesungguhnya engkau tidak tahu bagaimana ia akan sirna. Janganlah engkau banyak mengeluh sehingga mengerus kekuatanmu. Lalu hatiku akan enggan kepadamu karena hati itu senantiasa berbalik. Sungguh aku melihat bila rasa cinta dan sakit hati berkumpul dalam hati. Maka tak lama kemudian cinta itu akan menyingkir.”
Ketahuilah, wahai saudari, sesungguhnya suamimu tidak akan mencintaimu kecuali jika ia juga merasakan cintamu kepadanya. Cinta adalah perasaan yang saling berbalas. Seseorang akan cenderung mencintai orang yang mencintai dan mempedulikannya. Salam yang hangat, saling memberi hadiah, memanggil dengan sebutan yang paling disukainya, dan tersenyum di hadapannya. Semua ini akan membukakan cakrawala cinta yang tulus bagi seorang istri, dan memberinya kebahagiaan yang melimpah. Maka hendaklah seorang suami menjadi orang yang paling dicintai oleh istrinya, sebagaimana sang istri merupakan orang yang paling dicintai oleh suaminya. Suatu ketika Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah ditanya tentang orang yang paling dicintainya, dan beliau menjawab, Aisyah.
Amru bin Ash رَضِيَ اللهُ عَنْهُ bercerita, “Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah mengirimku memimpin suatu pasukan yang di dalamnya terdapat Abu Bakar dan Umar رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا . Ketika kembali, aku bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling engkau cintai ? [1] Beliau menjawab, “Aisyah.” Aku berkata, “Yang aku maksud adalah dari kaum laki-laki.” Beliau menjawab, “Ayahnya.” [2]
Jadi cinta merupakan pergaulan yang baik. Cinta adalah rasa kasih sayang, sikap toleran dan memaafkan. Cinta bukanlah sebagaimana yang digambarkan oleh sebagian cerita yang merajutnya dalam rajutan khayalan dan menggambarkannya dalam sosok seorang pemuda yang bagaikan nabi atau pun malaikat. Sehingga ketika sang istri melihat hal yang tidak disukainya dari suaminya, ia mengira bahwa pernikahannya telah gagal dan segala impiannya telah musnah terhempas di batu karang dunia nyata. Bukan demikian wahai istri. Sesungguhnya kesempurnaan tidak akan pernah ada di dalam kehidupan dunia. Setiap orang pasti memiliki aib di dalam kehidupan dunia. Setiap orang pasti memiliki aib dan kekurangan. Dan cukuplah menjadi kebanggaan bagi seseorang jika aib yang dimilikinya masih dapat terhitung. Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah bersabda,

« لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِىَ مِنْهَا آخَرَ »




Janganlah seorang mukmin merasa marah terhadap seorang mukminah (istrinya) jika ia tidak menyukai salah satu perilakunya sementara ia menyukai perilakunya yang lain. [3]
Begitulah dengan dirimu wahai istri. Jika ada perilaku suamimu yang tidak engkau sukai, tentunya engkau menyukai banyak perilakunya yang lain. Ingatlah ucapan seorang yang bijak saat ia berkata, “Apa yang dapat dikatakan oleh seorang istri mengenai suaminya yang telah berpaling dari seluruh wanita lain dan memilih dirinya ? Dan apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang istri terhadap suaminya yang rela meninggalkan kedua orang tuanya, keluarganya, dan teman-temannya, dan tidak menginginkan seorang sahabat karib dan lebih dekat dari dirinya ?”
Engkaulah orang terdekatnya, pendampingnya, dan kekasihnya, dan betapa indah ungkapan al-Qur’an dalam menggambarkan ini :

هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ [البقرة : 187]

“…mereka adalah pakaian bagimu dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka .. “ (al-Baqarah : 187)
Sungguh, itu adalah bagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى :

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ [الروم : 21]

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (Ar-rum : 21)
Wallahu A’lam
Amar Abdullah bin Syakir

Sumber :
Kaifa Taksabina Qalba Zaujiki wa Turdhina Rabbaki, Adil Fathi Abdullah, Ei, 17-22.

Catatan :
[1] Saat itu Amru bin Ash baru saja memeluk Islam, dan ketika Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memberinya tampuk pimpinan pasukan ia menyangka bahwa ia lebih baik daripada Abu Bakar dan Umar. Dari sinilah muncul pertanyaannya kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengenai orang yang paling dicintai oleh beliau. Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memberitahunya bahwa Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali-sesui dengan pertanyaan Amru bin Ash –adalah orang-orang yang lebih beliau cintai daripada yang lainnya. Sehingga Amru bin Ash berharap ia tidak pernah melontaran pertanyaan itu.
[2] Hadis shahih, diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim
[3] Hadis shahih, diriwayatkan oleh Muslim

Continue Reading

Keluarga

Jadilah Sepasang Teman !

Published

on

Bila suami menjadikan dirinya sebagai teman bagi istrinya, maka istri akan merasa aman, sebab suami adalah tempat berlindung baginya sesudah Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى saat terjadi sesuatu yang menyedihkan dan memberatkan, ikut bersamanya dalam suka dan duka. Demikian juga bila suami melihat istrinya adalah teman yang baik, maka dia belum merasa tenang kecuali dengan berada di dekatnya, tidak ada sesuatu yang lebih membahagiakannya daripada keridhaannya, tentu sesudah ridha Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى dan ridha bapak ibu.
Dalam hadis Aisyah رَضِيَ اللهُ عَنْهَا tentang teman-teman Ummu Zar’,

قَالَتِ الْحَادِيَةَ عَشْرَةَ زَوْجِى أَبُو زَرْعٍ فَمَا أَبُو زَرْعٍ أَنَاسَ مِنْ حُلِىٍّ أُذُنَىَّ وَمَلأَ مِنْ شَحْمٍ عَضُدَىَّ وَبَجَّحَنِى فَبَجِحَتْ إِلَىَّ نَفْسِى وَجَدَنِى فِى أَهْلِ غُنَيْمَةٍ بِشَقٍّ فَجَعَلَنِى فِى أَهْلِ صَهِيلٍ وَأَطِيطٍ وَدَائِسٍ وَمُنَقٍّ فَعِنْدَهُ أَقُولُ فَلاَ أُقَبَّحُ وَأَرْقُدُ فَأَتَصَبَّحُ وَأَشْرَبُ فَأَتَقَنَّحُ…
قَالَتْ عَائِشَةُ قَالَ لِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « كُنْتُ لَكِ كَأَبِى زَرْعٍ لأُمِّ زَرْعٍ ».

“Wanita kesebelas berkata, ‘Suamiku adalah Abu Zar’, siapa itu Abu Zar’ ?’ Dia menggoyang kedua telingaku dengan perhiasan, dia mengisi lenganku dengan daging (sehingga tubuhku subur), dia membahagiakanku, maka dirikupun berbahagia, dia mendapatiku pada keluarga yang memiliki sedikit domba di suatu lereng gunung, lalu dia membawaku ke rumah yang dikelilingi oleh suara unta, kuda, penggilingan dan peternakan, di depannya aku berkata dan aku tidak dicela, aku tidur di pagi hari, aku minum sehingga aku tidak memerlukannya …




Aisyah berkata, ‘Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda kepadaku, ‘Aku bagimu adalah seperti Abu Zar’ untuk Ummu Zar’.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.
Para ulama berkata, “Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menenangkan jiwanya, menjelaskan perlakuannya yang baik kepadanya, karena bila tidak demikian, maka beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ lebih baik dari Abu Zar’ dalam hal tersebut’.”
Dari Anas رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ,

أَنَّ جَارًا لِرَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَارِسِيًّا كَانَ طَيِّبَ الْمَرَقِ فَصَنَعَ لِرَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ جَاءَ يَدْعُوهُ فَقَالَ « وَهَذِهِ ». لِعَائِشَةَ فَقَالَ لاَ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لاَ » فَعَادَ يَدْعُوهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « وَهَذِهِ ». قَالَ لاَ. قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لاَ ». ثُمَّ عَادَ يَدْعُوهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « وَهَذِهِ ». قَالَ نَعَمْ. فِى الثَّالِثَةِ. فَقَامَا يَتَدَافَعَانِ حَتَّى أَتَيَا مَنْزِلَهُ.

Bahwa seorang tetangga Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berkebangsaan Persia mempunyai kuah yang lezat, lalu dia membuat makanan untuk Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , kemudian dia mengundang beliau, maka beliau bertanya, ‘Dan ini juga-maksud beliau Aisyah رَضِيَ اللهُ عَنْهَا- (juga diundang) ?’ Dia menjawab, ‘Tidak.’ Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, ‘Aku juga tidak.’ Maka laki-laki itu kembali mengundang beliau, maka beliau bertanya, ‘Dan ini juga ?’ Dia menjawab, ‘Tidak.’ Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, ‘Aku juga tidak.’ Kemudian dia kembali mengundang, maka beliau bertanya, ‘Dan ini juga?’ Dia menjawab, ‘Ya-ketiga kalinya-.’ Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan Aisyah bangkit bergegas hingga datang ke rumahnya.” Diriwayatkan oleh Muslim
***
Abu Firas al-Hamadani رَحِمَهُ اللهُ berkata,

وَإِنِّي وَإِيَّاهُ كَعَيْنٍ وَأُخْتِهَا * وَإِنِّي وَإِيَّاهُ كَكَفٍّ وَمِعْصَمٍ

Aku dan dia bagaikan sepasang mata
Aku dan dia seperti telapak tangan dan pergelangan
***
Wallahu A’lam
Amar Abdullah bin Syakir
Sumber :
Az-Zaujan Fi Khaimah as-Sa’adah Maharat wa Wasa’il, Abdurrahman al-Qar’awi, ei, hal. 121-123.

Continue Reading

Aqidah

Bimbinglah keluargamu

Published

on

Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى berfirman :

وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ  [الذاريات : 55]

Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman (Adz-Dzariyat (51) : 55)

Putra-putri kita mengerjakan shalat, menjaganya dan mengingat Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى. Mereka-insya Allah- termasuk kaum mukminin yang mau kembali pada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى ketika diperingatkan, menetapi perjanjian dan janji mereka ketika diingatkan. Sungguh saya sangat salut pada ayah yang tidak henti-hentinya melafalkan dzikir pada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى .  Bila mendengar kebaikan ia ingat Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى dan bertasbih. Bila mendengar keburukan atau sesuatu yang tidak disukainya ia ber-istirja’ (mengucapkan kalimat : إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ-ed) dan memuji Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى di setiap kondisi.

Sebagaimana saya juga salut pada seorang ibu yang menyambut anaknya dengan doa dan memohon berkah Allah  سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى . Demikian pula ketika melepasnya pergi.

Jadi tugas orangtua adalah mengajari anak-anak dengan ucapan-ucapan dzikir harian, agar mereka termasuk orang-orang yang berdzikir di pagi dan sore hari ; ketika masuk dan keluar rumah, saat masuk kamar kecil dan selainnya. Rotasi malam dan siang menjadikan si anak selalu berdzikir kepada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى . Disamping itu, kedua orang tua wajib mengingatkan anak akan urusan-urusan pribadi mereka berupa janji-janji dan tugas-tugas. Juga jadwal pelajaran dan waktu ujian.



Tidak kalah penting juga jadwal kunjungan keluarga dan berkomunikasi. Demikian pula, waktu-waktu pergi ke dokter, berobat dan melakukan check-up kesehatan. Khususnya waktu-waktu yang rutin.

Dan yang terakhir adalah daftar perilaku positif yang disiapkan orangtua bersama anak-anak. Kemudian ditempelkan di rumah atau kamar anak. Dan peran oragtua di sini adalah secara rutin mengingatkannya dan motivasi-motivasinya agar anak selalu memelihara perilaku baik. Hal ini pasti bisa memperdalam cinta anak kepada  orang tua lantaran telah memantau dan bergadang demi kenyamanan mereka serta memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka.

Dialog Penuh Cinta

Ayah, ingatkan aku !

Insya Allah, semoga Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى mengingatkanmu pada kesyahidan…”

Ibu, ingatkan aku !

Hanya itu, engkau tidak meminta sesuatu ? Mintalah mataku pasti aku berikan…”

Ayah, jangan lupa membangunkanku…

“Aku tidak akan tidur demi dirimu…”  

Ibu, jangan lupa waktuku minum obat…

“Aku bisa lupa pada diriku, tapi tidak pada dirimu…sayangku…”

Ayah jangan lupa, hari ini waktu mendaftarkanku di lembaga …

Insya Allah, setelah aku menyelesaikan beberapa tugas mendesak…”

***

Wallahu A’lam

Amar Abdullah bin Syakir

Sumber :

Kaifa Takuna Abawaini Mahbubain ?, Dr. Muhamad Fahd ats-Tsuwaini, ei, hal. 29-31.

Continue Reading

Trending