Connect with us

Manhaj

Tiga Landasan Utama Manhaj Salaf

Published

on

Sebagaimana telah dimaklumi bersama bahwa ‘dakwah salafiyah’ berdiri tegak di atas tiga landasan.

Pertama : Al-Qur’anul Karim

Kedua : Sunnah shahihah (hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih)

Para Salafiyin di seluruh penjuru negeri memusatkan pada hadits-hadits shahih, (mengapa demikian) karena di dalam sunnah (dengan kesepakatan para ulama) terdapat hadits-hadits palsu (maudhu) atau hadits-hadits lemah (dhaif), (yang bercampur dengan hadits shahih) semenjak sepuluh abad yang lalu, dan hal ini adalah perkara yang tidak ada perselisihan. Para ulama juga bersepakat perlunya ditasfiyah (penyeleksian) mana yang hadits dan mana yang bukan hadits. Oleh karena itu para Salafiyyin “bersepakat” bahwa dasar yang kedua ini (yaitu Sunnah), tidak sepatutnya diambil apa adanya (tanpa melihat shahih atau tidaknya), karena dalam hadits-hadits tersebut terdapat hadits dhaif maupun maudhu yang tidak boleh diamalkan sekalipun dalam fadhailul amal. Inilah dasar yang kedua.

Ketiga : Al-Qur’an dan Sunnah wajib dipahami dengan pemahaman sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tabi’in serta tabiut tabi’in.
Inilah keistimewaan dakwah Salafiyyah atas seluruh dakwah-dakwah yang berdiri di muka bumi di zaman ini, dalam dakwah-dakwah itu, ada ajaran Islam dan ada juga ajaran-ajaran yang bukan berasal dari Islam.

Dakwah Salafiyyah mempunyai keistimewaan dengan dasar yang ketiga ini yaitu Al-Qur’an dan sunnah wajib dipahami sejalan dengan manhaj Salafus Shalih dari kalangan para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tabi’in (orang yang berguru kepada tabi’in), yaitu pada tiga masa yang pertama (100H-300H) yang telah diberi persaksian oleh hadits-hadits yang telah dimaklumi, bahwa masa itu adalah masa sebaik-baik umat. Semua ini berdasarkan pada dalil-dalil yang cukup sehingga menjadikan kita mengatakan dengan pasti bahwa setiap orang yang memahami Islam dan Al-Qur’an dan hadits tanpa disertai landasan yang ketiga ini, pasti akan “datang” dengan membawa ajaran Islam yang baru.

Bukti terbesar dari hal ini, adanya kelompok-kelompok Islam yang (semakin) bertambah tiap hari. Penyebabnya karena tidak berpegang teguh pada tiga landasan ini, yaitu Al-Qur’an, Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alihi wa sallam dan Pemahaman Salafus Shalih. Oleh sebab itu kita dapati sekarang di negeri-negeri Islam, satu kelompok yang belum lama munculnya di Mesir (yaitu Jama’ah Takfir wal Hijrah). Kelompok ini menyebarkan pemikiran-pemikiran dan racun-racunnya di berbagai negeri Islam dan mendakwakan berada di atas Al-Qur’an dan Sunnah. Alangkah serupanya dakwaan mereka itu dengan dakwaan kelompok Khawarij. Karena kelompok khawarij juga mengajak kepada Al-Qur’an dan Sunnah, akan tetapi mereka menafsirkan Al-Qur’an dengan hawa nafsu mereka dengan tanpa melihat pemahaman Salafus Shalih khususnya sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan saya banyak bertemu dengan anggota mereka serta berdebat dengan salah seorang pemimpin mereka, yang mengatakan bahwa ia tidak menerima tafsir ayat walaupun datang dari puluhan sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia tidak menerima tafsir itu jika tidak sesuai dengan pendapatnya. Dan orang yang mengatakan perkataan ini tidak mampu membaca ayat Al-Qur’an dengan (lancar) tanpa kesalahan. Inilah sebab penyelewangan khawarij terdahulu yang mereka adalah orang-orang Arab asli, maka apa yang dapat kita katakan pada orang khawarij masa kini yang mereka itu jika bukan orang-orang non Arab secara nyata tetapi mereka adalah orang-orang Arab yang tidak fasih, dan bukan orang-orang ‘Ajam yang fasih berbahasa Arab?

Inilah realita mereka, dengan berterus terang mengatakan bahwa mereka tidak menerima tafsir nash secara mutlak kecuali jika Salafush Shalih bersepakat atasnya, demikianlah yang dikatakan salah seorang di antara mereka (sebagai usaha penyesatan dan pengkaburan). Maka aku (Al-Albani) katakan padanya: “Apakah kamu meyakini kemungkinan terjadinya kesepakatan Salafus Shalih dalam penafsiran satu nash dari Al-Qur’an?” dia berkata : “Tidak, ini adalah sesuatu yang mustahil” maka kukatakan : “Jika demikian, apakah engkau ingin berpegang pada yang mustahil ataukah engkau bersembunyi dibalik sesuatu ?” lalu diapun mundur dan diam.

Inti masalahnya, bahwa penyebab kesesatan seluruh kelompok-kelompok sejak masa lampau maupun sekarang, adalah tidak berpegang pada landasan yang ketiga in, yaitu memahani Al-Qur’an dan Sunnah sesuai dengan pemahaman (manhaj) Salafus Shalih.

Mu’tazilah, Murji’ah, Qadariyyah, Asy’ariyyah, Maturidiyyah dan seluruh penyelewengan yang terdapat pada kelompok-kelompok itu penyebabnya adalah karena mereka tidak berpegang teguh pada pemahaman Salafus Shalih, oleh karena itu para ulama’ peneliti berkata:

“Segala kebaikan tertumpu dalam mengikuti Salafush Shalih

“Segala kejahatan tertumpu pada bid’ah para Khalaf (generasi sesudah Salaf)”

Ini bukan sya’ir, ini adalah perkataan yang disimpulkan dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah berfirman.

Artinya : “Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min. Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali” (QS. An-Nisa’ : 115)

Mengapa Allah Jalla Jalaluhu mampu untuk berfirman.

“Artinya : Dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min”

Padahal Allah Jalla Jalaluhu mampu untuk berfirman.

Artinya : “Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia kedalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.”

Megapa Allah berfirman?

Artinya: “Dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min”

Yaitu agar seseorang tidak menunggangi kepalanya sendiri dengan mengatakan: “Beginilah saya memahami Al-Qur’an dan beginilah saya memahami Hadits.” Maka dikatakan kepadanya: “Wajib bagi kamu memahami Al-Qur’an sesuai dengan pemahaman orang-orang yang pertama kali beriman (Salafush Shalih). Nash Al-Qur’an ini didukung oleh hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang menguatkannya, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang perpecahan yang terjadi pada umatnya, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

Artinya: “Semuanya di neraka kecuali satu kelompok” para sahabat bertanya: siapa kelompok itu ya Rasulullah? beliau bersabda: “Al-Jama’ah” Dalam riwayat yang lain: “Sesuatu (ajaran dan pemahaman) yang mana aku dan para sahabatku berpijak padanya.”

Mengapa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan kelompok yang selamat itu berada di atas pemahaman jama’ah, yaitu jama’ah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ? (Yang demikian itu) agar tertutup jalan bagi orang-orang ahli ta’wil dan orang-orang yang mempermainkan dalil-dalil dan nash-nash Al-Qur’an dan hadits.

Sebagai contoh, firman Allah Jalla Jalaluhu.

Artinya : “Wajah-wajah (orang-orang mu’min) pada hari itu berseri-seri. Kepada Rabbnyalah mereka melihat” (QS. Al-Qiyamah: 19-20)

Ayat ini adalah nash yang jelas dalam Al-Qur’an bahwa Allah Jalla Jalaluhu memberikan karuniaNya kepada hamba-hambaNya yang beriman pada hari kiamat, mereka akan melihat wajah Allah Jalla Jalaluhu yang mulia, sebagaimana dikatakan oleh seorang faqih ahli syair yang beraqidah salaf. “Kaum mu’min melihat Allah tanpa takyif (menanyakan bagaimana), tidak pula tasybih (menyerupakan) dan memisalkan.”

Mu’tazilah berkata : “Tidak mungkin seorang hamba bisa melihat Rabbnya di dunia maupun di akhirat”, (Jika ditanyakan kepadanya): “Akan tetapi kemana kamu membawa makna ayat itu?” dia berkata: “Ayat itu bermakna : wajah orang-orang mukmin melihat pada kenikmatan Rabbnya” Jika ditanyakan kepadanya: “Anda menakwilkan makna melihat Allah dengan arti (melihat kenikmatan Rabbnya) sedang Allah Jalla Jalaluhu berfirman: “Kepada Rabnyallah mereka melihat?” darimana kamu datangkan kata kenikmatan? ia berkata: Ini adalah majas (kiasan).

Oleh sebab itu Ibnu Taimiyah mengingkari adanya majaz di dalam Al-Qur’an. Karena ia merupakan salah satu pegangan terkuat dan terbesar yang telah merobohkan aqidah Islam. Ayat diatas, menetapkan suatu karunia dari Allah Jalla Jalaluhu kepada hambaNya yaitu mereka akan melihat wajah Allah Jalla Jalaluhu pada hari kiamat, tetapi orang-orang Mu’tazilah mengatakan ini tidak mungkin.

[Disalin dari Majalah : Al Ashalah, diterjemahkan oleh Majalah Adz-Dzkhiirah Al-Islamiyah Edisi : Th. I/No. 03/ 2003 – 14124H,Terbitan Ma’had Ali Al-Irsyad Surabaya. Jl Sultan Iskandar Muda No. 46 Surabaya]


Artikel : www.hisbah.net

Ikuti update artikel Hisbah di Fans Page Hisbah
Twitter @Hisbahnet, Google+ Hisbahnet

About Author

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Akhlak

Fatwa MUI : PERAYAAN NATAL BERSAMA

Published

on

By

PERAYAAN NATAL BERSAMA

بسم الله الرحمن الرحيم

Dewan pimpinan Majlis Ulama Indonesia, Setelah:

Memperhatikan:

• Perayaan Natal Bersama pada akhir-akhir ini disalah artikan oleh sebagian Ummat Islam dan disangka dengan Ummat Islam merayakan Maulid Nabi Besar Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
• Karena salah pengertian tersebut ada sebagian orang Islam yang ikut dalam perayaan Natal dan duduk dalam kepanitiaan Natal.
• Perayaan Natal bagi orang-orang Kristen adalah merupakan ibadah

Menimbang:
• Ummat Islam perlu mendapat petunjuk yang jelas tentang Perayaan Natal Bersama
• Ummat Islam agar tidak mencampur adukan aqidah dan ibadahnya dengan aqidah dan ibadah agama lain.
• Ummat Islam harus berusaha untuk menambah Iman dan Taqwanya kepada Allah Subhanahu WaTa’ala
• Tanpa mengurangi usaha Ummat Islam dalam kerukunan antar Ummat Beragama di Indonesia

Meneliti Kembali:
Ajaran-ajaran Agama Islam, antara lain:
A. Bahwa Islam diperbolehkan untuk bekerja sama dan bergaul dengan Ummat agama-agama lain dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah keduniaan, berdasarkan atas :

• Al-Qur’an Surat al Hujurat ayat 13
Artinya, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. 49:13)
• Al-Qur’an surat lukman ayat : 15
Artinya, “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. 31:15)
• Al-Qur’an surat Mumtahanah ayat 8
Artinya, “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. 60:8)

B. Bahwa Ummat Islam tidal boleh mencampuradukan aqidah dan peribadatan agamanya dengan aqidah dan peribadatan agama lain berdasarkan:

• Al-Qur’an surat al-Kafirun: ayat 1-6
Artinya, “Katakanlah:”Hai orang-orang kafir!” (QS. 109:1)
“aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.” (QS. 109:2)
“Dan kamu bukan penyembah Ilah yang aku sembah.” (QS. 109:3)
“Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah (QS. 109:4)
“dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Ilah yang aku sembah.” (QS. 109:5)
“Untukmulah agamamu, dan untukkulah agamaku.” (QS. 109:6)
• Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat: 42
Artinya, ”Dan janganlah kamu campur-adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.” (QS. 2:42)

C. Bahwa Ummat Islam harus mengakui kenabian dan kerasulan Isa Al Masih bin Maryam sebagaimana pengakuan mereka kepada para nabi dan Rasul yang lain, berdasarkan atas :

• Al-Qur’an surat Maryam ayat : 30-32
Artinya, “Berkata Isa:”Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al-Kitab (Injil) dan Dia manjadikan aku seorang nabi.” (QS. 19:30)
“dan dia menjadikan aku seorang yang berbakti di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup.” (QS. 19:31)
“dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.” (QS. 19:32)
• Al-Qur’an surat al Maidah ayat : 75
Artinya, “Al-Masih putera Maryam itu hanyalah seorang Rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-duanya biasa memakan makanan. Perhatikan bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka (ahli Kitab) tanda-tanda kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan ayat-ayat Kami itu).” (QS. 5:75)
• Al-Qur’an surat Al Baqarah ayat: 285
Artinya, “Rasul telah beriman kepada al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Rabbnya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan):”Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya”, dan mereka mengatakan:”Kami dengar dan kami ta’at”. (Mereka berdoa):”Ampunilah kami ya Rabb kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.” (QS. 2:285)

D. Bahwa barangsiapa berkeyakinan Bahwa Tuhan itu lebih dari Satu, Tuhan itu mempunyai anak, Isa al Masih itu anaknya, maka orang itu kafir dan musyrik, berdasarkan atas:

• Al-Qur’an surat al Maidah ayat: 72
Artinya, “Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, “Sesungguhnya Allah ialah Al-Masih putera Maryam”, padahal Al-Masih (sendiri) berkata:”Hai Bani Israil, sembahlah Allah Rabbku dan Rabbmu”. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” (QS. 5:72)
• Al-Qur’an surat al Maidah ayat: 73
Artinya, “Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan:”Bahwanya Allah salah satu dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Ilah (yang kelak berhak disembah) selain Ilah Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.” (QS. 5:73)
• Al-Qur’an surat at Taubah ayat: 30
Artinya, “Orang-orang Yahudi berkata:”Uzair itu putera Allah” dan orang-orang Nasrani berkata:”Al-Masih itu putera Allah”. Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir terdahulu. Dila’nati Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling.” (QS. 9:30)

E.Bahwa Allah pada hari kiamat nanti akan menanyakan Isa, apakah dia pada waktu di dunia menyuruh kaumnya, agar mereka mengakui Isa dan Ibunya (Maryam) sebagai Tuhan. Isa menjawab “ Tidak”: Hal itu berdasarkan atas:

Al-Qur’an surat al Maidah ayat: 116-118
Artinya, “Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman:”Hai ‘Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia:”Jadikanlah aku dan ibuku dua orang Ilah selain Allah”. ‘Isa menjawab:”Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya maka tentulah Engaku telah mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang ghaib-ghaib.” (QS. 5:116)
“Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakannya) yaitu:”Sembahlah Allah, Rabbku dan Rabbmu”, dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka. Maka setelah Engkau wafatkan (angkat) aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Meyaksikan atas segala sesuatu.” (QS. 5:117)
“Jika engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. 5:118)

F.Islam mengajarkan bahwa Allah Subhanahu WaTa’ala itu hanya satu, berdasarkan atas: al-Qur’an surat al Ikhlas ayat: 1-4
Artinya, “Katakanlah:”Dialah Allah, Yang Maha Esa.” (QS. 112:1)
“Allah adalah Ilah yang bergantung kepada-Nya segala urusan.” (QS. 112:2)
“Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan.” (QS. 112:3)
“dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.” (QS. 112:4)
G.Islam mengajarkan kepada ummatnya untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang syubhat dan dari larangan Allah Subhanahu WaTa’ala serta untuk mendahulukan menolak kerusakan dari pada menarik kemaslahatan, berdasarkan atas:

• Hadits Nabi dari Nu’man bin Basyir:
Artinya, “ Sesungguhnya apa-apa yang halal itu jelas dan apa-apa yang haram itu pun telah jelas, akan tetapi di antara keduanya itu banyak yang syubhat (seperti halal, seperti haram), kebanyakan orang tidak mengetahui yang syubhat itu. Barang siapa memelihara diri dari yang syubhat itu, maka bersihlah agamanya dan kehormatannya, tetapi barangsiapa jatuh pada yang syubhat maka berarti ia telah jatuh kepada yang haram, semacam orang yang mengembalakan binatang di daerah larangan itu, katahuilah bahwa setiap raja mempunyai larangan dan ketahuilah bahwa larangan Allah ialah apa-apa yang diharamkanya-Nya (oleh karena itu hal yang haram jangan didekati).”
• Kaidah Usul Fikih, yang artinya, ”Menolak kerusakan-kerusakan itu didahulukan dari pada menarik kemaslahatan-kemaslahatan (jika tidak demikian sangat mungkin mafasidnya yang diperoleh, sedangkan masholihnya tidak dihasilkan”.

MEMUTUSKAN

Memfatwakan:
• Perayaan Natal di indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa As, akan tetapi Natal Itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan di atas.
• Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat Islam hukumya haram.
• Agar Ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah Subhanahu WaTa’ala dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan Natal.

Jakarta, 1 Jumadil Awal 1401 H
7 Maret 1981

Komisi Fatwa
Majlis Ulama Indonesia

Ketua,

ttd.
K.H.M SYUKRI GHOZALI

Sekretaris,

ttd.
DRS. H. MAS’UDI

NB: Pada naskah asli fatwa MUI di atas terdapat teks Arab untuk teks al-Qur’an dan Hadits namun karena sesuatu dan lain hal (masalah teknis) kami tidak memuatnya

About Author

Continue Reading

baru

Fitrahnya manusia beriman kepada Allah Azza Wa Jalla dan mentauhidkan-Nya

Published

on

By

Fitrahnya manusia beriman kepada Allah Azza Wa Jalla dan mentauhidkan-Nya

Allâh Azza wa Jalla telah menciptakan manusia memiliki fitrah beriman kepada-Nya dan mentauhidkan-Nya. Manusia itu dilahirkan dalam keadaan mengimani keberadaan Allâh Azza wa Jalla bahwa tidak ada yang berhak diibadahi selain Dia, dan tidak ada Rabb selain Dia.
Seandainya manusia dibiarkan pada fitrahnya yang asli, dia pasti tumbuh menjadi orang yang mentauhidkanNya. [Lihat: Tafsîr al-Baghawi, 3/482; Tafsîr Ibni Katsîr, 3/688; dan Ma’ârijul Qabûl, 1/91, 93]

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚ فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allâh; (tetaplah atas) fitrah Allâh yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allâh. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. [Ar-Rûm/30:30]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الفِطْرَةِ،
فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ، وَيُنَصِّرَانِهِ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

Semua bayi dilahirkan di atas fitrah, kemudian kedua orang tuanya menjadikannya beragama Yahudi, Nashrani, atau Majusi. [HR. Al-Bukhâri, no. 1359 dan Muslim, no. 2658]
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda meriwayatkan dari Rabbnya, bahwa Allâh Azza wa Jalla berfirman:

وَإِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفَاءَ كُلَّهُمْ، وَإِنَّهُمْ أَتَتْهُمُ الشَّيَاطِينُ فَاجْتَالَتْهُمْ عَنْ دِينِهِمْ

Sesungguhnya Aku (Allâh) telah menciptakan hamba-hambaKu semuanya hanif (lurus; muslim), dan sesungguhnya setan-setan mendatangi mereka lalu menyesatkan mereka dari agama mereka. [HR. Muslim, no. 2865]

Oleh karena itu Nabi Adam Alaihissallam, bapak semua manusia dan semua anaknya yang hidup di zamannya adalah orang-orang yang bertauhid.
Keturunan Nabi Adam setelahnya terus berada di atas tauhid sampai datang kaum Nabi Nûh Alaihissallam, setan menampakkan syirik sebagai sesuatu yang bagus kepada mereka dan mengajak mereka menuju syirik, sehingga mereka terjerumus ke dalam syirik.
Allah Azza wa Jalla berfirman:

كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ وَأَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ

Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), maka Allâh mengutus para nabi, sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi kabar peringatan, dan Allâh menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. [Al-Baqarah/2: 213]
Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbâs Radhiyallahu anhu, beliau berkata:

كَانَ بَيْنَ نُوحٍ وَآدَمَ عَشَرَةُ قُرُونٍ، كُلُّهُمْ عَلَى شَرِيعَةٍ مِنَ الْحَقِّ. فَاخْتَلَفُوا، فَبَعَثَ اللَّهُ
النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ

Antara Nabi Nuh dengan Nabi Adam ada sepuluh generasi, mereka semua berada di atas syari’at yang haq, tetapi kemudian mereka berselisih, maka Allâh mengutus para nabi, sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi kabar peringatan”. [Riwayat Thabari di dalam tafsirnya, 4/275 dan al-Hâkim dalam al-Mustadrak, 2/546. Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 1/569]

Dan penyebab perselisihan manusia pertama kali di muka bumi adalah kemusyrikan yang dilakukan oleh kaum Nabi Nûh Alaihissallam , disebabkan oleh sikap ghuluw (melewati batas) dalam mengagungkan orang-orang shalih.
Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang kaum Nabi Nûh Alaihissallam :

وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا

Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) ilah-ilah (tuhan-tuhan) kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwaa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr”.[Nûh/71:23]
Tuhan-tuhan yang disembah oleh kaum Nabi Nuh di atas, asalnya adalah orang-orang shalih yang telah mati. Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu :

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا صَارَتْ الْأَوْثَانُ الَّتِي كَانَتْ فِي قَوْمِ نُوحٍ فِي الْعَرَبِ بَعْدُ أَمَّا وَدٌّ كَانَتْ لِكَلْبٍ بِدَوْمَةِ الْجَنْدَلِ وَأَمَّا سُوَاعٌ كَانَتْ لِهُذَيْلٍ وَأَمَّا يَغُوثُ فَكَانَتْ لِمُرَادٍ ثُمَّ لِبَنِي غُطَيْفٍ بِالْجَوْفِ عِنْدَ سَبَإٍ وَأَمَّا يَعُوقُ فَكَانَتْ لِهَمْدَانَ وَأَمَّا نَسْرٌ فَكَانَتْ لِحِمْيَرَ لِآلِ ذِي الْكَلَاعِ أَسْمَاءُ رِجَالٍ صَالِحِينَ مِنْ قَوْمِ نُوحٍ فَلَمَّا هَلَكُوا أَوْحَى الشَّيْطَانُ إِلَى قَوْمِهِمْ أَنْ انْصِبُوا إِلَى مَجَالِسِهِمْ الَّتِي كَانُوا يَجْلِسُونَ أَنْصَابًا وَسَمُّوهَا بِأَسْمَائِهِمْ فَفَعَلُوا فَلَمْ تُعْبَدْ حَتَّى إِذَا هَلَكَ أُولَئِكَ وَتَنَسَّخَ الْعِلْمُ عُبِدَتْ

Dari Ibnu Abbas, dia berkata: “Patung-patung yang dahulu ada pada kaum Nabi Nûh setelah itu berada pada bangsa Arab. Adapun Wadd berada pada suku Kalb di Daumatul Jandal. Suwâ’ berada pada suku Hudzail. Yaghûts berada pada suku Murâd, lalu pada suku Bani Ghuthaif di al-Jauf dekat Saba’. Ya’uq berada pada suku Hamdan. Dan Nasr berada pada suku Himyar pada keluarga Dzil Kila’. Itu semua nama-nama orang-orang shalih dari kaum (sebelum-pen) Nuh. Ketika mereka mati, syaithan membisikkan kepada kaum mereka: “Buatlah patung yang ditegakkan pada majlis-majlis mereka, yang mereka dahulu biasa duduk. Dan namakanlah dengan nama-nama mereka!”. Lalu mereka melakukan. Patung-patung itu tidak disembah. Sehingga ketika mereka (generasi pembuat patung) mati, ilmu (agama) telah hilang, patung-patung itu tidak disembah”. [HR. Al-Bukhâri, no. 4920]

 

Artikel : www.hisbah.net

Ikuti update artikel di Fans Page Hisbah.net
Youtube HisbahTv,
Follow Instagram Kami Hisbahnet dan alhisbahbogor

About Author

Continue Reading

Manhaj

Khurofat: Bulan Muharram Bulan Kesialan?

Published

on

Pembaca Yang Budiman.

Keyakinan ini banyak tersebar di negeri kita, mereka lebih mengenal bulan ini dengan nama bulan Syuro. Oleh karena itu banyak sekali diadakan acara-acara selamatan pada bulan ini. Ada yang memberikan sembelihan untuk suatu jembatan tertentu atau sungai dan laut tertentu atau benda-benda tertentu.

Karena keyakinan ini, mereka takut untuk mengadakan pernikahan padanya, atau kegiatan-kegiatan yang mereka anggap penting lainnya. Mereka khawatir jika melakukan hal-hal tersebut akan ditimpa kesialan atau musibah dan bencana.  Persis dengan keyakinan orang-orang arab jahiliyyah. Bedanya, kalau bulan sial menurut orang jahiliyyah adalah bulan Shofar, adapun bulan sial mereka adalah Muharram atau syuro.

Semua ini sangat bertentangan dengan ajaran islam, bahkan perbuatan dan keyakinan-keyakinan itu bisa mengeluarkan seseorang dari keislaman jika terpenuhi syarat-syaratnya dan terbebas dari penghalang-penghalang yang mencegahnya, sebagaimana yang telah lalu penjelasannya dalam artikel kami  yang berjudul “Bahaya Syirik dan Ketakutan Orang-orang Beriman darinya.”

(Amar Abdullah/hisbah.net)

Ikuti update artikel Kami di Fans Page Hisbah.net
Twitter @Hisbahnet, Google+ Hisbahnet

About Author

Continue Reading

Trending