Muslim meriwayatkan dalam shahihnya [1] dari Abdullah bin Mas’ud رَضِيَ اللهُ عَنْهُ dia berkata,
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَلْقَى اللَّهَ غَدًا مُسْلِمًا فَلْيُحَافِظْ عَلَى هَؤُلاَءِ الصَّلَوَاتِ حَيْثُ يُنَادَى بِهِنَّ فَإِنَّ اللَّهَ شَرَعَ لِنَبِيِّكُمْ -صلى الله عليه وسلم- سُنَنَ الْهُدَى وَإِنَّهُنَّ مِنْ سُنَنِ الْهُدَى وَلَوْ أَنَّكُمْ صَلَّيْتُمْ فِى بُيُوتِكُمْ كَمَا يُصَلِّى هَذَا الْمُتَخَلِّفُ فِى بَيْتِهِ لَتَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ وَلَوْ تَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ لَضَلَلْتُمْ وَمَا مِنْ رَجُلٍ يَتَطَهَّرُ فَيُحْسِنُ الطُّهُورَ ثُمَّ يَعْمِدُ إِلَى مَسْجِدٍ مِنْ هَذِهِ الْمَسَاجِدِ إِلاَّ كَتَبَ اللَّهُ لَهُ بِكُلِّ خَطْوَةٍ يَخْطُوهَا حَسَنَةً وَيَرْفَعُهُ بِهَا دَرَجَةً وَيَحُطُّ عَنْهُ بِهَا سَيِّئَةً وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إِلاَّ مُنَافِقٌ مَعْلُومُ النِّفَاقِ وَلَقَدْ كَانَ الرَّجُلُ يُؤْتَى بِهِ يُهَادَى بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ حَتَّى يُقَامَ فِى الصَّفِّ
“Barang siapa ingin berbahagia bertemu dengan Allah besok pada hari Kiamat dalam keadaan Muslim, maka hendaknya dia menjaga shalat-shalat (lima waktu) di mana dikumandangkan adzan padanya (yaitu di masjid), karena sesungguhnya Allah telah mensyariatkan kepada Nabi kalian sunnah-sunnah petunjuk, dan shalat berjamaah itu termasuk sunnah-sunnah petunjuk. Seandainya kalian shalat di rumah seperti shalatnya orang yang tertingal (dari shalat berjamaah) ini, niscaya kalian telah meninggalkan sunnah Nabi kalian. Dan jika kalian meninggalkan Sunnah Nabi kalian, niscaya kalian akan tersesat. Tidaklah seorang laki-laki yang bersuci lalu dia melakukannya dengan baik kemudian dia berangkat ke salah satu masjid di antara masjid-masjid yang ada melainkan Allah menulis untuknya satu kebaikan dengan setiap langkah yang dilangkahkannya dan mengangkat satu derajat dengannya serta menghapus satu keburukan dengannya. Aku telah melihat kami –para sahabat Nabi- tidak ada yang meninggalkan shalat berjamaah kecuali pasti dia seorang munafik yang telah diketahui kemunafikannya. Dan sungguh seseorang (dari kami) dipapah dan dihadirkan, sehingga akhirnya diberdirikan di shaf.”
***
Bila keadaan orang yang tidak menghadiri shalat berjma’ah di mata para sahabat adalah demikian, para sahabat menilainya sebagai orang munafik dengan kemunafikan yang nyata, lalu bagaimana dengan orang yang meninggalkan shalat ? Kami memohon keselamatan kepada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى.
Sesungguhnya timbangan shalat di dalam Islam itu agung dan kedudukannya tinggi, Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى mewajibkannya kepada NabiNya tanpa perantara dari atas langit ketujuh mana kala Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى memi’rajkan beliau ke langit. Dalil-dalil di selain yang sudah disebutkan di atas, hadir menetapkan keutamaannya, kedudukannya yang tinggi, dan beratnya hukuman bagi siapa yang menyia-nyiakannya, tapi meskipun demikian, timbangan shalat di mata banyak orang masih dianggap sepele. Di antara mereka ada orang yang tidak pernah terlihat di masjid sama sekali di seluruh waktu-waktu shalat, padahal dia tinggal di samping masjid, dia keluar rumah untuk bekerja, namun tidak keluar dari rumahnya untuk mendirikan shalat di masjid, padahal dia mendengar adzan lima kali dalam sehari semalam. Dia berkata, “Kami mendengar dan kami durhaka.” Yang aneh dalam hal tersebut adalah bahwa orang yang tidak shalat itu tinggal bersama keluarganya yang menjaga shalat bersama kaum Muslimin, namun sayangnya mereka tidak mengingatkannya, bahkan membiarkannya di rumah seolah-olah dia tidak melakukan kemunkaran apa pun. Mereka makan bersama, minum bersama dan bergaul bersamanya. Di mana rasa cemburu dalam hal agama ? Di mana syiar amar makruf dan nahi munkar ? Kecuali orang yang menginginkan nasehat dan kebaikan untuk mereka.
Iklan
Di antara mereka ada yang meremehkan syarat-syarat shalat, rukun-rukunnya, dan wajib-wajibnya, dia tidak menunaikannya sebagaimana mestinya.
Di antara mereka ada yang meremehkan shalat bersama jama’ah, ini adalah tanda kemunafikan.
Kewajiban kita adalah menjaga ketaatan dan ibadah yang agung ini, yang merupakan rukun islam paling besar sesudah dua kalimat syahadat. Hendaknya kita mewaspadai dengan cermat jalan para pendosa yang apabila mereka diajak, “Rukuklah”, mereka tidak mau rukuk.
Hendaknya seorang hamba tidak membanggakan dirinya, takjub kepada amal dan keadaannya dan lalai dari mengagungkan Tuhan dan Penolongnya, meremehkan syiar-syiar-Nya, sehingga dia akan masuk ke dalam rombongan orang-orang yang merugi.
Dari Khalid bin Umair al-Adawi, ia berkata, Utbah bin Ghazwan berkhuthbah di depan kami, dia memuji dan menyanjung Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى kemudian berkata,
“Amma ba’du. Sesungguhnya dunia ini telah memberitahukan kefanaannya dan berpaling dengan sangat cepat, tidak tersisa dari umur dunia melainkan sedikit seperti sisa air dalam bejana yang diminum oleh pemiliknya. Sesungguhnya kalian akan pindah dari dunia menuju sebuah perkampungan yang tidak mengenal kebinasaan, maka berpindahlah kalian dengan berbekal kebaikan dari apa yang ada di hadapan kalian. Karena sesungguhnya telah diberitakan kepada kami bahwa sebuah batu dilemparkan dari pinggir Jahannam kemudian jatuh meluncur ke dalamnya selama 70 tahun namun belum sampai ke dasarnya. Demi Allah, neraka itu pasti akan diisi penuh, apakah kalian merasa takjub ? Dan telah diberitahukan kepada kami bahwa jarak antara dua pintu gerbang dari pintu-pintu gerbang surga adalah sejauh perjalanan 40 tahun. Dan suatu hari nanti ia akan penuh sesak oleh orang-orang (yang memasukinya). Sungguh aku telah menyaksikan diriku orang ketujuh dari tujuh orang yang bersama Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, waktu itu kami tidak memiliki makanan sama sekali kecuali hanya daun-daun pohon sampai bibir kami terluka. Kemudian saya menemukan satu potong kain burdah, lalu saya membelahnya menjadi dua antara aku dan Sa’ad bin Malik, saya bersarung dengan separuhnya dan Sa’ad juga bersarung dengan separuhnya. Lalu sekarang, tidaklah masing-masing dari kami kecuali telah menjadi gubernur pada salah satu wilayah. Sesungguhnya aku berlindung kepada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى agar jangan sampai dalam pandangan diriku, aku ini besar tetapi kecil di sisi Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى. Sesungguhnya tidak ada satu kenabian pun kecuali ia berubah keadaannya hingga akhir perkaranya menjadi kerajaan, kalian akan mengetahui dan merasakan para pemimpin sesudah kami.” Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahihnya. [2]
Kami memohon kepada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى dengan nama-nama-Nya yang paling baik dan sifat-sifat-Nya yang paling luhur agar melindungi kita semua dari jalan para pendosa, membimbing kita untuk menjaga ketaatan kepada-Nya, dan menolong kita untuk menjaga shalat.
Ya Allah jadikanlah kami orang-orang yang mendirikan shalat.
Ya Allah bimbinglah kami untuk memperhatikan shalat dan mendirikannya sebagaimana yang Engkau cintai dan ridhai, wahai Dzat Pemilik keagungan dan kemuliaan.
(Amin)
Wallahu A’lam
Amar Abdullah bin Syakir
Sumber :
Ta’zhimu ash-Shalati, Prof.Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Badr, hal.27-30.
Catatan :
[1] Shahih Muslim, no. 654
[2] Shahih Muslim, no. 2967