Connect with us

safinatun najah

Urgensi Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Published

on

1 Ia adalah tugas utama diutusnya para Rasul. Allah Ta’ala befirman:

وَلَقَدۡ بَعَثۡنَا فِي كُلِّ أُمَّةٖ رَّسُولًا أَنِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَٱجۡتَنِبُواْ ٱلطَّٰغُوتَۖ

“Dan sesungguhnya kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (Untuk menyerukan): “sembahlah Allah (saja), dan jauhilah taghut.” (An-Nahl : 36)

2 Ia adalah salah satu sifat sayyidil mursalin, Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam, sebagaimana yang telah dikatakan oleh ibnu katsir ketika membawakan ayat:

ٱلَّذِينَ يَتَّبِعُونَ ٱلرَّسُولَ ٱلنَّبِيَّ ٱلۡأُمِّيَّ ٱلَّذِي يَجِدُونَهُ مَكۡتُوبًا عِندَهُمۡ فِي ٱلتَّوۡرَىٰةِ وَٱلۡإِنجِيلِ يَأۡمُرُهُم بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡهَىٰهُمۡ عَنِ ٱلۡمُنكَر

“(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar.” (Al-A’raf: 157)

3 Ia juga merupakan salah satu sifat orang-orang yang beriman. Allah berfirman:

وَٱلۡمُؤۡمِنُونَ وَٱلۡمُؤۡمِنَٰتُ بَعۡضُهُمۡ أَوۡلِيَآءُ بَعۡضٖۚ يَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤۡتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَيُطِيعُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓۚ أُوْلَٰٓئِكَ سَيَرۡحَمُهُمُ ٱللَّهُۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٞ

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah: 71)

Imam Al-Qurtuby menafsirkan: “Maka Allah jadikan amar ma’ruf nahi mungkar sebagai pembeda antara orang-orang yang beriman dan orang-orang yang munafik, hal itu menunjukkan bahwa sifat yang paling khusus bagi seorang mu’min adalah amar ma’ruf nahi mungkar dan puncaknya adalah mengajak kepda islam dan berjihad demi menegakkannya”.

4 Ia merupakan karakteristik orang-orang yang shaleh. Allah Ta’ala berfirman:

 لَيۡسُواْ سَوَآءٗۗ مِّنۡ أَهۡلِ ٱلۡكِتَٰبِ أُمَّةٞ قَآئِمَةٞ يَتۡلُونَ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ ءَانَآءَ ٱلَّيۡلِ وَهُمۡ يَسۡجُدُونَ .يُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ وَيَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَيُسَٰرِعُونَ فِي ٱلۡخَيۡرَٰتِۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ مِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ

“Mereka itu tidak sama; di antara Ahli Kitab itu ada golongan yang berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud (sembahyang). Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan, mereka menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar dan bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh.” (Ali-Imran: 113-114).

BEBERAPA ISTILAH DALAM AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR

Ihtisab

Dalam bahasa arab kata ihtisab memiliki beberapa makna, dua makna yang paling populer adalah sebagai berikut:

Makna pertama: mengharap pahala, sebagaimana sabda Nabi shalallahu alaihi wasallam; “Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadan karena iman dan ihtisab (mengharap pahala) maka diampuni dosa-dosa yang telah lalu.” (muttafaqun alaih)

Makna kedua: mengingkari kemungkaran, sehingga orang yang mengingkari kemungkaran tersebut disebut muhtasib.

Sedangkan dalam istilah, makna ihtisab sebagaimana yang disebutkan oleh imam al-mawardi dan abu ya’la: “menyeru kepada sesuatu yang ma’ruf yang jelas ditinggalkan dan melarang sesuatu yang mungkar yang jelas dilakukan.

Ma’ruf

Secara bahasa: segala sesuatu yang dianggap baik secara akal maupun syariat. Dan dalam pengertian secara istilah adalah, semua yang diperintahkan oleh syariat baik berupa I’tiqad (keyakinan), perkataan, atau perbuatan, baik perintahnya bersifat wajib maupun sunnah.

Munkar

Secara bahasa: segala sesuatu yang dianggap buruk dan diingkari secara akal maupun syariat.

Definisi syar’i: semua yang diingkari dan dilarang serta pelakunya dicela oleh syariat. Masuk kedalam pegertian ini keumuman bid’ah dan maksiat.

Hisbah

Kata hisbah berasal dari kata ihtisab. Dalam mendefinisikannya ulama terbagi menjadi dua kelompok, kelompok pertama berpendapat bahwa hisbah sama artinya dengan amar ma’ruf nahi munkar, diantaranya imam ghazali. Dan kelompok kedua berpendapat bahwa hisbah merupakan cabang dari amar ma’ruf nahi mungkar.

Bahayanya Jimat

Di antara yang mengurangi kadar kesempurnaan tauhid, bahkan boleh jadi menghilangkannya secara total dan mencabut tauhid sampai ke akar-akarnya adalah bergantungnya hati kepada benang atau bentuk-bentuk jimat yang lain dengan harapan bisa mendatangkan manfaat dan mencegah mara bahaya. Hal ini termasuk kemusyrikan. Termasuk kemusyrikan adalah memakai jimat dengan berbagai bentuknya dengan harapan bisa mewujudkan manfaat ataupun mencegah mara bahaya.

Hati itu hanya boleh disandarkan kepada Allah. Memohon kesembuhan, tercegah ataupun hilangnya bala bencana hanya boleh kepada Allah. Dialah yang memberi, yang menahan rizki, meninggikan ataupun menurunkan derajat. Di tangan-Nyalah kendali segala urusan.

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan kualitas sanad yang tidak mengapa dari Imron bin Hushain, Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- melarang ada seorang yang di tangannya ada gelang dari tembaga. Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- lantas menanyai orang itu, “Untuk apa ini?” “Untuk mengobati sakit loyo di tangan”, jawab orang tersebut. Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam– bersabda, “Buanglah”.

Dalam riwayat yang lain, “Lepaslah sesungguhnya benda tersebut hanya akan membuatmu semakin loyo. Andai kau mati dalam kondisi masih memakai benda tersebut maka engkau mati tidak dalam keadaan memeluk agama Muhammad”.

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari ‘Uqbah bin ‘Amir, Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-bersabda, “Barang siapa yang memakai jimat maka Allah tidak akan mewujudkan keinginannya. Barang siapa yang memakai jimat untuk penenang hati maka Allah tidak akan menenangkannya”.

Dalam riwayat yang lain, “Barang siapa yang memakai jimat maka dia telah melakukan perbuatan kemusyrikan”.

Dalam sebuah hadits yang sahih, Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, “Sesungguhnya mantera-mantera, jimat dan pelet atau pengasihan adalah kemusyrikan”.

Hadits-hadits ini adalah di antara bukti bahwa Nabi itu menginginkan kebaikan untuk umatnya. Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- menjelaskan hal di atas agar umat Islam tetap menjadi umat yang mulia karena menggantungkan hatinya kepada penciptanya dan bersandar kepada Rabbnya. Hanya mengharapkan kesembuhan dari Allah, tidak dari berbagai bentuk jimat baik yang terbuat dari manik-manik, kerang, tembaga, ataupun besi. Semua benda tersebut adalah ciptaan Allah yang tidak bisa menyelamatkan dirinya sendiri, terlebih lagi memberi manfaat ataupun mencegah mara bahaya dari yang lain. Ini semua menuntut para Da’I untuk mengingatkan masyrakat agar membuang jauh-jauh segala macam jimat dan hanya bergantung kepada Allah azza wa jalla.

Tafsir

كُنتُمۡ خَيۡرَ أُمَّةٍ أُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ تَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَتَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَتُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِۗ وَلَوۡ ءَامَنَ أَهۡلُ ٱلۡكِتَٰبِ لَكَانَ خَيۡرٗا لَّهُمۚ مِّنۡهُمُ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ وَأَكۡثَرُهُمُ ٱلۡفَٰسِقُونَ ١١٠

“Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah, sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, diantara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Ali-Imran: 110)

Ayat ini mengandung suatu dorongan kepada kaum mukminin supaya tetap memelihara sifat-sifat utama yang disebutkan, dan supaya mereka tetap mempunyai semangat yang tinggi. Umat yang terbaik di dunia ini adalah umat yang memiliki dua macam sifat, yaitu mengajak kebaikan serta mencegah kemungkaran dan senantiasa beriman kepada Allah azza wa jalla. Semua sifat itu telah dimiliki oleh kaum muslimin di masa Nabi shallalhu alihi wa sallam dan telah mendarah daging dalam diri mereka, karena itu mereka menjadi kuat dan jaya. Bahkan dalam waktu yang singkat mereka dapat menjadikan seluruh tanah arab tunduk dan patuh dibawah naungan islam. Padahal sebelumnya mereka adalah umat yang berpecah belah, selalu dalam suasana kacau dan perang. Ini adalah berkat keteguhan iman, ketabahan serta keuletan mereka dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Iman yang mendalam di hati mereka selalu mendorong untuk berjihad dan berjuang untuk menegakkan kebenaran dan keadilan.

 Qaul salaf

Sahabat Hudzaifah bin Yaman  pernah ditanya tentang mayat hidup, maka beliau menjawab: “Yaitu seorang yang tidak mengingkari kemungkaran dengan tangannya, tidak pula dengan lisannya, begitu juga dengan hatinya.”

Dan Ibnu Mas’ud menerangkan tentang mayat hidup, beliau berkata: “Yaitu seorang yang tidak mengetahui perkara ma’ruf dan tidak juga mengingkari kemungkaran.”

About Author

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Aqidah

Dari Pacaran Hingga Pembunuhan: Satu Kemaksiatan Akan Menarik Kemaksiatan Lainnya

Published

on

Sebuah ketetapan Allah Ta’ala, bahwa Surga dikelilingi dengan amalan-amalan yang tidak disukai oleh nafsu manusia, dan Neraka dikelilingi oleh hal-hal yang diinginkan oleh setiap nafsu insan.

Amalan-amalan surga nampak begitu berat dan membosankan, seperti tahajjud, puasa dan sedekah.

Sedangkan Neraka betul-betul dapat menjerumuskan anak adam dengan segala bentuk kenikmatan yang ditawarkannya, seperti pergaulan bebas dan sebagainya.

Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:

حُجِبَتْ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ وَحُجِبَتْ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ

 “Neraka dikelilingi dengan syahwat (hal-hal yang menyenangkan nafsu), sedang surga dikelilingi hal-hal yang tidak disenangi (nafsu).” (HR Bukhari)

Dan fatalnya lagi, maksiat-maksiat ini selain memiliki daya tarik, juga akan menarik satu persatu jenis maksiat lainnya, hingga semuanya dilakukan oleh pelakunya tanpa dia sadari, tanpa dia niatkan di awal.

Misalnya perzinahan.

Allah Ta’ala telah berfirman:

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk”. (QS Al Israa: 32)

Ya, Allah Ta’ala tutup jalannya sedini mungkin, Jangan Dekati!

Tapi bagi yang tidak peduli dengan halal dan haram, pada awalnya dia hanya ingin mengajak bicara wanita asing itu, kemudian dilanjutkan chatting di sosial media, kemudian bertemu dan berkhalwat, terus kemudian syaitan menggoda mereka, pegangan tangan, seterusnya hingga mereka berzina. Dan tidak sampai di situ, jika hamil di luar nikah, maka akan mengaborsi janinnya karena takut malu, bahkan sampai ada yang membunuh si perempuannya juga. Na’udzubillah.

Lihat, bagaimana maksiat pacaran yang awalnya hanya dengan niat sederhana, yaitu kenalan, namun dapat berakhir pada pembunuhan!

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam sudah bersabda:

لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا كَانَ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ

”Jangan sampai seorang lelaki berdua-duaan dengan seorang perempuan. Jika terjadi maka, yang ketiganya adalah setan.” (HR Ahmad)

Maka tanyakan kepada orang yang aborsi janin, membunuh pacar dan lainnya. Apakah mereka niatkan itu di awal? tentu tidak bukan?

Simak perkataaan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah Ta’ala berikut:

العداوة والبغضاء شر محض لا يحبها عاقل، بخلاف المعاصي فإن فيها لذة كالخمر، والفواحش. فإن التفوس تريد ذلك والشيطان يدعو إليها النفوس حتى يوقها في شر لا تهواه ولا تريده. مجموع الفتاوى ٣٤٦/١٥

“Permusuhan dan kebencian merupakan kejelekan yang murni tidak akan disukai oleh orang berakal.

Berbeda dengan maksiat, padanya terdapat kenikmatan, seperti khamr dan zina. Dan jiwa menginginkannya.

Sehingga Syaithan pun menggoda jiwa-jiwa itu kepadanya hingga terjerumus kepada keburukan yang asalnya tidak diinginkan oleh jiwa tadi. (Majmu’ Fatawa 346/15)

Terakhir, ingatlah selalu pesan Allah Ta’ala berikut:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS Al Baqarah: 208)

Pegang teguhlah syariat, barangsiapa bertaqwa dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya maka akan selamat. Dan kebinasaan bagi yang tertipu dengan ajakan syaitan.

Semoga Allah Ta’ala menjaga kita dan kaum muslimin dari segala kemungkaran dan meneguhkan kita di atas Islam dan Iman.

 

Ditulis oleh:

Muhammad Hadrami Lc

Alumni Fakultas Syariah LIPIA JAKARTA.

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: HisbahTv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

About Author

Continue Reading

baru

Fitrahnya manusia beriman kepada Allah Azza Wa Jalla dan mentauhidkan-Nya

Published

on

By

Fitrahnya manusia beriman kepada Allah Azza Wa Jalla dan mentauhidkan-Nya

Allâh Azza wa Jalla telah menciptakan manusia memiliki fitrah beriman kepada-Nya dan mentauhidkan-Nya. Manusia itu dilahirkan dalam keadaan mengimani keberadaan Allâh Azza wa Jalla bahwa tidak ada yang berhak diibadahi selain Dia, dan tidak ada Rabb selain Dia.
Seandainya manusia dibiarkan pada fitrahnya yang asli, dia pasti tumbuh menjadi orang yang mentauhidkanNya. [Lihat: Tafsîr al-Baghawi, 3/482; Tafsîr Ibni Katsîr, 3/688; dan Ma’ârijul Qabûl, 1/91, 93]

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚ فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allâh; (tetaplah atas) fitrah Allâh yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allâh. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. [Ar-Rûm/30:30]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الفِطْرَةِ،
فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ، وَيُنَصِّرَانِهِ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

Semua bayi dilahirkan di atas fitrah, kemudian kedua orang tuanya menjadikannya beragama Yahudi, Nashrani, atau Majusi. [HR. Al-Bukhâri, no. 1359 dan Muslim, no. 2658]
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda meriwayatkan dari Rabbnya, bahwa Allâh Azza wa Jalla berfirman:

وَإِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفَاءَ كُلَّهُمْ، وَإِنَّهُمْ أَتَتْهُمُ الشَّيَاطِينُ فَاجْتَالَتْهُمْ عَنْ دِينِهِمْ

Sesungguhnya Aku (Allâh) telah menciptakan hamba-hambaKu semuanya hanif (lurus; muslim), dan sesungguhnya setan-setan mendatangi mereka lalu menyesatkan mereka dari agama mereka. [HR. Muslim, no. 2865]

Oleh karena itu Nabi Adam Alaihissallam, bapak semua manusia dan semua anaknya yang hidup di zamannya adalah orang-orang yang bertauhid.
Keturunan Nabi Adam setelahnya terus berada di atas tauhid sampai datang kaum Nabi Nûh Alaihissallam, setan menampakkan syirik sebagai sesuatu yang bagus kepada mereka dan mengajak mereka menuju syirik, sehingga mereka terjerumus ke dalam syirik.
Allah Azza wa Jalla berfirman:

كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ وَأَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ

Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), maka Allâh mengutus para nabi, sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi kabar peringatan, dan Allâh menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. [Al-Baqarah/2: 213]
Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbâs Radhiyallahu anhu, beliau berkata:

كَانَ بَيْنَ نُوحٍ وَآدَمَ عَشَرَةُ قُرُونٍ، كُلُّهُمْ عَلَى شَرِيعَةٍ مِنَ الْحَقِّ. فَاخْتَلَفُوا، فَبَعَثَ اللَّهُ
النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ

Antara Nabi Nuh dengan Nabi Adam ada sepuluh generasi, mereka semua berada di atas syari’at yang haq, tetapi kemudian mereka berselisih, maka Allâh mengutus para nabi, sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi kabar peringatan”. [Riwayat Thabari di dalam tafsirnya, 4/275 dan al-Hâkim dalam al-Mustadrak, 2/546. Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 1/569]

Dan penyebab perselisihan manusia pertama kali di muka bumi adalah kemusyrikan yang dilakukan oleh kaum Nabi Nûh Alaihissallam , disebabkan oleh sikap ghuluw (melewati batas) dalam mengagungkan orang-orang shalih.
Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang kaum Nabi Nûh Alaihissallam :

وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا

Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) ilah-ilah (tuhan-tuhan) kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwaa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr”.[Nûh/71:23]
Tuhan-tuhan yang disembah oleh kaum Nabi Nuh di atas, asalnya adalah orang-orang shalih yang telah mati. Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu :

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا صَارَتْ الْأَوْثَانُ الَّتِي كَانَتْ فِي قَوْمِ نُوحٍ فِي الْعَرَبِ بَعْدُ أَمَّا وَدٌّ كَانَتْ لِكَلْبٍ بِدَوْمَةِ الْجَنْدَلِ وَأَمَّا سُوَاعٌ كَانَتْ لِهُذَيْلٍ وَأَمَّا يَغُوثُ فَكَانَتْ لِمُرَادٍ ثُمَّ لِبَنِي غُطَيْفٍ بِالْجَوْفِ عِنْدَ سَبَإٍ وَأَمَّا يَعُوقُ فَكَانَتْ لِهَمْدَانَ وَأَمَّا نَسْرٌ فَكَانَتْ لِحِمْيَرَ لِآلِ ذِي الْكَلَاعِ أَسْمَاءُ رِجَالٍ صَالِحِينَ مِنْ قَوْمِ نُوحٍ فَلَمَّا هَلَكُوا أَوْحَى الشَّيْطَانُ إِلَى قَوْمِهِمْ أَنْ انْصِبُوا إِلَى مَجَالِسِهِمْ الَّتِي كَانُوا يَجْلِسُونَ أَنْصَابًا وَسَمُّوهَا بِأَسْمَائِهِمْ فَفَعَلُوا فَلَمْ تُعْبَدْ حَتَّى إِذَا هَلَكَ أُولَئِكَ وَتَنَسَّخَ الْعِلْمُ عُبِدَتْ

Dari Ibnu Abbas, dia berkata: “Patung-patung yang dahulu ada pada kaum Nabi Nûh setelah itu berada pada bangsa Arab. Adapun Wadd berada pada suku Kalb di Daumatul Jandal. Suwâ’ berada pada suku Hudzail. Yaghûts berada pada suku Murâd, lalu pada suku Bani Ghuthaif di al-Jauf dekat Saba’. Ya’uq berada pada suku Hamdan. Dan Nasr berada pada suku Himyar pada keluarga Dzil Kila’. Itu semua nama-nama orang-orang shalih dari kaum (sebelum-pen) Nuh. Ketika mereka mati, syaithan membisikkan kepada kaum mereka: “Buatlah patung yang ditegakkan pada majlis-majlis mereka, yang mereka dahulu biasa duduk. Dan namakanlah dengan nama-nama mereka!”. Lalu mereka melakukan. Patung-patung itu tidak disembah. Sehingga ketika mereka (generasi pembuat patung) mati, ilmu (agama) telah hilang, patung-patung itu tidak disembah”. [HR. Al-Bukhâri, no. 4920]

 

Artikel : www.hisbah.net

Ikuti update artikel di Fans Page Hisbah.net
Youtube HisbahTv,
Follow Instagram Kami Hisbahnet dan alhisbahbogor

About Author

Continue Reading

baru

Nahi Munkar Bukan Ditegakkan Dengan Vonis Bid’ah Serampangan

Published

on

Amar Makruf Nahi Munkar merupakan Syiar Islam yang agung, dan merupakan bagian penting dari dakwah.
Dengan tegaknya Amar Makruf maka umat akan selalu berada dalam kebaikan dan mengerjakan amalan-amalan saleh, dan dengan tegaknua Nahi Munkar, maka umat akan jauh dari kekufuran, kesyirikan, dan kemaksiatan serta menjauhinya.

Namun tetap harus diperhatikan, dalam menegakkan syiar yang besar ini, seseorang juga harus membekali diri dengan ilmu yang memadai, agar tidak salah kaprah dalam menarik kesimpulan hukum suatu permasalah dan bagaimana cara menyikapinya.
Berkata Imam Al Kharasyi:

قال الخرشي في شرح المختصر: الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر من فروض الكفاية بشروط: أن يكون الآمر عالمًا بالمعروف والمنكر؛ لئلا ينهى عن معروف يعتقد أنه منكر، أو يأمر بمنكر يعتقد أنه معروف، وأن يأمن أن يؤدي إنكاره إلى منكر أكبر منه.

“Hukum Amar Makruf Nahi Munkar adalah Fardhu Kifayah, dan ia disyaratkan: Hendaknya orang yang menyeru itu mengetahui mana yang Makruf dan mana yang Munkar; agar jangan sampai ia melarang dari yang makruf karena mengiranya adalah kemungkaran. Atau menyeru kepada yang munkar karena mengiranya makruf. Atau pengingkarannya terhadap suatu kemungkaran malah justru menimbulkan kemungkaran yang lebih besar lagi”. (Syarah Al Mukhtasar)

Maka seorang dai dan siapapun yang memiliki semangat keislaman agar dapat lebih teliti dan berhati-hati, terlebih lagi banyak amalan-amalan yang nyatanya dibolehkan oleh sebagian Ulama, namun karena disinformasi maka dikira bahwa amalan tersebut tidak boleh dikerjakan.
Simak penuturan Imam Annawawi berikut:

قال الإمام النووي: (إن العلماء إنما ينكرون على ما أجمع على إنكاره، وأما المختلف فيه فلا إنكار فيه، لأن على أحد المذهبين كل مجتهد مصيب، وهذا هو المختار عند كثير من المحققين أو أكثرهم) شرح صحيح مسلم للإمام النووي

Berkata Imam An Nawawi Rahimahullah:
(Sesungguhnya Ulama hanya mengingkari hal-hal yang telah disepakati akan kemungkarannya. Adapun yang masih diperdebatkan, maka tidak dingkari. Karena pada kedua madzhab itu terdapat Ulama Mujtahid yang bisa jadi benar”. Jadi, inilah pendapat yang dipilih oleh banyak Ulama Muhaqqiq dan bahkan mayoritas mereka”.(Syarah Sahih Muslim)

Maka kemudian, jika ternyata amalan tersebut termasuk ke ranah ijtihadiyyah, dibolehkan oleh Ulama, maka para pelakunya tidak boleh divonis dengan sebutan Ahlul Bid’ah!
Dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga mengatakan hal yang senada:

فلا يصح لأحد أن يبدِّع أحداً أو يخطئه بناء على مخالفته قول أحد علماء السلف حتى يثبت أنه إجماع السلف، أو أن هذا القول دل عليه الكتاب والسنة؛ فإن من أقوال سلف الأمة وأئمتها ما خالف الثابت في الكتاب والسنة، وهم في ذلك معذورون، إذ لا يسلم من الخطأ أو الغفلة بشر.
( مجموع الفتاوى (3/349)

“Tidak dibenarkan bagi siapapun untuk membid’ahkan orang lain atau menyalahkannya karena berbeda dengan pendapat salah satu Ulama Salaf sampai dibuktikan bahwa orang tersebut melanggar pendapat Salaf yang merupakan Ijma’, atau pendapat tersebut berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah. Yang demikian karena terdapat dari pendapat para pendahulu dan Imam-imam Salaf yang bersebrangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah , Namun mereka mendapatkan uzur (atas ijtihadnya), karena tidak ada satupun yang dapat terbebas dari kesalahan ataupun dari tergelincir dari keburukan”.(Majmu Fatawa 349/3)

Maka hendaklah setiap dari kita mengukur kembali keilmuan masing-masing, dan terus menambahnya, sehingga jadilah dakwah betul-betul mengajak manusia dengan hikmah, bukan semangat tanpa arah.
Karena sebagaimana yang sudah disebutkan Imam Al Kharasyi di awal, ditakutkan sikap serampangan ini justru akan menjadi bumerang, akan mendatangkan masalah yang lebih besar dari sebelumnya, dan semakin mencoreng nama baik dakwah dan Ahlussunnah wal Jamaah.

Semoga Allah Ta’ala senantiasa memberikan kita taufik dan hidayah-Nya.

Muhammad Hadrami, LC

Artikel : www.hisbah.net

Ikuti update artikel di Fans Page Hisbah.net
Youtube HisbahTv,
Follow Instagram Kami Hisbahnet dan alhisbahbogor

Klik iklan yang ada di website.
Dengan mengklik iklan yang ada diwebsite, berarti anda telah membantu oprasional dakwah kami. Jazakallahukhoiron.

About Author

Continue Reading

Trending