Connect with us

baru

Virus Corona dan Kelemahan Kita

Published

on

Syariat Allah ‘Azza wa Jalla menjadikan penjagaan kehidupan dan kesehatan manusia sebagai salah satu kebutuhan yang sangat mendasar, di mana syariat memerintahkan agar hal itu dijaga dan dipelihara serta dikembangkan. Syariat Islam memberikan warning (peringatan) terhadap tindakan menjatuhkan diri ke dalam tempat-tempat yang akan menyebabkan diri binasa. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

وَلَا تُلْقُوْا بِأَيْدِيْكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوْا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَ

“Dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri, dan berbuat baiklah. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (Qs. al-Baqarah : 195)

Maka, manusia-dalam pandangan Islam- merupakan makhluk yang paling agung, paling mulia, paling tinggi, dan paling bagus bentuknya di permukaan bumi ini.  Allah ta’alaberfirman,

لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيْمٍ

“Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (Qs. at-Tiin : 4)

Manusia itu menakjubkan dalam bentuk fisiknya, mengherankan ruhaniyahnya, di dalam dirinya terdapat segudang rahasia yang besar yang tidak terhitung jumlahnya.

Saudaraku…

Corona, merupakan virus yang mencemaskan banyak orang, mulai kemunculannya di asia timur, dan kini ia menjadi perbincangan di banyak media informasi dan media sosial.

Namun, yang tidak layak diragukan bahwa corona merupakan penyakit sebagaimana penyakit-penyakit yang lainnya yang ditakdirkan oleh Allah  ‘Azza wa Jalla atas hamba-hamba-Nya kapan saja Dia menghendakinya dan bagaimana pula yang Dia kehendaki. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيْبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيْرٌ. لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوْا بِمَا آتَاكُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍ

“Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuz) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah.

Agar kamu tidak bersedih hati terhadap apa yang luput dari kamu, dan tidak pula terlalu bergembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong dan membanggakan diri.” (Qs. al-Hadid : 22-23)

Saudaraku…kaum muslimin

Bagaimana Islam menyikapi penyakit yang menular tersebut cukuplah jelas. Orang yang menderita sakit berupaya dengan sungguh-sungguh untuk mengobati sakitnya sepanjang hal itu mungkin untuk dilakukannya. Jika kemudian ia tidak melakukannya, niscaya ia berdosa karenanya. Ia pun wajib berupaya agar penyakit yang dideritanya tidak menyebar dan menular kepada yang lainnya dengan tidak berbaur dengan orang lain, tidak keluar rumah kecuali untuk suatu keperluan yang mendesak. Hal itu karena, menyakitkan orang lain merupakan tindakan haram, sementara tindakan menimbulkan bahaya kepada orang lain -dengan cara apa pun- terlarang hukumnya secara syar’i.

 

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ

“Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallambersabda, “Tidak boleh membahayakan diri dan tidak boleh pula menimbulkan bahaya pada orang lain.” (HR. Ahmad)

Adapun orang yang tidak sakit, maka wajib atasnya pula untuk tidak mendekat kepada orang yang tengah sakit yang tertimpa penyakit yang menular tersebut. Akan tetapi tentunya hal itu dilakukan dengan cara yang lembut dan lunak tanpa menyakiti perasaannya.

Bahkan, para fuqaha menjelaskan bahwa barang siapa yang tengah mengidap penyakit menular tidak selayaknya ia shalat bersama jama’ah kaum muslimin, dan bahwa termasuk uzur yang membolehkan seseorang untuk meninggalkan shalat berjama’ah adalah setiap penyakit yang menghalangi orang yang tertimpa olehnya untuk menghadiri shalat berjama’ah. Atau, akan menyebabkan para jama’ah lainnya bakal lari darinya, dan begitu pula halnya penyakit-penyakit lainya yang berpotensi bakal menular kepada orang lain.

Saudara-saudaraku yang mulia…

Sunnah Nabawiyah yang suci telah datang dengan berita-berita yang menunjukkan mu’jizatdi zaman di mana kedokteran dan para ahli kesehatan Barat belum tahu akan luasnya makna sesuatu yang terkait dengan makna ‘penularan’, belum pula mereka memiliki pengetahuan yang paling minim sekalipun tentang penyakit-penyakit menular, belum tahu pula tentang teori isolasi kesehatan melainkan beberapa tahun yang lampau. Islam telah meletakkan ‘kaedah isolasi kesehatan’ sejak 1400 tahun silam.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ هَذَا الْوَجَعَ -أَيْ : اَلطَّاعُوْنَ- رِجْزٌ أَوْ عَذَابٌ أَوْ بَقِيَّةُ عَذَابٍ عُذِّبَ بِهِ أُنَاسٌ مِنْ قَبْلِكُمْ، فَإِذَا كَانَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا، فَلَا تَخْرُجُوْا مِنْهَا وَإِذَا بَلَغَكُمْ أَنَّهُ بِأَرْضٍ فَلَا تَدْخُلُوْهَا

“Sesungguhnya penyakit ini-yakni, “tha’un” merupakan rijzun atau azab atau sisa-sisa azab yang ditimpakan kepada manusia sebelum kalian. Maka dari itu, jika tha’un tersebut berada di suatu daerah sementara kalian tengah berada di dalamnya, maka janganlah kalian keluar dari daerah tersebut. Dan, jika sampai (berita) kepada kalian bahwa tha’un itu (tengah mewabah) di suatu daerah maka janganlah kalian memasuki daerah tersebut.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

 

الطَّاعُوْنُ غُدَّةٌ كَغُدَّةِ الْبَعِيْرِ، الْمُقِيْمُ بِهَا كَالشَّهِيْدِ، وَالْفَارُّ مِنْهَا كَالْفَارِّ مِنَ الزَّحْفِ

‘Tha’un merupakan gondok seperti gondok unta. Orang yang tetap tinggal di daerah yang tengah menyebar wabah tersebut (lalu ia meninggal dunia karena terkena olehnya) maka ia mati seperti orang yang mati syahid. Dan, orang yang lari darinya, seperti orang yang melarikan diri dari medan tempur (jihad di jalan Allah).” (HR. Ahmad dengan sanad yang jayyid (bagus))

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

لَا يُوْرِدَنَّ مُمْرِضٌ عَلَى مُصِحٍّ

“Janganlah sekali-kali seseorang membawa untanya yang tengah sakit kepada unta yang sehat.” (HR. al-Bukhari)

Dan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga memerintahkan kepada orang-orang yang sehat untuk tidak membaur dengan orang-orang yang tengah menderita penyakit yang menular.

Ketika datang rombongan Tsaqif, di antara mereka ada seorang lelaki yang tengah menderita penyakit kusta. Maka, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengirim utusan kepada orang tersebut dengan membawa pesan :

إِنَّا قَدْ بَايَعْنَاكَ فَارْجِعْ

“Sesungguhnya kami telah membaiatmu. Maka, pulanglah !” (HR. Muslim)

Wahai tuan-tuan sekalian, tidakkah kalian melihat keagungan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang mulia ini ?

Sungguh benar Allah Dzat yang Maha Agung yang telah berfirman,

وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى . إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوْحَى

“Dan tidaklah yang diucapkannya itu menurut keinginannya. Tidak lain itu adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (Qs. an-Najm : 3-4)

Wahai orang-orang yang diberkahi…

Ada hal yang membedakan seorang Muslim dengan yang lainnya dalam masalah ini, yaitu bahwa dirinya diperintahkan secara syar’i untuk berpegang teguh dengan prinsip ‘isolasi kesehatan’. Sesungguhnya Islam menjadikan dari seorang Muslim itu pengawas dan penghitung atas dirinya dan Islam menghendaki dari hal tersebut agar ia mengikuti perintah dan tidak bermaksiat.

Islam juga memberikan pahala atas hal tersebut kepada siapa yang berpegang teguh dengan prinsip tersebut berupa pahala mati syahid jika ia meninggal dunia dengan berpegang teguh dengan prinsip yang diajarkan oleh Islam dalam aspek kesehatan. Dan, Islam menjadikan hukuman terhadap orang yang lari darinya seperti hukuman  atas orang yang melarikan diri dari medan perang, sebagaimana dalam hadis yang telah lalu,

اَلْمُقِيْمُ بِهَا كَالشَّهِيْدِ، وَالْفَارُّ مِنْهَا كَالْفَارِّ مِنَ الزَّحْفِ

“Orang yang tetap tinggal di daerah yang tengah menyebar wabah tersebut (lalu ia meninggal dunia karena terkena olehnya) maka ia mati seperti orang yang mati syahid. Dan, orang yang lari darinya, seperti orang yang melarikan diri dari medan tempur (jihad di jalan Allah).”

Kaum Muslimin

Tha’un adalah penamaan untuk setiap wabah penyakit umum yang menyebar dengan cepat.

Dzikir dan Doa Merupakan Benteng Penjagaan

Wahai sekalian manusia…!

Seorang Muslim hendaknya mengambil sebab pencegahan penyakit, terlebih ketika wabah penyakit tersebut banyak bermunculan dan telah menyebar ke banyak tempat.

Di antaranya adalah dengan mengamalkan dzikir yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya,

مَا مِنْ عَبْدٍ يَقُوْلُ فِي صَبَاحِ كُلِّ يَوْمٍ وَمَسَاءِ كُلِّ لَيْلَةٍ : بِسْمِ اللَّهِ الَّذِي لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْءٌ فِي الأَرْضِ وَلاَ فِي السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، ثَلاَثَ مَرَّاتٍ، فَيَضُرُّهُ شَيْءٌ

“Tidaklah seorang Muslim yang mengucapkan (kalimat ini) pada waktu pagi dan malam setiap hari (yakni, setelah terbit fajar dan setelah tenggelam matahari), “Dengan (menyebut nama Allah) Dzat yang tidak akan membahayakan bersama nama-Nya sesuatu pun yang ada di bumi, tidak pula yang ada di langit dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui “ sebanyak tiga kali niscaya tidak ada sesuatu pun yang membahayakannya.” (HR. Ibnu Majah)

Begitu pula berdoa dengan ungkapan yang dianjarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallamdalam doanya,

اللَّهُمَّ عَافِنِي فِي بَدَنِي، اللَّهُمَّ عَافِنِي فِي سَمْعِي، اللَّهُمَّ عَافِنِي فِي بَصَرِي، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ

“Ya Allah !, berilah ‘afiyat pada badanku.

Ya Allah !, berilah ‘afiyat pada pendengaranku.

Ya Allah !, berilah ‘afiyat pada penglihatanku.

Tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Engkau.” (HR. Abu Dawud, dan dihasankan oleh syaikh al-Albaniy)

اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْبَرَصِ، وَالْجُنُوْنِ، وَالْجُذَامِ، وَمِنْ سَيِّئِ الْأَسْقَامِ

“Ya Allah !, sesungguhnya aku memohon perlindungan kepada-Mu dari (terserang penyakit) al-Barash (kusta), gila dan Judzam (lepra) dan (aku berlindung kepada-Mu) dari keburukan berbagai macam penyakit.” (HR. Imam Ahmad dan Abu Dawud, dan dishahihkan oleh syaikh al-Albaniy)

Saudaraku, kaum muslimin, rahimakumullah

Dan bila mana Allah ‘Azza wa Jalla menetapkan penyakit yang tengah mewabah tersebut mengenai diri Anda, maka hendaknya Anda berupaya mencari obat dan mengambil sebab kesembuhan yang dijelaskan oleh para dokter di bidangnya. Dan, tindakan ini merupakan bentuk kebaikan tawakkal seorang hamba kepada Allah ‘Azza wa Jalla.Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

تَدَاوَوْا فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلاَّ وَضَعَ لَهُ دَوَاءً غَيْرَ دَاءٍ وَاحِدٍ الْهَرَمُ

“Berobatlah kalian !, karena sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla tidaklah meletakkan penyakit melainkan Dia meletakkan (pula) obatnya, selain satu penyakit, yaitu al-Harom (menua).” (HR. Abu Dawud)

مَا أَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ لَهُ دَوَاءً عَلِمَهُ مَنْ عَلِمَهُ وَجَهِلَهُ مَنْ جَهِلَهُ

“Tidaklah Allah ‘Azza wa Jalla menurunkan penyakit melainkan Dia menurunkan pula obatnya, mengetahuinya orang yang mengetahuinya dan tidak mengetahuinya orang yang tidak mengetahuinya.” (HR. Ahmad)

Dan, di antara perkara yang hendaknya dipertegas adalah bahwa seorang Muslim haruslah menjauhkan diri dari menyebarkan sesuatu yang dapat menimbulkan rasa takut dan gelisah pada diri saudara-saudaranya kaum Muslimin terhadap penyakit tersebut dan hendaknya pula ia mewaspadai adanya berita-berita hoax yang berseliweran untuk melariskan hiruk pikuk akan bahayanya. Sungguh, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ

“Cukuplah seseorang dianggap bohong jika ia membicarakan setiap hal yang didengarnya.” (HR. Muslim)

Wahai saudara-saudaraku…kaum Muslimin

Lihatlah oleh kalian virus yang menimpa seseorang, ia tidak terlihat dengan mata telanjang, namun ia menjadi sumber kepanikan. Maka, hendaknya kita belajar dari kodisi ini betapa lemah diri kita dan betapa lemah pula ilmu dan pengetahuan kita, serta betapa rapuh anggota tubuh kita, betapa pun telah datang kepada kita kecanggihan sistem kedokteran modern, ketajaman dalam pemeriksaan, kecepatan dalam mengungkap, datang kepada kita semisal wabah ini (wabah virus corona) agar mengingatkan kita kepada firman-Nya,

وَمَا أُوتِيْتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيْلًا

“Tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan hanya sedikit.” (Qs. al-Isra’ : 85)

وَلِلَّهِ جُنُوْدُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيْزًا حَكِيْمًا

“Dan milik Allah bala tentara langit dan bumi. Dan Allah Maha Perkasa, Mahabijaksana.” (Qs. al-Fath : 7)

Dan, untuk mengajarkan kepada kita,

وَمَا يَعْلَمُ جُنُوْدَ رَبِّكَ إِلَّا هُوَ وَمَا هِيَ إِلَّا ذِكْرَى لِلْبَشَرِ

“Dan tidak ada yang mengetahui bala tentara Tuhanmu kecuali Dia sendiri. Dan ia itu tidak lain hanyalah peringatan bagi manusia.” (Qs. al-Muddatstsir : 31)

Akhirnya, kita memohon kepada Allah ‘Azza wa Jalla agar Dia menjaga kita, menjaga anak-anak kita, pasangan hidup kita, rumah-rumah kita, tempat-tempat perkumpulan kita, dan menjaga masyarakat kaum Muslimin dari setiap wabah, bala dan penyakit. Amin (Redaksi)

Sumber :

Disarikan dari Khutbah Jum’at “Kaifa ‘Aalaja al-Islam Intisyaa-ra al-Aubi-ah”, Ahmad bin Abdillah al-Hazimiy. Dengan gubahan.

https://alsofwa.com/virus-corona-dan-kelemahan-kita/

About Author

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

baru

Sadarilah, Berzina Hanya Akan Menghancurkan Masa Depanmu

Published

on

By

Dalam hati kecil yang terdalam, jika setiap pemuda/i ditanya ingin menikah dengan siapa, pasti jawabannya ingin mendapatkan jodoh yang salih/ah. Yaitu yang baik agamanya, menjaga kehormatannya sebelum menikah dan ketika sudah menikah, sehingga setia tidak akan selingkuh.
Dan ini merupakan impian setiap muslim/ah, sehingga akan melahirkan keturunan yang salih/ah pula.

Namun, dengan pergaulan bebas di zaman ini, seorang pemuda/i memang mendapatkan godaan yang luar biasa hebatnya untuk tidak pacaran, sehingga butuh dengan benteng yang sangat kokoh untuk menahannya.

Diantara bentengnya adalah menjaga shalat, Allah Ta’ala berfirman:

ٱتْلُ مَآ أُوحِىَ إِلَيْكَ مِنَ ٱلْكِتَٰبِ وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ ۖ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ ٱللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ

Artinya:
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al Ankabut: 45)

Sungguh Shalat dapat menjauhkan dari perilaku yang keji dan munkar jika dilakukan dengan khusyu dan ikhlas. Padanya seorang hamba akan sadar bahwa ada Allah Ta’ala yang mengawasi tindak-tanduknya. Sehingga dia akan berpikir berulangkali untuk melakukan suatu kemaksiatan, apalagi yang dapat merusak kehormatan seperti zina.

Ketahuila bahwa zina itu sangatlah berat dosa dan konsekuensinya, bahkan Allah Ta’ala sampai melarang untuk menikahi seorang yang pernah berzina jika belum bertaubat.
Sebagaimana firman-Nya:

{الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ (3) }

Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki yang musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin. (QS Annur: 3)

Dan jodoh adalah cerminan dari seseorang, jika dia baik-baik menjaga diri, maka Allah akan pilihkan baginya yang baik pula, jika tidak, maka Allah akan berikan untuknya yang semisal dirinya, sebagaimana firman-Nya:

ٱلْخَبِيثَٰتُ لِلْخَبِيثِينَ وَٱلْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَٰتِ ۖ وَٱلطَّيِّبَٰتُ لِلطَّيِّبِينَ وَٱلطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَٰتِ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ ۖ لَهُم مَّغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ

Artinya:
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga).” (QS Annur: 26)

Dan di dalam Tafsir Al Muyassar ayat diatas dijelaskan:
“Setiap yang keji dari kaum lelaki dan kaum perempuan, ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan akan cocok, sejalan dan sesuai dengan yang keji pula. Dan setiap yang baik dari kaum lelaki dan kaum perempuan, ucapan dan perbuatan akan cocok dan sesuai dengan yang baik-baik (pula). Para lelaki dan wanita yang baik-baik bersih dari tuduhan buruk yang dilontarkan oleh orang-orang keji. Mereka akan mendapatkan ampunan dari Allah yang akan menutupi dosa-dosa mereka dan mendapatka rizki yang baik di surga.”

Maka dari itu, hendaklah menjaga diri sebaik mungkin dan semaksimalnya, karena apa yang terjadi di masa muda ini, itu yang akan menentukan arah masa depan di dunia ini, apalagi di akhirat.
Untuk itu, jauhilah segala hal yang dapat mengantarkan kepada zina, seperti pacaran dsbg.
Allah Ta’ala berfirman:
وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلًا
Artinya: Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.

Dan di dalam Tafsir Al Muyassar ayat diatas dijelaskan:
“Dan janganlah kalian mendekati perzinaan dan segala pemicunya, supaya kalian tidak terjerumus ke dalamnya. Sesungguhnya zina itu benar-benar amat buruk, dan seburuk-buruk tindakan adalah perzinaan.”

Dan juga hendaklah seorang pemuda/i berusaha untuk dapat menikah sesegera mungkin, sebagaimana wasiat Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam kepada para pemuda:

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.

“Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian yang berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah segera! karena menikah itu akan lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa), karena shaum itu dapat membentengi dirinya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Terakhir, pintu taubat terbuka lebar bagi yang ingin memperbaiki kesalahannya, Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Azzumar:53)

Dan Rasululullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:

كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ، وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ

“Setiap anak Adam pasti melakukan kesalahan dan sebaik-baik orang yang sering melakukan kesalahan adalah yang sering bertaubat. (HR. Ibnu Majah)
Semoga Allah Ta’ala menjaga kita semua dari godaan syaitan yang terkutuk, dan senantiasa menaungi kita dengan taufik dan hidayah-Nya.

About Author

Continue Reading

baru

Keutamaan Bulan Dzul Qa’dah

Published

on

By

Wahai hamba-hamba Allah !

Kita tengah berada di awal bulan kedua dari bulan-bulan haji, dan salah satu bulan dari bulan-bulan haram yang empat, yaitu bulan Dzul Qa’dah. Dinamakan dengan nama ini karena orang-orang Arab dulu          berhenti dari melakukan peperangan agar mereka dapat berkalana dan mencari pakan hewan mereka …

Wahai hamba-hamba Allah !

Kita tengah berada di awal bulan kedua dari bulan-bulan haji, dan salah satu bulan dari bulan-bulan haram yang empat, yaitu bulan Dzul Qa’dah. Dinamakan dengan nama ini karena orang-orang Arab dulu berhenti dari melakukan peperangan agar mereka dapat berkalana dan mencari pakan hewan mereka sehingga memungkinkan mereka untuk menyiapkan perbekalan diri mereka, membenahi tempat duduk tunggangan mereka dan melatihnya agar siap dinaiki untuk melakukan perjalanan haji.

Dan, bulan ini (bulan Dzul Qa’dah) adalah bulan kedua dari bulan-bulan haji yang Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-firmankan tentangnya,

{الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ} [البقرة: 197]،

(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi [1][al-Baqarah : 197)

 

 

Tentang bulan ini, datang keterangan tentang dua buah keutamaannya, tidak lebih dari itu.

Keutamaan yang pertama :  

Bahwa Dzul Qa’dah termasuk bulan di mana orang yang berhaji masuk ke dalam nusuknya, baik orang tersebut berhaji tamattu’, haji ifrod, maupun haji qiran. Dan, pada ghalibnya orang-orang yang berihram pada bulan Dzul Qa’dah mereka berihram untuk melakukan haji tamattu’ ; oleh karena itu ketika Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- menunaikan ibadah haji (di mana beliau berangkat) pada akhir-akhir bulan Dzul Qa’dah, beliau melakukan haji Qiran, kemudian beliau memerintahkan para sahabatnya agar mereka bertahallul, mengubah ihram mereka untuk melakukan haji tamattu’, hal itu beliau lakukan  sebagai bentuk rasa kasih sayang terhadap mereka. Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

«لَوْ اِسْتَقْبَلْتُ مِنْ أَمْرِي مَا اسْتَدْبَرْتُ، مَا سُقْتُ الْهَدْيَ، وَلَحَلَلْتُ مَعَ النَّاسِ حِيْنَ حَلُّوْا»؛(رواه البخاري)،

“Andai aku masih di awal perjalananku dan belum terlanjur, niscaya aku tidak membawa hewan sembelihan (Al Hadyu) dan niscaya aku bertahallul bersama orang-orang kala mereka bertahallul.” (HR. al-Bukhari)

 

Keutamaan kedua :

Disyariatkannya untuk melakukan umrah pada bulan tersebut. Karena seluruh umrah Nabi-صًلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-terjadi pada bulan Dzul Qa’dah, sampai pun  umrah beliau yang dilakukannya berbarengan dengan pelaksanaan hajinya, beliau berihram pada bulan Dzul Qa’dah. Umrah yang dilakukan Nabi-صًلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- ada empat kali ;

1-Umrah Hudaibiyah, namun beliau tidak menyempurnakannya. Beliau-صًلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bertahallul dari umrahnya dan kembali (ke Madinah).

2-Umrah al-Qadha, pada tahun berikutnya

3-Umrah Ji’ranah pada tahun penaklukan kota Mekah pada tahun ke-8 Hijriah ketika beliau membagikan harta rampasan perang Hunain

4-Umar beliau-صًلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-  pada waktu haji wada’

Sebagaimana hal ini ditunjukkan oleh nash-nash yang shahih. Dan inilah pendapat yang dipegang oleh mayoritas ulama. Bahkan, sekelompok orang dari kalangan Salaf mengunggulkan (keutamaan) umrah pada bulan Dzul’Qa’dah ini atas umrah yang dilakukan pada bulan Ramadhan, karena Nabi-صًلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- berumrahnya pada bulan Dzul Qa’dah, dan oleh karena itulah banyak kalangan Salaf yang bersemangat untuk menunaikan umrah di bulan Dzul Qa’dah, untuk meneladani Nabi -صًلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- dan menyukai untuk membawa serta hadyu ketika melakukan umrah ini. Dan sunnah ini, banyak orang yang melalaikannya. Padahal membawa serta hadyu dalam aktivitas umrah lebih mudah daripada membawanya ketika menunaikan ibadah haji. Bahkan, di zaman kita sekarang ini lebih mudah lagi. Akan tetapi karena ketergesa-gesaan kita dan tersibukkannya kita dari banyak perkara sunnah kita terhalangi untuk dapat melakukannya dan terhalangi pula dari mendapatkan keutamaannya, kecuali orang yang dirahmati Rabb kamu. Membawa serta hadyu dalam ibadah umrah merupakan perbuatan Nabi -صًلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-dan para sahabatnya yang mulia. Dalil disyariatkannya membawa serata hadyu dalam pelaksanaan ibadah umrah adalah apa yang diriwayatkan oleh imam al-Bukhari – رحمه الله – di dalam shahihnya, di mana si rawi mengatakan :

خَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَمَنَ الْحُدَيْبِيَةِ مِنْ الْمَدِينَةِ فِي بِضْعَ عَشْرَةَ مِائَةً مِنْ أَصْحَابِهِ حَتَّى إِذَا كَانُوا بِذِي الْحُلَيْفَةِ قَلَّدَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْهَدْيَ وَأَشْعَرَ وَأَحْرَمَ بِالْعُمْرَةِ

“Nabi -صًلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- berangkat saat perjanjian Al Hudaibiyah dari Madinah bersama sekitar seribu orang sahabat Beliau hingga ketika sampai di Dzul Hulaifah, Nabi -صًلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- mengikat dan menandai hewan hadyu beliau, lalu berihram untuk ‘umrah”. (HR. al-Bukhari)

Dan, imam al-Bukhari juga meriwayatkan di dalam shahihnya bahwa : Ibnu Umar – رَضِيَ اللهُ عَنْهًمَا- berihram untuk menunaikan umrah, kemudian beliau membeli hewan hadyu dari Qudaid.

Dan, Syaikh Allamah Ibnu Utsaimin pernah ditanya, ‘Apakah termasuk sunnah yang dianjurkan menyembelih hewan hadyu setelah menunaikan umrah ?’ maka, beliau-رَحِمَهُ اللهُ-pun menjawab :

“Iya, ini termasuk sunnah yang dianjurkan. Akan tetapi, tidak termasuk sunnah bahwa Anda bila telah menunaikan umrah Anda lantas membeli seekor kambing dan menyembelihnya. Yang sunnah adalah Anda membawa serta hewan hadyu bersama Anda, Anda membawanya dari daerah Anda, atau paling tidak dari Miqat, atau dari daerah halal terdekat-menurut sebagian ulama-. Hal inilah yang disebut dengan membawa serta hadyu. Adapun jika Anda menyembelih (kambing) setelah selesai dari mengerjakan Umrah tanpa membawa serta bersama Anda, maka hal ini tidak termasuk sunnah.” Selesai perkataan beliau -رَحِمَهُ اللهُ-.

Saya katakan :

“dan (atau) dari daerah halal yang terdekat “ meliputi bagian dari daerah masya’ir, arafah dan tan’im, dan daerah yang lainnya.

Dan, aku pun menasehatkan kepada diriku sendiri dan kepada saudara-saudaraku dari kalangan para penuntut ilmu agar menebarkan sunnah-sunnah dan memberikan peringatan tentang perkara-perkara bid’ah (perkara-perkara baru yang diada-adakan), kerena, hal-hal yang sunnah itu akan mengalahkan hal-hal yang bid’ah, dan hal-hal yang bid’ah itu berpotensi akan meruntuhkan hal-hal yang sunnah.

Dan, aku pun mewasiaskan kepada setiap orang yang mendapatkan kemudahan untuk berumrah pada bulan Dzulqa’dah hendaknya ia berumrah, untuk meneladani Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-, dan andaikan ia membawa serta hadyu, hal demikian itu lebih sempurna dan lebih utama.

 

Wallahu A’lam

 

Amar Abdullah bin Syakir

 

Sumber :

Fadha-ilu Dzil Qi’dah, Syaikh Dr. Shalih bin Muqbil al-‘Ushaimiy at-Tamimiy

 

Catatan :

[1] Yaitu, bulan Syawwal, Dzul Qa’dah, dan Dzul Hijjah.

About Author

Continue Reading

baru

Pengharaman Zina Secara Khusus

Published

on

Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-telah mengharamkan perbuatan keji secara umum, dan zina secara khusus. Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-telah mengingatkan manusia tentang dosa zina dengan begitu tegas dan menjelaskannya dengan sejelas mungkin.

Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

وَإِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً قَالُوا وَجَدْنَا عَلَيْهَا آبَاءَنَا وَاللَّهُ أَمَرَنَا بِهَا قُلْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ أَتَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ (28) قُلْ أَمَرَ رَبِّي بِالْقِسْطِ [الأعراف : 28 ، 29]

Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata, “Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya.” Katakanlah, “Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji. Mengapa kalian mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kalian ketahui ?” Katakanlah, “Rabb-ku menyuruh menjalankan keadilan..” (al-A’raf : 28-29)

Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ  [الأعراف : 33]

Katakanlah, “Rabb-ku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak atau pun yang tersembunyi…” (al-A’raf : 33)

Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

وَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ  [الأنعام : 151]

Dan janganlah kalian mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi…(al-An’am : 151)

Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ  [النحل : 90]

Sesungguhnya Allah memerintahkan (kepada kalian) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada kalian agar kalian dapat mengambil pelajaran (al-Nahl : 90)

Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- memberikan ancaman yang sangat keras kepada orang-orang yang suka menyiarkan dan menyebarluaskan perbuatan keji di tengah-tengah kaum muslimin.

Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ  [النور : 19]

Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita bohong) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalang orang-orang yang beriman, bagi mereka adzab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang kalian tidak mengetahui (an-Nur : 19)

Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-menerangkan bahwa para penyeru dan penghias perbuatan keji ini sebagai setan.

Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلًا وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ  [البقرة : 268]

Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kalian dengan kemiskinan dan menyuruh kalian berbuat kekejian, sedang Allah menjadikan untuk kalian ampunan dari-Nya dan karunia … (al-Baqarah : 268)

Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-juga menjelaskan bahwa hobi para pengekor syahwat ini adalah memalingkan dan menyesatkan manusia, kemudian menyeret mereka ke dalam perbuatan keji ini. Tentang mereka Allah berfirman :

وَاللَّهُ يُرِيدُ أَنْ يَتُوبَ عَلَيْكُمْ وَيُرِيدُ الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الشَّهَوَاتِ أَنْ تَمِيلُوا مَيْلًا عَظِيمًا  [النساء : 27]

Dan Allah hendak menerima taubat kalian, sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kalian berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran) (an-Nisa : 27)

**

Wallahu A’lam

Amar Abdullah bin Syakir

Sumber :

Bahtsu fi Qaulihi Ta’ala : Walaa Taqrabuz Zina, Musthafa al-Adawi, ei, hal. 15-18

About Author

Continue Reading

Trending